Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)
Penjelasan mengenai konsep manajemen laba menggunakan pendekatan teori
keagenan yang terkait dengan hubungan atau kontrak diantara para anggota
perusahaan, terutama hubungan antara pemilik (Prinsipal) dengan manajemen
(Agent). Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai
sebuah kontrak antara satu orang atau lebih pemilik (Prinsipal) yang menyewa
orang lain (Agent) untuk melakukan beberapa jasa atas nama pemilik yang
meliputi pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen.
Michelson et al (1995) mendefinisikan keagenan sebagai suatu hubungan
berdasarkan persetujuan antara dua pihak, dimana manajemen (agent) setuju
untuk bertindak atas nama pihak lain yaitu pemilik (prinsipal). Pemilik akan
mendelegasikan tanggungjawab kepada manajemen, dan manajemen setuju untuk
bertindak atas perintah atau wewenang yang diberikan pemilik.
Prinsipal dan agent diasumsikan sebagai pihak-pihak yang mempunyai
rasio ekonomi dan dimotivasi oleh kepentingan pribadi sehingga, walau terdapat
kontrak, Agent tidak akan melakukan hal yang terbaik untuk kepentingan pemilik.
Hal ini disebabkan Agent juga memiliki kepentingan memaksimalkan
kesejahteraannya. Informasi dalam teori agensi digunakan untuk pengambilan
keputusan oleh prinsipal dan agen, serta untuk mengevaluasi dan membagi hasil
sesuai kontrak kerja yang telah disetujui. Hal ini dapat memotivasi agen untuk
berusaha seoptimal mungkin dan menyajikan laporan akuntansi sesuai dengan
harapan prinsipal sehingga dapat meningkatkan kepercayaan prinsipal kepada
agen (Faozi, 2002).
Dalam hubungan antara agen dan prinsipal, akan timbul masalah jika
terdapat informasi yang asimetri (information asymetry). Scott (1997) menyatakan
apabila beberapa pihak yang terkait dalam transaksi bisnis lebih memiliki

7
8

informasi daripada pihak lainnya, maka kondisi tersebut dikatakan sebagai


asimetri informasi. Asimetri informasi dapat berupa informasi yang terdistribusi
dengan tidak merata diantara agen dan prinsipal, serta tidak mungkinnya prinsipal
untuk mengamati secara langsung usaha yang dilakukan oleh agen. Hal ini
menyebabkan agen cenderung melakukan perilaku yang tidak semestinya
(disfunctional behaviour).
Salah satu disfunctional behaviour yang dilakukan agen adalah
pemanipulasian data dalam laporan keuangan agar sesuai dengan harapan
prinsipal meskipun laporan tersebut tidak menggambarkan kondisi perusahaan
yang sebenarnya.
Pemanipulasian data dalam laporan keuangan tersebut dapat berupa praktek
manajemen laba (earning management). Manajemen laba merupakan proses yang
dilakukan manajer dalam batasan general accepted accounting principles, yang
sengaja mengarah pada suatu tingkatan yang diinginkan atas laba yang dilaporkan
(Assih, 2000). Manajemen laba dapat terjadi ketika manajemen lebih
menggunakan judgement dalam menyusun laporan keuangan serta dalam memilih
transaksi-transaksi yang dapat merubah laporan keuangan (Healy & Wahlen,
1998). Sedangkan menurut Scott (2000), manajemen laba merupakan pemilihan
kebijakan akuntansi untuk mencapai tujuan khusus.
Schipper (1998) mendefinisikan manajemen laba sebagai intervensi dalam
proses pelaporan keuangan kepada pihak eksternal, yang bertujuan untuk
memperoleh keuntungan pribadi bagi stockholder dan manajer. Stockholder akan
diuntungkan jika manajemen laba digunakan untuk memberi sinyal mengenai
informasi privat yang dimiliki manajer (Healy & Palepu, 1993) serta jika
digunakan untuk mengurangi biaya politik (political cost) (Watts & Zimmerman,
1986). Tetapi stockholder akan dirugikan jika manajemen laba digunakan untuk
menghasilkan keuntungan pribadi bagi manajer, seperti untuk menaikkan
kompensasi (Healy,1985) dan mengurangi kemungkinan pemecatan ketika kinerja
manajer yang bersangkutan rendah (Weisbach, 1988).
Hepworth (1953) menyatakan bahwa motivasi manajemen melakukan
praktik manajemen laba adalah ingin memperoleh keuntungan ekonomis dan
9

