Anda di halaman 1dari 14

BAB 4

EARNINGS MANAGEMENT

Ketika pada suatu kondisi dimana pihak manajemen tidak berhasil mencapai
target laba yang ditentukan, maka manajemen akan memanfaatkan fleksibilitas yang
diperbolehkan oleh Standar Akuntansi Keuangan dalam menyusun laporan keuangan
untuk memodifikasi laba yang dilaporkan. Manajemen termotivasi untuk
memperlihatkan kinerja yang baik dalam menghasilkan nilai atau keuntungan maksimal
bagi perusahaan sehingga manajemen cenderung memilih dan menerapkan metode
akuntansi yang dapat memberikan informasi laba lebih baik. Fleksibilitas manajemen
untuk mengelola laba dapat dikurangi dengan menyediakan informasi yang lebih
berkualitas bagi pihak luar.
Menurut Bagnoli dan Watts (1975), praktik manajemen laba banyak dilakukan
oleh manajemen karena mereka menganggap perusahaan lain juga melakukan hal yang
sama. Dengan demikian, kinerja kompetitor juga dapat menjadi pemicu untuk melaku-
kan praktik manajemen laba karena investor dan kreditor akan melakukan komparasi
untuk menentukan perusahaan mana yang mempunyai rating baik. Manajemen laba
adalah campur tangan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan eksternal
guna mencapai tingkat laba tertentu dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri
atau perusahaannya sendiri (Saputro dan Setiawati, 2004).
Hal senada juga diungkapkan oleh Scott (2003), bahwa manajemen laba
merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang ada
dan secara ilmiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar
perusahaan. Adapun menurut Copeland dan Liscastro (1998), manajemen laba
mencakup usaha manajemen untuk memaksimumkan atau meminimumkan laba,
termasuk perataan laba sesuai dengan keinginan manajemen.
Fischer dan Rosenzweig (1995) menyatakan, manajemen laba merupakan
tindakan manajer untuk meningkatkan (menurunkan) laba yang dilaporkan saat ini dari
suatu unit yang menjadi tanggung jawab manajer tanpa mengkaitkan dengan
peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang.
Manajemen laba, kesalahan penyajian, dan menutupi kinerja ekonomi yang
benar, telah menjadi fokus dari banyak artikel. Banyak penelitian yang memfokuskan
pada dua alat manajemen laba yang umum, yaitu: manajemen akrual dan manipulasi
aktivitas ekonomi riil. Di mana manajemen akrual biasanya dikaitkan dengan segala
aktivitas yang dapat mempengaruhi aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi
merupakan wewenang dari para manajer, sedangkan manipulasi aktivitas ekonomi riil
dilakukan oleh pihak manajemen untuk memperlihatkan kinerja yang baik dalam
menghasilkan nilai atau keuntungan maksimal bagi perusahaan guna menarik perhatian
para investor maupun kreditor.
Manajemen laba dapat diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan melalui
creative accounting practices yaitu pemilihan metoda akuntansi, klasifikasi sistem
akuntansi dan pengaturan waktu transaksi (Ali dan Kumar 1994). Pengaturan waktu
transaksi dan klasifikasi sistem akuntansi berpengaruh terhadap manajemen laba dalam
penyusunan laporan keuangan (Moses 1994). Praktik manajemen laba dapat juga
dilakukan melalui pemilihan metoda akuntansi persediaan, depresiasi aktiva tetap,
kapitalisasi, pensiun, inflasi dan amortisasi.

