Oleh
Kelompok 4
Dikutip dari Rokhlinasari (2016), teori legitimasi yaitu teori yang menyatakan bahwa
organisasi secara berkelanjutan mencari cara untuk menjamin operasinya itu sesuai dengan
norma dan batasan-batasan yang berlaku di masyarakat di suatu daerah tertentu. Dalam
persepektif teori ini, dipandang bahwa suatu perusahaan akan secara sukarela melaporkan
aktivitasnya jika dipandang manajer bahwa aktivitas itu penting bagi suatu komunitas. Teori
legitimasi juga menganggap bahwa terdapat kontrak sosial antara perusahaa n dengan
masyarakat dimana perusahaan itu beroperasi. Kontrak sosial yaitu cara untuk menjelaskan
sejumlah besar harapan masyarakat bagaimana seharusnya operasi yang dilakukan
perusahaan sehingga menuntut perusahaan untuk lebih responsif terhadap linkungan di mana
mereka beroperasi. Jika perusahaan merasa bahwa legitimasinya dipertanyakan, maka dapat
mengambil beberapa strategi perlawanan sebagai berikut.
1
pengakuan publik sebagai dorongan utama dalam melakukan pengungkapan suatu
informasi di dalam laporan keuangan.
2. Teori Stakeholder
Hubungan dasar dari teori stakeholder ini yaitu semakin baik hubungan
korporasi, maka akan semakin baik bisnis korporasi dan sebaliknya, semakin buruk
hubungan korporasi, maka akan semakin sulit juga bisnis korporasinya. Hubungan
yang kuat dengan pemangku kepentingan bisa ditunjukkan dengan adanya rasa
hormat, kepercayaan, kerjasama, dll. Teori stakeholder juga merupakan sebuah
konsep dimana bertujuan untuk membantu perusahaan dalam memperkuat hubungan
dengan kelompok-kelompok eksternal dan mengembangkan keunggulan
kompetitifnya. Tantangan pertama bagi perusahaan yaitu men gidentifikasi hal- hal
sebagai berikut.
1) Pemegang saham dan inverstor yang ingin hasil yang optimal atas
investasi mereka
2) Karyawan yang ingin tempat kerja yang aman, gaji yang sesuai, dan
keamanan kerja yang bagus.
3) Pelanggan yang menginginkan barang dan jasa berkualitas dengan harga
yang sesuai
4) Aturan-aturan yang berlaku
2
Meskipun teori stakeholder mampu memperluas perspektif pengelolaan
perusahaan dan menjelaskan dengan jelas hubungan antara perusahaan dengan
stakeholder, teori ini memiliki kelemahan. Gray et al (1997) mengatakan bahwa
kelemahan dari teori stakeholder terletak pada fokus teori tersebut yang hanya
tertuju pada cara-cara yang digunakan perusahaan dalam mengatur stakeholder-
nya. Perusahaan hanya diarahkan untuk mengidentifikasi stakeholder yang
dianggap penting dan berpengaruh dan perhatian perusahaan akan diarahkan lebih
pada stakeholder yang dianggap bermanfaat bagi perusahaan sehingga
mengabaikan pengaruh masyarakat luas terhadap penyediaan informasi dalam
pelaporan keuangan.
3
secara sukarela jika manfaat yang diperoleh lebih besar daripada biayanya. Manfaat utama
yang diperoleh perusahaan dari pengungkapan sukarela adalah biaya modal yang rendah
(Elliot, Robert K. dan Jacobson, Peter D, 1994 dalam Sutomo, 1994). Pengungkapan
informasi oleh perusahaan diharapkan akan membantu investor dan kreditor memahami
risiko investasi.
4. Teori-Teori Lainnya
Teori agensi menggambarkan perusahaan sebagai suatu titik temu antara pemilik
perusahaan (principal) dengan manajemen (agent). Jensen dan Meckling menyatakan
bahwa hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak yang terjadi antara manajer (agent)
dengan pemilik perusahaan (principal). Wewenang dan tanggung jawab agent maupun
principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama.
4
perusahaan harus menanggung biaya keagenan (agency cost). Agency cost merupakan
biaya yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk biaya pengawasan terhadap agen, pengelua ran
yang mengikat oleh agen, dan adanya residual loss. Adanya penyimpangan antara
keputusan yang diambil agen dan keputusan yang akan meningkatkan kesejahteraan
prinsipal akan menimbulkan kerugian atau pengurangan kesejahteraan prinsipal, nilai uang
yang timbul dari adanya penyimpangan tersebut disebut residual loss.
5
turunnya harga sekuritas perusahaan emiten tersebut. Pengungkapan informasi akuntansi
dapat memberikan sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik ( good news)
atau sebaliknya sinyal buruk (bad news) di masa mendatang.
