Anda di halaman 1dari 9

CORPORATE GOVERNANCE

“TEORI YANG MENDASARI GOOD CORPORATE GOVERNANCE,


ALASAN DIPERLUKANNYA GOOD CORPORATE GOVERNANCE, DAN
MANFAAT GOOD CORPORATE GOVERNANCE”

OLEH :
KELOMPOK 1

1. NI WAYAN PARDIAH JULIANI ( 11 )


2. NI PUTU AYU MARINA ( 19 )
3. NI PUTU ARIANI ( 20 )
4. NI KOMANG PIKA DINANTI ( 25 )
5. I KOMANG DIPTA CAHYADI ( 27 )

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2020

i
PEMBAHASAN

1.1 Teori yang mendasari Good Corporate Corporate Governance


Perusahaan terdiri dari serangkaian kontrak (the nexus of contract) antara berbagai  pihak
seperti seperti konsumen, konsumen, pekerja, manajer, dan pemasok, pemerintah, regulator,
investor,  pemilik, analisis, akuntan, auditor, dewan komisaris. Hal ini menunjukkan adanya
hubungan yang sangat komplek dalam suatu perusahaan. Hak para pihak yang
berkepentingan dituangkan dalam undang-undang, kebijakan perusahaan, dan juga kontrak
antara para individu individu baik secara eksplisit maupun implisit. Penerapan Corporate
Governance membantu menyelaraskan dan menyatukan berbagai pihak yang memiliki
kepentingan berbeda terhadap perusahaan, agar bersama-sama  berkolaborasi untuk mencapai
tujuan perusahaan.
1. Teori Entitas Entitas (Entity Theory)
Teori entitas ini memandang pemegang saham (baik pemegang saham biasa dan
istimewa) sebagai pemilik (proprietor) dan menjadi pusat perhatian akuntansi. Teori
entitas mengamsumsikan terjadinya pemisahan antara kepentingan pribadi pemilik ekuitas
(pemegang saham) dengan entitas bisnisnya (perusahaan). Kreditor dianggap sebagai
pihak luar. Pemegang saham tetap menjadi mitra manajemen.
Aset menjadi milik pribadi pemegang saham dan pemegang saham menanggung
segala risiko yang berkaitan dengan utang. Dengan sudut padang ini, aset bersih menjadi
perhatian utama bagi pemegang saham.sesuai dengan sifat tersebut, persamaan akuntansi
tersebut, persamaan akuntansi dari teori entitas akan berbentuk sebagai berikut:
Aset –  Kewajiban = Ekuitas  
Entitas  Entitas Theory  meelahirkan agency theory dan stewardship theory, dimana
kedua teori ini sangat berperan dan paling banyak dirujuk untuk pembentukkan struktur
Corporate Governance.
2. Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan menekankan pentingnya pemilik perusahaan (pemegang saham)
menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga profesional yang lebih
memahami menjalankan bisnis sehari-hari. Semakin besar perusahaan maka akan terjadi
pemisahan antara pemilik dan pengendali perusahaan. Pemegang saham bertindak sebagai
pemilik dan manajer merupakan pengendali perusahaan. Pemisahan peran ini terjadi
karena pemegang saham tidak dapat lagi mengikuti kegiatan perusahaan setiap hari.
Banyak pemegang saham yang bertindak pasif artinya artinya tidak ikut serta dalam
kegiatan operasional perusahaan, oleh karena itu manajer diharapkan itu manajer
diharapkan dapat bertindak demi kepentingan pemegang saham. Namun, dalam
kenyataannya manajer juga memiliki keinginan sendiri dan bertindak untuk memenuhi
keinginan pribadinya. Perbedaan kepentingan ini dikenal dengan nama konflik keagenan.
Implikasi teori keagenan terhadap konsep Corporate Governance adanya pemberian
insentif dan melakukan monitoring (pengawasan). Mekanisme insentif mendorong para
manajer bertindak untuk mendorong manajer dalam memaksimalkan kesejahteraan

