MEMBUAT HIPOTESIS
Oleh,
KELOMPOK : 9
1. Syahfitri (180503128)
2. Maya Faliha Nasution (1805031
3. Handayani Gultom (1805031
Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Yang Diwajibkan Dalam Mengikuti Perkuliahan
Metodologi Penelitian
DEPARTEMEN S1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
DAFTAR ISI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Keagenan (Agency Theory)
Persektif teori agensi merupakan dasar yang digunakan memahami isu corporate
governance dan earning management. Agensi teori mengakibatkan hubungan yang asimetri
antara pemilik dan pengelola, untuk menghindari terjadi hubungan yang asimetri tersebut
dibutuhkan suatu konsep yaitu konsep Good Corporate Governance yang bertujuan untuk
menjadikan perusahaan menjadi lebih sehat. Penerapan corporate governance berdasarkan
pada teori agensi, yaitu teori agensi dapat dijelaskan dengan hubungan antara manajemen
dengan pemilik, manajemen sebagai agen secara moral bertanggung jawab untuk
mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai imbalannya akan
memperoleh kompensasi yang sesuai dengan kontrak.
Dengan hal ini terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana
masing-masing pihak berusaha untuk mencapai kemakmuran yang dikehendaki, sehingga
muncullah informasi asimetri antara manajemen dengan pemilik yang dapat memberikan
kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba dalam rangka menyesatkan
pemilik mengenai kinerja ekonomi perusahaan (Sefiana, 2009).
Masalah keagenan (agency problem) pada awalnya dieksplorasi oleh Ross (1973),
sedangkan eksplorasi teoritis secara mendetail dari teori keagenan pertama kali dinyatakan
oleh Jensen and Mecking (1976) menyebutkan manajer suatu perusahaan sebagai “agen” dan
pemegang saham “principal”. Pemegang saham yang merupakan principal mendelegasikan
pengambilan keputusan bisnis kepada manajer yang merupakan perwakilan atau agen dari
pemegang saham. Permasalahan yang muncul sebagai akibat sistem kepemilikan perusahaan
seperti ini bahwa adalah agen tidak selalu membuat keputusan-keputusan yang bertujuan
untuk memenuhi kepentingan terbaik principal.
Salah satu asumsi utama dari teori keagenan bahwa tujuan principal dan tujuan agen
yang berbeda dapat memunculkan konflik karena manajer perusahaan cenderung untuk
mengejar tujuan pribadi, hal ini dapat mengakibatkan kecenderungan manajer untuk
memfokuskan pada proyek dan investasi perusahaan yang menghasilkan laba yang tinggi
dalam jangka pendek daripada memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham melalui
investasi di proyek-proyek yang menguntungkan jangka panjang
Manajemen laba didasari oleh adanya teory agency yang menyatakan bahwa setiap
individu cenderung untuk memaksimalkan utilitasnya. Konsep Agency Theory adalah
hubungan atau kontrak antara principal dan agen. Principal memperkerjakan agen untuk
melakukan tugas dalam rangka memenuhi kepentingan principal.
Menurut Brigham dan Houston (2001) isyarat atau sinyal adalah suatu tindakan yang
diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana
manajemen memandang prospek perusahaan. Selanjutnya perusahaan dengan prospek yang
menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan modal baru
dengan cara-cara lain seperti dengan menggunakan utang. Perusahaan dengan prospek yang
kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya. Teori sinyal menjelaskan
mengapa manajer suatu entitas mempunyai insentif secara sukarela (voluntary) melaporkan
informasi-informasi kepada pasar modal walaupun tidak ada ketentuan yang mengharuskan.
Salah satu jenis informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat menjadi
signal bagi pihak di luar perusahaan, terutama bagi pihak investor adalah laporan tahunan.
Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa informasi akuntansi yaitu
informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan informasi non-akuntansi yaitu
informasi yang tidak berkaitan dengan laporan keuangan. Laporan tahunan hendaknya
memuat informasi yang relevan dan mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk
diketahui oleh pengguna laporan baik pihak dalam maupun pihak luar.
Menurut Rankin et al. (2012), dua motivasi utama untuk mempraktikkan manajemen
laba adalah menguntungkan entitas (seperti memaksimalkan harga saham, memenuhi
ekspektasi pemegang saham, dan menghindari pelanggaran perjanjian utang) dan
menguntungkan manajer itu sendiri. Selain itu, Makhaiel dan Sherer (2017)
mengklasifikasikan insentif manajemen laba menjadi yang terkait dengan menghindari
pelanggaran atau wanprestasi debt covenant, yang terkait dengan peningkatan persepsi nilai
perusahaan oleh pasar modal, dan yang terkait dengan pencapaian target, seperti menghindari
pelaporan kerugian atau penurunan pendapatan, dan memenuhi ekspektasi analis keuangan.
Motivasi manajemen laba lain yang disorot dalam literatur akuntansi termasuk menunjukkan
kepatuhan terhadap peraturan yang harus diikuti perusahaan, dan menurunkan laba yang
dilaporkan untuk membatasi risiko biaya politik (Habbash dan Alghamdi, 2015).
Metode yang digunakan dalam mempraktikkan manajemen laba secara umum dapat
diklasifikasikan menjadi dua kategori utama. Yang pertama, dan lebih ditekankan dalam
literatur akuntansi, adalah manajemen laba akrual (Zang, 2012). Dalam hal ini, manajemen
memanipulasi laba dengan memanfaatkan karakteristik sistem akuntansi akrual. Contoh
praktik manajemen laba tersebut mencakup pengelolaan waktu pelaporan laba (misalnya
perkiraan yang digunakan untuk depresiasi dan amortisasi dan provisi untuk piutang tak
tertagih), pengelolaan pemilihan pilihan kebijakan akuntansi (misalnya alternatif untuk
depresiasi atau penilaian persediaan) dan perataan laba (Rankin et. al., 2012).
Kategori kedua dari praktik manajemen laba disebut dalam literatur akuntansi
sebagai manajemen laba riil. Praktik tersebut termasuk menyimpang dari praktik
operasional normal dengan maksud untuk menyesatkan pemangku kepentingan agar
berpikir bahwa tujuan pelaporan keuangan dipenuhi oleh operasi bisnis normal
perusahaan (Roychowdhury, 2006). Contoh dari praktek tersebut termasuk
"mempercepat penjualan, menawarkan diskon harga, mengurangi pengeluaran
diskresioner, mengubah jadwal pengiriman dan menunda pengeluaran penelitian dan
pengembangan dan pemeliharaan" (Rankin et al., 2012, hlm. 260).
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba
Ahli teori agensi menyarankan bahwa kepemilikan saham eksekutif bisa jadi tidak
diinginkan properti yang menanggung risiko dan kepemilikan saham manajerial harus dilihat
bersama hati-hati (Beatty dan Zajac, 1994). Menurut teori keagenan formal, substansial
kepemilikan saham manajerial dapat meningkatkan risiko yang ditanggung oleh eksekutif.
Manajer adalah lebih cenderung untuk melakukan proyek berisiko tinggi dan memanipulasi
pendapatan untukmeningkatkan kekayaan mereka sendiri. Oleh karena itu, meningkatkan
level direktur eksekutif kepemilikan semakin mengikis independensi dewan sebagai tingkat
kepemilikan yang tinggidapat memberikan insentif bagi direktur eksekutif untuk
memanipulasi laba guna meningkatkan pendapatan kekayaan.
Daftar Pustaka
Eko Widodo Lo. 2012. Pengaruh tingkat kesulitan keuangan terhadap manajemen laba:
teori keagenan versus teori signaling: UKDW, Vol: 8 / No: 1. http://e-
journalfb.ukdw.ac.id/index.php/jrak/article/view/27