3.1 Pengertian Earnings Management


Berikut ini beberapa pengertian earning management menurut para ahli, yaitu :
1. Earning management adalah intervensi manajemen yang dilakukan dengan sengaja
dalam proses penentuan laba, biasanya untuk memenuhi tujuan pribadi. (Schipper,
Commentary on Earnings Management, 1989).
2. Scott (2003:369) mendefinisikan earning management sebagai ”the choice by a
manager of accounting policies so as to achieve some specific objective” yang
kurang lebih memiliki arti: pilihan yang dilakukan oleh manajer dalam menentukan
kebijakan akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan tertentu.
3. Menurut Sugiri (1998) yang dikutip oleh Widyaningdyah (2001), definisi earning
management dibagi dalam dua definisi (secara teknis), yaitu:
a. Definisi sempit
Earning management dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode
akuntansi. Earning management dalam arti sempit ini didefinisikan sebagai
perilaku manajer untuk “bermain” dengan komponen discretionary accruals
dalam menentukan besarnya earnings.
b. Definisi luas
Earning management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan
(mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer
bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan)
profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut.
Surifah (1999) memberikan pendapatnya mengenai dampak earning management
terhadap kredibilitas laporan keuangan. Menurut Surifah (1999) earning
management dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan apabila digunakan
untuk pengambilan keputusan, karena earning management merupakan suatu
bentuk manipulasi atas laporan keuangan yang menjadi sasaran komunikasi antara
manajer dan pihak eksternal perusahaan.
4. ....sometimes managers of public companies make accounting method choices and
accounting estimates with the express purpose of making their earnings look
smoother than they would otherwise be, or to achieve an earnings per share number
that meets or exceeds the earnings expected by security analysts. This activity by
managers-taking specific actions to achieve desired income statement financial
reporting results-is referred to as earnings managemenL(Guenther,FinanciaI
Reporting and Analysis, 2005).
5. Istilah lain yang popular di Amerika Serikat adalah Financial Shenanigans,
rekayasa laporan keuangan yang dilakukan secara legal ataupun illegal.

Perspektif teori agensi merupakan dasar yang digunakan untuk memahami isu
corporate govemanace dan earnings management. Adanya pemisahan kepemilikan oleh
principal dengan pengendalian oleh agen dalam sebuah organisasi cenderung
menimbulkan konflik keagenen diantara principal dan agen.
Jensen dan Meckling (1976), Watts & Zimmerman (1986) menyatakan bahwa
laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi diharapkan dapat
meminimalkan konflik di antara pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan laporan
keuangan yang dilaporkan oleh agen sebagai pertanggung jawaban kinerjanya, principal
dapat menilai, mengukur dan mengawasi sampai sejauh mana agen tersebut bekerja
untuk meningkatkan kesejahteraannya serta sebagai dasar pemberian kompensasi
kepada agen.
Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori
keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberi keyakinan kepada
investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang mereka investasikan.
Corporate governance berkaitan dengan bagaimana investor yakin bahwa manajer akan
memberikan keuntungan bagi investor, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/
menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak
menguntungkan berkaitan dengan dana /kapital yang telah ditanamkan oleh investor dan
berkaitan dengan bagaimana para investor mengendalikan para manajer (Shieifer dan
Vishny 1997).
Konsep earning management menurut Salno dan Baridwan (2000:19):
menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory) yang menyatakan bahwa
”praktek earning management dipengaruhi oleh konflik antara kepentingan manajemen
(agent) dan pemilik (principal) yang timbul karena setiap pihak berusaha untuk
mencapai atau mempertimbangkan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya”. Agency
theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh
kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal
dan agent. Pihak principal termotivasi mengadakan kontrak untuk menyejahterakan
dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Agent termotivasi untuk
memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya, antara lain dalam
hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Konflik kepentingan
semakin meningkat terutama karena principal tidak dapat memonitor aktivitas
manajemen sehari-hari untuk memastikan bahwa manajemen bekerja sesuai dengan
keinginan pemegang saham (pemilik).
Dalam hubungan keagenan, principal tidak memiliki informasi yang cukup
tentang kinerja agent. Agent mempunyai lebih banyak informasi mengenai kapasitas
diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang
mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan
agent. Ketidakseimbangan informasi inilah yang disebut dengan asimetri informasi.
Adanya asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan dirinya
sendiri, mengakibatkan agent memanfaatkan adanya asimetri informasi yang
dimilikinya untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal.
Asimetri informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara principal dan agent
mendorong agent untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada principal,
terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agent. Salah satu
bentuk tindakan agent tersebut adalah yang disebut sebagai earning management
(Widyaningdyah, 2001).
Menurut Healy dan Wahlen yang dikutip oleh Riduwan (2001) bahwa earning
management terjadi ketika para manajer menggunakan keputusannya dalam pelaporan
keuangan dan dalam melakukan penyusunan transaksi untuk mengubah laporan
keuangan baik untuk menimbulkan gambaran yang salah bagi stakeholder tentang
kinerja ekonomis perusahaan, ataupun untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang
bergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.
Terdapat dua cara memahami earning management (Sari, 2005), yaitu sebagai
berikut:
1. Memandang earning management sebagai perilaku oportunistik manajer untuk
memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, utang, dan kos
politik.
2. Memandang earning management dari perspektif kontrak efisien, artinya earning
management memberi fleksibilitas bagi manajer untuk melindungi diri dan
perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian tak terduga untuk keuntungan
pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer mungkin dapat
mempengaruhi nilai pasar perusahaannya melalui earning management.
Menurut Watt dan Zimmerman (yang dikutip oleh Indarti et. al., 2004) tujuan
yang akan dicapai oleh manajemen melalui earning management meliputi: mendapatkan
bonus dan kompensasi lainnya, mempengaruhi keputusan pelaku pasar modal,
menghindari biaya politik.
Berdasarkan pertimbangan biaya dan manfaat, manajemen diperbolehkan memilih
dan menerapkan metode-metode akuntansi. Hal ini menjadi penyebab utama manajer
melakukan earning management.

