Anda di halaman 1dari 14

MEMAHAMI LEBIH JAUH ASPEK EARNINGS MANAGEMENT, FINANCIAL

SHENANIGANS DAN REKAYASA KEUANGAN.

Bahan Renungan atas Peran dan Tantangannya bagi Profesi Akuntan.

1. PENDAHULUAN
Istilah earning management atau manajemen laba mungkin merupakan istilah yang sudah biasa
didengar oleh para pemerhati manajemen dan akuntansi, baik praktisi maupun akademisi. Terdapat
beberapa istilah umum (common label) yang sering digunakan oleh para praktisi dan kalangan bisnis
tentang earnings management, antara lain creative accounting practices, income smoothing, income
manipulation, aggressive accounting, financial numbers game dan masih banyak istilah lainnya yang
dapat digunakan secara bergantian. Istilah terakhir yang banyak digunakan dikalangan pasar modal
di America (US SEC) adalah financial shenanigans, yaitu earnings management yang kadarnya mulai
dari tingkatan sopan dan tidak berbahaya (benign) sampai dengan tingkatan kotor (penipuan) dan
membahayakan publik atau lebih dikenal dengan istilah fraudulent financial statement (Howart
Schilit, 2002).
Pada dasarnya earnings management memiliki beberapa definisi atau pengertian tersendiri
antara lain:
 Menurut Scott (2000): Earnings management is the choice by a manager of accounting
policies so as to achieve some specific objectives. Karena manajemen dapat memilih
kebijakan akuntansi dari berbagai pilihan kebijakan maka wajar jika manajemen akan
memilih kebijakan akuntansi untuk memaksimalkan utiliy -nya dan/ atau memaksimalkan
nilai perusahaan (valu of the firm)
 Menurut SEC dalam annual report reportnya tahun 1999, mengatakan : During 1999 we
focused on financial reporting problem attributable to abusive earnings management by
public companies. Abusive earnings management involves the use of various forms of
gimmickry to distort a company’s true financial performance in order to achieve a desired
result (Washington DC, SEC, 1999 dalam C Mulford and E Commiskey, 2002)
 Menurut C Mulford and E Commiskey (2002): Earnings management is the active
manipulation of accounting results for the purpose of creating an altered impression of
business performance.

Tujuan dilakukannya earnings management adalah untuk memberikan fleksibelitas kepada


manajemen perusahaan untuk melindungi diri dan perusahaannya dalam menghadapi keadaan yang
tidak diinginkan seperti kerugian bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak dengan perusahaan
(Jensen dan Meckling dalam tahun 1976 mengeluarkan agency theory dan contracting theory yang
menyebutkan bahwa perusahaan adalah kumpulan kontrak atau nexus of contract, sehingga
manejamen cenderung melakukan tindakan yang menguntungkan untuk kepentingannya)

Sementara itu menurut penelitian Healy dan Wahlen, earnings management adalah upaya-upaya
yang dilakukan oleh manajemen untuk menaikkan ataupun menurunkan laba perusahaan, namun tidak
mempengaruhi tingkat profitabiltas perusahaan dalam jangka panjang. Earnings management terjadi
apabila manajemen menggunakan judgment- nya dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat
menyesatkan stakeholders dalam menilai kinerja perusahaan. Selanjutnya, earnings management juga
ditujukan untuk mempengaruhi contractual outcomes yang mendasarkan pada laporan keuangan
(Healy and Wahlen, 1999)

2. MOTIVASI EARNINGS MANAGEMENT


Penelitian mengenai earnings management umumnya memfokuskan pada deteksi ada tidaknya
earnings management dan kapan earnings management terjadi. Secara umum, berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Scott (1997), Healy dan Wahlen (1999), Defond and Jiambalvo (1994)
Beatty et all (2002), GAver and Gaver (1998), Jones (1991), Hand and Wang (1998), Ramesh and
Revshine (2001), Aboody, Kzink et al (2000), Riedl (2004), Wyatt (2004) dan Cheng and Warfield
(2005), menunjukkan bahwa tindakan manajemen untuk melakukan earnings management
didorong oleh motivasi berikut ini :
a. Bonus Scheme motivations (bonus hypothesis)
Kompensasi atau bonus yang didasarkan pada besarnya laba dilaporkan akan memotivasi
manajemen mengatur laba secara oportunistik untuk memaksimalkan bonus mereka.
Manajemen akan memilih prosedur akuntansi yang dapat melaporkan laba yang lebih tinggi
(income creasing) guna memaksimalkan imbalan atau bonus yang akan diterimanya.

b. Debt Covenant Hypothesis.