psikologis, yaitu untuk mengurangi pajak terutang dan meningkatkan kepercayaan


diri manajer yang bersangkutan. Kepercayaan diri manajer dapat meningkat
karena penghasilan yang stabil dapat mendukung kebijakan deviden yang juga
stabil. Selain itu, manajemen laba dapat meningkatkan hubungan antara manajer
dengan karyawan karena pelaporan laba yang meningkat dapat meningkatkan
kemungkinan kenaikan gaji dan upah.
Healy dan Wahlen (1998) membagi motivasi yang mendasari manajemen
laba dalam tiga kelompok. Pertama, motivasi dari pasar modal yang ditunjukkan
dengan return saham. Kedua, motivasi kontrak yang dapat berupa kontrak hutang
maupun kontrak kompensasi manajemen. Ketiga, motivasi regulatory berupa
motivasi untuk menghindari biaya politik.
Scott (1997) menyatakan terdapat beberapa faktor yang mendorong manajer
melakukan manajemen laba. Pertama, rencana bonus (bonus scheme). Manajer
yang bekerja berdasarkan kontrak bonus akan mengatur laba yang dilaporkan agar
bonus yang diterima maksimal serta dapat memperoleh bonus yang diinginkan di
masa yang akan datang. Kedua, kontrak hutang (debt covenant). Perusahaan akan
menaikkan laba agar rasio debt to equity berada pada posisi yang diinginkan.
Ketiga, motivasi politik (political motivation). Perusahaan-perusahaan selama
periode kemakmuran tinggi cenderung melakukan manajemen laba dengan
menurunkan laba untuk mengurangi visibilitasnya, agar dapat memperoleh
kemudahan dan fasilitas dari pemerintah. Keempat, motivasi pajak (taxation
motivation). Perusahaan lebih memilih metode akuntansi yang dapat
menghasilkan laba dilaporkan lebih rendah, sehingga pajak yang harus dibayarkan
kepada pemerintah juga menjadi lebih rendah. Kelima, perubahan Chief Executive
Officer (CEO). CEO yang mendekati akhir jabatannya cenderung melakukan
income maximization untuk meningkatkan bonus mereka. Keenam, penawaran
saham perdana (IPO). Perusahaan yang akan melakukan IPO cenderung
melakukan income increasing untuk menarik calon investor.
Lebih lanjut Scott (1997) mengemukakan bahwa manajemen laba dapat
berupa :
10

a. Taking a bath
Manajemen melakukan metode taking a bath dengan mengakui biaya-biaya
dan kerugian periode yang akan datang pada periode berjalan ketika pada periode
berjalan terjadi keadaan buruk yang tidak menguntungkan.
b. Income minimization
Manajer melakukan praktik manajemen laba berupa income minimization
dengan mengakui secara lebih cepat biaya-biaya, seperti biaya pemasaran, riset
dan pengembangan, ketika perusahaan memperoleh profit yang cukup besar
dengan tujuan untuk mengurangi perhatian politis.
c. Income maximization
Income maximation merupakan upaya manajemen untuk memaksimalkan
laba yang dilaporkan.
d. Income smoothing
Income smoothing merupakan praktik manajemen laba yang dilakukan
dengan menaikkan atau menurunkan laba, dengan tujuan untuk mengurangi
fluktuasi laba yang dilaporkan, sehingga perusahaan tampak lebih stabil dan tidak
beresiko.

2.1.2 Manajemen Laba


Pada dasarnya manajemen/pengelolaan laba memiliki banyak definisi.
Tidak ada konsesus tentang definisi tunggal mengenai manajemen laba. Namun
dalam konteks penelitian ini, manajemen laba lebih di definisikan kepada
bagaimana upaya-upaya manajemen dalam menggunakan pertimbangannya
(judgement) dalam menyusun laporan keuangan, sehingga dapat mempengaruhi
kontrak-kontrak pendapatan yang telah ditetapkan berdasarkan angka-angka
laporan keuangan (healy dan wahlen 1999).
Dalam Al-Khabash dan Al-Thuneibat (2009) terdapat beberapa definisi dari
manajemen laba menurut beberapa peneliti. Manajemen laba didefinisikan sebagai
intervensi tujuan dalam proses pelaporan keuangan untuk memperoleh beberapa
keuntungan pribadi (Schipper, 1989). Davidson dkk (1987) menyatakan
manajemen laba sebagai suatu proses pengambilan langkah-langkah yang
11