3.2 Klasifikasi Earnings Management


1. Cosmetic Earnings Management, terjadi jika manager memanipulasi akrual yang
tidak memiliki konsekuensi cash flow. Teknik ini merupakan hasil dari kebebasan
dalam aplikasi akuntansi akrual yang mungkin terjadi. Standar akuntansi keuangan
dan mekanisme pengawasan mengurangi kebebasan ini tetapi tidak mungkin untuk
meniadakan pilihan karena kompleksitas dan keragaman aktivitas usaha. Akuntansi
akrual yang membutuhkan estimasi dan pertimbangan (judgments) menyebabkan
kebebasan manager dalam menetapkan angka akuntansi-Meskipun kebebasan ini
memberikan kesempatan bagi manager untuk menyajikan gambaran aktivitas usaha
pemsahaan yang lebih informatif, kebebasan ini juga memungkinkan mereka
mempercantik laporan keuangan (window-dress financial statement) dan mengelola
earnings.Cor&oh transaksinya yaitu penyesuaian pencadangan Allowance for Bad
Debt dan Accumulated depreciation of Fixed Assets.
2. Real Earning Management, terjadi jika manager melakukan aktivitas dengan
konsekuensi cash flow. Insentif untuk melakukan earnings management
mempengaruhi keputusan investing dan financing oleh manager. Real earnings
management lebih bermasalah dibandingkan cosmetic earnings management
karena mencerminkan keputusan usaha yang seringkali mengurangi kekayaan
pemegang saham. Contoh transaksinya yaitu "uang pelicin" dicatat sebagai Beban
Lain-lain. Schiper (1989) dalam Ferdawati (2008) mendefinisikan manajemen laba
sebagai suatu intervensi yang sengaja dilakukan untuk memperoleh beberapa
keuntungan pribadi pihak tertentu. Ada beberapa cara yang dilakukan manajemen
dalam melakukan manajemen laba, antara lain melalui manajemen laba akrual dan
manajemen laba riil. Manajemen laba riil merupakan manipulasi yang dilakukan
oleh manajemen melalui aktivitas perusahaan sehari-hari selama periode akuntansi.
Motivasi utama atas manipulasi aktivitas riil adalah waktu (timing) manajemen
laba. Manajemen laba riil dapat dilakukan kapan saja sepanjang periode akuntansi
dengan tujuan spesifik, yaitu 4 memenuhi target laba tertentu, menghindari
kerugian, dan mencapai target ramalan analis. Selain itu, manajemen laba riil sulit
untuk dideteksi oleh auditor. Roychodhury (2006) mendefinisikan tentang the real
earnings management (REM) sebagai satu bentuk manajemen laba yang dilakukan
melalui manipulasi aktivitas operasional perusahaan. Manipulasi ini diukur dengan
adanya satu penyimpangan dari praktik operasional perusahaan yang normal.
Motivasi manajemen melakukan ini adalah adanya keinginan untuk “mengelabui”
pelaporan keuangan perusahaan untuk beberapa stakeholder dalam rangka
memenuhi tujuan tertentu. Penyimpangan ini sebenarnya tidak memberikan nilai
tambah perusahaan tetapi hanya sekedar untuk memenuhi sasaran pelaporan bagi
manajer. Definisi tersebut konsisten dengan hasil studi dari Graham et al. (2005)
yang menemukan bukti bahwa: (a) ekskutif keuangan membebani beberapa
kebijakan transaksi yang bertujuan untuk memenuhi target laba seperti laba yang
tidak negatif, laba yang sama dengan sebelumnya dan ramalan dari para analis; (b)
eksekutif keuangan juga berhasrat untuk memanipulasi aktivitas riil dalam rangka
memenuhi targetnya melalui potongan harga yang agresif untuk meningkatkan
volume penjualan, dan meningkatkan volume produksi. Hal ini dapat berakibat
pada menurunkan margin penjualan. 10 Bukti-bukti empiris atas eksistensi dari
REM berkaitan dengan adanya kesempatan untuk menurunkan biaya-biaya R & D
dalam rangka untuk meningkatkan besarnya laba perusahaan (Bens et al. 2002,
Bushee 1998). Bens et al (2002) menyatakan bahwa para manager melakukan
pembelian saham perusahaan kembali