Lending contracts yaitu kontrak pinjaman jangka panjang yang memiliki kewajiban
(covenants) untuk memproteksi kreditor dari tindakan manajemen yang dapat merugikan
mereka, seperti pembagian deviden yang berlebihan, pinjaman tambahan, dan tindakan
lainnya yang membahayakan kepentingan kreditor. Oleh karena itu pelanggaran atas debt
covenants dapat menimbulkan biaya yang besar bagi perusahaan sehingga memotivasi
perusahaan untik melakukan earnings management untuk menghindari pelanggaran
tersebut.

c. Political atau size hypothesis.


Motivasi earnings management bisaanya terjadi juga pada perusahaaan – perusahaan yang
sangat besar karena aktivitasnya berkaitan langsung dengan publik. Disamping itu, dapat
juga terjadi pada perusahaan – perusahaan yang merupakan industry strategis, seperti
minyak dan gas dan public utility lainnya, terutama yang erat kaitannya dengan isu
monopoli. Perusahaan – perusahaan tersebut cenderung menggunakan kebijakan dan
prosedur akuntansi yang bertujuan untuk menurunkan laba (income decreasing). Hal ini
dilakukan untuk mengurangi sorotan publik.

d. Perpajakan (TAXATION)
Aspek perpajakan merupakan motivasi yang paling jelas untuk melakukan earnings
management. Manajemen berupaya mengatur laba untuk memperoleh tax saving.
Meskipun demikian otoritas apajak cenderung untuk menerapkan aturan akuntansi mereka
dalam perhitungan pendapatan kena pajak sehingga mengurangi ruang bagi perusahaan
untuk melakukan earnings management.
e. Pergantian Management (CEO)
Motivasi earnings management juga terjadi pada saat perhentian atau penggantian CEO.
Para CEO yang akan berhenti bekerja (pension) memiliki insentif untuk meningkatkan laba
yang dilaporkan guna memaksimalkan bonus terakhirnya. Sedangkan bagi CEO yang
memiliki kinerja buruk berusaha melakukan earnings management dengan meningkatkan
laba agar mencegah atau menunda untuk diberhentikan. Alternatif lainnya adalah dengan
melakukan pembebanan yang besar (taking a bath) untuk meningkatkan kemungkinan laba
dimasa mendatang pada saat CEO tersebut menjabat. Motivasi ini juga berlaku untuk CEO
baru, khususnya bila write – off dalam jumlah yang besar dan dapat dilakukan dengan
menyalahkan CEO sebelumnya.

f. Intial Public Offering (IPO)


Penggunaan secara luas insformasi akuntansi oleh investor dan analisis keuangan untuk
membantu menilai saham dapat menciptakan insentif bagi manajemen untuk memanipulasi
laba dalam usaha mempengaruhi harga saham.

g. Regulatory motivations
Beberapa industri yang terikat dengan peraturan pengawasan yang ketat seperti bank dan
asuransi seperti pemenuhan Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Solvency Margin Ratio (RBC)
dapat menciptakan insentif bagi manajemen untuk malakukan earnings management demi
kepentingan pihak regulator. Penelitian dari Beavers dan Engel; Ahmed, Takeda dan Shawn
serta Betty dan Petrony ditemukan adanya indikasi bahwa manajemen bank melakukan
praktek earnings management dalam rangka pemenuhan terhadap peraturan (regulator)
dan investor.

Berdasarkan penelitian – penelitian yang telah dilakukan tersebut, terbukti bahwa manajemen
melakukan earnings management karena adanya motivasi yang lebih bersifat opportunistic
dibandingkan dengan alasan efficiency. Pada dasarnya rewards yang diperoleh oleh manajemen dengan
melakukan earnings management adalah harga saham perusahaan yang semakin baik (share price
effects), biaya modal yang lebih rendah (borrowing cost effect), manajemen insentif yang tinggi (bonus
plan effect) dan biaya yang lebih rendah (political cost effect). Keempat pengaruh tersebut dapat secara
rinci dijelaskan dibawah ini (C Mulford and E Commiskey (2002)

a) Share – Price Effects


 Higher share prices
 Reduced share – prices volatility
 Increased corporate valuation
 Lower cost of equity capital
 Increase value stock options

b) Borrowing cost effects


 Improved credit rating
 Lower borrowing costs
 Less stringent financial covenants
c) Bonus plan effects
 Increased profit based bonuses.

d) Political Cost Effects


 Decreased regulation
 Avoidance of higher taxes.