disengaja dalam batasan prinsip akuntansi yang berterima umum untuk


memperoleh laporan laba sesuai tingkatan yang diinginkan (mengutip dari
Schipper, 1989 hal.92). Menurut Healy dan Wahlen (1999) manajemen laba
terjadi ketika manajemen melakukan judgment dalam pelaporan keuangan dan
transaksi untuk mengubah laporan keuangan sehingga informasi yang diberikan
menyesatkan beberapa stakeholder dalam menilai kinerja ekonomi perusahaan
atau untuk mempengaruhi hasil angka akuntansi.
Para praktisi menganggap manajemen laba merupakan kecurangan
(Sulistyanto, 2008). Mereka menganggap tindakan ini dilakukan manajer untuk
mempengaruhi laporan keuangan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh
keuntungan bagi dirinya sendiri dengan memanfaatkan ketidaktahuan orang lain
mengenai informasi perusahaan. Secara empiris terbukti bahwa manajemen laba
menyebabkan keputusan yang diambil oleh pemakai laporan keuangan menjadi
keliru. Kebebasan manajer untuk memilih dan menggunakan standar akuntansi
serta ketidaktahuan stakeholder terhadap informasi yang diungkapkan dalam
catatan kaki laporan keuangan mendorong perilaku oportunis manajer. Kedua hal
itu digunakan untuk mengoptimalkan kepentingan dan kesejahteraannya
(Sulistyanto, 2008). Keputusan manajerial yang seharusnya diambil untuk
kepentingan dan kesejahteraan stakeholder malah diselewengkan.
Sedangkan, Para akademisi beragumen manajemen laba bukan merupakan
suatu kecurangan karena aktivitas rekayasa manajemen ini merupakan dampak
dari prinsip akuntansi yang berterima umum yang menyediakan beragam metode
dan prosedur yang bebas dipilih dan dipergunakan sesuai keinginan dan tujuan
perusahaan. Manajer dapat mengatur nilai perusahaan dengan memilih dan
mengubah metode-metode yang ada karena mengubah metode yang dipakai
berarti mengubah nilai seperti yang dikehendaki (Sulistyanto, 2008)
Manajemen laba sebenarnya bukan sebuah kecurangan tapi aktivitas manajerial
ini merupakan dampak dari spektrum prinsip akuntansi yang berterima umum
(Sulistyanto, 2008). Namun seringkali manajemen laba menyebabkan informasi
yang dihasilkan tidak mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya atau
hanya mengutamakan kepentingan pihak tertentu saja sehingga menurunkan
12

kualitas laporan keuangan dan menurunkan akurasi keputusan yang dihasilkan


dengan dasar informasi tersebut.
Banyak tekhnik-tekhnik pengelolaan laba yang telah menjadi pusat berbagai
penelitian. Copeland dan Wodjak (1969) menggunakan perubahan perlakuan
akuntansi dalam mendeteksi pengelolaan laba bremser (1975) menggunakan
perbandingan EPS dan ROI antara dua kelompok perusahaan. Healy (1985), Jones
(1991), Dechow dan Sloan (1991) menggunakan metode akrual non diskresioner.
Sweeney (1994) menggunakan pengujian langsung atas penggunaan metode
akuntansi tertentu. Eckel (1981) menggunakan indeks Eckel. Bauman et al. (2001)
dan Burgstahler (2002) menggunakan model distribusi laba. Schilit (2002)
memeperkenalkan 30 Tekhnik pengelolaan laba (shenanigans). Dan baru-baru ini
yang di perkenalkan oleh Roychordhury (2006) adalah deteksi pengelolaan laba
melalui manipulasi aktivitas riil.
Terdapat alasan yang baik untuk memiliki kecurigaan bahwa manajemen
laba bertujuan untuk mempengaruhi kinerja harga jangka pendek dengan berbagai
cara:
a. Terdapat bukti dari akrual negatif yang tidak diharapkan (penurunan laba)
sebelum terjadi tindakan pembelian kepemilikan perusahaan oleh manajemen
b. Terdapat buku dari akrual positif yang tidak diharapkan (kenaikan laba)
sebelum terjadi penawaran ekuitas sewaktu-waktu, penawaran saham
perdana, dan akuisisi melalui saham. Pembalikan akrual yang tidak
diharapkan terlihat seperti mengikuti penawaran saham perdana dan akuisisi
melalui saham.
Permainan laba atau lebih tepat sebagai permainan laporan triwulanan,
mungkin menjadi alasan utama dalam manajemen laba. Manajemen laba lebih
tergoda untuk membuat suatu laporan laba yang memenuhi harapan Wall Street
daripada memberikan kenyataan kondisi keuangan. DeGeorge et al.menemukan
bahwa laporan laba triwulanan yang secara tepat sesuai dengan harapan analis
atau melebihi perkiraan dengan nilai hanya satu sen per saham terjadi lebih sering
daripada yang seharusnya terjadi dalam dsitribusi statistik acak, sedangkan
laporan yang tidak sesuai dengan hanya satu sen pun sangat jarang terjadi.
13