3.3 Strategi Earnings Management


Terdapat 3 (tiga) jenis strategi earnings management yang dapat dilakukan. Yaitu
sebagai berikut:
1. Manager meningkatkan laba periode sekarang. Strategi ini dilakukan untuk
membuat perusahaan dipandang lebih baik. Cara ini juga memungkinkan
peningkatan laba selama beberapa periode. Kasus yang terjadi adalah perusahaan
melaporkan laba yang lebih tinggi berdasarkan earning management yang agresif
untuk periode waktu yang panjang.. Selain itu, perusahaan dapat melakukan
manajemen untuk meningkatkan laba selama beberapa tahun dan kemudian
membalik akrual sekaligus pada satu saat pembebanan " di bawah " (below the line)
sehingga dipandang tidak terlalu relevan.
2. Big bath (mandi besar). Strategi ini dilakukan melalui penghapusan sebanyak
mungkin pada satu periode. Periode yang dipilih biasanya periode dengan kinerja
yang buruk (seringkali pada masa resesi dimana perusahaan lain pun melakukan hal
yang sama) atau peristiwa saat terjadi satu kejadian yang tidak biasa seperti
perubahan manajemen, merjer atau restrukturisasi. Karena sifatnya yang tidak biasa
dan tidak berulang, pengguna cenderung tidak memperhatikan dampak
keuangannya. Hal ini memberikan kesempatan untuk menghapus semua dosa masa
lalu dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan laba di masa depan.
3. Income smoothing (perataan laba). Income smoothing merupakan bentuk umura
earnings management. Menurut strategi ini, manager meningkatkan atau
menurunkan laba yang dilaporkan untuk mengurangi fluktuasinya. Income
smoothing juga mencakup tidak melaporkan bagian laba pada periode yang baik
dengan menciptakan cadangan atau earnings banks dan selanjutnya melaporkan
earnings banks pada saat kinerja perusahaan buruk. Banyak perusahaan
menggunakan strategi ini.
4. Income minimization
Bentuk ini mirip dengan ”taking a bath”, tetapi lebih sedikit ekstrim, yakni
dilakukan sebagai alasan politis pada periode laba yang tinggi dengan mempercepat
penghapusan aktiva tetap dan aktiva tak berwujud dan mengakui pengeluaran-
pengeluaran sebagai biaya. Pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan
maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis, kebijakan yang diambil dapat
berupa penghapusan atas barang modal dan aktiva tak berwujud, biaya iklan dan
pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan, hasil akuntansi untuk biaya
eksplorasi.
5. Income maximization
Tindakan ini bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan
bonus yang lebih besar. Perencanaan bonus yang didasarkan pada data akuntansi
mendorong manajer untuk memanipulasi data akuntansi tersebut guna menaikkan
laba untuk meningkatkan pembayaran bonus tahunan. Jadi tindakan ini dilakukan
pada saat laba menurun. Perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang
mungkin akan memaksimalkan pendapatan.
Teknik untuk merekayasa laba dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok
(Setiawati dan Na’im, 2000), yaitu:
1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi, antara lain: estimasi
tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau
amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi.
2. Mengubah metode akuntansi. Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk
mencatat suatu transaksi, contoh: mengubah metode depresiasi aktiva tetap yaitu
dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus.
3. Menggeser periode biaya atau pendapatan, misalnya: mempercepat atau menunda
pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai periode akuntansi
berikutnya, mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode
akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke
pelanggan, menjual investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba, mengatur
saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai.
Pendekatan lain yang digunakan dalam mengendalikan net income (Lontoh dan
Lindrawati, 2004) adalah:
1. Mengendalikan transaksi-transaksi akrual, dimana transaksi akrual memiliki
pengaruh terhadap pendapatan dan biaya namun tidak tampil pada arus kas.
Contoh: amortisasi dan depresiasi adalah sepenuhnya dikuasai oleh perusahaan
dalam hal menentukan masa manfaatnya sehingga perusahaan dapat mengatur
besarnya pembebanan pada biaya sesuai keinginan manajemen dalam rangka
mencapai hasil akhir pada net income yang diinginkan. Terdapat dua konsep akrual
yaitu: discretionary accrual dan non discretionary accrual. Discretionary accrual
adalah pengakuan akrual laba atau beban yang bebas tidak diatur dan merupakan
pilihan kebijakan manajemen, sedangkan non discretionary accrual adalah
pengakuan akrual laba yang wajar, yang tunduk pada suatu standar atau prinsip
akuntansi yang berlaku umum.
2. Mengubah kebijakan akuntansi, manajemen juga dapat menentukan net income
yang diinginkan, namun hasrat manajemen untuk melaksanakan hal ini tidak sekuat
accrual items. Alasannya adalah manajemen harus menjelaskannya dalam
disclosure pada laporan keuangan tahunan. Dan alasan ini adalah bahwa standar
akuntansi tentang konsistensi mencegah terjadinya perubahan kebijakan akuntansi
sesering mungkin. Contohnya adalah merubah metode pencatatan dari LIFO
menjadi FIFO.
Earning management merupakan fenomena yang sukar dihindari karena
fenomena ini hanya dampak dari penggunaan dasar akrual dalam penyusunan laporan
keuangan. Dasar akrual disepakati sebagai dasar penyusunan laporan keuangan karena
dasar akrual memang lebih rasional dan adil dibandingkan dasar kas. Sebagai contoh,
dengan dasar kas, pembelian aktiva tetap secara tunai senilai seratus juta rupiah mesti
dibebankan sebagai biaya pada periode saat pembelian aktiva tersebut, meskipun aktiva
tersebut akan bermanfaat bagi perusahaan selama 10 tahun. Jika laporan rugi laba
disusun dengan dasar kas, maka besar kemungkinan dalam periode tersebut perusahaan
dinyatakan mengalami rugi. Jadi pada dasarnya, basis akrual dipilih dengan tujuan
untuk menjadikan laporan keuangan lebih informatif yaitu laporan keuangan yang
benar-benar mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Sayangnya, akrual yang ditujukan
untuk menjadikan laporan yang sesuai fakta ini sedikit dapat digerakkan
(tuned)sehingga dapat mengubah angka laba yang dihasilkan.

