Anda di halaman 1dari 27

AKUNTANSI KEPERILAKUAN

ASPEK KEPERILAKUAN PADA PENGENDALIAN KEUANGAN & ASPEK


KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN

Disusun Oleh

Kelompok 6

Nama Anggota :

1. Dewi Kurniawati (2007531033)

2. Ni Made Candra Primandini (2007531054)

3. Ni Made Maharani Cahya Gita (2007531167)

PROGRAM STUDI SARJANA AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2022
PEMBAHASAN RMK 3

ASPEK KEPERILAKUAN PADA PENGENDALIAN KEUANGAN

1. Pengertian Pengendalian Keuangan


1.1. Umpan Balik Mekanisme versus Respon Perilaku
Sistem pengendalian keuangan berfokus pada perilaku-perilaku seseorang didalam
organisasi. Pada dasarnya pengendalian didefinisikan sebagai gagasan yang akan mengubah
kemungkinan pencapaian hasil yang diharapkan. Pada pengendalian keuangan, hasil yang
diharapkan merupakan kejadian-kejadian perilaku dari masalah-masalah keuangan.
Definisi pengendalian didasarkan pada konsep “kepercayaan” dan “kemungkinan”.
Dalam memilih pengendalian keuangan, seorang manajer akan mengutamakan pilihan
mereka pada kepercayaan dan pengalaman-pengalaman yang sebelumnya mereka sudah
dimiliki.
1.2. Perluasan Konsep Tradisional
Konsep pengendalian tradisional dalam akuntansi berarti hasil dari informasi akuntansi
adalah langkah akhir dari peran akuntan. Dalam pendekatan perilaku, menghasilkan
informasi bukan akhir dari keterlibatan akuntan sehingga informasi dapat dianggap sebagai
suatu intermediasi dari langkah akhir. Tujuan pengendalian berdasarkan oleh keinginan
untuk memilih suatu gagasan yang akan mengubah kemungkinan pencapaian hasil
keperilakuan yang diharapkan.
Istilah “pengendalian akuntansi” dihubungkan dengan pengamanan aset dan
peningkatan akurasi serta keandalan akuntansi. Istilah “pengendalian administratif”
dihubungkan dengan peningkatan efisiensi operasi dan kepatuhan kepada kebijakan
manajemen. Salah satu contoh pengendalian akuntansi yaitu pemisahan antara tugas
pencatatan dengan tugas penjagaan fisik aset. Perluasan dari konsep tradisional atas
pengendalian mengharuskan adanya perluasan lingkup pengendalian akuntansi dan laporan
keuangan guna mencakup proses administrasi organisasi.
Perluasan lingkup atas keterlibatan akuntan terhadap proses administratif merupakan
hal penting dalam pengendalian akuntansi. Pengetahuan mengenai pengendalian akuntansi
tradisional dan pengalaman dengan sistem akuntansi merupakan suatu hal yang dapat
diperluas ke aplikasi-aplikasi pengendalian lainnya.
2. Pengendalian Terpadu Atau Komprehensif
Sistem pengendalian komprehensif merupakan suatu konfigurasi yang paling melengkapi
yaitu subsistem formal yang mendukung proses administrasi. Untuk dapat diformalkan, suatu

1
sistem pengendalian seharusnya terstruktur dan berkelanjutan, serta didesain dengan proses
yang tepat untuk mencapai tujuan yang spesifik. Pendekatan informal merupakan suatu yang
bersifat ad hoc, memiliki tingkat kepribadian yang tinggi, dan bertujuan mempertimbangkan
variabilitas.
• Contoh pendekatan formal, anggaran, laporan-laporan akuntansi, biaya standar dan
pusat pertanggungjawaban.
• Contoh pendekatan informal, norma-norma yang tidak tertulis, pengendalian
dengan cara instuisi, dan sebagainya.

Agar pengendalian bisa menjadi komprehensif maka sautu pengendalian harus mencakup
aktivitas perencanaan operasional, dan fungsi umpan balik. Terdapat 4 proses administratif dan
implementasi pengendalian :

2.1.Perencanaan
Proses perencanaan dalam organisasi ditandai dengan istilah perilaku penetapan
tujuan. Aspek-aspek terpenting dari proses penetapan tujuan adalah dasar dari organisasi
dan komunikasi. Proses perencanaan akan memunculkan pertanyaan-pertanyaan
pengendalian, seperti bagaimana divisi-divisi diidentifikasikan? Apa yang digunakan
untuk menyusun pertanggungjawaban? Bagaimana departemendepartemen akan
distrukturisasi? Akuntansi apa yang akan digunakan untuk masalah-masalah transfer
atau transaksi antar-departemen?.
Masalah-masalah pokok yang telah disebutkan tadi dapat menjadi kunci
pengendalian yang efektif. Suatu perencanaan yang terlalu teknis atau terlalu logis dapat
menyebabkan suatu kerusakan pada pengendalian bagi mereka yang kurang waspada,
karena tidak ada perhatian yang utuh pada implikasi pengendalian terhadap
implementasi rencana.
2.2.Operasi
Batasan “operasi” mengacu pada pelaksanaan aktivitas organisasi termasuk di
dalamnya provisi atas jasa pelayanan dan produksi produk yang sama pentingnya
dengan menjaga fungsi operasi. Pengendalian operasi merupakan suatu proses perantara
dan proses perbaikan terhadap aktivitas operasi selama proses implementasi atas
rencana-rencana manajemen. Contoh-contoh pengendalian terhadap pengorganisasian
sub-subsistem meliputi aplikasi pembelian dan persediaan, perhitungan biaya standar,
dan sub-sistem rumah tangga, seperti administrasi penggajian dan manajemen kredit.

2
2.3.Umpan Balik
Umpan balik dalam organisasi berasal dari sumber formal dan informal.
Komunikasi tersebut dihasilkan secara rutin dari statistik yang ditabulasikan sebagai
dasar untuk evaluasi penyusunan. Evaluasi tersebut akan mempengaruhi distribusi
kompensasi, pemberian sanksi, perubahan atas proses perencanaan, dan operasi sebagai
akibat dari umpan balik. Pengukuran dapat dihasilkan secara internal, seperti
menyediakan umpan balik dari suatu analisis terhadap varians biaya standar. Namun,
pengukuran juga dapat diperoleh dari sumber-sumber eksternal perusahaan, seperti
pangsa pasar dalam industri.
2.4.Interaksi Pengendalian
Desain dari subsistem perencanaan, baik untuk jangka panjang maupun jangka
pendek, penciptaan dukungan pengendalian bagi operasi, dan keputusan untuk
menekankan ukuran-ukuran umpan balik tertentu guna mengidentifikasi keberhasilan
dan kegagalan. Hubungan ini dapat ditata untuk menciptakan kumpulan yang besar jika
suatu organisasi dapat menghubungkan sub-subsistem pengendalian secara baik guna
mendukung perencanaan, operasi, dan fungsi umpan balik.
Contoh interaksi pengendalian : antara perencanaan dan umpan balik. Proses
perencanaan dapat dipengaruhi oleh dampak umpan balik. Dimana sasarn rencana akan
menekankan pada ukuran kinerja secara statistik yang didasarkan pada ukuran – ukuran
umpan balik yang telah ditentukan sebelumnya. Misal, jika para manajer mengetahui
bahwa mereka akan dievaluasi berdasarkan jumlah unit produk yang terjual, proses
perencanaan mereka mungkin akan cenderung memperhatikan besarnya jumlah produk
yang terjual dibandingkan dengan profitabilitas dari produk yang terjual.
3. Faktor-Faktor Kontekstual
Konteks dapat menjadi penting untuk keberhasilan dalam mendesain dan
mengimplementasikan sistem pengendalian keuangan. Sebagaiamana digunakan dalam bagian
ini, konteks mengacu pada serangkaian karakteristik yang menentukan susunan empiris dalam
sistem pengendalian yang akan ditetapkan.
Proses dalam mengidentifikasi faktor-faktor kontekstual yang penting merupakan subjek
tertinggi dan sangat temporer, seperti apakah pendapat seorang manajer lebih penting
dibandingkan dengan pendapat manjer lain? Semua daftar dari faktor-faktor kontekstual kritis
merupakan subjek untuk melakukan perbaikan secara keseluruhan.