1
pemegang saham berupa insentif seperti gaji, dan insentif berbasis kinerja, seperti
pemberian saham perusahaan dan kebijakan kompensasi lainnya.  
Monitoring yang dilakukan oleh pihak independen memerlukan biaya pengawasan
(monitoring cost) berupa biaya audit, yang merupakan salah satu dari agency cost (Jensen
dan meckling, 1976). Biaya pengawasan (monitoring cost) biaya untuk mengawasi agen
apakah agen telah bertindak sesuai kepentingan prinsipal dengan melaporkan secara
akurat semua aktivitas yang telah ditugaskan kepada manajer. Uraian tersebut diatas
memberi makna bahwa auditor merupakan pihak yang dianggap dapat menjembati
kepentingan pihak pemegang saham (principal) dengan pihak manajer (agent) dalam
mengelola keuangan  perusahaan.
3. Teori Penatalayanan ( Stewardship Theory)
Teori penatalayanan mengasumsikan bahwa manajer adalah pelayan yang baik bagi
perusahaan. Teori ini dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni
manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung
jawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain.
Manajer dapat dipercaya dan bekerja dengan baik dan rajin untuk mencapai tingkat
laba perusahaan dan tingkat pengembalian yang tinggi buat pemegang saham. Manajer
sebagai pihak yang melayani perusahaan akan bekerja sama dan sangat dekat
hubungannya dengan pemegang saham untuk mencapai tujuan bersama.
Implikasi stewardship stewardship theory  terhadap Corporate Governance yaitu salah
satunya adalah terbitnya Undang-Undang Perseroan Terbatas di Indonesia yang
didalamnya menetapkan kewajiban bagi setiap anggota direksi dan komisaris untuk denga
itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dab usaha
perseroan (pasal 97 dan 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas).
4. Teori Ekuitas Residual (Residual equity theory)
Tujuan dari pendekatan ekuitas residual adalah memberikan informasi yang lebih baik
kepada pemegang saham biasa untuk pengambilan keputusan investasi. Konsep entitas ini
memandang pemegang saham biasa (residual equity) sebagai pusat perhatian akuntansi.
Pendekatan ini sebenarnya tidak berbeda dengan sudut pandang pemilik (poprietary
concept) dalam teori entitas yang telah dijelaskan di atas. Hanya dalam pendekatan ini,
yang dimaksud pemilik adalah pemegang saham biasa. Pemegang saham istimewa
dianggap sebagai pihak luar sehingga dividen yang dibagikan untuk mereka dipandang
sebagai biaya.
Persamaan akuntansi untuk merefleksi konsep ini adalah sebagai berikut:
Aset –  Ekuitas spesifik = Ekuitas residual
Dalam persamaan tersebut, ekuitas spesifik adalah untung, kewajiban-kewajiban
kepada para kreditur dan ekuitas pemegang saham istimewa. Istilah residual dalam
residual equity berarti sisa, dimana hal ini mengindikasikan bahwa pemegang saham biasa
(common stockholders) memiliki hak atas pendapatan maupun aktiva setelah pemegang
saham yang lain dipenuhi haknya. Pemegang saham biasa memiliki hak terhadap
pendapatan setelah kreditur (bondholders) memperoleh bunga dan pemegang saham
istimewa (preferred stockholders) menerima pembayaran dividen. Pada saat likuidasi,
pemegang saham biasa baru dapat ikut serta dalam pembagian aktiva apabila equity
holders  lainnya telah memperoleh hak mereka.
Teori ini dilandasi oleh pemikiran bahwa pemegang saham biasa adalah pihak yang
akhirnya menanggung risiko ketidakpastian masa datang tetapi juga menikmati segala
kembalian setelah pihak lain terpenuhi haknya. Berdasarkan asumsi going concern
concern, nilai sekarang dari saham biasa terutama sangat bergantung pada pengharapan
akan dividen di kemudian hari. Dividen di masa depan ini akan bergantung pula pada
pengharapan akan penerimaan-penerimaan dikurangi pembayaran-pembayaran kewajiban
yang didasa kewajiban yang didasarkan pada pada kontrak-kontrak pembayaran kepada
pemegang saham tertentu dan pengeluaran untuk melakukan reinvestasi.
5. Teori Dana (Fund Theory)
Teori dana berkaitan dengan badan-badan pemerintah dan organisasi nirlaba. Dana
( fund ) mempunyai dua pengertian; (1) dana dapat diartikan sebagai kas (uang), aset
likuid, atau sumber keuangan yang dapat digunakan untuk mendanai suatu kegiatan,
program, atau  projek  projek dalam rangka mencapai mencapai tujuan tertentu; (2) dana
juga dapt berarti berarti kesatuan, wadah, atau pusat yang dapat berupa kegiatan, program,
atau projek yang didanai dengan aset likuid tersebut. Jadi, dana dapat berarti sebagai
kesatuan akuntansi (accounting entity). Konsep ini memandang bahwa kegiatan, program,
projek, atau unit kegiatan lainnya sebagai kesatuan atau entitas yang berdiri sendiri.
Sumber keuangan untuk pelaksanaan kegiatan yang dilaporkan sebagai dana yang
berdiri sendiri terpisah terpisah dengan dana yang lain. Untuk itu, diperlukan seperangkat
sistem akuntansi yang dapat menghasilkan data akuntansi dan laporan keuangan untuk
pelaporan kesatuan dana kesatuan dana tersebut. Teori ekuitas dana dapat dinyatakan
dalam persamaan akuntansi berikut:
Aset = pembatasan penggunaan aset
6. Teori Pemangku Kepentingan (Stakeholder Theory)
Teori ini mengartikan suatu organisasi sebagai kesepakatan multilateral Antara
