Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TEORI GCG

A. Teori Tentang Perusahaan


Perusahaan merupakan organisasi yang menggabungkan dan mengatur seluruh
sumber daya yang ada untuk menghasilkan barang dan jasa yang siap dijual. Teori
perusahaan adalah konsep dasar yang digunakan oleh kebanyakan studi ekonomi
manajerial. Ada enam bidang utama teori ekonomi yang terlibat dalam pemeriksaan
sifat perusahaan:
1. Teori Biaya Transaksi
Teori ini membahas tentang biaya melakukan transaksi dengan cara-cara yang
berbeda. Teori ini termasuk perdagangan di pasar spot, kontrak jangka
panjang dengan pihak eksternal dan internalisasi transaksi dalam perusahaan.
Metode yang berbeda disesuaikan dalam keadaan yang berbeda.
2. Teori Informasi
Konsep ini membahas konsep rasionalitas yang dibatasi, dan aspek-aspek
terkait dengan kontrak yang tidak lengkap, asimetris dan informasi yang tidak
sempurna. Teori ini menimbulkan perilaku oportunistik, yang pada gilirannya
mempengaruhi perilaku pihak lainnya dan dapat menyebabkan inefisiensi.
3. Teori Motivasi
Teori ini meneliti faktor-faktor mendasar yang menyebabkan orang untuk
berperilaku dengan cara tertentu. Dalam istilah ekonomi kita sedang mencari
prinsip-prinsip umum yang dapat digunakan untuk menjelaskan dan
memprediksi perilaku.
4. Teori Keagenan
Teori ini membahas situasi di mana satu pihak, agen, terlibat dalam mencapai
keinginan yang lainnya, seorang pemilik. Hal ini terjadi sangat sering dalam
segala macam transaksi. Sifat dari masalah yang dihasilkan bahwa pemilik dan
agen biasanya memiliki tujuan yang tidak persis bertepatan, dan pemilik hanya
dapat mengamati sebagian perilaku agen. Oleh karena itu, pemilik harus
terlibat dalam memantau kegiatan dan merancang insentif dengan
caramengoptimalkan kesejahteraan agen.
5. Teori Hak Milik
Teori ini meneliti sifat kepemilikan. Atas dasar teori ini memprediksi alokasi hak
properti atas dasar efisiensi.
6. Teori Permainan
Teori ini meneliti interaksi strategis dari agen yang berbeda. Kunci untuk
melakukan interaksi strategis ini adalah bahwa perilaku satu pihak
mempengaruhi perilaku pihak lain, dan pihak pertama harus
mempertimbangkan ini dalam menentukan strategi mereka. Selanjutnya pihak
pertama juga harus mempertimbangkan bahwa kelompok atau pihak lain juga
akan mempertimbangkan pertimbangan pihak pertama dalam menentukan
strategi mereka.
Perusahaan-perusahaan berdiri karena mereka sangat bermanfaat dalam
mengalokasikan sumber daya-sumber daya yaitu menghasilkan dan
mendisitribusikan barang dan jasa. Perusahaan-perusahaan tersebut pada
dasarnya merupakan unit-unit ekonomi. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatannya
paling baik jika dianalisis dalam konteks model ekonomi dari suatu perusahaan.
Dalam jangka panjang keberadaan mereka tidak saja menguntungkan bagi
pemilik/pemegang saham, namun juga akan membawa manfaat bagi masyarakat
luas dan pemerintah melalui suatu proses yang disebut arus kegiatan ekonomi (The
Circular Flow of Economic Activity). Teori perusahaan adalah konsep dasar yang
digunakan dalam kebanyakan studi ekonomi manajerial.

Adapun tujuan perusahaan antara lain:


1. Memaksimalisasi kesejahteraan pemilik (pemegang saham)
2. Memaksimalisasi nilai perusahaan
3. Memaksimalisasi harga saham, bukan hanya untuk memaksimalkan laba
B. Konsep Corporate Govarnance dari Perspektif Pemegang Saham
Secara umum, perspektif di dalam memahami corporate governance dapat
dikategorikan menjadi dua “paradigma” yang sangat berbeda secara prinsipil.
Sebagaimana dilihat dalam Gambar 1, paradigma yang dikenal di dalam literatur
dibedakan menjadi:
1. Perspektif pemegang saham (Shareholding)
2. Perspektif berbagai pihak yang berkepentingan (Stakeholding)
Perbedaan paradigma ini pada dasarnya berhubungan dengan pemahaman
konsepsional mengenai tujuan didirikannya sebuah korporasi serta struktur
korporasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi berbagai perangkat governance
(governance arrangements) yang dibutuhkan.
Perspektif pertama (shareholding)/teori shareholder dapat dianggap sebagai
cara memandang korporasi secara “tradisional” yang berlandaskan pada argumen
bahwa perusahaan didirikan dan dioperasionalkan untuk tujuan memaksimumkan
kesejahteraan pemegang saham per-se sebagai akibat dari investasi yang
dilakukannya. Teori shareholder menjelaskan tentang hubungan antara manajemen
perusahaan dan pemegang saham perusahaan yang bertujuan untuk membantu
manajemen perusahan dalam meningkatkan terciptanya nilai atau value sebagai
dampak dari aktivitas yang dilakukan dan meminimalkan kerugian yang mungkin
terjadi pada shareholder perusahaan. Untuk meminimalkan kerugian perusahaan
tersebut, manajemen perusahaan harus dapat mengelola dengan baik seluruh
sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan, baik itu karyawan (human capital), aset
fisik (physical capital), maupun structural capital sehingga menciptakan nilai tambah
(added value) bagi perusahaan, hingga berakibat meningkatnya kinerja keuangan
perusahaan. Tentu semua tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan
tersebut adalah untuk kepentingan pemegang saham. Jadi dapat disimpulkan
bahwa pemegang saham memiliki kewajiban utama menyetor modal atau
menginvestasikan dana kepada perusahaan demi kelangsungan perusahaan dan
untuk memperoleh keuntungan.
Dalam perusahaan ada dua jenis shareholder yang dikenal, yaitu:
1. Pemegang saham mayoritas yaitu mereka yang memiliki dan mengendalikan
lebih dari 50 persen saham beredar perusahaan.
2. Pemegang saham minoritas yaitu mereka yang memiliki kurang dari 50 persen
saham perusahaan.
Dalam banyak kasus, pemegang saham mayoritas adalah pendiri perusahaan.
Di perusahaan yang lebih tua, pemegang saham mayoritas biasanya merupakan
keturunan dari pendiri perusahaan. Sering kali, pemegang saham mayoritas juga
bisa mengendalikan lebih dari setengah dari hak suara perusahaan dan memiliki
kekuatan yang besar untuk mempengaruhi keputusan operasional utama, termasuk
penggantian anggota dewan, dan eksekutif tingkat C seperti Chief Executive
Officer (CEO) dan personil senior lainnya. Untuk alasan ini, perusahaan sering
berusaha untuk menghindari memiliki pemegang saham mayoritas di antara
peringkat mereka. Lebih jauh, tidak seperti pemilik perseorangan atau kemitraan,
pemegang saham perusahaan tidak secara pribadi bertanggung jawab atas hutang
perusahaan dan kewajiban keuangan lainnya. Karena itu, jika sebuah perusahaan
menjadi bangkrut, kreditornya tidak dapat menargetkan aset pribadi pemegang
saham.
Shareholder memiliki peranan penting bagi keberlangsungan perusahaan.
Beberapa peran shareholder adalah sebagai berikut.
1. Memberikan dukungan dalam hal keuangan perusahaan
Kehadiran shareholder bisa dianggap sangat penting bagi sebuah perusahaan.
Sebab saham bisa saja menjadi modal bagi sebuah perusahaan untuk bisa
berdiri dan terus beroperasional. Penanaman modal berupa saham tentu
merupakan suatu bentuk dukungan kepada perusahaan terkait. Jadi