3
3.1.Ukuran
Luasnya skala desain sistem pengendalian berbasis komputer mungkin dimulai dengan
inovasi, tetapi ukuran-ukuran tersebut dapat cepat membangun standar ekonomi yang akan
menentukan keberhasilan atas persaingan industri. Fenomena-fenomena ini telah diterapkan
pada perusahaan manufaktur dengan sebaik mungkin, demikian pula halnya di institusi
keuangan dan perusahaan-perusahaan yang berorientasi pada jasa.
Ketika ukuran menjadi sesuatu yang penting dalam melakukan pembatasan konteks,
ukuran juga banyak dikaitkan dengan variabel lainnya. Kondisi ini membuat “ukuran” tidak
dapat memisahkan diri menjadi hanya satu variabel saja. Sebagai contoh, struktur-struktur
stabilitas lingkungan dan proses dapat dikaitkan dengan “ukuran”.
3.2.Stabilitas Lingkungan
Desain pengendalian dalam lingkungan yang stabil cenderung memiliki desain
pengendalian yang lebih sederhana. Sedangkan, desain pengendalian dari lingkungan yang
selalu berubah cenderung memiliki desain pengendalian yang lebih kompleks. Stabilitas
dalam lingkungan eksogen dapat dinilai dari kekuatan gerakan yang secara eksternal
menghasilkan produk yang memerlukan suatu tanggapan. Derajat stabilitas lingkungan
dapat ditingkatkan dengan memilih alat yang tepat terhadap perubahan lingkungan, seperti
pengenalan sejumlah produk baru, tindakan-tindakan pesaing yang melakukan metode
produksi yang lebih baik atau efisien, atau inisiatif pihak pengambil keputusan yang
memengaruhi unit-unit kerja.
Lingkungan eksogen yang stabil diasumsikan dalam berbagai pembahasan sistem biaya
standar dan analisis hubungan atas varians biaya. Asumsi ini memunculkan fakta yang
terpisah antara operasi yang sementara dengan lingkungan bisnis yang menuntut adanya
perubahan secara terus-menerus. Dengan membandingkan biaya aktual yang terjadi dengan
standar yang ditetapkan, sub sistem biaya standar menjadi penting untuk ditinjau. Analisis
yang demikian tidaklah konsisten dengan suatu rancang pengendalian yang ditujukan pada
suatu ekspektasi. Jika tanggapan terhadap lingkungan yang berubah lebih penting, maka
ketika hanya memenuhi standar yang telah ditetapkan pada akhir tahun bukan suatu kunci
kesuksesan. Beberapa akuntansi beranggapan bahwa rancangan pengendalian sebelum
terjadinya suatu kejadian adalah pelengkap dari retrospektif umum atau rancangan yang
berorientasi pada hal-hal yang belum terjadi di masa depan. Kondisi tersebut diharapkan
terdapat dalam pendekatan inovatif yang menjadi lebih umum ketika pendekatan tersebut
dipandang sebagai sesuatu yang penting untuk keberhasilan niat dan minat kerja melalui
perubahan manajemen.
4
3.3.Motif Keuntungan
Manfaat terbesar yang berkaitan dengan indikator berbasis laba adalah bahwa indikator
tersebut secara statistik akan tampak jelas. Ringkasan secara statistik tersebut sering
diartikan sebagai ringkasan keseluruhan keberhasilan dari subsistem yang kompleks dan
sukar dipahami, dimana subsistem tersebut meliputi keseluruhan organisasi. Ringkasan
tersebut juga selalu ditafsirkan, secara benar atau salah, sebagai suatu ukuran terhadap
keberhasilan individual dari para manajer.
3.4.Faktor-Faktor Proses
Suatu faktor proses penting dalam pengendalian biaya-biaya yang tidak dapat dihindari
dan biaya-biaya untuk melakukan rekayasa adalah biaya variabel. Strategi pengendalian
biaya untuk proses strategi biaya variabel sering kali berbeda dalam hal substansi dengan
strategi-strategi pengendalian biaya yang disesuaikan, seperti aplikasi biaya tetap. Sebagai
contoh, proses biaya variabel selalu menekankan pada konservasi, sementara proses biaya
tetap selalu dikaitkan dengan efektivitas dari utilitas.
4. Pertimbangan – Pertimbangan Rancangan
Pengendalian adalah suatu pilihan inisiatif yang diyakini dapat memungkinkan pencapaian
yang lebih tinggi untuk hasil yang diharapkan. Untuk memperbaiki kemungkinan keberhasilan,
para desainer perlu mencari cara-cara untuk menemukan hubungan sebab akibat yang
dipercaya bersifat nyata dalam lingkungan sehingga mereka memiliki kemampuan untuk
mengantisipasi konsekuensi logis yang dapat dihasilkan dari penambahan suatu pengendalian
atau aturan pengendalian.
4.1.Antisipasi terhadap Konsekuensi Logis
Merupakan komponen-komponen inti dalam mendesain pengendalian. Kondisi ini
merupakan hal penting bagi seorang manajer keuangan yang terbiasa untuk membuat
pertimbangan berdasarkan pada apakah suatu hasil itu baik atau buruk. Laporan keuangan
memberikan informasi untuk menentukan apakah hasil tersebut tepat. Pengendalian akan
berhubungan dengan hasil atau konsekuensi, baik yang tepat maupun tidak. Namun,
pengendalian lebih mencerminkan konsekuensi perilaku terhadap strategi pengendalian
khusus. Sebagai contoh, suatu studi tentang waktu dan gerak mesin digunakan untuk
menetapkan standar tenaga kerja dan waktu luang. Misalnya, pekerja yang akan mengambil
manfaat pribadi dari rentang waktu luang dan baru benar-benar bekerja pada waktu ekstra
guna menyelesaikan pekerjaan mereka. Perilaku pekerja ini bersifat rasional, dapat
diprediksi, dan logis. Hal ini merupakan konsekuensi logis yang sering dikaitkan dengan
pengenalan sistem biaya standar.
5
4.2.Relevansi dengan Teori Agensi
Teori agensi menyangkut persoalan “biaya”, dimana suatu pendelegasian dengan asumsi
keputusan-keputusan tertentu bersifat dipengaruhi secara bersama-sama agar menjadi tidak
nyata. Bentuk yang paling sederhana dari keputusan yang tidak nyata yaitu tindakan
karyawan atau agen yang memperhatikan tingkat kinerja dalam menjalankan tugasnya.
Pokok persoalannya, bagaimana manajer menggabungkan insentif dari suatu perjanjian
pekerjaan, guna memastikan tindakan agen sesuai dengan kepentingan si pemberi perintah
dengan memberikan penghargaan sesuai dengan keinginan agen tersebut.
Ide-ide mengenai teori agensi dapat diilustrasikan dengan contoh, perjalanan tenaga
penjualan yang secara terus menerus berada jauh dari kantor. Manajer penjualan akan
memiliki sedikit gagasan mengenai tingkat usaha yang dilakukan oleh agen tersebut. Maka
dari itu, perjanjian pekerjaan dari tenaga penjualan akan didasarkan pada prestasi penjualan.
4.3.Pengelolaan Perubahan
Dalam jangka panjang, perusahaan akan memelihara lingkungan pengendalian lewat
suatu proses perubahan dan kompensasi. Hal ini terjadi ketika rancangan-rancangan
pengendalian dimodifikasi melalui proses regenerasi internal secara berkelanjutan atau
ketika perubahan akibat dari faktor-faktor eksternal yang berdampak pada organisasi,
seperti lingkungan konsumen utama atau kegagalan keuangan yang serius pada perusahaan
inti.
Suatu perusahaan yang mengalami sanksi berat akibat dari infleksibilitas dari
pendekatan pengendalian yang tersentralisasi akan berusaha melakukan desentralisasi.
Sementara itu, perusahaan yang mengalami sanksi berat akibat inefisiensi dari pendekatan
desentralisasi akan mengubah kembali menjadi sentralisasi. Dalam dinamika seperti itu,
perusahaan tampaknya memiliki kebingungan terhadap tujuan-tujuan pengendaliannya.
Secara implisit, kritikan ini berasumsi bahwa suatu organisasi harus mencari suatu
keseimbangan pengendalian yang spesifik secara konsisten.
Asumsi tersebut cukup sulit ditentukan, mengingat pada organisasi yang kompleks,
keseimbangan dalam lingkungan pengendalian membutuhkan perubahan dan kompensasi
secara terus menerus sehingga perusahaan dapat menjaga status pengendalian yang baik
secara konstan melalui perubahan dan kompensasi.
5. Case Study: Review Artikel Terbaru Terkait Topik
A. Identitas Artikel:

6
Judul Telaah Akuntansi Keperilakukan Terhadap Akuntansi
Keuangan pada PT Hexindo Adiperkasa, Tbk Cabang Kota
Samarinda
Penulis 1. Siti Nur Halimah
2. Fatahul Rahman
3. Sucipto
Tahun Publikasi 2018
Jurnal Jurnal Akuntansi Multi Dimensi (JAMDI)
Volume, Nomor Volume 1, Nomor 1
DOI http://dx.doi.org/10.96964/jamdi.v1i2.99
B. Tujuan
Untuk mengetahui perlakuan akuntansi keperilakuan terkait perilaku disiplin dan etika
terhadap akuntansi keuangan di PT Hexindo Adiperkasa, Tbk Cabang Samarinda.
C. Metode Penelitian
Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi.
Objek Penelitian PT Hexindo Adiperkasa, Tbk Kantor Cabang Kota
Samarinda yang bertempat di Jalan Dr Cipto
Mangunkusumo No. 19, Kelurahan Sungai Kujang,
Samarinda, Kalimantan Timur.
Jenis Data Data primer: hasil wawancara dengan 61 karyawan PT
Hexindo Adiperkasa, Tbk Cabang Kota Samarinda.
Data Sekunder: buku perpustakaan, jurnal, dan internet.
Teknik Analisis Data Menggunakan teknik analisis data kualitatif Miles dan
Huberman (1992) dalam (Moleong, 2012:247) yang terbagi
ke dalam tiga tahap, yaitu tahap reduksi data, model data
(data display), dan penarikan/verifikasi kesimpulan.
Alat Analisis Alat analisis digunakan dalam penelitian ini peneliti
sendiri. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Hasiara
(2012:52) menyatakan bahwa penelitian kualitatif
merupakan pendekatan yang menekankan pada proses
pengamatan peneliti. Peneliti sebagai instrument utama
dalam penelitian ini.

D. Ringkasan Isi Jurnal

7
Identitas Perusahaan PT Hexindo Adiperkasa, Tbk (selanjutnya disebut
Perusahaan) didirikan di Indonesia berdasarkan Akta
Notaris Mohamad Ali, S.H., No 37 tanggal 28 November
1988.
Operasional Perusahaan Perusahaan memulai operasi komersial pada bulan Januari
1989. Sesuai dengan Pasal 3 Anggaran Dasar Perusahaan,
kegiatan usaha Perusahaan adalah perdagangan dan
persewaan alat berat serta pelayanan purna jual. Saat ini,
perusahaan bertindak selaku distributor alat-alat berat jenis
tertentu dan suku cadangnya dari merek Hitachi, John
Deere, dan Krupp.
Pembahasan • Berdasarkan hasil obeservasi yang dilakukan
peneliti selama dua bulan, karyawan di PT Hexindo
Adiperkasa, Tbk menunjukkan bahwa sikap dan
perilaku positif karyawan PT Hexindo Adiperkasa,
Tbk Cabang Samarinda dalam mengelola
perusahaan (pengendalian keuangan) berjalan
sinergi sesuai dengan sistem akuntansi yang telah
ditetapkan oleh manajemen.
• Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti
selama dua bulan di PT Hexindo Adiperkasa, Tbk
Cabang Samarinda diketahui bahwa karyawan di
Hexindo selalu disiplin dalam melakukan
pencatatan akuntansi karena setiap transaksi
dibukukan pada hari yang sama saat transaksi
dilakukan sesuai dengan nominal yang diterima.
Hal tersebut merupakan kesadaran karyawan dalam
menaati peraturan perusahaan.
• Berdasarkan observasi peneliti pada objek
penelitian menunjukkan bahwa pimpinan PT
Hexindo Adiperkasa, Tbk Cabang Samarinda
memberikan contoh yang baik, berdisiplin yang
baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan.

8
Pimpinan merupakan suatu cerminan sikap dari
seorang pimpinan terhadap bawahannya.
Karyawan PT Hexindo Adiperkasa, Tbk Cabang
Samarinda telah menunjukkan kedisiplinannya
melalui terhadap pimpinan dan peraturan
perusahaan.
• Dalam menilai karyawannya PT Hexindo
Adiperkasa, Tbk Cabang Samarinda menggunakan
penilaian Balance Scorecard, manajemen
melakukan pemantauan dan evaluasi strategi
perusahaan dengan menggunakan alat
(management tools) yaitu balance scorecard, yang
bertujuan untuk melihat kinerja berdasarkan
strategi dan jembatan dalam penyelarasan
(alignment) dari strategi perusahaan (corporate
strategy) ke level operasional. Adapun penilaian
balance scorecard untuk karyawan setiap divisi
meliputi BSC score dengan bobot 60%, job
assignment area dengan bobot 40%, dan disiplin
dengan bobot 10%.
• Selama peneliti melakukan wawancara dan
observasi di PT Hexindo Adiperkasa, Tbk Cabang
Samarinda selain tepat waktu dalam pembayaran
pajak, PT Hexindo Adiperkasa, Tbk Cabang
Samarinda juga meneraplan Good Corporate
Governance (GCG).
• PT Hexindo Adiperkasa, Tbk Cabang Samarinda
menerapkan zero toleransi bagi pelaku tindakan
indisipliner untuk menghindari fraud atau
manipulasi terhadap pencatatan akuntansi.
Ketegasan pemimpin dalam melakukan tindakan
akan mempengaruhi kedisiplinan karyawan.