Manajemen laba merupakan suatu hasil usaha untuk melewati ambang


batas. Tiga ambang batas penting bagi para eksekutif adalah :
a. Untuk melaporkan laba positif, yaitu melaporkan laba yang diatas nol
b. Untuk menjaga kinerja saat ini, yaitu membuat paling tidak sama dengan
kinerja tahun lalu ; dan
c. Untuk memenuhi harapan analis, khususnya analis untuk peramalan laba
manajemen laba dapat dilakukan melalui 2 cara :
a. Mengubah metode akuntansi, yang merupakan bentuk manajemen laba yang
paling jelas terlihat, dan
b. Mengubah estimasi dan kebijakan akuntansi yang menentukan angka
akuntansi, suatu bentuk manajemen laba yang lebih samar.
Ayres (1994) menyatakan bahwa terdapat tiga metode melakukan manajemen
laba :
a. Manajemen akrual
b. Waktu pemberlakuan pengadopsian kebijakan akuntansi mandatori
c. Perubahan-perubahan kebijaksan akuntansi yang sukarela
Perkembangan penelitian akuntansi keuangan dan keperilakuan oleh para
akademisi menghasilkan berbagai metode dan model untuk mengidentifikasi dan
mendeteksi manajemen laba (Sulistyanto, 2008). Peningkatan penelitian terutama
mengenai manajemen laba didasari oleh semakin meluasnya upaya rekayasa
informasi dalam laporan keuangan yang merugikan pihak-pihak pengguna laporan
seperti investor, kreditor, pemilik, pemerintah. Manajemen laba tidak lagi
merugikan perekonomian mikro tapi juga mempengaruhi dan merugikan
perekonomian makro bahkan perekonomian global (Sulistyanto, 2008)
Manajemen laba dilakukan dengan mempermainkan komponen-komponen akrual
dalam laporan keuangan (Sulistyanto, 2008).

2.1.3 Accrual
Secara umum penelitian tentang manajemen laba menggunakan pengukuran
berbasis akrual dalam mendeteksi ada tidaknya manipulasi. Salah satu kelebihan
dalam pendekatan total akrual adalah pendekatan tersebut berpotensi untuk dapat
14

