Anda di halaman 1dari 9

RESUME MATERI

PELAPORAN KEUANGAN TANPA REGULASI

Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Akuntansi


yang Diampu oleh Bapak Prof. Dr. Bambang Subroto, M.M., Ak.

DisusunOleh:

Anas Isnaeni
NIM 165020304111002

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
PELAPORAN KEUANGAN TANPA REGULASI

Terdapat dua teori yang membahas teori berorientasi pada sistem (symtems-
oriented theories, yaitu teori legitimasi dan teori stakeholder. Dalam perspektif
berorientasi pada sistem, suatu entitas diasumsikan dipengaruhi oleh dan juga
mempengaruhi masyarakat. Teori ini mempunyai fokus pada informasi dan
pengungkapan dari hubungan antara organisasi, negara, individual, dan kelompok
tertentu. Gray, Owen dan Adams (1996) menyatakan bahwa suatu organisasi dan
masyarakat yang berorientasi ke sistem akan memungkinkan kita melihat peran
informasi pada hubungan yang terjadi antara organisasi, negara, individu, dan grup.
Dengan demikian, organisasi dipandang sebagai bagian dari sistem sosial yang lebih
lebar dengan melibatkan pihak seperti investor, masyarakat, vendor, pemerintah,
media, konsumen, badan industri, karyawan, dan kelompok lain yang mempunyai
kepentingan.
Berdasarkan teori legitimasi dan stakeholder, kebijakan pengungkapan
akuntansi dipandang sebagai strategi untuk mempengaruhi hubungan organisasi
dengan pihak-pihak lain. Teori legitimasi dan stakeholder diaplikasikan untuk
menjelaskan mengapa perusahaan melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial
dalam laporan tahunannya. Teori ini juga dapat untuk menjelaskan mengapa
perusahaan memilih mengadopsi teknik akuntansi tertentu.

A. TEORI EKONOMI POLITIK


Teori legitimasi, teori stakeholder, dan teori institusional adalah teori yang
diturunkan dari teori ekonomi politik. Ekonomi politik didefinisikan sebagai
kerangka pikir yang mengaitkan masalah sosial, politik dan ekonomi. Argumen yang
menjadi dasar dari teori ini adalah masalah ekonomi tidak dapat dipisahkan tanpa
memperhatikan masalah politik, sosial, dan kerangka institusional dengan aktivitas
ekonomi yang mengambil peran (dipertimbangkan dalam hal konteks terkait). Selain
itu, asumsi yang mendasari teori ini dimulai dari laporan perusahaan dianggap tidak
netral dan bias karena produk laporan tersebut adalah hasil dari kesepakatan antara
perusahaan dan lingkungannya.
Dengan menggunakan ekonomi politik, seorang peneliti dapat memperhatikan
isu-isu (sosial) yang lebih luas yang berdampak pada perusahaan, dan informasi apa
yang harus diungkapkan. Perspektif ekonomi politik memandang pelaporan
akuntansi sebagai dokumen sosial, politik, dan ekonomi. Pelaporan akuntansi
digunakan sebagai alat untuk pembangunan, penjagaan, dan legitimasi institusi-
institusi ekonomi dan politik. Pengungkapan mempunyai kapasitas untuk
menyalurkan makna-makna sosial, politik, dan ekonomi bagi pembaca laporan yang
plural.
Teori ekonomi politik dibagi menjadi dua yaitu teori ekonomi politik klasik
dan teori ekonomi politik burjois. Teori ekonomi klasik berkaitan dengan filsafat
Karl Marx yang secara eksplisit menyatakan adanya kepentingan kelompok, konflik
struktural, ketidakadilan, dan peran negara sebagai pusat pengendali. Teori ekonomi
politik klasik memandang pelaporan akuntansi dan pengungkapan sebagai alat
penjaga posisi pihak yang berkuasa terhadap sumber daya (kapital), dan sebagai alat
untuk merongrong pihak yang tidak punya sumber daya. Fokusnya pada konflik
struktural dalam masyarakat.
Sebaliknya, teori ekonomi politik burjuois tidak memperhatikan adanya konflik
struktural dan pertentangan kelas, tetapi lebih cenderung melihat adanya interaksi
antar kelompok dalam dunia yang plural. Teori legitimasi dan teori stakeholder
secara umum diturunkan dari cabang teori yang satu ini. Teori ekonomi politik
borjuis tidak mempertanyakan atau memelajari mengenai berbagai struktur kelas
yang ada pada masyarakat.