3. POLA DAN TEKNIK EARNING MANAGEMENT


3.1 Pola earnings management dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain :
a. Taking a bath atau Big Bath
Pola ini terjadi pada saat perusahaan melakukan reorganisasi, termasuk penggantian CEO.
Jika perusahaan harus melaporkan kerugian, manajemen akan melaporkan nilai kerugian
yang lebih besar dengan tujuan untuk meningkatkan laba dimasa datang (Scott 2003 dan
Levit , dalam The Financial Numbers Game by, C Mulford and E Commiskey, 2002)

b. Income Minimization
Pola ini hampir sama dengan taking a bath namun tidak dilaksanakan secara ekstrim dan
dilakukan dengan cara memilih kebijakan akuntansi yang mempunyai dampak mengurangi
laba (income decresing)

c. Income Maximization
Pola ini dilakukan untuk tujuan memperoleh bonus, compensations dan juga digunakan
perusahaan yang mendekati pelanggran debt covenants (Scott, 2003). Pola ini dapat
dilakukan dengan melakukan creative acquisition accounting yaitu perusahaan pengakuisisi
mengklasifikasikan sebagian harga beli sebagai in – process research and development yang
kemudian segera dihapuskan sehinga mengurangi biaya amortisasi harga beli sehingga laba
di masa datang akan meningkat (Levitt, dalam The Financial Numbers Game by C Mulford
and E Commiskey, 2002)

d. Income smoothing
Manajer memiliki insentif melakukan earnings management sehingga tetap berada antara
bogey dan cap. Jika manajer risk averse, mereka lebih suka aliran bonus yang konstan
sehingga mereka meratakan laba perusahaan (Healy, 1985 dan Scott, 2003)

e. Cadangan “ Cookie Jar”


Manajemen secara bebas membentuk cadangan dimasa “booming” yang kemudian
digunakan untuk meratakan laba dimasa “sulit”. Dimasa booming tersebut cadangan justru
cenderung diperbesar sehingga dapat digunakan pada saat perusahaan mengalami kerugian
ataupun penurunan laba agar perusahaan tidak terlihat jelek (Levitt, dalam The Financial
Numbers Game by C Mulford and E Commiskey, 2002)
f. Abuse of Materiality
Penyesuaian tanpa didukung dengan dokumen lengkap sering diabaikan oleh auditor karena
jumlahnya tidak material. Walaupun jumlahnya tidak material, namun penyesuaian ini akan
membantu perusahaan misalnya meningkatkan laba perusahaan ataupun sebaliknya
menurunkan laba perusahaan.

g. Revenue Recognition
Perusahaan mengakui pendapatan secara premature. Penjualan periode dimasa datang
diakui sebagai penjualan pada periode berjalan dan atau menggeser biaya penjualan
periode berjalan ke periode mendatang untuk menghasilkan laba yang dilaporkan pada
tahun berjalan yang lebih tinggi dan melakukan hal sebaliknya, jika ingin menurunkan laba
yang akan dilaporkan.

3.2 Teknik Earnings Management


Menurut penelitian Center for Financial Research & Analysis (CFRA) yang ada di US, terdapat tiga
puluh teknik earnings management (shenanigans) yang biasanya dilakukan oleh perusahaan
untuk mengelabui investor atau stakeholders (Howart Schilit, 2002). Ketiga puluh teknik
tersebut dibagi menjadi tujuh kategori yaitu :
Shenanigan No. 1
Recording Revenue Too Soon or of Questionable Quality.
 Recording revenue when the future services remain to be provided
 Recording revenue before shipment or before the costumer’s unconditional acceptance.
 Recording revenue even though the costumer is not obligated to pay.
 Selling to an affiliated party.
 Giving the costumer something of value as a quid pro quo Grossing up revenue.