mengungkapkan cara-cara untuk menurunkan atau mena ikkan laba, karena cara-
cara tersebut kurang mendapat perhatian untuk diketa hui pihak luar.
Menurut Pery dan William (1994), total akrual (TAC) terdiri dari komponen
discretionary accrual (DA) dan non discretionary accrual. Discretionary accrual
adalah komponen akrual yang berada dalam kebijakan manajemen. Artinya,
manajer memberikan intervensinya dalam proses pelaporan keuangan. Sedangkan
non discretionary accrual adalah komponen akrual diluar kebijakan manajemen.
Manajemen laba dapat diproksikan dengan discreationary accruals. Namun
discreationary accruals tidak dapat diobservasi secara langsung dari laporan
keuangan, maka harus diestimasi melalui beberapa model. Salah satunya adalah
model yang dikembangkan oleh De Angelo (1986).
Model ini membandingkan akrual pada periode test dengan akrual pada
periode sebelumnya. Model yang dikembangkan De Angelo mengasumsikan
bahwa perubahan total accrual antara dua periode terdiri dari dua komponen, yaitu
perubahan karena pertumbuhan perusahaan dan perubahan karena kebijakan oleh
manajemen perusahaan.
Ketika perusahaan bertumbuh, jumlah non discretionary accrual dan
pengumpulan discretionary accrual akan bertumbuh juga. Untuk mengontrol efek
dari pertumbuhan total accrual, digunakan sebuah model yang mengasumsikan
bagian proporsiona l yang konstan antara total accrual dan penjualan (SALE)
digunakan. Jumlah total accrual yang dapat dihubungkan dengan kebijakan
manajemen adalah perbedaan antara total accrual pada periode test yang
distandarisasi dengan penjualan pada periode test dan total accrual pada tahun
dasar yang distandarisasi dengan penjualan pada periode tahun dasar (Friedla n,
1994;5). Total Accruals dapat dirumuskan sebagai berikut :
TA = NOI - CFO
Keterangan :
TA = Total Accruals
NOI = Net Operating Income
CFO = Cash Flow Operating
15

atau
TA= NDA+DA
Keterangan :
DA = Nilai Discretionery Accruals
TA = Total Accruals
Total akrual diperoleh dari selisih antara laba bersih perusahaan dengan
aliran kas masuk dari kegiatan operasi.
Kemudian Dechow et al. memodifikasi persamaan untuk menghitung akrual
non diskresioner model jones. Model modifikasinya sebagai berikut :

= α1 ( A ) + α ([ ∆ REV ¿A¿ τ −∆ REC ] ¿ )+ α ( PPE )


NDA τ 1 τ τ
2 3
A iτ−1 τ −1 τ−1 A
τ−1

Keterangan :

NDA = Non Discretionerry accruals


Aτ-1 = Aset Total pada tahun t untuk perusahaan
ΛREVτ = Pendapatan pada tahun t dikurangi pendapatan t-1
ΛRECτ = Piutang pada tahun t dikurangi piutang t-1
PPEτ = Aktiva perusahaan pada tahun t

Adanya manajemen laba ditandai dengan adanya discretionary accrual yang


positif dan apabila discretionary accrual bernilai negatif berarti tidak terdapat
manajemen laba. Discretionary accrual yang positif mengindikasikan manajemen
perusahaan memanipulasi laba dengan cara menaikkan laba.

2.1.4 Kinerja Keuangan


Kinerja keuangan suatu perusahaan sangat bermanfaat bagi berbagai pihak
(stakeholder) seperti investor, kreditur, analis, konsultan keuangan, pemerintah
dan manajemen perusahaan sendiri. Laporan keuangan yang berupa neraca dan
laporan laba rugi suatu perusahaan jika disusun secara baik dan akurat dapat
memberikan gambaran keadaan yang nyata mengenai hasil atau prestasi yang
telah dicapai oleh suatu perusahaan selama kurun waktu tertentu. Keadaan inilah
yang akan digunakan untuk menilai kinerja perusahaan (Jordan,Ross &
16

Westerfield : 2004 : 120 ). Laporan keuangan yang baik dan akurat dapat
menyediakan informasi yang berguna antara lain dalam :
a. Pengambilan keputusan investasi
b. Keputusan pemberian kredit
c. Penilaian aliran kas
d. Penilaian sumber-sumber ekonomi
e. Melakukan klaim terhadap sumber-sumber dana
f. Menganalisis perubahan-perubahan yang terjadi terhadap sumber-sumber dana
g. Menganalisis penggunaan dana
Selain itu laporan keuangan yang baik juga dapat menyediakan informasi
posisi keuangan dan kinerja keuangan masa lalu,masa sekarang dan meramalkan
posisi keuangan dan kinerja keuangan perusahaan di masa yang akan datang.
Selain menggunakan rasio keuangan, Market Value Added (MVA) juga
digunakan untuk menilai kinerja keuangan. MVA mempunyai tekanan yang sama
dengan EVA yaitu pada kesejahteraan penyandang dana perusahaan. MVA
merupakan hasil komulatif dari kinerja perusahaan yang dihasilkan oleh berbagai
investasi yang telah dilakukan maupun yang diantisipasi akan dilakukan.
Sehingga peningkatan MVA adalah sebagai keberhasilan memaksimalkan
kekayaan pemegang saham dengan aloksi sumber-sumber yang tepat. Dengan
demikian MVA merupakan ukuran kinerja eksternal perusahaan.
Nilai Market Value Added dapat dihitung dengan rumus (Young dan
O’Byrne, 2001: 26): MVA = Nilai pasar Ekuitas – Modal ekuitas yang
diinvestasikan investor