sebenarnya shareholder lebih cenderung berperan dalam hal pendukung atau
penanam modal sehingga memiliki keterlibatan secara langsung dengan
keuangan atau finansial perusahaan. 
2. Shareholder menjadi stakeholder perusahaan
Pemilik saham dari sebuah perusahaan bisa saja menjadi bagian
dari  stakeholder. Namun lain halnya dengan stakeholder yang belum tentu
menjadi pemegang saham. 
3. Menerima dampak secara langsung dari perusahaan
Seorang pemilik saham akan mendapatkan pengaruh atas keberlangsungan
perusahaan, baik untung maupun rugi. Untuk itu, sebaiknya sebelum menjadi
seorang menanamkan saham, kamu setidaknya perlu mengenal perusahaan
tersebut. 
4. Memiliki sebagian aset perusahaan
Sebagai seorang pemilik modal di sebuah perusahaan maka tentunya kamu
turut memiliki sebagian dari apa yang dimiliki oleh perusahaan. Sebagian dari
kekayaan perusahaan bisa saja turut menjadi milik pemilik saham.  Jika
perusahaan untung maka kamu juga bisa mendapatkan untung. Sebaliknya jika
perusahaan rugi maka berarti tidak ada keuntungan yang bisa kamu terima
sebagai penanam saham.
C. Konsep Corporate Govarnance dari Perspektif Pemangku Kepentingan
Perspektif kedua (stakeholding)/teori stakeholder adalah baru marak dibicarakan
pada akhir abad ke 20 dengan diperkenalkannya konsep stakeholder theory oleh
Freeman (1984). Perspektif ini memposisikan sudut pandang yang kontras dengan
perspektif tradisional sebagaimana yang dianut oleh shareholding. Dari sudut
pandang stakeholding perusahaan di definisikan sebagai organ (locus) yang
berhubungan dengan berbagai “pihak yang berkepentingan” (stakeholders) lainnya
yang berada, baik di dalam maupun di luar perusahaan, dibandingkan dengan
hanya memperhatikan “kepentingan” pemegang saham. Secara lebih spesifik,
Freeman (1984) di dalam definisi stakeholder ini termasuk; karyawan, kreditur,
supplier, pelanggan dan komunitas lokal di mana sebuah korporasi berada.
Proponen yang menganut perspektif ini memandang bahwa hubungan yang
berbasis “kepercayaan” (trusts relationships) dan etika bisnis (business ethic)
merupakan prasyarat utama sebagai acuan di dalam setiap pengambilan keputusan
melalui proses stakeholding management.
Teori Stakeholder (Stakeholder theory) menyatakan bahwa perusahaan
bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri, namun harus
memberikan manfaat bagi stakeholdernya (pemegang saham, kreditor, konsumen,
supplier, pemerintah, masyarakat, analis dan pihak lain). Dengan demikian,
keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan
oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007).
Stakeholder berdasarkan karakteristiknya dibagi menjadi dua yaitu Stakeholder
Primer dan Stakeholder Sekunder. Stakeholder Primer adalah 14 kelompok investor,
karyawan, konsumen dan pemasok, dimana apabila kelompok tersebut tidak ada,
maka perusahaan tidak dapat bertahan untuk going concern. Sedangkan, yang
termasuk kedalam Stakeholder Sekunder yaitu pemerintah dan komunitas.
Kelompok stakeholder sekunder yaitu mereka yang mempengaruhi atau dipengaruhi
perusahaan, akan tetapi mereka tidak berhubungan dengan transaksi perusahaan
(Clarkson,1995). Stakeholder pada dasarnya dapat mengendalikan atau memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi pemakaian sumber-sumber ekonomi yang
digunakan perusahaan. Oleh karena itu power stakeholder ditentukan oleh besar
kecilnya power yang dimiliki stakeholder atas sumber tersebut (Ghozali dan Chariri,
2007). Power tersebut dapat berupa kemampuan untuk membatasi pemakaian
sumber ekonomi yang terbatas (modal dan tenaga kerja), akses terhadap media
yang berpengaruh, kemampuan untuk mengatur perusahaan, atau kemampuan
untuk mempengaruhi konsumsi atas barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan
(Ghozali dan Chariri, 2007).