3.4 Motivasi Melakukan Earnings Management


Terdapat banyak alasan untuk melakukan earnings management. Alasan tersebut
diantaranya adalah:
1. Meningkatkan kompensasi manager yang terkait dengan laba yang
dilaporkan (bonus plans). Banyak perjanjian yang menggunakan angka laba
akuntansi misalnya perjanjian kompensasi manager yang mencakup bonus
berdasarkan laba akuntansi. Perjanjian bonus biasanya memiliki batas atas dan
bawah, artinya manager tidak mendapat bonus jika laba lebih rendah dari batas
bawah dan tidak mendapat bonus tambahan saat laba lebih tinggi dari batas atas.
Hal ini berarti manager memiliki insentif untuk meningkatkan atau mengurangi
laba berdasarkan tingkat laba yang belum diubah (unmanaged earnings level). Jika
laba yang belum diubah berada di antara batas bawah dan atas, manager memiliki
insentif untuk meningkatkan laba, saat laba lebih tinggi dari batas atas atau lebih
rendah dari batas bawah, manager memiliki insentif untuk menurunkan laba dan
membuat cadangan untuk bonus masa depan. Contoh bonus yang diberikan pada
industri telekomunikasi, perusahaan leasing.
2. Debt contracts . Many lenders require borrowers to enter into debt contracts, also
called debt covenants, that specify financial statement target amounts or ratios that
the borrower must maintain. Violation of the terms of the debt contract can result in
costly renegotiation of the debt, with a possible increase in the interest rate or an
acceleration of payment terms. Persyaratan mempertahankan laba dengan cara
penentuan maksimum setoran pokok pinjaman dan bunga adalah contoh penerapan
debt contract yang dilakukan perbankan.
3. Pergantian CEO. Pergantian CEO perusahaan akan menentukan laba yang
diperoleh perusahaan. Sebagai contoh berganti nama Lativi menjadi TV One yang
dipimpin orang yang sangat berpengalaman mengelola perusahaan Broadcast
sangat berdampak besar mengenai citra dan pendapatan perusahaan, bahkan
beralihnya host atau presenter dan pembaca berita.
4. Politis/ukuran. Penggabungan beberapa perusahaan memperbesar ukuran
perusahaan atau memiliki alasan politis yang strategis seperti bergabungnyaBBD,
BDN, Bapindo, Bank Exim menjadi Bank Mandiri.
5. Dampak Harga Saham. Manager dapat meningkatkan laba untuk menaikkan
harga saham perusahaan sementara sepanjang satu kejadian tertentu seperti merjer
atau penawaran surat berharga atau rencana menjuai saham. Manager melakukan
income smoothing untuk menurunkan persepsi pasar akan resiko dan menurunkan
biaya modal. Salah satu insentif earnings management lainnya adalah agar
melampaui ekspektasi pasar.
6. Insentif lainnya seperti subsidi pemerintah atau proteksi. Laba seringkali
diturunkan untuk menghindari biaya politik dan penelitian yang dilakukan
pemerintah misalnya untuk keiaatan undang undang antimonopoli. Perasahaan juga
menurunkan laba untuk mengelak permintaan serikat pekerja dan perubahan
manajemen. Perubahan manajemen menyebabkan big bath karena pertama,
melemparkan kesaiahan pada manager yang berwenang; kedua, sinyal pada
manager baru untuk melakukan perubahan; ketiga, untuk peningkatan laba di masa
depan.
7. Motivasi pajak, pajak merupakan salah satu alasan utama perusahaan mengurangi
laba bersih yang dilaporkan.
8. Penawaran saham perdana (IPO), manajer perusahaan yang going public
melakukan earning management untuk memperoleh harga yang lebih tinggi atas
sahamnya dengan harapan mendapatkan respon pasar yang positif terhadap
peramalan laba sebagai sinyal dari nilai perusahaan.
9. Motivasi pasar modal, misalnya untuk mengungkapkan informasi privat yang
dimiliki perusahaan kepada investor dan kreditor.
3.5 Mekanisme Earnings Management
Adapun mekanisme earnings management dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara,
yaitu:
1. Income Shifting (Pemindahan laba). Pemmdahan laba merupakan earnings
management dengan memindahkan laba dari satu periode ke periode lainnya.
Pemindahan laba dapat dilakukan dengan mempercepat atau menunda pengakuan
pendapatan atau beban.
2. Classificatory Earnings Management (Earnings management melalui klasifikasi).
Teknik ini dilakukan dengan cara mengklasifikasi beban dan pendapatan pada
bagian tertentu Income Statement seperti memindahkan beban di bawah garis, atau
melaporkan beban atau melaporkan sebagai unusual atau nonrecurring items
sehingga dianggap tidak penting oleh analis.