Shenanigan No. 2
Recording Bogus Revenue
 Recording sales that lack economic substance
 Recording cash received in lending transactions as revenue.
 Recording investment income as revenue.
 Recording as revenue supplier rebates tied to future required purchases.
 Releasing revenue that was improperly held back before a merger

Shenanigan No. 3
Boosting income with One – Times Gains
 Boosting profits by selling undervalued assets
 Including investment income or gains as part of revenue.
 Reporting investment income or gains as a reduction in operating expenses.
 Creating income by reclassification of balance sheet accounts.
Shenanigan No. 4
Shifting Current Expenses to a Later or Earlier Period Boosting profits by selling undervalued
assets.
 Capitalizing normal operating costs, particularly if recently changed from expensing
 Changing accounting policies and shifting current expenses to an earlier period.
 Amortizing cost too slowly
 Failing to write down or write off impaired assets.
 Reducing assets reserves.

Shenanigan No. 5
Failing to Record or improperly Reducing Liabilities.
 Failing to record expense and related liabilities when the future obligations remains.
 Reducing liabilities by changing accounting assumptions
 Releasing questionable reserves into income
 Creating sham rebates
 Recording revenue when cash is received, even though fuhire obligations remain

Shenanigan No. 6
Shifting current revenue to a later Period .
 Creating reserves and releasing them into income in a later period.
 Improperly holding back revenue just before an acquisition closes.

Shenanigan No. 7
Shifting Future Expenses to the. Current period as a Special Charge.
 Improperly inflating amount included in a special charge.
 Improperly writing off in – process R&D from an acquition.

Dari ketigapuluh teknik earnings management (shenanigans) tersebut diatas pada dasarnya
dapat juga dikategorikan menjadi lima fenomena dasar (C Mulford and E Commiskey, 2002),
yaitu :

 Recognizing Premature or Fictitious Revenue


 Aggressive Capitalization and Extended Amortization Policies.
 Misreported Assets and Liabilities.
 Getting Creative with the Income Statement : Classification and Disclosure.
 Problem with cash – flow reporting

Hasil riset akuntansi didunia menunjukkan bahwa biasanya earnings management dilakukan
bersamaan dengan adanya restrukturisasi usaha atau adanya pergantian manejemen yang
dilakukan oleh perusahaan. Sedangkan akun dalam laporan keuangan yang paling sering
dijadikan obyek untuk melakukan earnings management adalah persediaan (inventory),
kewajiban (terutama aspek yang terkait dengan discretionary accrual) dan pengakuan
pendapatan (revenue recognition)

Penelitian akuntansi juga menunjukkan bahwa earnings management biasanya dilakukan pada
kuartal 4 (Q 4) dalam periode pelaporan (reporting period) dan biasanya dilakukan bersamaan
dengan restrukturisasi perusahaan. Para akuntan harus lebih peka dan hati – hati dengan
beberapa istilah dalam, bisnis yang terkait dengan huruf “ R” seperti Retructuring, Realign,
Redeploy, Reconfigure, Resize, Right Size, Rationalite, Reposition, Reingineer dan Reorganize.

4. SEJARAH PANJANG KASUS-KASUS EARNINGS MANAGEMENT (SHENANIGANS) YANG TERJADI


DIDUNIA.
4.1 Kasus – kasus yang terjadi di dunia.
Kasus earnings management sudah terjadi sejak sebelum perang dunia (Pre Worl War II),
khususnya tahun 1929 dan 1932 seperti kasus yang terjadi pada international Power yang
melakukan cooking the books agar harga sahamnya tidak jatuh di bursa saham. Kemudian
dilanjutnya lagi dengan kasus Swindles, Con Artist dan Philip Musica yang didalangi oleh Charles
yang menyebabkab investor dan bondolders menderita kerugian yang sangat besar. Charles
Ponzi terkenal dengan melakukan Ponzi Scheme yaitu menjanjikan return yang besar bagi para
investor yang mau menanamkan uang dalam perusahaannya. Selanjutnya berkat jasa konsultan
keuangan The Boston Lobe akhirnya terbongkar dan Ponzi dipenjara selama 10 tahun.
Selanjutnya Ivar Karuger melakukan juga tindakan kecurangan keuangan melalui
mekanisme pembentukan aktiva yang bodong (Fictious asset), kepada para investor dan
kreditor. Ivar Kreuger berhasil membobol dana investor hampir sebesar USD 500 milion.
Selanjut tak kurang menariknya adalah kasus yang menimpa McKesson & Robins yang didalangi
oleh Frank Donald Coster, dengan melakukan penipuan pada persediaan (inventory) dan piutang
dagang (receivable) masing – masing sebesar USD 10 milion dan USD 9 milion. Dari kasus
McKesson & Robin kita dapat belajar perlunya independent auditor melakukan stock opname
terhadap fisik barang secara hati – hati (due care) terhadap inventory yang dimiliki oleh
perusahaan.
Kasus – kasus earning management (fraudulent financial statement) sepertinya tidak akan
pernah lepas dari profesi akuntansi, dimana kecenderungan yang terjadi semakin menunjukkan
adanya trend yang meningkat, seperti :
 The Great Salad Oil Swindle – 1963
Manajemen melakukan rekayasa pada angka inventory oil (oversted) dimana persediaan
oil tersebut sebenarnya tidak ada (kosong) sehingga investor dan kreditor mengalami
kerugian sebesar USD 175 milion.

