EARNINGS MANAGEMENT
Ketika pada suatu kondisi dimana pihak manajemen tidak berhasil mencapai
target laba yang ditentukan, maka manajemen akan memanfaatkan fleksibilitas yang
diperbolehkan oleh Standar Akuntansi Keuangan dalam menyusun laporan keuangan
untuk memodifikasi laba yang dilaporkan. Manajemen termotivasi untuk
memperlihatkan kinerja yang baik dalam menghasilkan nilai atau keuntungan maksimal
bagi perusahaan sehingga manajemen cenderung memilih dan menerapkan metode
akuntansi yang dapat memberikan informasi laba lebih baik. Fleksibilitas manajemen
untuk mengelola laba dapat dikurangi dengan menyediakan informasi yang lebih
berkualitas bagi pihak luar.
Menurut Bagnoli dan Watts (1975), praktik manajemen laba banyak dilakukan
oleh manajemen karena mereka menganggap perusahaan lain juga melakukan hal yang
sama. Dengan demikian, kinerja kompetitor juga dapat menjadi pemicu untuk melaku-
kan praktik manajemen laba karena investor dan kreditor akan melakukan komparasi
untuk menentukan perusahaan mana yang mempunyai rating baik. Manajemen laba
adalah campur tangan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan eksternal
guna mencapai tingkat laba tertentu dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri
atau perusahaannya sendiri (Saputro dan Setiawati, 2004).
Hal senada juga diungkapkan oleh Scott (2003), bahwa manajemen laba
merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang ada
dan secara ilmiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar
perusahaan. Adapun menurut Copeland dan Liscastro (1998), manajemen laba
mencakup usaha manajemen untuk memaksimumkan atau meminimumkan laba,
termasuk perataan laba sesuai dengan keinginan manajemen.
Fischer dan Rosenzweig (1995) menyatakan, manajemen laba merupakan
tindakan manajer untuk meningkatkan (menurunkan) laba yang dilaporkan saat ini dari
suatu unit yang menjadi tanggung jawab manajer tanpa mengkaitkan dengan
peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang.
Manajemen laba, kesalahan penyajian, dan menutupi kinerja ekonomi yang
benar, telah menjadi fokus dari banyak artikel. Banyak penelitian yang memfokuskan
pada dua alat manajemen laba yang umum, yaitu: manajemen akrual dan manipulasi
aktivitas ekonomi riil. Di mana manajemen akrual biasanya dikaitkan dengan segala
aktivitas yang dapat mempengaruhi aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi
merupakan wewenang dari para manajer, sedangkan manipulasi aktivitas ekonomi riil
dilakukan oleh pihak manajemen untuk memperlihatkan kinerja yang baik dalam
menghasilkan nilai atau keuntungan maksimal bagi perusahaan guna menarik perhatian
para investor maupun kreditor.
Manajemen laba dapat diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan melalui
creative accounting practices yaitu pemilihan metoda akuntansi, klasifikasi sistem
akuntansi dan pengaturan waktu transaksi (Ali dan Kumar 1994). Pengaturan waktu
transaksi dan klasifikasi sistem akuntansi berpengaruh terhadap manajemen laba dalam
penyusunan laporan keuangan (Moses 1994). Praktik manajemen laba dapat juga
dilakukan melalui pemilihan metoda akuntansi persediaan, depresiasi aktiva tetap,
kapitalisasi, pensiun, inflasi dan amortisasi.
Perspektif teori agensi merupakan dasar yang digunakan untuk memahami isu
corporate govemanace dan earnings management. Adanya pemisahan kepemilikan oleh
principal dengan pengendalian oleh agen dalam sebuah organisasi cenderung
menimbulkan konflik keagenen diantara principal dan agen.
Jensen dan Meckling (1976), Watts & Zimmerman (1986) menyatakan bahwa
laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi diharapkan dapat
meminimalkan konflik di antara pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan laporan
keuangan yang dilaporkan oleh agen sebagai pertanggung jawaban kinerjanya, principal
dapat menilai, mengukur dan mengawasi sampai sejauh mana agen tersebut bekerja
untuk meningkatkan kesejahteraannya serta sebagai dasar pemberian kompensasi
kepada agen.
Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori
keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberi keyakinan kepada
investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang mereka investasikan.
Corporate governance berkaitan dengan bagaimana investor yakin bahwa manajer akan
memberikan keuntungan bagi investor, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/
menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak
menguntungkan berkaitan dengan dana /kapital yang telah ditanamkan oleh investor dan
berkaitan dengan bagaimana para investor mengendalikan para manajer (Shieifer dan
Vishny 1997).
Konsep earning management menurut Salno dan Baridwan (2000:19):
menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory) yang menyatakan bahwa
”praktek earning management dipengaruhi oleh konflik antara kepentingan manajemen
(agent) dan pemilik (principal) yang timbul karena setiap pihak berusaha untuk
mencapai atau mempertimbangkan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya”. Agency
theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh
kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal
dan agent. Pihak principal termotivasi mengadakan kontrak untuk menyejahterakan
dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Agent termotivasi untuk
memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya, antara lain dalam
hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Konflik kepentingan
semakin meningkat terutama karena principal tidak dapat memonitor aktivitas
manajemen sehari-hari untuk memastikan bahwa manajemen bekerja sesuai dengan
keinginan pemegang saham (pemilik).