MVA t = P t .Q t - P 0.Q t

Keterangan :
MVA = Market Value Added
Pt = Harga saham pada periode t
Qt = Jumlah saham pada periode t
P0 = Harga saham pada saat penawaran perdana
17

Tolak ukur Market Value Added adalah:

a. MVA positif, berarti pihak manajemen perusahaan telah mampu


meningkatkan kekayaan perusahaan dan para pemegang saham atau bisa
dikatakan kinerja perusahaan tersebut sehat.
b. MVA negatif, berarti pihak manajemen tidak mampu atau telah menurunkan
kekayaan perusahaan dan kekayaan para pemegang saham, atau bisa
dikatakan bahwa kinerja perusahaan tidak sehat.

2.2 Penelitian Terdahulu


Berikut merupakan beberapa penelitian yang telah dilakukan yang
berhubungan dengan manejemen laba.
Kharisma Yuanita, 2006 dengan judul pengaruh manajemen laba terhadap
biaya modal ekuitas (studi pada perusahaan pubiksektor manufaktur) yang
memberikan hasil bahwa biaya modal ekuitas yang terdapat pada perusahaan-
perusahaan manufaktur yang terdapat di bursa efek indonesia pada tahun 2003-
2004 dapat dikatakan masih belum diantisipasi dengan besar oleh investor.
Setiadi Alim, 2007. Dengan judul manajemen laba dengan motivasi pajak
badan usaha manufaktur di indonesia. Yang memberikan hasil bahwa adanya
indikasi terjadinya income dreasing earnings management melalui akrual
diskresioner dalam periode satu tahun sebelum diberlakukannya perubahan
undang-undang pajak penghasilan tahun 2008 pada badan usaha yang terdaftar di
bursa efek indonesia.
Arianie Vita dan Rahmawati, 2010. Dengan judul analisis praktek real
earnings management melalui manipulasi aktivitas riil dampaknya terhadap
dividen payout ration. Yang memberikan hasil bahwa rata-rata dividen payout
ration pada tahun 2006-2008 bertanda positif.
Okta Rezika, 2010. Dengan judul analisis pengaruh mekanisme Corporate
Governance terhadap manajemen laba dan nilai perusahaan pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2005-2008.
Yang memberikan hasil bahwa (1) kepemilikan instusional tidak berpengaruh
18

signifikan terhadap manajemen laba (2) kualitas audit tidak berpengaruh


signifikan terhadap manajemen laba.
Restie Ningsaptiti, 2010. Dengan judul analisis pengaruh ukuran perusahaan
dan mekanisme Corporate Governance terhadap manajemen laba yang
memberikan hasil bahwa (1) ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan
terhadap manajemen laba (2) Kualitas audit berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba.
Widatmaja, 2010. Dengan judul pengaruh Corporate Governance terhadap
maanjemen laba dan konsekuensi manajemen laba terhadap kinerja keuangan
yang memberikan hasil bahwa (1) kepemilikan institusional tidak berpengaruh
signifikan terhadap manajemen laba (2) manajemen laba berpengaruh terhadap
kinerja keuangan.
Beberapa hasil pengujian dari penelitian terdahulu, dapat dilihat dari tabel
2.1 Sebagai berikut :
Tabel 2.1
Ringkasan perbedaan penelitian terdahulu dengan sekarang
No Peneliti Judul Variabel Hasil
1 Kharisma pengaruh manajemen Biaya Modal biaya modal ekuitas
Yuanita laba terhadap biaya yang terdapat pada
Maharani, modal ekuitas (studi perusahaan-
(2006) pada perusahaan perusahaan
pubiksektor manufaktur yang
manufaktur) terdapat di bursa
efek indonesia pada
tahun 2003-2004
dapat dikatakan
masih belum
diantisipasi dengan
besar oleh investor.
2 Setiadi manajemen laba Ukuran adanya indikasi
Alim, dengan motivasi pajak badan usaha terjadinya income
19