 Equity Funding Corporation – 1970


Manajemen melakukan pengakuan pendapatan secara tidak benar sebesar USD 2 Bilion
dan memiliki fake asset sebesar USD 100 MILION. Stanley Goldblum sebagai former
president dan co founder di penjara untuk jangka panjang waktu 8 tahun.

 Welbit Electronic Die Corporation (Wedtech) – 1980.


Manajemen perusahaan melakukan manipulasi pada pengakuan pendapatan (revenue
recognition) dengan percentage of completion method serta melakukan bribes terhadap
government agency. Total Kerugian yang diderita adalah USD 105 Milion.
 Lincoln Saving & Laon – 1989 – 1992
Manajemen melakukan fake asset dalam bentuk junk bond dan pengambilan dana
untuk kepentingan pribadi dan keluarga pendiri yang mengakibatkan perusahaan
bangkrut. Tuntutan yang diajukan kepada pendiri adalah sebesar USD 1,1 Bilion.
Keluarga Keating mendapatkan tuntutan untuk menyelesaikan kepada 23.000 para
deposan. Dalam keputusan pengadilan tahun 1992 Keating dipenjara untuk jangka
waktu 10 tahun.

 Adelphia
Adanya kemungkinan tidak mengungkapkan hutang sebesar US$ 3,1 Milyar dan jaminan
kepada keluarga pendirinya secara memadai.

 Computer Associates
Adanya kemungkinan menggelembungkan pendapatan yang fiktif dan memberikan
imbalan jasa kepada top executive secara tidak memadai.

 Dynergy
Adanya kemungkinan menggunakan transaksi “ Project Alpha”nya untuk memangkas
pajak dan meningkatkan cash flow seacra fiktif.

 Enron
Diakui telah menggelembungkan laba (earnings) secara tidak layak dan
menyembunyikan hutang melalui bisnis partnership.

 Global Crossing
Adanya kemungkinan menjual kapasitas telekom untuk menggelembungkan
pendapatan kas tahun 2001 seacra fiktif.

 Qwest Comminications
Adanya kemungkinan menggelembungkan pendapatan tahun 2000 dan 2001 melalui
swaps dan penjualan peralatan (equipment)

 Tyco International
Adanya kemungkinan menciptakan cadangan “cookie jar” yang seharusnya digunakan
untuk menutup beban merger tetapi digunakan untuk menggelembungkan laba
(keuntungan) dan adanya kemungkinan untuk mengatur keuntungan atas akuisisi
dengan cara mempercepat pengeluaran –pengeluaran pre merger.

 Worldcom
Kemungkinan pemakaian metode yang dipertanyakan dalam membukukan penjualan,
pengelompokkkan aktiva dan piutang yang tidak tertagih.
 Xerox
Didenda US$ 10 juta tanpa mengakui atau menyangkal kesalahannya untuk
menggelembungkan pendapatan dan laba dari tahun 1997 sampai 2000 dengan
mengakui pendapatan atas kontrak – kontrak yang penerimaannya dimasa mendatang.

 Royal Dutch Shell


Didenda oleh SEC sebesar US$ 120 juta akibat melakukan misstatement terhadap
persediaan minyak (reserve ) yang dimilikinya.

 Royal Ahold
Melakukan pervasive earning management terhadap laporan keuangan yang dilaporkan
kepada SEC.

Kasus – kasus tersebut diatas hanya merupakan contoh dari sebagian kasus yang ada didunia
yang terungkap dan masing – masing banyak lagi kasus – kasus lain yang karena kepandaian
manajemen tidak dapat terdeteksi kepermukaan.