Dalam hubungan keagenan, principal tidak memiliki informasi yang cukup
tentang kinerja agent. Agent mempunyai lebih banyak informasi mengenai kapasitas
diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang
mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan
agent. Ketidakseimbangan informasi inilah yang disebut dengan asimetri informasi.
Adanya asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan dirinya
sendiri, mengakibatkan agent memanfaatkan adanya asimetri informasi yang
dimilikinya untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal.
Asimetri informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara principal dan agent
mendorong agent untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada principal,
terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agent. Salah satu
bentuk tindakan agent tersebut adalah yang disebut sebagai earning management
(Widyaningdyah, 2001).
Menurut Healy dan Wahlen yang dikutip oleh Riduwan (2001) bahwa earning
management terjadi ketika para manajer menggunakan keputusannya dalam pelaporan
keuangan dan dalam melakukan penyusunan transaksi untuk mengubah laporan
keuangan baik untuk menimbulkan gambaran yang salah bagi stakeholder tentang
kinerja ekonomis perusahaan, ataupun untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang
bergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.
Terdapat dua cara memahami earning management (Sari, 2005), yaitu sebagai
berikut:
1. Memandang earning management sebagai perilaku oportunistik manajer untuk
memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, utang, dan kos
politik.
2. Memandang earning management dari perspektif kontrak efisien, artinya earning
management memberi fleksibilitas bagi manajer untuk melindungi diri dan
perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian tak terduga untuk keuntungan
pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer mungkin dapat
mempengaruhi nilai pasar perusahaannya melalui earning management.
Menurut Watt dan Zimmerman (yang dikutip oleh Indarti et. al., 2004) tujuan
yang akan dicapai oleh manajemen melalui earning management meliputi: mendapatkan
bonus dan kompensasi lainnya, mempengaruhi keputusan pelaku pasar modal,
menghindari biaya politik.
Berdasarkan pertimbangan biaya dan manfaat, manajemen diperbolehkan memilih
dan menerapkan metode-metode akuntansi. Hal ini menjadi penyebab utama manajer
melakukan earning management.
3.6 Major Earnings Management Problem : Numbers Game Or Cooking The Books
Arthur Levitt, the former chairman of the SEC refers to earnings management as
“a number game"; others often call earnings management “cooking the books". Levitt
points out five of the most abusive types of earnings management:
1. Big bath restructuring charges.
In 1993 and 1992, the company recorded restructuring charges of $ 8.9 billion
before taxes and $ 11.6 billion before taxes, respectively, as part of restructuring
programs to streamline and reduce resources utilized in the business.
Biaya restrukturisasi IBM Corporation (in billions USD) tahun 1992 & 1993
Amounts charged Amounts utilized Amounts to be
in 1993 & 1992 at year end 1994 utilized in 1993
Workforce related 11,5 10,5 1
Manufacturing capacity 4,9 4,0 0,9
Excess space 3,4 3,0 0,4
Other 0,7 0,7 -
Toal restructuring charges 20,5 18,2 2,3
2. Creative acquisition accounting (akuntansi akuisisi yang kreatif) Levitt
menyatakan bahwa " creative " accounting disebut juga u merger magic Contoh :
Intel Corporation melakukannya untuk transaksi akuisisi ke akun Purchased in-
process Research & Development pada Income Statement Intel Corporation tahun
1998 sebesar $ 165,000,000 & tahun 1999 sebesar $ 392,000,000. Jika tidak dicatat
sebagai R & D pada tahun akuisisi, U.S GAAP mensyaratkan untuk mengkapitalisir
sebagai Goodwill dan diamortisasi untuk jangka waktu yang lama.
3. Cookie jar reserves, (cadangan toples atau bank laba)
Using unrealistic assumptions to estimate liabilities for such items as sales
returns, loan losses or warranty costs. In doing so, they stash accruals in cookie
jars during the good times and reach into them when needed in the bad times. The
idea here is that by setting up reserves, usually accrued liabilities, on the BS,
management can increase future reported earnings by debiting future expenses to
liability account rather than to an expense account.
4. Immaterial misapplications of accounting principles (penerapan prinsip akuntansi
yang keliru atas transaksi yang tidak material)
The abuse of materiality - a word that captures the attention of both attorneys and
accountants. Materiality is another way we build flexibility into financial reporting.
Using the logic of diminishing returns, some items may be so insignificant that they
are not worth measuring and reporting with exact precision.
But some companies misuse the concept of the materiality. They intentionally
record errors within a defined percentage ceiling. They then try to excuse that fib
by arguing that the effect on the bottom line is too small to matter.
Contoh:
Income tax expense 1996 - 1998 General Motor, ikhususnya tahun 1997
membukukan income tax expense sebagai " other adjustments " sebesar $ 226
million padahal nilai tersebut lebih dari 20 % dari income tax actual. Nilai ini tidak
diungkapkan dalam Notes to Financial Statements.
5. Premature recognition of revenue (pengakuan pendapatan yang dipercepat).
Companies try to boost earnings by manipulating the recognition of revenue. Some
companies are doing this with their revenue-recognizing it before a sale is
complete, before the product is delivered to customer, or at a time when the
customer still has option to terminate, void or delay the sale.
Sumber Bacaan :
1. Buku Ajar Analisis dan Penggunaan Laporan Keuangan, Usman Sastradipraja.,
Prodi Akuntansi, FE Utama.