perusahaan dan berbagai berbagai stakeholdernya. Ada hubungan perusahaan dengan
pihak internal (pegawai, manajer, pemilik) ada juga hubungan perusahaan dengan pihak
di luar perusahaan (pelanggan, pemasok, pesaing, masyarakat).
Artinya, stakeholder theory  menjelaskan bahwa direktur dan manajer perusahaan
harus dapat memenuhi harapan semua stakeholder bukan hanya pemilik perusahaan saja.
Perusahaan yang menciptakan hubungan positif dengan seluruh stakeholder disebut
perusahaan yang dapat menciptakan keberlanjutan (sustainable) kesejahteraan ekonomi.
Semakin besar suatu perusahaan semakin besar tanggung jawannya bagi masyarakat,
bukan hanya sekedar memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham. Implikasi teori ini
untuk kegiatan Corporate Governance adalah perusahaan mendirikan unit yang khusus
menangani komunikasi dengan stakeholder yang dikenal dengan nama departemen
komunikasi perusahaan atau public affairs departement .
7. Teori kontrak (Contract Contracting Theory)
Teori ini menjelaskan hubungan kontraktual yang terjadi di masyarakat termasuk
hubungan antara karyawan dengan manajer, perusahaan dengan pemasok, bank dengan
nasabah, pemegang polis dengan perusahaan asuransi, dan pemilik saham dengan
manajemen.
Hubungan tersebut berpotensi memicu konflik kepentingan sehingga kontrak harus
dirancang secara tepat dan sesuai untuk memastikan semua pihak memperoleh manfaat.
Semua pihak yang terlibat dalam kontrak harus memiliki kontrak tertulis atau lisan yang
memberikan manfaat saling mengguntungkan satu sama lain.
Ekonomi modern disatukan oleh kontrak yang tidak terhitung banyaknya, dan teori
kontrak yang diciptakan oleh Hart dan Holmstrom pemenang hadiah nobel di bidang
ekonomi tahun 2016, membuat kita memahami manfaat kontrak dalam kehidupan nyata
dan juga mengerti apa potensi kerugian saat kontrak disusun.
Bagus tidaknya kinerja perekonomian sebuah negara sangat bergantung pada kinerja
di sektor mikro yang dipengaruhi oleh bagaimana komitmen para pelaku ekonomi sebagai
karyawan, majikan, pimpinan, konsumen, pemasok, dan lainnya melakukan yang terbaik.
Setiap pelaku ekonomi secara lahirlah memiliki sifat homo economius (kerakusan
ekonomi). Setiap pelaku memiliki prinsip ekonomi, yaitu meraih untung sebesar-besarnya
dengan biaya (pengorbanan) sekecil-kecilnya. Akan tetapi, hasrat para pelaku ini harus
diatur agar tidak untung sendiri dan merugikan yang lain. Kesepakatan yang terutang
dalam kontrak itu diasumsikan memiliki ikatan hukum atau kewajiban moral untuk
dipenuhi, karena dibalik kesepakatan itu, ada manfaat yang akan diraih alias ada insentif
untuk mendorong orang  bersepakat agar saling menguntungkan. Kondisi itu yang
melatarbelakangi pentingnya teori kontrak dan insentif yang ditawarkan Hart dan
Holmstrom.
Menggunakan model dasar prinsipal-agen, kontrak harus menghubungkan bayaran
agen dengan informasi yang terkait performa, misalnya gaji CEO berdasarkan kinerja.
Menurut Hart dan Holmstrom dalam Simon (2016), seorang karyawan bisa memiliki
komitmen tinggi dengan adanya kepastian karier dan promosi jabatan. Jika hal ini tidak
jelas, maka akan ada kinerja yang buruk. Oleh karena itu, Hart dan Holmstrom
menyatakan, sistem kerja, lewat kontrak, harus juga mengutamakan kenyamanan,
kepastian kerja dengan segala imbalan dan kariernya. Hart dan Holmstrom mengingatkan,
dalam perancangan kontrak kerja ini, juga harus diperhatikan bahwa uang bukan
segalanya. Kontrak yang memperhatikan aspirasi karyawan amanat menentukan sukses
tidaknya sebuah perusahaan. Implikasi teori di bagi corporate governance adanya
kebijakan remunerasi bagi eksekutif (OJK, 2014).
8. Teori Biaya Transaksi (Cost Transaction)
Ada dua asumsi utama dalam teori biaya transaksi, yaitu rasionalitas idividu bersifat
terbatas (bounded rationality), dan individu memiliki sifat oportunisme (Wiliamson,
1979).
Rasionalitas individu dikatakan terbatas oleh Herbert A. Simon pemenang hadiah
nobel Ekonomi tahun 1978, karena pada dasarnya seorang individu tidak akan pernah
mampu memiliki informasi yang lengkap tentang kejadian di masa yang akan datang.
Dengan kata lain, seseorang secara alamiah tidak akan mampu memprediksi dengan
sempurna kejadian di masa depan. Akibat keterbatasan rasionalitas, menyebabkan
individu tidak akan pernah bisa melaksanakan negosiasi dan kontrak secara sempurna
terhadap kejadian-kejadian di masa depan. Dengan demikian seluruh kontrak yang
dilakukan individu dalam kegiatanya sehari-hari selalu bersifat tidak sempurna
(incomplete contract). Agar kontrak dilaksanakan dengan baik maka diperlukan biaya
atau pengawasan.
Sifat oportunisme individu juga mempengaruhi kontrak terutama sebelum terjadi
kontrak dan sesudah terjadi kontrak. Sifat oportunisme yang muncul sebelum kontrak
disebut perilaku menghindar risiko (adverse selection) dan sifat oportunisme yang muncul
setelah kontrak disebut perilaku menyimpang secara etis (moral hazard). Keduanya
muncul karena adanya asimetri informasi.
Implikasi teori ini untuk mengatasi keterbatasan rasionalitas dan asimetri informasi
yang dapat menimbulkan perilaku adverse selection dan moral hazard adalah mengadakan
biaya transaksi.