Riset akuntansi yang dilakukan oleh Daniel L Kohen (University of Southern California) dan
Thomas Z Lys (Kellog School Management diprediksi mengalami peningkatan walaupun Sarbanes
Oxley Act tahun 2002 telah berlalu efektif.

4.2 Kasus – kasus yang terjadi di Indonesia.


Terdapat beberapa riset akuntansi yang dilakukan dipasar modal Indonesia untuk
membuktikan apakah terdapat praktek earnings management di Pasar Modal Indonesia.
Penelitian yang dialkukan oleh Gummati (2001) menunjukkan bukti adanya upaya manajemen
perusahaan untuk menaikkan tingkat keuntungan pada periode dua tahun sebelum go public.
Penelitian ini menggunakan pendekatan total accrual terhadap 39 perusahaan yang dilakukan
IPO anatara tahun 1995 dan 1997. Selanjutnya penelitian Gummati diperkuat dengan penelitian
Saiful (2004) dan Fellina Yie Ke & Mohctar Hendra yang melakukan tahun penelitian 1994 –
2000, masih banyak penelitian – penelitian akuntansi yang lainnya yang mencoba mengaitkan
praktek earnings management dengan ukuran perusahaan (size), struktur kepemilikan
perusahaan, governance yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Dalam tahun 2000 – 2005, paling tidak terdapat beberapa skandal akuntansi yang
menjadi sorotan publik dan media masa yang terjadi di Indonesia antara lain kasus Kimia Farma,
indofarma, Bank Global, Great River, dan PT. Kereta Api Indonesia dan mungkin masih banyak
lagi yang belum terungkap di permukaan.

5. EARNINGS MANAGEMENT GOOD OR BAD?


Dari hasil survey yang dilakukan oleh E Mulford dan E Comiskey terhadap pada apara akademisi,
CFO, Security analyst, lenders, akuntan public dan MBA student menunjukkan adanya pro dan
kontra atas praktek earnings management yang dilakukan oleh perusahaan. Hasil survey
menunjukkan bahwa earnings management adalah tindakan yang dapat merugikan investor dan
tindakan abusive earnings management (fraudulent) yang diakukan manajemen ditindak tegas oleh
regulator (SEC). Ringkasan penting hasil survey dapat dilihat dari kutipan berikut ini :
 Financial professional are generally in agreement on when earnings management crosses the
line between the exercise of the legitimate flexibility inherent in GAAP and abusive or
fraudulent financial reporting. However, a nontrivial subset of professional appears to
understate the potential seriousness of certain earnings management actions.
 Financial professionals agree that earnings management is common, that it has increased over
the past decade, and that the SEC campaign against abusive earnings management is
necessary.
 The major objectives of earnings management are to reduce earnings volatility, support or
increase stock prices, increase earnings- based compensation, and meet consensus earnings
forecast of analysts.
 The major categories of earnings – management action in order of frequency, are the timing of
expense recognition, big bath and cookie jar reserves, the timing of revenue recognition, and
real actions. While not in conflict with GAAP, real actions still could be used to produce
misleading results.
 Trend analysis (analytical review), analysis of high – likelihood conditions and circumstances,
footnote reviews, days statistics, and the proximity of actual to estimated results are the most
frequently mentioned earnings-management detection techniques.
 Earnings management is viewed as more likely to be harmful than helfull.
 Harmfull earnings management effects are seen to include the distortion of financial
performance, inflation of share prices, and potential damage to firm performance. Possible
helpful effects from earnings management include a reduction in earnings volatility and share
– price volatility, the potential for management to signal ist private information, and helping
to meet forecast and rationalize expectations.

6. TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN DAN AKUNTAN PUBLIK DALAM MENDETEKSI ADANYA


EARNINGS MANAGEMENT ATAU FINANCIAL FRAUD.
Sudah sejak lama peran dan posisi akuntan menjadi sasaran kritik masyarakat pada umumnya
dan dunia usaha pada khususnya. Keprihatinan tersebut memuncak pada masa-masa sulit dimana
semua telinga akan tertutup bagi para independent auditor (Prakarsa Wahyudi, 1996). Keruntuhan
perusahaan – perusahaan terkemuka didunia benar – benar menempatkan kepercayaan publik
pada laporan keuangan dan profesi akuntan publik semakin memudar (Enron, Adelphia, Dinergy,
Global Crossing, Tyco International, Xerox, Pharmalet dan terakhir kasus Tax Sheltering yang
menimpa KPMG) sehingga mendorong para pihak seperti regulator , investor, creditor dan pihak
yang berkepentingan lainnya menjadi prihatin dengan profesi ini. Dalam kondisi yang sangat tidak
menentu ini, potensi risiko yang dihadapi oleh KAP menjadi semakin tinggi (high risk) yang tidak
sebanding dengan professional fee yang diperoleh oleh KAP itu sendiri.
Earning management yang bersifat abusive dapat dikategorikan merupakan tindakan
kecurangan (fraudulent) dan dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana yang berakibat akan
dikenakan sanksi pidana. Manajemen perusahaan yang melakukan kecurangan dalam penyusunan
Laporan Keuangan perusahaan dapat dikenakan sanksi pidana ex pasal 263 KUHP (pemalsuan surat)
atau pasal 378 KUHP (penipuan). Selanjutnya perusahaan yang melakukan kecurangan dalam
Penyusunan Laporan Keuangan dan memberikan “clean opinion” (misalnya wajar tanpa
pengecualian, wajar dengan “emphasis paragraph” dsb) dapat dikenakan sanksi pidana ex Pasal 263
ayat (2) KUHP (memakai surat palsu dalam melakukan pemeriksaan), pasal 55 (melakukan atau
menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan), Pasal 56 dan 57 KUHP (membantu
kejahatan)
Dasar pandangan universal menyatakan bahwa manajemen perusahaan mempunyai tanggung
jawab utama untuk :
 Menyajikan laporan keuangan secara benar, sesuai dengan standar akuntansi keuangan
(GAAP) yang diterapkan secara taat asas.
 Memberikan keterangan yang benar kepada auditor (dilarang melakukan misrespresentasi)
 Menciptakan lingkungan pengendalian intern yang handal untuk mengurangi terjadinya
kecurangan, dan memberikan peringatan dini apabila kecurangan masih juga terjadi.

Tanpa landasan pemikiran universal mengenai tanggung jawab managemen sebagaimana


disebutkan diatas, maka :

 Tidak ada satu auditor pun didunia yang dapat melaksanakan fungsi auditnya.
 Tidak ada satu bursa efek didunia yang dapat berjalan sebagaimana mestinya.
 Tidak ada satupun badan pengawas (Bapepam, SEC, OJK, FSA, dsb) dapat menjalankan
pengawasan.

IAI KAP secara khusus telah mengeluarkan Pernyataan Standar Audir (PSA) yang secara khusus
mengatur mengenai pertimbangan kecurangan dalam laporan keuangan dan tindakan
pelanggaran hukum yang dilakukan oleh klien, yaitu :

a. SA Seksi 316 – PSA No. 70 tentang pertimbangan atas kecurangan dalam audit laporan
keuangan.
b. SA Seksi 317 – PSA No. 31 tentang unsure tindakan pelanggaran hokum oleh klien.

Kedua PSA itu secara khusus mengatur mengenai langkah-langkah yang perlu ditempuh oleh
auditor apabila menemukan adanya indikasi pelanggaran hokum, ataupun kecurangan yang
dilakukan oleh manajemen perusahaan seperti :

 Menaksir dampak resiko terhadap laporan keuangan secara keseluruahn


 Berkomunikasi dengan tingkat manajemen yang lebih tinggi seperti Komisaris dan
Komite Audit.
 Berkomunikasi dengan penasehat hukum klien atau penasehat hukum auditor.
 Mempertimbangkan untuk mengundurkan diri dari penugasan.

Mengingat hal - hal tersebut bersifat sensistif maka auditor perlu secara hati – hati dalam
melaporkan unsur pelanggaran hukum dan kecurangan yang dilakukan oleh kliennya dan
disarankan untuk berkomunikasi dengan konsultan hokum terlebih dahulu.

7. BAGAIMANA MENGATASI PRAKTEK EARNING MANAGEMENT ATAU FINANCIAL SHENANIGANS


ATAU FINANCIAL FRAUD.
Tidak Ada obat yang mujarab untuk mengatasi penyakit yang kronis terhadap praktek earnings
management yang dijalankan oleh perusahaan karena sifat dasar manusia yang tidak akan pernah
merasa puas terhadap yang dimilikinya. Namun demikian Howart Schilit, mengatakan bahwa paling
tidak masyarakat dapat mengurangi dampak dari praktek yang tidak sehat ini dengan melakukan
antara lain:
 Improving auditor ability to audit.
 Improving training for users of financial report
 Improving the control environment within organizations
 Restructuring manager’s incentive and governance.