3.6 Major Earnings Management Problem : Numbers Game Or Cooking The Books
Arthur Levitt, the former chairman of the SEC refers to earnings management as
“a number game"; others often call earnings management “cooking the books". Levitt
points out five of the most abusive types of earnings management:
1. Big bath restructuring charges.
In 1993 and 1992, the company recorded restructuring charges of $ 8.9 billion
before taxes and $ 11.6 billion before taxes, respectively, as part of restructuring
programs to streamline and reduce resources utilized in the business.
Biaya restrukturisasi IBM Corporation (in billions USD) tahun 1992 & 1993
Amounts charged Amounts utilized Amounts to be
in 1993 & 1992 at year end 1994 utilized in 1993
Workforce related 11,5 10,5 1
Manufacturing capacity 4,9 4,0 0,9
Excess space 3,4 3,0 0,4
Other 0,7 0,7 -
Toal restructuring charges 20,5 18,2 2,3
2. Creative acquisition accounting (akuntansi akuisisi yang kreatif) Levitt
menyatakan bahwa " creative " accounting disebut juga u merger magic Contoh :
Intel Corporation melakukannya untuk transaksi akuisisi ke akun Purchased in-
process Research & Development pada Income Statement Intel Corporation tahun
1998 sebesar $ 165,000,000 & tahun 1999 sebesar $ 392,000,000. Jika tidak dicatat
sebagai R & D pada tahun akuisisi, U.S GAAP mensyaratkan untuk mengkapitalisir
sebagai Goodwill dan diamortisasi untuk jangka waktu yang lama.
3. Cookie jar reserves, (cadangan toples atau bank laba)
Using unrealistic assumptions to estimate liabilities for such items as sales
returns, loan losses or warranty costs. In doing so, they stash accruals in cookie
jars during the good times and reach into them when needed in the bad times. The
idea here is that by setting up reserves, usually accrued liabilities, on the BS,
management can increase future reported earnings by debiting future expenses to
liability account rather than to an expense account.
4. Immaterial misapplications of accounting principles (penerapan prinsip akuntansi
yang keliru atas transaksi yang tidak material)
The abuse of materiality - a word that captures the attention of both attorneys and
accountants. Materiality is another way we build flexibility into financial reporting.
Using the logic of diminishing returns, some items may be so insignificant that they
are not worth measuring and reporting with exact precision.
But some companies misuse the concept of the materiality. They intentionally
record errors within a defined percentage ceiling. They then try to excuse that fib
by arguing that the effect on the bottom line is too small to matter.
Contoh:
Income tax expense 1996 - 1998 General Motor, ikhususnya tahun 1997
membukukan income tax expense sebagai " other adjustments " sebesar $ 226
million padahal nilai tersebut lebih dari 20 % dari income tax actual. Nilai ini tidak
diungkapkan dalam Notes to Financial Statements.
5. Premature recognition of revenue (pengakuan pendapatan yang dipercepat).
Companies try to boost earnings by manipulating the recognition of revenue. Some
companies are doing this with their revenue-recognizing it before a sale is
complete, before the product is delivered to customer, or at a time when the
customer still has option to terminate, void or delay the sale.

Sumber Bacaan :
1. Buku Ajar Analisis dan Penggunaan Laporan Keuangan, Usman Sastradipraja.,
Prodi Akuntansi, FE Utama.

Anda mungkin juga menyukai