B. TEORI LEGITIMASI
Teori legitimasi adalah teori yang paling banyak digunakan. Berdasarkan teori
legitimasi, organisasi secara berkelanjutan mencari cara agar beroperasi dalam batas
norma-norma masyarakat, artinya bahwa operasi perusahaan dipandang oleh orang
lain sebagai hal yang sah (legitimate). Norma pada kehidupan sosial tidak pernah
statis, sehingga perusahaan harus menyesuaikan dan responsif menanggapi hal
tersebut. Teori legitimasi dapat digunakan untuk membantu menjelaskan alasan suatu
entitas memilih untuk melakukan pengungkapan sukarela (voluntary disclosures)
pada beberapa hal tertentu.
Terdapat perbedaan antara legitimasi dan pengesahan (legitimation).
Pengesahan adalah proses upaya organisasi untuk dapat dipandang sebagai legitimasi
(sah). Teori legitimasi didasarkan pada ide bahwa ada kontrak sosial antara
perusahaan dengan masyarakat tempat perusahaan beroperasi. Untuk dapat
dipandang sebagai legitimasi, hal yang menjadi lebih penting bukanlah tujuan
perusahaan yang hendak dicapai, tetapi bagaimana untuk mendapat persepsi
masyarakat secara kolektif lebih baik. Dengan seperti ini, pengungkapan informasi
menjadi vital untuk mempertahankan legitimasi dari suatu perusahaan.
Terkait dengan kontrak sosial, kontrak ini menggambarkan secara implisit dan
eksplisit harapan dari masyarakat mengenai bagaimana perusahaan seharusnya
beroperasi. Beberapa persyaratan resmi akan diatur lebih lanjut dalam kontrak,
sedangkan harapan masyarakat yang tidak dapat diatur melalui persyaratan tertentu
akan diatur secara implisit. Secara tradisional pandangan mengenai pengukuran
kinerja yang optimal dinyatakan dalam keuntungan yang maksimal. Sedangkan,
harapan masyarakat mengubah organisasi agar dapat menyesuaikan dengan nilai-
nilai kemanusiaan, lingkungan, dan isu sosial lainnya.
Masyarakat sekarang mengharapkan perusahaan untuk melakukan pencegahan
kerusakan lingkungan, menjamin adanya keamanan bagi konsumen, karyawan.
Karena itu, perusahaan dengan lingkungan sosial yang jelek akan sulit meneruskan
operasinya. Teori legitimasi menekankan perusahaan untuk mempertimbangkan hak-
hak publik. Kegagalan untuk memenuhi harapan sosial (kontrak sosial) ini akan
menimbulkan sanksi dari masyarakat.
Harapan dari masyarakat terus berubah, tidak pernah statis. Menanggapi hal
tersebut, organisasi perusahaan harus menyesuaikan dan berubah. Bahkan, legitimasi
perusahaan masih dapat terancam walaupun kinerja organisasi sebenarnya tidak
terlalu jauh menyimpang dari harapan masyarakat. Sebagai contoh, saat organisasi
gagal untuk melakukan pengungkapan bahwa sudah dicapainya harapan masyarakat.
Skenario lainnya yang dapat terjadi adalah adanya informasi yang tidak diketahui
sebelumnya tentang organisasi yang diutarakan oleh media, sehingga banyak rahasia
yang terbongkar.
Terdapat tiga fase yang sering diidentifikasi oleh para peneliti terkait dengan
pengesahan (legitimation) suatu organisasi di mata masyarakat. Tahap pertama
adalah fase mendapatkan legitimasi ditandai dengan adanya kewajiban sebagai
pelaku baru dan penerimaan dari komunitas dengan melalui komunikasi yang baik.
Fase selanjutnya adalah fase mempertahankan legitimasi. Pada fase ini, diperlukan
antisipasi terhadap persepsi komunitas yang terus berubah dan perlu diperhatikan
bahwa semakin perusahaan berusaha untuk menyesuaikan dengan harapan
masyarakat, semakin penting organisasi untuk menjaga legitimasi. Fase yang terakhir
adalah memperbaiki atau mempertahankan legitimasi yang hilang. Fase ini sebagai
proses reaktif atas hal-hal yang tidak terduga dapat terjadi. Banyak penelitian yang
berupaya untuk menjelaskan teori legitimasi pada fase ini.
Cara atau alat perusahaan untuk mendapatkan legitimasi atas aktivitas yang
dilakukan menurut Dowling dan Pfeffer adalah sebagai berikut:
1. menyesuaikan output, tujuan, dan metode operasinya sesuai norma legitimasi
masyarakat
2. menggunakan alat komunikasi untuk mengubah pandangan masyarakat.
3. mengkomunikasikan maksudnya agar sesuai dengan simbol-simbol legitimasi
masyarakat.
Sesuai dengan Dowling dan Pfeffer, perusahaan dapat menggunakan laporan
tahunan perusahaan sebagai public disclosure. Misal, perusahaan menyediakan
informasi untuk menangkal berita negatif.
Salah satu fungsi akuntansi adalah untuk melegitimasi eksistensi perusahaan.
Perusahaan yang beroperasi tidak sesuai dengan norma/harapan masyarakat akan
kena penalti. Istilah lisensi beroperasi merujuk ke pengertian kontrak sosial.
Luasnya social disclosure dari tahun ke tahun bervariasi, dan variasi tsb mungkin