Keempat hal tersebut diatas hanya dapat dilaksanakan jika semua pihak seperti pemerintah (rules
maker), penegak hukum, internal dan independent auditors, dewan komisaris, audit komite dan
pihak – pihak lain yang terkait dapat menjalankan fungsinya secara memadai. Dari sisi manajemen
perusahaan (BOD) perlu memiliki etika dan integritas yang baik dalam menjalankan tugasnya.

***************
BAHAN REFERENSI

Anne L Beatty, and Kathy R Petroni: Earning Management to Avoid Earnings Decline Across
Publicy and Privately Held Banks, The Accounting REvies, Vol. 77, 2002

Anwer S Ahmed, Carolyn Takeda, Shawn Thomas : Bank Loan Loss Provisions: A Reexamintaion
of Capital management, Earning Management, and Signaling Effect, Journal of Accounting and
Economics, No. 28, 1999

Abody David, KAszink, Ron and William Michael: Purchase versus pooling in stock acquisitions :
Whydo firms care, Journal of Accounting and Economics 29 (2000) page 261 – 286.

Arnawa I Gede dan Ludovicus Sensi W (pembimbing), Analisa Indikasi Manajemen Laba Melalui
Discretonary Allowance for Loan Losses pada Perbankan Pasca Rekapitulasi, Karya Akhir Program
MAKSU UI, Tahun 2006.

Betty, Anne, Ramesh K and Weber Joseph : The importance of accounting changes in debt
contracts; the cost of flexibility in covenant calculation. Journal of Accounting and Economics 33
(2002) page 205 – 227.

Beaver, William H and Angel, Ellen E : Discretionary Behavior with Respect to Allowance for Loan
Losses and the Behavior of Security Prices, Journal of Accounting and Economics 22, 1996.
Cheng Qiang and Warfield Terry D : Equity incentive and Earning Management : The Accounting
Review Vo. 80. No. 2,2005 page 441 – 476.

Defond, ML and J Jiambalvo, 1994, Debt Covenant Violation and manipulation of accruals,
Journal of Accounting and Economics, Januari, Page 145-175.

Feliana Yie Ked an Soetiono Moechtar Hendra, identifikasi adanya manajemen laba pada
laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana
(Initial Public Offering), Majalah Akuntansi dan Teknologi Volume 4, Fakultas Ekonomi Universitas
Surabaya, Tanggal 1 Mei 2005.

Gaver, JJ, KM Gaver and JR Autin, 1995, Additional Evidence on bunus plan income
management, Journal of Accounting and Economics, Volume 19 page 3-28.

Gumati, Tatang Ari, 2001, Earnings Management Dalam Penawaran Saham Perdana di Bursa
Efek Jakarta, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia.
Healy, PM, 1985, The Effect bonus schemes on accounting decision, Journal of Accounting and
Economics, June Page 119 – 142.
Healy, Paul M & Wahlen James M: Commentary : A review of The Earnings Management
Literature and its Implications for Standard Setting, Accounting Horison, December 1999, Page 365 –
383.

Han and Wang : Political cost and earnings management of oil companies during the 1990
Persian Gulf Crisis, Journal of Accounting and Economics, 1998.

Jones, J, 1991, Earning Management during impor relief investigations, Journal of Accounting
Research, Autumn, Page 193-228.

Mulford, Charles W and Comskey, Eugene E, The Financial Number Game, Detecting Creative
Accounting Practices, John Willey & Son, Inc, 2002.
Prakarsa, Wahyudi (1996) : Peningkatan dan Pemantapan Peran Posisi Profesi Akuntansi dalam
Lingkungan yang Berubah, Konvensi Nasional Akuntansi, Semarang, 12 – 13 September 1996.

Riedl J Edward, Harvard Business School, (2004), An Examination of Long Lived Asset
Impairment, The Accounting Review, Vol 79, No. 3, 2004, Page 823 – 852.

Schilit Howard, Financial Shenanigans, How to Detect Accounting Gimmics & Fraud in Financial
Report, Mc Graw Hill, 2nd Edition, 2002.

Scott, WR, 2003, Financial Accounting Theory, 3rd Edition, Prentice Hall.
Watts, R,L and Zimmerman, JL (1986), Positive Accounting Theory, New York, Prentice Hall.

Anda mungkin juga menyukai