(2007) badan usaha (SIZE) dan dreasing earnings


manufaktur di besarnya management melalui
indonesia tingkat akrual diskresioner
hutang dalam periode satu
(DEBT) tahun sebelum
diberlakukannya
perubahan undang-
undang pajak
penghasilan tahun
2008 pada badan
usaha yang terdaftar
di bursa efek
indonesia.
3. Arianie analisis praktek real Ukuran rata-rata dividen
Vita, dan earnings management perusahaan, payout ration pada
Rahmawat melalui manipulasi net income tahun 2006-2008
i, aktivitas riil bertanda positif.
(2010) dampaknya terhadap
dividen payout ration
4. Okta analisis pengaruh Kepemilikan (1) kepemilikan
Rezika mekanisme Corporate instruksional instusional tidak
Praditia, Governance terhadap dan kualitas berpengaruh
(2010) manajemen laba dan audit signifikan terhadap
nilai perusahaan pada manajemen laba .
perusahaan (2) kualitas audit
manufaktur yang tidak berpengaruh
terdaftar di Bursa Efek signifikan terhadap
Indonesia (BEI) pada manajemen laba
tahun 2005-2008
5. Restie analisis pengaruh Ukuran (1) ukuran
Ningsaptit ukuran perusahaan perusahaan perusahaan
20

i, (2010) dan mekanisme dan kualitas berpengaruh negatif


Corporate audit signifikan terhadap
Governance terhadap manajemen laba (2)
manajemen laba Kualitas audit
berpengaruh
signifikan terhadap
manajemen laba
6. Widatmaja pengaruh Corporate Kepemilikan (1) kepemilikan
, (2010) Governance terhadap instruksioanl, institusional tidak
maanjemen laba dan manajemen berpengaruh
konsekuensi laba signifikan terhadap
manajemen laba manajemen laba (2)
terhadap kinerja manajemen laba
keuangan berpengaruh
terhadap kinerja
keuangan
Sumber : Data olah
Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu diantaranya penelitian
yang dilakukan oleh Kharisma Yuanita Maharani (2006). Setia Alim (2007),
Arianie Vita dan rahmawati (2010), Okta Rezika Praditia (2010), Riztie Nigsaptiti
(2010), dan Wijiadmaja (2010) adalah sama-sama meneliti tentang manajemen
laba, tempat penelitian yang diambil sama-sama dilakukan di Bursa Efek
Indonesia.

2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis


21

Gambar 2.1

Kerangka pemikiran Teoritis

Manajemen Kinerja Keuangan (Y)

Laba (X)

Keterangan :

= Pengaruh secara parsial

2.4 Pengembangan Hipotesis


Menurut Roychowdhury (2006) manajemen dapat melakukan manajemen
laba melalui aktivitas yang sebenarnya menyimpang dari bisnis normal, namun
terkesan sesuai operasi normal perusahaan. Dalam penelitian Roychowdhury
tersebut ditemukan bahwa eksekutif lebih cenderung mengatur laba melalui
manajemen laba riil dibandingkan melalui manajemen laba akrual. Sedangkan
Zang (2007) menunjukkan terdapat tradeoff antara manajemen laba akrual dan
manajemen laba riil bahwa keputusan-keputusan manajemen untuk mengatur laba
melalui tindakan riil akan mendahului keputusan untuk mengatur laba melalui
akrual. Hasilnya bahwa manipulasi riil adalah positif dihubungkan dengan biaya-
biaya dari manipulasi akrual.
Manajemen laba dapat mempengaruhi laba perusahaan yang selanjutnya
dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Hal ini didukung Gunny (2005) dan
Theresia (2005) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh manajemen laba
terhadap kinerja perusahaan. Penelitian Gunny (2005) ini menguji konsekuensi-
konsekuensi ekonomi dari manajemen laba dan menemukan bukti bahwa
manajemen laba akan mempunyai dampak negatif pada kinerja operasi masa
depan.
Menurut Gunny (2005) tindakan manajemen laba dalam jangka pendek
memang akan memperlihatkan kinerja perusahaan yang baik, namun dalam
22

jangka panjang akan merugikan perusahaan.. Oleh karena itu dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:

H0 : Manajemen laba berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan


Ha : Manajemen laba tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan

Anda mungkin juga menyukai