Deegan dan Unerman (2011) terdapat dua cabang teori Stakeholder, yaitu Teori
yaitu stakeholder cabang etis dan cabang manajerial. Dalam perspektif cabang teori
stakeholder etis, diargumentasikan bahwa semua stakeholder mempunyai hak untuk
diperlakukan secara adil oleh organisasi, tanpa melihat perbedaan besarnya
pengaruh antara stakeholder yang satu dengan yang lain (Deegan dan Unerman,
2011). Sedangkan perspektif teori stakeholder Cabang manajerial, beranggapan
bahwa semakin penting stakeholder bagi perusahaan semakin banyak usaha yang
harus dikeluarkan untuk mengelola hubungannya dengan stakeholder ini.
Pengungkapan informasi adalah elemen yang penting yang 15 dipakai oleh
perusahaan untuk mengelola (memanipulasi) stakeholder agar terus mendapatkan
dukungan. Perusahaan tidak akan memperhatikan semua kepentingan stakeholder
secara sama dan tetapi hanya kepada yang powerfull saja. Kekuatan stakeholder
(misalnya kreditur atau pemegang saham) dipandang sebagai fungsi tingkat kontrol
stakeholder terhadap sumber daya perusahaan. Semakin tinggi kontrol stakeholder
terhadap sumber daya perusahaan dan maka semakin tertinggi perhatian
perusahaan terhadap stakeholder ini. Perusahaan yang sukses adalah perusahaan
yang dapat memuaskan permintaan berbagai stakeholder (Deegan dan Unerman,
2011).
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teori stakeholder manajerial sebagai
rerangka teoritis yang mendasari prediksi hubungan beberapa faktor dengan tingkat
pengungkapan anti korupsi pada bank umum syariah di Indonesia. Suatu
perusahaan harus menjaga hubungan dengan stakeholdernya dengan
mengakomodasi keinginan dan kebutuhan para stakeholder serta melakukan
pengungkapan informasi kepada stakeholder terutama pada stakeholder yang
mempunyai power, yang memberikan pengaruh besar terhadap perusahaan.
BAB III
MEMBANGUN TATA KELOLA PERUSAHAAN MENURUT PRINSIP-PRINSIP
GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)
A. Prinsip-prinsip GCG
Penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) atau Tata Kelola
Perusahaan yang Baik  di Danareksa adalah sebagai berikut :
1. Transparansi/ Keterbukaan
a) Danareksa secara jelas dan  tepat waktu mengungkapkan seluruh informasi
yang  dapat diakses oleh seluruh Pemangku Kepentingan sesuai dengan
kewenangannya dengan tetap  memperhatikan hak-hak pribadi berdasarkan
hukum dan peraturan perundang-undangan.
b) Danareksa melaksanakan transparansi kondisi keuangan kepada publik
dengan mengikuti ketentuan disklosur (keterbukaan informasi) yang
ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan dengan berpedoman kepada standar
akuntansi yang berlaku.
c) Danareksa menerbitkan Laporan Tahunan yang berisi kondisi keuangan
Danareksa dan transparansi kondisi non keuangan.
2. Akuntabilitas
Danareksa menerapkan prinsip  tanggung-jawab  dalam organisasi Danareksa
yang jelas sesuai dengan visi, misi dan tujuan target Danareksa. Danareksa
menerapkan prinsip Akuntabilitas ini dengan memperhatikan aspek-aspek
sebagai berikut :
a) Kelengkapan struktur tata kelola Danareksa baik di tingkat Direksi maupun
Dewan Komisaris, termasuk sistem manajemen risiko,  sistem pengendalian
intern, sistem pengawasan intern, mekanisme pelaporan atas dugaan
penyimpangan di pada Danareksa (whistle blowing system), tata kelola
teknologi informasi dan pedoman perilaku etika (code of conduct).
b) Kejelasan tugas dan tanggung jawab masing-masing fungsi dan unit
organisasi Danareksa sesuai dengan tujuan Danareksa.
c) Penetapan rencana korporasi dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan
(“RKAP”) Danareksa yang diturunkan sampai ke tingkat unit organisasi serta
mengadakan evaluasi terhadap pencapaian hasil secara berkala.
d) Penetapan sistem penghargaan dan sanksi yang mampu mendukung
pencapaian RKAP dan rencana korporasi Danareksa.
3. Responsibilitas/ Pertanggungjawaban