9
• Kedisiplinan dalam pencapaian target dihargai oleh
manajemen PT Hexindo Adiperkasi, Tbk Cabang
Samarinda dengan pemberian bonus ataupun
insentif claim bagi karyawannya.
• Berdasarkan hasil wawancara pada karyawan PT
Hexindo Adiperkasa, Tbk Cabang Samarinda sikap
dan perilaku yang patuh dan melaksanakan setiap
perncatatan tarnsaksi disajikan tepat waktu dan
tidak dimanipulasi.
• Dari pernyataan informan menandakan bahwa
karyawan telah menerapkan telah menerapkan
etika deontology menekankan kewajiban manusia
untuk bertindak secara baik. Perusahaan juga telah
menerapkan etika teologi dilihat dari toleransi 64
yang diberikan kepada customer dalam
pembayaran.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah
dilakukan pada pembahasan sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa PT Hexindo Adiperkasa, Tbk Cabang
Samarinda telah melaksanakan akuntansi keperilakuan
dalam setiap pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan
karyawan sesuai dengan peraturan yang telah dibuat baik
dari perusahaan dan pemerintah, pelaksanaannya dengan
mengembangkan kompetensi SDM melalui pemberian
pelatihan internal kepada para mekanik dan karyawan.
Manajemen di PT Hexindo Adiperkasa, Tbk Cabang
Samarinda melakukan pengendalian secara penuh sesuai
dengan aspek akuntansi keperilakuan yaitu berperilaku
jujur serta bertanggung jawab.
Gagasan/Pendapat Pribadi Menurut kami, penelitian yang dilakukan oleh Siti Nur
Halimah dan kawan-kawan sudah mumpuni. Namun,
terdapat beberapa kelemahan yang kami temukan seperti
kurangnya informasi secara menyeluruh mengenai

10
informasi dalam tingkatan manajemen dan hanya berfokus
pada karyawan.
Penutup Sebaiknya, bagi peneliti di masa mendatang lebih detail
memberikan informasi mengenai aspek keperilakuan pada
tingkatan manajemen atas, menengah, maupun bawah, dan
tidak terfokus pada karyawan saja.

11
PEMBAHASAN RMK 4

ASPEK KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN


1. Definisi Akuntansi Pertanggungjawaban
Akuntansi pertanggungjawaban (responsibility accounting) adalah sistem yang mengukur
berbagai hasil pencapaian setiap pusat pertanggungjawaban menurut informasi yang
dibutuhkan oleh manajer untuk mengoperasikan pusat pertanggungjawabannya. Akuntansi
pertanggungjawaban adalah jawaban akuntansi manajemen terhadap pengetahuan umum
bahwa masalah-masalah bisnis dapat dikendalikan seefektif mungkin dengan mengendalikan
orang-orang yang bertanggung jawab menjalankan operasi tersebut. Tujuan dari akuntansi
pertanggungjawaban adalah memastikan bahwa individu pada seluruh tingkatan di perusahaan
telah memberikan kontribusi yang memuaskan terhadap pencapaian tujuan perusahaan secara
keseluruhan. Hal ini dapat dicapai dengan membagi suatu perusahaan ke pusat-pusat
pertanggungjawaban individual yang memberikan suatu kerangka kerja untuk pengambilan
keputusan secara terdesentralisasi dan partisipatif di tingkat perusanaan untuk mencapai tujuan
kinerja. Akuntansi pertanggungjawaban digunakan manajemen puncak hasil untuk mengetahui
data mengenai cara manajer segmen menjalankan fungsinya.
Akuntansi pertanggungjawaban adalah komponen penting dari sistem pengendalian
keseluruhan di suatu perusahaan karena struktur akuntansi pertanggungjawaban memberikan
kerangka kerja yang berarti untuk melakukan perencanaan, agregasi data, dan pelaporan hasil
kinerja operasi di sepanjang jalur pertanggungjawaban dan pengendalian. Dengan menyoroti
penyimpangan kinerja aktual dari kinerja yang direncanakan, akuntansi pertanggungjawaban
memungkinkan dilakukannya manajemen berdasarkan perkecualian (Management by
Exceptions-MBE) dan manajemen berdasarkan tujuan (Management by Objectives-MBO).
1.1.Akuntansi Pertanggungjawaban versus Akuntansi Konvensional
Akuntansi pertanggungjawaban berbeda dengan akuntansi konvensional dalam hal cara
operasi direncanakan dan cara data akuntansi diklasifikasikan serta diakumulasikan. Dalam
akuntansi konvensional, data diklasifikasikan berdasarkan hakikat atau fungsinya dan
memiliki nilai yang terbatas bagi manajer dalam memantau efisiensi dari aktivitas harian
perusahaan. Sedangkan dalam akuntansi pertanggungjawaban, terdapat cara meningkatkan
relevansi dari informasi akuntansi dengan menetapkan suatu kerangka kerja untuk
perencanaan, akumulasi data, dan pelaporan yang sesuai dengan struktur organisasional
serta hierarki pertanggungjawaban dari suatu perusahaan. Akuntansi pertanggungjawaban
memiliki cara tersendiri terhadap mekanisme akumulasi data yang impersonal dalam