1.2 Alasan Diperlukannya Good Corporate Governance


1) Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan
pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kesetaraan dan
kewajaran.
2) Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ perusahaan,
yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham.
3) Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi agar dalam
membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi
dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
4) Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap
masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan.
5) Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap memperhatikan
pemangku kepenting lainnya.
6) Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional, sehingga
meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi pertumbuhan
ekonomi nasional yang berkesinambungan.

1.3Manfaat Good Corporate Governance


Hon Justice Owen dalam laporan hasil analisis HIH Insurance Company Ltd menyatakan:
“Manfaat optimal good corporate governance tidak sama dari satu perusahaan ke perusahaan
yang lain, bahkan pada perusahaan-perusahaan publik sekalipun. Karena perbedaan faktor-
faktor intern perusahaan, termasuk riwayat hidup perusahaan, jenis usaha bisnis, jenis risiko
bisnis, struktur permodalan dan manajemennya. Manfaat yang dapat diperoleh secara optimal
yang dapat diperoleh secara optimal oleh satu perusahaan belum tentu dapat diperoleh secara
penuh oleh perusahaan lain.” Dengan melaksanakan Good Corporate Governance, menurut
Forum of Corporate Corporate Governance in Indonesia (FCGI) (2001;4) ada beberapa
manfaat yang diperoleh, antara lain:
a. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan
yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan, serta lebih meningkatkan
pelayanan kepada stakeholder.
b. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigid (karena
faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan meningkatkan corporate
value.
c. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
d. Pemegang saham akan puas dengan kinerja perusahaan sekaligus akan meningkatkan
shareholder value dan deviden.
Menurut (Hery dalam Tadikapury, 2010) ada lima manfaat yang dapat diperoleh
perusahaan yang menerapkan Good Corporate Governance yaitu:
a. GCG secara tidak langsung akan dapat mendorong pemanfaatan sumber daya perusahaan
perusahaan ke arah yang lebih efektif efektif dan efisien, yang pada gilirannya akan turut
membantu terciptanya pertumbuhan atau perkembangan ekonomi nasional.
b. GCG dapat membantu perusahaan dan perekonomian nasional, dalam hal ini menarik
modal investor dengan biaya yang lebih rendah melalui perbaikan kepercayaan investor
dan kreditur domestik maupun internasional.
c. Membantu pengelolaan perusahaan dalam memastikan/menjamin bahwa perusahaan telah
taat pada ketentuan, hukum, dan peraturan.
d. Membangun manajemen dan Corporate Board dalam pemantauan penggunaan aset
perusahaan.
e. Mengurangi korupsi.
PENTUP

3.1. Kesimpulan
GCG (Good corporate governance) sebagai peraturan yang menetapkan hubungan antara
pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang
kepentingan internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban
mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan yang
bertujuan untuk mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan, mendorong
pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ perusahaan, mendorong
pemegang saham dan anggota perusahaan agar membuat keputusan dengan baik serta
mendorong kesadaran dan tanggung jawab yang baik agar meningkatkan daya saing dari
perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA

http://fekool.blogspot.co.id/2016/05/gcg-good-corporate-governace.html (diakses pada tanggal


10 Pebruari 2023)

Anda mungkin juga menyukai