karena harapan masyarakat yang juga berubah. Liputan media terhadap isu tertentu
merupakan proxy hal-hal yang menjadi perhatian masyarakat. Semakin tinggi liputan
media berkorelasi dengan tingginya pengungkapan dalam laporan tahunan.
Beberapa orang berpendapat bahwa teori legitimasi sangat mirip dengan
political cost hypothesis yang ada dalam positive accounting theory. Selain ada
kemiripan, ada juga perbedaannya yaitu teori legitimasi tidak berdasarkan pada
asumsi ekonomi bahwa semua tindakan didorong oleh kepentingan pribadi
(maksimalisasi kesejahteraan) dan juga tidak menggunakan asumsi efisiensi pasar.
C. TEORI STAKEHOLDER
Teori ini mempunyai 2 cabang yaitu ethical (moral/normatif) dan cabang
managerial (positif). Banyak kesamaan antara teori legitimasi dengan teori
stakeholder, sehingga tidak harus diperlakukan sebagai dua teori yang terpisah, tetapi
dua perspektif masalah yang ditetapkan dalam kerangka sebuah politik ekonomia.
1. Teori stakeholder etikal
Teori ini menyatakan bahwa semua stakeholder mempunyai hak untuk
diperlakukan secara fair oleh perusahaan. Siapa pun stakeholder harus
diperlakukan dengan baik. Stakeholder mempunyai hak instrisik yang tidak boleh
dilanggar (seperti gaji yang wajar). Stakeholder didefinisikan sebagai grup atau
individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan
perusahaan. Terdapat dua jenis stakeholder yaitu stakeholder primer dan
sekunder. Stakeholder primer adalah pihak yang mempunyai kontribusi nyata
terhadap perusahaan, tanpa pihak ini perusahaan tidak akan bisa hidup.
Sedangkan, stakeholder sekunder adalah pihak yang tidak akan mempengaruhi
kelangsungan hidup perusahaan secara langsung. Stakeholder primer harus
diperhatikan oleh manajemen agar perusahaan bisa hidup. Namun, hal ini
ditentang oleh teori stakeholder cabang etika yang berargumentasi bahwa semua
stakeholder mempunyai hak yang sama untuk diperhatikan oleh manajemen.
Semua stakeholder mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai
bagaimana dampak perusahaan bagi mereka.
Berkaitan dengan hak informasi, pada teori ini disarankan menggunakan
perspektif model akuntabilitas. Akuntabilitas adalah kewajiban untuk
menyediakan laporan atas tindakan perusahaan sebagai wujud tanggungjawabnya.
Akuntabilitas meliputi dua kewajiban, yaitu kewajiban/tanggungjawab melakukan
tindakan tertentu dan tanggungjawab menyediakan laporan akibat tindakan
tersebut. Dengan model akuntabilitas tersebut, maka pelaporan dianggap dipicu
oleh tanggungjawab, bukan dipicu karena permintaan.
2. Teori Stakeholder Managerial
Teori ini lebih terpusat pada organisasi (organization-centered). Perusahaan harus
mengidentifikasi perhatian para stakeholder. Semakin penting stakeholder bagi
perusahaan, semakin banyak usaha yang harus dikeluarkan untuk mengelola
hubungannya dengan stakeholder ini. Informasi adalah elemen penting yang dapat
dipakai oleh perusahaan untuk mengelola (memanipulasi) stakeholder agar supaya
terus mendapatkan dukungan. Perusahaan tidak akan memperhatikan semua
kepentingan stakeholder secara sama, tetapi hanya kepada yang sangat
mempunyai kekuasaan saja. Stakeholder primer dipandang sebagai fungsi tingkat
kontrol stakeholder terhadap sumber daya perusahaan. Semakin tinggi tingkat
kontrol stakeholder terhadap sumber daya perusahaan, maka semakin tinggi
perhatian perusahaan terhadap stakeholder ini. Perusahaan yang sukses adalah
perusahaan yang dapat memuaskan permintaan berbagai stakeholder.
Manfaat dari penggunaan teori stakeholder digunakan untuk menguji
kemampuan stakeholder dalam mempengaruhi pengungkapan CSR (corporate social
responsibility). Ukuran kekuasaan stakeholder dan kebutuhan informasi yang terkait
dapat menjelaskan mengenai level dan tipe pengungkapan CSR. Sekelompok
stakeholder tertentu dapat menjadi lebih efektif daripada kelompok yang lain dalam
meminta pengungkapan CSR. Hasil ini mengindikasikan bahwa perusahaan menjadi
lebih responsif terhadap permintaan stakehoder finansial dan regulator (pemerintah)
dibanding stakeholder pemerhati lingkungan. Ini menunjukkan bahwa perusahaan
menghadapi situasi para stakeholder saling bersaing kepentingannya, maka
perusahaan akan memilih stakeholder yang paling penting. Sayangnya, teori
stakeholder manajerial tidak secara langsung memberikan resep mengenai informasi
apa yang harus diungkapkan, sehingga ini akan menimbulkan masalah siapa
stakeholder yang paling penting dan informasi apa yang dibutuhkan oleh
stakeholder.