6
4.3 Teori Ekonomi Politik
Roberts (1992) dan Williams (1999) seperti yang dikutip oleh Farook (2011)
menyebutkan bahwa konteks politik dan sosial dianggap merupakan faktor penting dalam
penentuan keputusan untuk melakukan pengungkapan informasi CSR informasi CSR
perusahaan. Konsep teori ekonomi politik ini diterjemahkan sebagai kerangka ekonomi,
sosial, dan politik dimana kehidupan manusia berlangsung (Gray, 1996). Menurut Guthrie
& Parker (1990) dalam Cunningham yang dikutip oleh Purwitasari (2011) : “Perspektif
ekonomi politik memandang laporan akuntansi sebagai dokumen sosial, politik, dan
ekonomi. Dokumen-dokumen ini berfungsi sebagai alat untuk membangun,
mempertahankan, dan melegitimasi pengaturan ekonomi dan politik, lembaga, dan tema -
tema ideologis yang berkontribusi untuk kepentingan pribadi korporasi. Pengungkapan
memiliki kapasitas untuk mengirimkan sosial, politik, dan ekonomi pengertian untuk satu
set pluralistik penerima laporan”.
Oleh karena itu, political economy theory dikatakan dapat meluaskan level analisa
seorang peneliti karena mempertimbangkan isu sosio-politik yang lebih luas yang akan
berimplikasi pada bagaimana perusahaan beroperasi dan informasi apa saja yang terpilih
untuk diungkapkan (Deegan, 2003 dalam Purwitasari, 2011).
Teori Kontrak Sosial menyatakan bahwa keberadaan perusahaan dalam suatu area
karena didukung secara politis dan dijamin oleh regulasi pemerintah serta parlemen yang
juga merupakan representasi dari masyarakat. Dengan demikian, ada kontrak secara tidak
langsung antara perusahaan dan masyarakat dimana masyarakat memberi cost dan bene fits
untuk keberlanjutan suatu koorperasi (Lako, 2011:6). Adanya interelasi dalam kehidupan
sosial masyarakat agar terjadi keselarasan, keserasian, dan keseimbangan termasuk dalam
lingkungan. Perusahaan yang merupakan kelompok orang yang memiliki kesamaan tujuan
dan berusaha mencapai tujuan secara bersama adalah bagian dari masyarakat dalam
lingkungan yang lebih besar. Keberadaannya sangat ditentukan oleh masyarakat, di mana
antara keduanya saling mempengaruhi. Untuk itu, agar terjadi 13 keseimbangan (equality),
maka perlu kontrak sosial baik secara tersusun baik secara tersurat maupun tersirat,
sehingga terjadi kesepakatan-kesepakatan yang saling melindungi kepentingan masing-
masing (Nor Hadi, 2011:96).
7
Social Contract dibangun dan dikembangkan, salah satunya untuk menjelaskan
hubungan antara perusahaan terhadap masyarakat (society). Di sini, perusahaan atau
organisasi memiliki kewajiban pada masyarakat untuk memberi manfaat bagi masyarakat.
Interaksi perusahaan dengan masyarakat akan selalu berusaha untuk memenuhi dan
mematuhi aturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat, sehingga kegiatan
perusahaan dapat dipandang legitimate (Deegan dalam Nor Hadi 2011:96). Dalam
perspektif manajemen kontemporer, teori kontrak sosial menjelaskan hak kebebasan
individu dan kelompok, termasuk masyarakat yang dibentuk berdasarkan kesepakatan -
kesepakatan yang saling menguntungkan anggotanya (Rawl dalam Nor Hadi 2011).
Hal ini sejalan dengan konsep legitimacy theory bahwa legitimasi dapat diperoleh
manakala terdapat kesesuaian antara keberadaan perusahaan yang tidak menganggu atau
sesuai (congruence) dengan eksitensi sistem nilai yang ada dalam masyarakat dan
lingkungan (Deegan, Robin, dan Tobin dalam Nor Hadi 2011:97). Shocker dan Sethi
dalam Nor Hadi (2011:98) menjelaskan konsep kontrak sosial (social contract) bahwa
untuk menjamin kelangsungan hidup dan kebutuhan masyarakat, kontrak sosial didasarkan
pada :
1) Hasil akhir (output) yang secara sosial dapat diberikan kepada masyarakat luas.
2) Distribusi manfaat ekonomis, sosial, atau pada politik kepada kelompok sesuai dengan
kekuatan yang dimiliki.
Mengingat output perusahaan bermuara pada masyarakat, serta tidak adanya power
institusi yang bersifat permanen, maka perusahaan membutuhkan legitimasi. Perusahaan
harus memastikan bahwa kegiatannya tidak melanggar dan bertanggungjawab kepada
pemerintah yang dicerminkan dalam peraturan dan perundang-undangan yang berlaku
(legal responsibility). Disamping itu, perusahaan juga tidak dapat mengesampingkan
tanggung jawab kepada masyarakat yang dicerminkan lewat tanggung jawab dan
keberpihakan pada berbagai persoalan sosial dan lingkungan yang timbul (Nor Hadi
2011:98).
8
DAFTAR PUSTAKA