a) Danareksa memiliki komitmen untuk terus  menerapkan praktik kehati-hatian
dan memastikan kepatuhan atas peraturan perundang-undangan.
b) Danareksa memiliki tanggung jawab dan komitmen pada upaya pelestarian
lingkungan alam dan upaya kepedulian sosial.
c) Danareksa membentuk Unit Kerja Kepatuhan (Compliance)  untuk selalu
memastikan pemenuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
d) Danareksa membentuk unit independen seperti Unit Kerja Pengelolaan
Risiko dan Unit Kerja Internal Audit untuk memastikan pengelolaan risiko dan
penerapan pengendalian internal  dilaksanakan di setiap kegiatan Danareksa.
e) Danareksa menindaklanjuti temuan dari pihak eksternal seperti hasil
pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (“BPK”), Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (“BPKP”) dan rekomendasi dari auditor
eksternal dan pengawas eksternal lainnya.
f) Danareksa menindaklanjuti pengaduan nasabah dan segera melakukan
tindakan yang diperlukan untuk menjaga kepuasan nasabah.
4. Kemandirian/ Independensi
a) Danareksa dalam melakukan kegiatannya dan dalam mengambil keputusan
dilakukan secara profesional yang bebas dari pengaruh/ tekanan dari pihak
manapun.
b) Masing-masing organ Danareksa harus menghindari terjadinya dominasi oleh
pihak manapun, tidak terpengaruh kepentingan tertentu dan menghindari
benturan kepentingan.
c) Agar terdapat check and balance dalam pelaksanaan operasional Danareksa
maka porsi Pihak Independen yang ditunjuk untuk menduduki jabatan pada
tingkat Dewan Komisaris sekurang-kurangnya adalah 20% (dua puluh
persen) dari jumlah Dewan Komisaris. Komisaris Independen memiliki
kompetensi di bidang auditing, keuangan dan akuntansi serta memahami
kegiatan Bisnis Danareksa.
d) Direksi, Dewan Komisaris dan seluruh Kepala Divisi memastikan tidak terjadi
benturan kepentingan dalam pengambilan keputusan  dalam setiap  transaksi
Danareksa.
5. Kewajaran Dan Kesetaraan
a) Danareksa menerapkan  prinsip keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi
hak-hak Pemangku Kepentingan yang timbul berdasarkan perjanjian dan
peraturan perundang-undangan.
b) Danareksa memberikan kesempatan kepada Pemangku Kepentingan untuk
memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi  Danareksa untuk
meningkatkan kontribusi dan kualitas layanannya serta membuka akses
terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi.
c) Danareksa memberikan perlakuan yang wajar kepada Pemangku
Kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada
Danareksa.
d) Danareksa memberikan perlakuan yang setara kepada pegawai untuk
berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa diskriminasi
berdasarkan jender, agama, suku atau kekurangan fisik.   
e) Segala bentuk transaksi, pembelian, atau keputusan penting lainnya, wajib
dilakukan dengan memperhatikan asas kewajaran.   
B. Pedoman Umum Pelaksanaa GCG
Sejak pedoman umum GCG di Indonesia dikeluarkan  pertama kali oleh KNKCG
pada tahun  1999, Pemerintah bersama stakeholder terkait berkesinambungan
membahas pedoman umum GCG sektor perbankan dan sektor perasuransian.
Seiring dengan itu, telah terjadi perubahan-perubahan yang mendasar, baik di
dalam negeri maupun di luar negeri. Tak dipungkiri, perubahan yang dimaksud
adalah krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997-1999 di Indonesia. Krisis ini
berkembang menjadi krisis multidimensi yang berkepanjangan. Krisis
berkepanjangan ini merupakan dampak lanjutan akibat dari banyaknya perusahaan
yang belum menerapkan GCG secara konsisten, khususnya belum diterapkannya
etika bisnis.  Pada bulan November 2004, KNKCG diganti menjadi Komite Nasional
Kebijakan Governance (KNKG) berdasarkan Keputusan Menko Bidang
Perekonomian Nomor: KEP/49/M.EKON/11/2004 yang terdiri atas Sub-Komite
Publik dan Sub-Komite Korporasi.