12
akuntansi konvensional dengan membahasnya bersama manajer segmen secara langsung,
serta menyediakan tujuan dan hasil kinerja aktual atas faktor-faktor operasional kepada
siapa para manajer tersebut bertanggung jawab dan mampu melakukan pegendalian.
Contohnya, manajer departemen jasa perbaikan dan pemeliharaan yang bertanggung jawab
memelihara peralatan di departemen-departemen lain sebaiknya dianggap bertanggung
jawab terhadap biaya yang berkaitan dengan tugasnya tersebut. Contoh lainnya, gaji dari
seseorang yang bekerja paruh waktu sebagai tenaga penjualan dan juga paruh waktu
sebagai agen pembelian akan dibebankan kepada atasan yang bertanggung jawab atas
aktivitas dari orang tersebut. Akuntansi pertanggungjawaban menimbulkan kesadaran
terhadap biaya dan pendapatan di seluruh organisasi serta memotivasi manajer segmen
untuk berusaha ke arah pencapaian tujuan.
1.2.Jaringan Pertanggungjawaban
Struktur organisasi perusahaan dibagi-bagi ke dalam suatu jaringan pusat-pusat
pertanggungjawaban secara individual yang terlibat dalam pelaksanaan suatu fungsi
tunggal atau sekelompok fungsi yang saling berkaitan, yang memiliki seorang kepala yang
bertanggung jawab untuk aktivitas unit tersebut. Dengan kata lain, setiap unit dari jaringan
organisasional yang bertanggung jawab untuk unit tersebut memiliki tanggung jawab untuk
melaksanakan suatu fungsi (output) dan menggunakan sumber daya (input) seefisien
mungkin dalam melaksanakan fungsinya.
Untuk memastikan jaringan tanggung jawab dan akuntabilitas berfungsi dengan baik,
struktur organisasional suatu perusahaan hadru dianalisis dan laba serta beban yang
sebenarnya dari tanggung jawab tersebut ditentukan secara hati-hati. Tidak boleh ada
tanggung jawab yang tumpeng tindih pada tingkatan hierarki yang berbeda. Jaringan
pertanggungjawaban yang berfungsi dengan baik harus mengandung kesesuaian antara
tanggung jawab dan wewenang di semua tingkatan.
1.3.Jenis-Jenis Pusat Pertanggungjawaban
Pusat-pusat pertanggungjawaban berfungsi sebagai kerangka kerja untuk mengukur
dan mengevaluasi kinerja dari manajer segmen. Kinerja manajer dalam kerangka kerja
akuntansi pertanggungjawaban disamakan dengan kemampuan mereka untuk mengelola
faktor-faktor operasional tertentu yang dapat dikendalikan. Pusat pertanggungjawaban
dikelompokkan ke dalam empat kategori. Setiap kategori mencerminkan rentang dan
diskresi atas pendapatan dan/atau biaya serta lingkup pengendalian dari manajer yang
bertanggung jawab. Pusat pertanggungjawaban tersebut dapat berupa:
a. Pusat Pendapatan
13
Jika tanggung jawab utama seorang manajer adalah penghasil pendapatan, maka
segmennya sebaiknya diperlakukan sebagai pusat pendapatan. Contoh-contoh dari
pusat pendapatan meliputi departemen pemasaran, pusat distribusi, bagian barang
jualan di toko serba ada, atau tenaga penjualan individual. Manajer di pusat pendapatan
hanya memiliki kendali terhadap biaya pemasaran langsung dan kinerja mereka akan
diukur dalam hal kemampuan mereka untuk mencapai target penjualan yang telah
ditentukan sebelumnya dalam batasan beban tertentu.
b. Pusat Biaya
Manajer yang bertanggung jawab atas pusat biaya memiliki diskresi dan kendali hanya
atas penggunaan sumber daya fisik dan manusia yang diperlukan untuk melaksanakan
tugas yang diberikan kepadanya. Selama proses perencanaan, para manajer pusat biaya
diberikan kuota produksi dan dapat berpatisipasi dalam menetapkan tujuan biaya yang
realistis dan adil untuk tingkat output yang diantisipasi. Pusat-pusat biaya merupakan
bentuk pusat pertanggungjawaban yang digunakan secara luas. Di perusahaan
manufaktur, baik departemen produksi maupun departemen jasa, merupakan contoh-
contoh dari pusat biaya. Contoh-contoh yang umum adalah departemen pengiriman,
departemen penerimaan, departemen kredit, dan departemen pelayanan pelanggan.
Secara umum, pusat biaya dapat dibedakan menjadi pusat biaya teknik atau pusat biaya
standard an pusat biaya kebijakan.
a) Pusat Biaya Teknik/Pusat Biaya Standar
Pusat biaya teknik (pusat biaya standar) adalah pusat biaya yang sebagian besar
biayanya memiliki hubungan fisik dengan output yang dihasilkan. Manajer pusat
biaya teknik akan diukur efisiensi dengan membandingkan biaya standar dengan
biaya yang sesungguhnya terjadi dan efektivitasnya.
b) Pusat Biaya Kebijakan
Pusat biaya kebijakan adalah pusat biaya yang sebagian besar biayanya tidak
memiliki hubungan yang erat dengan output yang dihasilkan. Contohnya adalah
unit administrative dan unit pendukung lainnya (seperti departemen akuntansi,
departemen hukum, departemen hubungan industrial, dan departemen hubungan
masyarakat), serta departemen penelitian dan pengembangan. Output pusat biaya
kebijakan tidak dapat diukur dengan satuan nilai moneter.
c. Pusat Laba
Pusat laba adalah segmen bagi manajer yang memiliki kendai baik atas pendapatan
maupun biaya dan bertanggung jawab atas fungsi distribusi serta manufaktur. Manajer
14
dievaluasi berdasarkan efisiensi dalam menghasilkan pendapatan dan mengendalikan
biaya. Diskresi yang mereka miliki terhadap biaya meliputi beban produksi dari produk
atau jasa. Contoh-contoh umum dari pusat laba adalah divisi korporat yang
memproduksi dan menjual produknya. Banyak perusahaan menciptalan pusat laba
artifisial untuk segmen manufaktur atau jasa karena tambahan wibawa terkait dengan
posisi manajer pusat laba. Hal ini meningkatkan harga diri manajer segmen dan
meningkatkan motivasi mereka. Konversi atas suatu pusat biaya menjadi pusat laba
yang dicaai dengan memperkenalkan biaya transfer yang bertindak sebagai harga jual
internal menciptkan pendapatan dan laba artifisial untuk segmen tersebut. Namun,
manfaat motivasional tersebut bergantung pada jenis harga transfer yang dipilih.
Pilihan atas dasar harga transfer yang tidak sesuai dapat menciptakan berbagai
tanggapan perilaku yang tidak diinginkan dan menghilangkan manfaat motivasional.
Kinerja manajer pusat laba dievaluasi berdasarkan target laba yang direncanakan
seperti tingkat pengembalian minimum yang diharapkan dan tingkat halangan untuk
laba residual. Manajer pusat laba diharapkan memelihara dan memperbaiki moral dari
bawahan mereka, memelihara bangunan dan fasilitas produksi, serta memberikan
kontribusi terhadap kepemimpinan produk dan keanggotaan korporat. Sistem
pengahrgaan dan evaluasi kinerja sebaiknya juga memasukkan ukuran-ukuran untuk
mengevaluasi kinerja mereka dalm hal aspek jangka panjang dan tingkat keberhasilan
yang memengaruhi alokasi penghargaan.
d. Pusat Investasi
Manajer pusat investasi bertanggung jawab terhadap investasi dalam aset serta
pengendalian atas pendapatan dan biaya. Mereka bertanggung jawab mencapai margin
kontribusi dan target laba tertentu serta efisiensi dalam penggunaan aset. Mereka
diharapkan mencapai keseimbangan antara laba yang dicapai dan investasi sumber daya
yang digunakan. Kriteria yang digunakan dalam mengukur kinerja dan menentukan
penghargaan mereka meliputi tingkat pengembalian atas aset (Return on Assets-ROA),
rasio perputaran, dan laba residual.
1.4.Korelasi dengan Struktur Organisasi
Pusat pertanggungjawaban seharusnya serupa dengan struktur organisasi. Pendekatan-
pendekatan yang digunakan untuk medesain struktur organisasi dan membebankan tanggung
jawab bervariasi dari perusahaan ke perusahaan bergantung pada pilihan manajemen puncak
dan gaya kepemimpinan. Berbagai pendekatan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai struktur
veritkal atau horizontal.
15
a. Struktur Vertikal

Dalam struktur vertikal, organisasi dibagi berdasarkan dungsi-fungsi utama.


Tangggung jawab secara keseluruhan untuk fungsi produksi, penjualan, dan keuangan
diberikan kepada wakil direktur yang mendelegasikan tanggung jawab mereka ke
struktur di bawahnya sesuai hierarki. Dari sudut pandang pusat pertanggungjawaban,
seluruh segmen produksi adalah pusat biaya karena pendapatan hanya dihasilkan
melalui fungsi penjualan. Presiden direktur memiliki kendali dan diskresi atas seluruh
aktivitas dan menjadi penentu akhir dalam menerima atau menolak usulan investasi.
b. Struktur Horizontal

Struktur horizontal cocok digunakan untuk pendelegasian tanggung jawab atas laba dan
investasi ke beberapa direktur. Setiap wakil direktur mengendalikan suatu pusat laba
atau investasi daripada pusat pendapatan atau pusat biaya fungsional. Mereka
bertanggung jawab atas produksi, penjualan, dan pendanaan, atau dengan kata lain atas
seluruh bidang fungsional dalam area atau kelompok produknya.
2. Penetapan Pertanggungjawaban
Setelah memilih jenis dari struktur organisasi, maka tugas penting berikutnya adalah
menggambarkan pertanggungjawaban. Kebanyakan orang menerima tanggung jawab dan