D. TEORI INSTITUSIONAL
Teori institusional relevan bagi peneliti yang menyelidiki praktek pelaporan
perusahaan secara sukarela yang memberikan perspektif yang saling melengkapi
untuk kedua teori stakeholder dan teori legitimasi dalam pemahaman bagaimana
organisasi mengerti dan merespon perubahan sosial serta tekanan dan harapan
perusahaan.
Berikut ini dua dimensi utama dari teori institusional :
1. Isomorphism
Isomorphism mengacu pada adaptasi dari praktek institusi oleh organisasi.
Terdapat tiga perbedaan proses isomorphic yaitu :
Coercive isomorphic: organisasi hanya akan mengubah praktek institusinya
karena tekanan dari stakeholder kepada siapa organisasi tergantung.
Mimetic isomorphic: organisasi yang ingin meniru atau memperbaiki praktik-
praktik kelembagaan organisasi lain, seringkali untuk alasan keunggulan
kompetitif dalam hal legitimasi.
Normative isomorphism: menghubungkan tekanan dari kelompok norma untuk
mengadopsi praktek-praktek institusi tertentu.
2. Decoupling
Memiliki arti bahwa meskipun manajer mungkin menganggap kebutuhan
organisasinya harus dilihat untuk mengadopsi praktek institusional tertentu,
bahkan mungkin proses institusi formal bertujuan menerapkan praktek tersebut,
praktek organisasi secara kenyataan dapat sangat berbeda untuk sanksi formal dan
proses dan praktek yang dikemukakan pada masyarakat. Dengan demikian
praktek secara nyata dapat dipisahkan dari praktek institusinal.
DAFTAR PUSTAKA

Deegan, C. and Unerman, J. 2006. Financial Accounting Theory.- European edition.


McGraw-Hill Education (UK) Limited (DU).

Anda mungkin juga menyukai