Dua tahun berselang, KNKG menetapkan Pedoman Umum GCG Indonesia yang


menjadi acuan bagi perusahaan umum untuk melaksanakan GCG. KNKG
menegaskan bahwa Pedoman GCG dikeluarkan bagi semua perusahaan di
Indonesia. Tak terkecuali bagi perusahaan yang beroperasi atas dasar prinsip
syariah. Pedoman umum GCG di Indonesia memuat prinsip dasar dan pedoman
pokok pelaksanaan GCG dan  merupakan standar minimal. Standar minimal ini
akan ditindaklanjuti dan dirinci dalam  Pedoman Sektoral yang dikeluarkan oleh
KNKG. Berdasarkan pedoman tersebut, tiap perusahaan perlu membuat manual
yang lebih bersifat operasional. Pedoman GCG juga memberikan acuan penciptaan
situasi kondusif untuk melaksanakan GCG. Terkait hal ini, pedoman GCG memuat
tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai
regulator; dunia usaha sebagai pelaku pasar; dan masyarakat  sebagai pengguna
produk dan jasa dunia usaha. Dalam Pedoman GCG Indonesia yang diterbitkan
pada tahun 2006 tersebut, terdapat lima Asas GCG untuk korporasi umum, yaitu:

Secara lebih khusus, KNKG juga menerbitkan pedoman tahun 2008 untuk korporasi
publik dengan Asas GCG yang berbeda, yaitu

1. Demokrasi

2. Transparansi

3. Akuntabilitas

4. Budaya Hukum

5. Kewajaran 
Secara lebih khusus, KNKG juga menerbitkan pedoman tahun 2008 untuk korporasi
publik dengan Asas GCG yang berbeda, yaitu

1. Demokrasi

2. Transparansi

3. Akuntabilitas

4. Budaya Hukum

5. Kewajaran

C. Pedoman Pokok Pelaksanaan GCG


1. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia yang untuk selanjutnya
disebut Pedoman GCG merupakan acuan bagi perusahaan untuk melaksanakan
GCG dalam rangka:
a) Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan
yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi serta kewajaran dan kesetaraan.
b) Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ
perusahaan, yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang
Saham.
c) Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota
Direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya
dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan.
d) Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar
perusahaan.
e) Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap
memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.
f) Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional,
sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus
investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.
2. Pedoman GCG ini dikeluarkan bagi semua perusahaan di Indonesia termasuk
perusahaan yang beroperasi atas dasar prinsip syariah. Pedoman GCG ini, yang
memuat prinsip dasar dan pedoman pokok pelaksanaan GCG, merupakan
standar minimal yang akan ditindaklanjuti dan dirinci dalam Pedoman Sektoral
yang dikeluarkan oleh KNKG. Berdasarkan pedoman tersebut, masing-masing
perusahaan perlu membuat manual yang lebih operasional.
3. Perusahaan yang sahamnya telah tercatat di bursa efek, perusahaan negara,
perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana
masyarakat, dan perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh
masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap
kelestarian lingkungan, diharapkan menjadi pelopor dalam penerapan Pedoman
GCG ini. Regulator juga diharapkan dapat menggunakan Pedoman GCG ini
sebagai acuan dalam menyusun peraturan terkait serta sanksi yang perlu
dikenakan.
D. Pernyataan Penerapan Pedoman GCG
Perseroan memiliki keyakinan bahwa penerapan GCG akan mendorong
terciptanya persaingan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif. Selain itu,
pelaksanaan GCG juga menjadi bagian penting dalam menunjang pertumbuhan dan
stabilitas ekonomi yang berkelanjutan. Pemahaman ini mendasari komitmen
Perseroan untuk senantiasa menegakkan penerapan GCG dalam setiap jenjang
organisasi dan kegiatan operasionalnya. Melalui komitmen yang tinggi dan
konsistensi terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik, Perseroan
meyakini akan dapat mencegah praktik-praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(KKN) serta meningkatkan fungsi pengawasan dalam pengelolaan Perseroan.
Komitmen Manajemen atas kepatuhan terhadap GCG terdiri dari beberapa
kebijakan dan ketentuan terkait, di antaranya:
1. Seluruh Jajaran Perseroan berkomitmen melaksanakan seluruh aturan dan
kebijakan sebagai bagian dari upaya menerapkan praktik terbaik tata kelola
perusahaan. Komitmen tersebut ditunjukkan oleh Jajaran Manajemen Puncak
dengan selalu mendasarkan seluruh keputusan dan penetapan kebijakan pokok
perusahaan pada aturan-aturan dan undangundang yang relevan.
2. Manajemen Puncak mempelopori pelaksanaan penandatanganan Surat
Pernyataan Kepatuhan terhadap Pedoman Perilaku Etika, Surat Pernyataan
Benturan Kepentingan dan Surat Pernyataan Kepemilikan Saham untuk
mematuhi seluruh aturan yang terkandung pada pedoman perilaku etika
perusahaan. Pernyataan Kepatuhan terhadap Pedoman Perilaku Etika
ditandatangani oleh seluruh jajaran Perseroan hingga level pelaksana.
3. Penetapan KPI terkait implementasi GCG.
4. Penetapan tugas dan tanggung jawab dari setiap fungsi yang berhubungan
dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan pengendalian internal
perusahaan.
5. Pengelolaan pengendalian internal perusahaan, pencapaian target, merancang
kebijakan prosedur dan pengendalian pengungkapan, dokumentasi, pelaporan,
dan menyediakan pernyataan tertulis mengenai tanggung jawab atas sistem
pengendalian internal Perseroan dan hasil self assessment yang dilakukan
secara periodik.

Anda mungkin juga menyukai