16
tantangan yang terkandung di dalamnya. Bertanggung jawab terhadap sesuatu membuat
seseorang merasa kompeten dan penting. Hal tersebut mengimplikasikan wewenang
pengambilan keputusan dan dapat memotivasi mereka untuk memperbaiki kinerjanya.
Tanggung jawab adalah pemenuhan dari suatu pekerjaan. Tanpa hal tersebut, moral akan
menderita.
Pengaruh perilaku yang menguntungkan dari pembebanan tanggung jawab atas fungsi-
fungsi tertentu kepada individu didukung dengan riset-riset empiris. Namun, saling
ketergantungan dari berbagai segmen suatu organisasi sering kali menimbulkan kesulitan
dalam membuat gambaran tanggung jawab yang jelas. Seseorang yang diberikan tanggung
jawab atas suatu aktivitas atau fungsi yang mungkin, pada kenyataannya, membagi tanggung
jawab tersebut dengan atasannya. Manajer-manajer segmen dengan tanggung jawab atas tugas
tertentu mungkin tidaklah independen satu sama lain dan tanggung jawab mereka bisa saja
tumpang-tindih. Individu mungkin hanya mempunyai diskresi dan kendali yang terbatas
terhadap sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan tugas untuk mana mereka
bertanggung jawab. Para staf yang bukan menjadi mata rantai dalam rantai komando dan tidak
secara spesifik diberikan tanggung jawab tentu saja tidak sesuai dengan struktur
pertanggungjawaban.
Faktor yang paling penting dalam menggambarkan pertanggungjawaban adalah masalah
tingkat diskresi dan pengendalian atas sumber daya yang diperlukan guna melaksanakan fungsi
atau tugas yang didelegasikan. para manajer segmen sebaiknya hanya dimintai
pertanggungjawaban atas faktor-faktor operasional yang mereka kendalikan. Contohnya,
seorang mandor produksi mengendalikan kuantitas bahan baku dan perlengkapan yang
digunakan karena ia mendelegasikan tugas dan mengawasi pekerja, namun ia tidak memiliki
kendali atas harga bahan baku yang digunakan. Oleh karena itu, tanggung jawab atas deviasi
dari target penggunaan sebagiknya ada di tangan mandor tersebut, sementara tanggung jawab
atas deviasi harga sebaiknya dibebankan pada manajer departemen pembelian.
Pada tahun 1956, komite konsep dan standar biaya dari American Accounting Association
(AAA) menargetkan beberapa pedoman, tetapi sekaligus memperingatkan bahwa
penerapannya harus disertai dengan penilaian dan akal sehat yang baik. AAA
merekomendasikan hal-hal berikut ini:
1) Orang dengan wewenang baik atas intuisi maupun penggunaan barang dan jasa
sebaiknya dibebankan dengan biaya dari barang dan jasa tersebut.
2) Orang yang secara signifikan dapat mempengaruhi jumlah biaya melalui tindakan-
tindakannya dan tak dibebankan dengan biaya tersebut.
17
3) Orang yang tidak dapat mempengaruhi jumlah biaya secara signifikan melalui
tindakan langsung dapat dibebankan dengan elemen-elemen di mana manajemen
menginginkan orang tersebut memperhatikannya. Dengan demikian, ia akan
membantu mempengaruhi orang lain yang bertanggung jawab.
Pedoman dan contoh yang dikutip sebelumnya menunjukkan bahwa penggambaran
pertanggungjawaban untuk menghasilkan pendapatan dan terjadinya biayanya adalah cukup
sulit dan penuh dengan kekurangan-kekurangan perilaku. Hal tersebut dapat mengarah pada
pertikaian dan rasa permusuhan antar departemen jika tidak dilakukan secara hati-hati dan
pemahaman yang seksama atas faktor-faktor manusia yang terlibat dalam setiap situasi.
Penggambaran akhir dari pertanggungjawaban seharusnya seimbang dan diterima oleh semua
pihak yang terlibat. Jika dilakukan secara memadai, maka hal tersebut seharusnya bersifat
superior secara motivasional dibandingkan dengan praktik-praktik umum yang menganggap
manajer bertanggung jawab atas hal-hal yang tidak dapat mereka ubah.
3. Perencanaan, Pengumpulan Data, dan Pelaporan
Struktur jaringan pertanggungjawaban merupakan sebuah dasar bagi tahapan perencanaa,
akumulasi data, dan pelaporan. Masing-masing elemen dari biaya atau pendapatan, keduanya
dalam anggaran dan dalam akumulasi dari hasil actual, harus dilacak ke segmen tempat
tanggungjawab tersebut terletak.
3.1.Anggaran Pertanggungjawaban
Dalam akuntansi pertanggungjwaban tentu diperlukan adanya anggaran biaya dan
pendapatan yang ditetapkan pada masing-masing segmen. Anggran tersebut menjadi dasar
untuk mengevaluasi kinerja dari seseorang. Karakteristik dari anggaran pertanggungjawaban
adalah manajer pusat pertanggungjawaban ditugaskan sasaran kinerja hanya pada pendapatan
dan beban yang mereka kendalikan. Kepala dari pusat pertanggungjawaban tidak mempunyai
kendali lengkap terkait beberapa elemen biaya, tetapi mereka mempunyai pengaruh signifikan
terhadap munculnya biaya, dan kemudian biaya ini diperkirakan dapat dikendalikan dan dapat
ditanggungkan kepada pusat pertanggungjawaban. Biaya yang dapat dikendalikan berbeda
dengan biaya langsung.
Proses penganggaran paling efektif dimulai dari level paling rendah yang anggarannya
disiapkan dan kemudian naik melalui rantai komando di dalam suatu piramida organisasi. Tiap
orang yang bertanggung jawab dari pusat biaya bertanggung jawab untuk menyiapkan estimasi
anggaran untuk beban yang dikendali. Pada level organisasi yang lebih tinggi, estimasi ini
diperiksa ulang, dikoordinasi, dan dimodifikasi saat dibutuhkan, sampai mereka pada akhirnya
dikombinasikan menjadi anggaran operasi keseluruhan pada level manajemen puncak.
18
Setelah persetujuan dari manajemen puncak, semua detail anggaran didasarkan pada
rencana yang disetujui (agreed-upon plans). Hal itu kemudian menjadi tanggung jawab dari
manajer untuk memasukkan bagian perencanaan ke dalam tindakan.
3.2.Pengumpulan Data
Untuk memfasilitasi perbandingan berkala dengan berbagai macam rencana anggaran,
akumulasi dari laba aktual (actual income) dan beban harus mengikuti pola jaringan
pertanggungjawaban. Hal ini membutuhkan tiga klasifikasi dimensi dari biaya dan pendapatan
selama proses akumulasi data. Biaya diklasifikasikan pertama berdasar pusat
pertanggungjawaban; kedua, biaya masing-masing pusat diklasifikasikan apakah biaya
tersebut dapat dikendalikan atau tidak; ketiga, berdasar tipe biaya, atau dengan line items (gaji,
bahan, dll.).
3.3.Pelaporan Pertanggungjawaban
Dalam akuntansi pertanggungjawaban tentunya harus menghasilkan laporan kinerja.
Laporan kinerja berisi biaya, pendapatan, laba, investasi yang dapat dikendalikan (aktual vs.
anggaran), ukuran efisiensi manajerial, dan ukuran pencapaian tujuan. Laporan kinerja ini
disusun oleh departemen akuntansi dan dibagikan mulai dari manajemen puncak dilanjutkan
kepada manajer tingkat yang lebih bawah.
Untuk meningkatkan efisiensi, sistem pelaporan pertanggungjawaban harus didasarkan
pada pelaporan piramida (pyramid reporting). Hasil bersih dari pelaporan ini adalah semakin
tinggi tingkat tanggung jawab, makin ringkas laporannya. Kontribusi utama dari akuntansi
pertanggungjawaban adalah memungkinkan manajemen untuk mengendalikan biaya,
pendapatan, laba, dan investasi serta efisiensi dan efektivitas dengan memberikan tanggung
jawab kepada orang yang mengerjakan berbagai macam tugas. Dengan
memasukkan/menggabungkan elemen manusia dalam kerangka akuntansi, akuntansi
pertanggungjawaban merupakan evolusi besar dalam akuntansi keperilakuan.
4. Asumsi Keperilakuan Akuntansi Pertanggungjawaban
Perencanaan pertanggungjawaban, akumulasi data, dan sistem pelaporannya berdasarkan
beberapa asumsi yang berhubungan dengan perilaku manusia, termasuk:
4.1.Manajemen dengan pengecualian (management by exception (MBE)) cukup untuk
mengendalikan operasi secara efektif.
Manajemen dengan pengecualian (management by exception, (MBE)) adalah manajemen
yang berdasar pada asumsi bahwa untuk mengatur dan mengendalikan secara maksimal,
manajer harus berkonsentrasi pada area yang hasil aktualnya menyimpang secara signifikan
dari anggaran atau biaya standarnya. Pendukung pendekatan ini mengklaim bahwa hasil
19
tersebut paling efektif digunakan oleh manajemen yang memiliki sedikit waktu, berkonsentrasi
pada koreksi ketidakefisienan, dan memperkuat aksi yang diinginkan. Karakteristik pelaporan
berkala dari pertanggungjawaban ideal digunakan untuk menarik perhatian manajemen
terhadap area yang menyimpang dari aturan yang telah ditentukan dan untuk mendorong aksi
remedial menjadi perilaku yang benar. Pada banyak perusahaan, hanya variasi yang tidak
diinginkan menerima respons yang lebih cepat. Pengakuan dan perhatian terhadap variasi
(penyimpangan) yang menguntungkan biasanya lebih sedikit daripada respons yang diberikan
terhadap yang merugikan. Untuk alasan ini, manajer pusai pertanggungjawaban secara periodik
menggunakan laporan kinerja sebagai alat untuk menunjukkan kesalahan. Manajer pada level
yang lebih rendah melihat laporan ini sebagai hukuman daripada sebagai informasi. Hal yang
perlu diperhatikan adalah perusahaan harus memperhatikan sistem reward yang dimiliki. Harus
bersifat adil antara hukuman dan keberhasilan yang dicapai oleh karyawan.
4.2.Manajemen dengan tujuan (management by objective (MBO)) dapat menghasilkan
anggaran, biaya standar. tujuan organisasi, dan rencana yang dapat dilaksanakan
yang disetujui bersama.
Akuntansi pertanggungjawaban memfasilitasi manajemen dengan tujuan. Manajemen
dengan tujuan (management by objective (MBO)) atau manajemen dengan kendali diri
(management by self control (MBSC)) adalah pendekatan manajemen yang didesain untuk
mengatasi berbagai macam disfungsi respons manusia yang dipicu oleh usaha untuk
mengendalikan operasi secara dominan. Manusia biasanya tidak senang adanya kendala biaya.
Manusia sering kali juga tidak senang didominasi dan diberi tahu apa yang harus dilakukan,
kapan dan bagaimana melakukannya. Mereka ingin melakukan tugas dengan cara mereka
sendiri karena mereka percaya bahwa mereka mampu mengerjakannya. Sejarah menunjukkan
bahwa banyak pencapaian besar dicapai saat individu bertindak tanpa didominasi atau tanpa
diberi tahu, mereka termotivasi dan dibimbing hanya oleh kelayakan atau kepantasan dari
tujuan dan sasarannya. Hal yang dapat dilakukan adalah memberi manajer dan bawahannya
kesempatan untuk bergabung membuat sasaran dan aktivitas untuk pusat tanggung jawab
mereka. Penetapan dan penggambaran tanggung jawab, akuntansi pertanggungjawaban
menyediakan kerangka yang ideal untuk memformulasi rencana dan sasaran secara detail.
Untuk mendapatkan motivasi yang optimal dan komunikasi dari manajemen serta
pertanggungjawaban sistem akuntansi, kondisi lingkungan tertentu harus ada, misalkan:
1) Dalam menentukan sasaran pusat-pusat pertanggungjawaban, manajemen puncak
harus menyediakan semua arahan.

20
2) Dalam perumusan tujuan dan sasaran kinerja serta rencana aksi bersama secara
terperinci, manajemen puncak dan manajer pusat pertanggungjawaban harus
memaksimalkan keselarasan antara kebutuhan dan aspirasi karir pribadi, kelompok
kerja, dan tujuan keseluruhan organisasi.
3) Motivasi diperkuat jika orang percaya bahwa pencapaian tujuan dan sasaran
perusahaan akan menstimulus kepuasan kebutuhan pribadi.
4) Bila manusia merasa bahwa tujuan dan sasaran organisasi sesuai dengan tujuan dan
sasarannya maka mereka akan menginternalisasi tujuan dan sasaran organisasi serta
keselarasan tujuan dapat tercapai.

Manajer pusat pertanggungjawaban krusial dalam proses ini. Hubungan pribadinya


dengan bawahan dan memiliki pengaruh apakah tujuan perusahaan diterima atau ditolak.
Mereka akan berhasil dengan memberi edukasi terhadap anggota yang berpengaruh dalam
kelompok kerja yang bervariasi mengenai aktivitas-aktivitas operasinya yang cocok dengan
kerangka tujuan organisasi secara keseluruhan. Saat mengevaluasi kinerja aktual, manajer
pusat pertanggungjawaban pada semua level harus menahan diri dari penggunaan laporan
untuk menunjuk siapa yang salah atau mencari kesalahan. Laporan kinerja tidak ditujukan
untuk menetapkan siapa yang salah atau menentukan hukuman. Laporan yang ada digunakan
sebagai alat untuk melihat penyimpangan dalam biaya, pendapatan, laba, atau investasi yang
dicapai dan meminta orang yang berada di posisinya untuk menjelaskan alasan mengapa hal
tersebut terjadi dan memintanya memulai tindakan koreksi untuk perbaikan. Kinerja berkala
seharusnya tidak dijadikan dasar untuk memberikan hukuman atau imbalan Imbalan dan
hukuman harusnya berdasarkan konsistensi dalam kinerja dan mutu dari aksi perbaikan yang
diambil oleh tanggung jawab perseorangan.

Akuntansi pertanggungjawaban mengasumsikan bahwa kendali organisasi diperkuat


dengan menciptakan jaringan pusat pertanggungjawaban yang sesuai dengan struktur
organisasi formal. Niat manajemen untuk mendelegasikan otoritasnya dijelaskan oleh struktur
organisasi. Sant otoritas diberikan kepada individu, mereka memandang hal itu sebagai
kekuatan untuk bertindak secara resmi sesuai dengan ruang lingkup dari otoritas tersebut dan
untuk memengaruhi perilaku dari bawahannya Bagaimanapun, otoritas tidak akan berarti bila
tidak diterima oleh semua pihak yang berhubungan dengan hal itu. Terkadang, banyak
perusahaan meniru kesalahan dalam delegasi.

21
Tanggung jawab yang ada diberikan kepada orang yang kurang memiliki kemampuan
untuk memenuhinya, justru menyebabkan frustasi dan tidak termotivasi.

4.3.Struktur pertanggungjawaban menggambarkan struktur hierarki organisasi.


Karena pusat pertanggungjawaban merupakan dasar dari semua sistem akuntansi
pertanggungjawaban, kerangkanya harus didesain dengan saksama. Struktur organisasi harus
dianalisis mengenai kelemahan dalam delegasi dan penyebaran. Bila ada tanggung jawab yang
saling tumpang tindih, kompromi harus dijadikan solusi. Pusat pertanggungjawaban menjadi
efektif untuk mengendalikan organisasi bila pokok dari struktur organisasi adalah rasional
4.4.Manajer dan bawahannya berkemauan untuk menerima tanggung jawab yang
diberikan kepadanya melalui hierarki organisasi.
Hal paling krusial dari sistem akuntansi pertanggungjawaban adalah penerimaan manajer
pusat pertanggungjawaban atas tanggung jawab dan kemauannya untuk diatur
akuntabilitasnya. Kemauan manajer untuk menerima tanggung jawab bergantung pada
bagaimana mereka merasa bahwa kebijakan dan kendali atas manusia dan sumber daya fisik
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Mereka dapat bekerja secara
maksimal bila budaya organisasi menjamin kebebasan mereka untuk melakukan kinerjanya
dengan caranya sendiri sepanjang patuh terhadap hasil yang diminta. Manajer harus merasa
bebas untuk menyampaikan sudut pandang mereka tanpa rasa takut.
4.5.Sistem akuntansi pertanggungjawaban berfokus pada kerja sama daripada
kompetisi.
Akuntansi pertanggungjawaban memperkuat kesetiaan terhadap perusahaan, harga diri
(self esteem), dan perasaan dibutuhkan dengan membiarkan orang-orang memformulasi sendiri
sasaran mereka dan membuat keputusan mereka sendiri sesuai dengan kerangka atau tanggung
jawab yang didelegasikan. Semangat kebersamaan dapat bertambah saat mereka diyakinkan
untuk mencapai suatu sasaran. Mereka merasa bahwa mereka bagian penting dari organisasi
dan kesalahan yang mereka buat dapat berpengaruh terhadap masa depan.
5. Case Study: Review Artikel Terbaru Terkait Topik
A. Identitas Artikel:
Judul Dampak Penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban Terhadap
Kinerja Manajerial Pada Perusahaan Daerah Air Minum (Pdam)
Tirtauli Pematangsiantar
Penulis 1. Ruth Tridianty Sianipar
2. Robert Tua Siregar
3. Hery Pandapotan Silitonga

22
4. Karin Putri Azura Pulungan
Tahun Publikasi 2020
Jurnal Jurnal Manajemen (Maker)
Volume, Nomor Volume 6, Nomor 1
DOI 10.37403/mjm.v6i1.155
B. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Akuntansi
Pertanggungjawaban Terhadap Kinerja Manajerial Pada Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Tirtauli Pematangsiantar.
C. Metode Penelitian
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan metode deskriptif
kuantitatif.
Objek Penelitian Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtauli di Kota
Pematangsiantar yang beralamat di Jl. Porsea No.2 Kota
Pematangsiantar, Sumatera Utara.
Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer yang dikumpilkan atas kuisioner yang telah disebar
kepada 56 (lima puluh enam) orang Manajerial di
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtauli
Pematangsiantar.
Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan uji asumsi klasik, uji regresi
linear sederhana, uji hipotesis, koefesien korelasi, dan koefesien
determinasi.

D. Ringkasan Isi Jurnal


Identitas Perusahaan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtauli Kota
Pematangsiantar merupakan salah satu unit usaha milik
daerah Kota Pematangsiantar yang bergerak dalam
distribusi air minum bagi masyarakat umum. Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) Tirtauli di Kota
Pematangsiantar yang beralamat di Jl. Porsea No.2 Kota
Pematangsiantar, Sumatera Utara.
Pembahasan Hasil penelitian mengenai pengaruh akuntansi
pertanggungjawaban terhadap kinerja manajerial. Dari
persamaan regresi di atas dapat diketahui bahwa akuntansi

23
pertanggungjawaban berpengaruh positif terhadap kinerja
manajerial dengan model persamaan regresi Kinerja
Manajerial = 20,097 + 0,440 Akuntansi
Pertanggungjawaban artinya konstanta sebesar 20,097
dengan arah hubungannya positif menunjukkan bahwa
apabila variabel akuntansi pertanggungjawaban dianggap
konstan maka kinerja manajerial sudah terbentuk sebesar
20,097, Koefisien regresi akuntansi pertanggungjawaban
terhadap kinerja manajerial adalah positif sebesar 0,440.
Apabila akuntansi pertanggungjawaban ditingkatkan
100% maka akan meningkatkan kinerja manajerial sebesar
44%.
Pengujian hipotesis dengan uji t diperoleh bahwa akuntansi
pertanggungjawaban berpengaruh signifikan terhadap
kinerja manajerial pada Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Tirtauli Pematangsiantar. Hal ini menunjukkan
bahwa jika semakin tinggi akuntansi pertanggungjawaban
maka semakin efektif kinerja manajerial.
Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtauli
Pematangsiantar belum optimal pada bukti pelaporan
untuk kegiatan yang dilakukan serta belum terdapatnya
pemisahaan biaya yang terkendali dengan yang tidak
terkendali. Karena tidak adanya pemisahan biaya tersebut
membuat jumlah biaya PDAM melebihi dari yang
dianggarkan.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah
dilakukan pada pembahasan sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa, Akuntansi pertanggungjawaban
berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial Pada
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtauli
Pematangsiantar.
Gagasan/Pendapat Pribadi Menurut kami, saran yang dapat diberikan kepada
Perusahaan Daerah Minuman (PDAM) Tirtauli

24
Pematangsiantar sebaiknya melakukan pemisahaan biaya
dan membuat akun biaya untuk biata tidak terduga
(kejadian alam), agar realisasi anggaran untuk biaya tidak
melebihi yang dianggarkan setiap tahunnya. Penerapan
akuntansi pertanggungjawaban yang baik akan mampu
menciptakan kinerja organisasi yang dilakukan oleh pusat
pertanggungjawaban, yang digunakan untuk setiap bagian
dalam organisasi yang memiliki manajer yang
mengendalikan dan bertanggung jawab atas biaya, laba,
dan investasi. Semangat kerja meningkat karena mereka
yakin bahwa mereka bekerja untuk tujuan bersama.

25
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Anik Yuesti, S. E. (2019). Akuntansi Keperilakuan. Badung: CV. Noah Aletheia.
Lubis, A. I. (2010). Akuntansi Keperilakuan Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.
Marini Purwanto, L. (2018). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DESAIN
SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN (Studi Empiris Pada Perusahaan
Berstandar Nasional Indonesia). Seminar Nasional Ilmu Terapan, 1-14.
Sianipar, Ruth Tridianty., Robert Tua Siregar, Hery Pandapotan Silitonga, Karin Putri Azura
Pulungan. (2020). Dampak Penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban Terhadap
Kinerja Manajerial Pada Perusahaan Daerah Air Minum (Pdam) Tirtauli
Pematangsiantar. Maker: Jurnal Manajeman., 6(1), DOI: 10.37403/mjm.v6i1.155

26

Anda mungkin juga menyukai