Anda di halaman 1dari 6

ETIKA BISNIS DAN PROFESI

Resume BAB 35, 36, dan 37


BAB 35 Kode Etik Akuntan Publik
A. Definisi
Kode etik adalah rumusan tertulis dalam bentuk hukum positif tentang norma,
prinsip moral, dan etika yang harus dicerminkan dalam berperilaku dimasyarakat
atau kelompok sosial tertentu sesuai dengan bidangnya. Kode etik dijadikan sebagai
standar berperilaku yang harus direfleksikan dalam perbuatan. Penilaian masyarakat
terhadap dipatuhi atau tidaknya suatu kode etik dibuktikan dengan perbuatan yang
dilakukan bukan terhadap perilaku yang diperlihatkan atau bahkan rumusan yang
dihasilkan.
PENDAHULUAN (200)
Pada dasarnya akuntan publik tidak boleh secara sadar melakukan kegiatan bisnis,
menduduki jabatan (occupation) atau melakukan kegiatan yang dapat atau mungkin
mengganggu integritas, objektivitas, atau reputasi profesi yang tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip dasar etika.
a. Ancaman, kode etik akuntan publik didasari oleh ancaman (threats) yang dapat
muncul dari keadaan atau hubungan yang berkaitan dengan pemberian jasa
audit, hal tersebut dapat mengganggu upaya kepatuhan terhadap prinsip-prinsip
dasar etika. Faktor adanya ancaman diantaranya:
1) Kepentingan Pribadi
2) Telaah Pekerjaan Sendiri
3) Advokasi
4) Kefamilian
5) Intimidasi
PENUNJUKAN PROFESIONAL (210)
a. Penerimaan Klien, artinya akuntan publik harus bisa menilai apakah penerimaan
tersebut dapat menimbulkan ancaman atau tidak.
b. Penerimaan Penugasan, artinya akuntan publik harus mengevaluasi jenis
penugasan yang diberikan.
c. Perubahan Penunjukan, artinya akuntan publik akan saling menggantikan diri
dalam suatu penugasan.
BENTURAN KEPENTINGAN (220)
Benturan kepentingan dapat menimbulkan ancaman terhadap objektivitas serta
prinsip-prinsip dasar yang lain, ancaman timbul ketika:
a. Akuntan publik memberikan jasa profesional terhadap objek tertentu
(particular matter) untuk dua atau lebih klien yang kepentingan mereka
terhadap objek tersebut saling berbeda.
b. Kepentingan akuntan publik terhadap objek tertentu yang bertentangan
dengan kepentingan klien yang memberikan penugasan.
PENDAPAT KEDUA (230)
Akuntan publik harus dapat dimintai pendapat oleh atau atas nama perusahaan atau
entitas yang bukan merupakan klien untuk memberikan pendapat kedua (second
opinions) tentang penerapan akuntansi, audit, pelaporan, standar, atau prinsip lain
terhadap keadaan atau transaksi tertentu.
HONORARIUM DAN BENTUK REMUNERASI LAINNYA (240)
Honorarium (fee) yang dibebankan kepada klien harus dapat memastikan bahwa
akuntan publik dapat melaksanakan penugasan sesuai dengan standar teknis dan
profesional berdasarkan prinsip kompetensi profesiojal dan kesaksamaan. Honorarium
yang dibayarkan harus sesuai dengan jasa yang diberikan.
PEMASARAN JASA PROFESIONAL (250)
Mendapatkan (solicit) klien dengan cara memasang advertensi atau bentuk
pemasaran yang lain dapat menimbulkan ancaman yang berkaitan dengan perilaku
profesional. Akuntan publik tidak dibolehkan untuk melakukan kegiatan pemasaran
yang dapat menurunkan reputasi profesinya. Hal-hal yang tidak diperkenankan akuntan
publik diantaranya:
a. Membesar-besarkan klaim atas jasa yang diberikan, kualifikasi yang dimiliki
atau pengalaman yang diperoleh.
b. Membuat referensi yang meremehkan atau melakukan perbandingan yang
tidak disertai bukti dengan pekerjaan orang lain.
HADIAH DAN KERAMAH-TAMAHAN LAINNYA (260)
Hadiah atau keramahtamahan yang ditawarkan oleh klien kepada akuntan publik
atau anggota keluarga dekatnya dapat menumbulkan ancaman, misalnya intimidasi
terhadap prinsip dasar objektivitas, jika penawaran tersebut diumumkan kepada publik.
PENYIMPANAN ASET MILIK KLIEN (270)
Akuntan publik dalam kaitannya dengan kepercayaan penguasaan aset klien, harus
melakukan beberapa hal diantaranya:
a. Memisahkan aset klien dengan aset individu akuntan publik atau kantor.
b. Menggunakan aset yang bersangkutan hanya untuk tujuan yang ditentukan.
c. Mempertanggungjawabkan aset yang dititipkan, termasuk pendapatan, dividen,
atau keuntungan yang dihasilkan, hanya kepada orang yang diberi hak akses
terhadap catatan akuntansi setiap diminta.
d. Mematuhi peraturan perundang-undangan yang relevan dengan penguasaan
atau catatan akuntansi aset yang bersangkutan.
OBJEKTIVITAS (280)
Setiap akuntan publik harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Objektivitas yang dimaksud
adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip
obyektivitas mengharuskan auditor bersikap adil, tidak memihak, jujur secara
intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau
dibawah pengaruh pihak lain. Akan tetapi, setiap akuntan publik tidak diperbolehkan
memberikan jasa non-assurance kepada kliennya sendiri karena dapat menimbulkan
tindakan yang dapat melanggar peraturan atau kecurangan.
INDEPENDENSI DALAM PENUGASAN AUDIT DAN REVIEW (290)
a. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual menggunakan ancaman sebagai basis untuk menilai
apakah suatu situasi atau hubungan akan berpotensi melanggar kode etik.
Ancaman adalah risiko yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi akuntan
profesional. Kerangka konseptual memberikan pedoman untuk
mengidentifikasi dan mengevaluasi ancaman serta menerapkan upaya
pencegahan. Oleh karena itu, akuntan profesional harus menggunakan
pertimbangan profesionalnya.
b. Paragraf Tidak Dibahas
Paragraf (290.13) sampai (290.24) membahas mengenai masalah independensi
dalam kantor akuntan publik yang termasuk dalam jaringan kantor akuntan
publik. Jika sebuah kantor akuntan publik merupakan bagian dari jaringan
kantor akuntan publik, maka kantor akuntan publik tersebut juga harus
independen terhadap klien audit dari kantor lain yang termasuk dalam jaringan,
kecuali dinyatakan lain dalam kode etik.
APLIKASI KERANGKA KONSEPTUAL
a. Hubungan Keuangan
b. Hubungan Bisnis
c. Hubungan Kefamilian
d. Hubungan Kerja
e. Jasa Non-asuransi

B. Pentingnya Kode Etik bagi Profesi Akuntan Publik

1) Kode etik perlu ditetapkan bersama, tanpa kode etik maka setiap individu dalam
satu komunitas akan memiliki sikap yang berbeda-beda. Hal ini tidak baik dalam
berinteraksi dengan masyarakat atau organisasi lainnya.
2) Kepercayaan masyarakat dan pemerintah atas hasil kerja auditor ditentukan oleh
keahlian, indepedensi serta integritas moral/ kejujuran para auditor dalam
menjalankan pekerjaannya.
3) Kode etik dibuat sebagai pedomani dalam melaksanakan tugas. Oleh karena itu
kode etik bagi profesi angkutan publik sangat penting sebagai prinsip moral atau
aturan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan klien dan
masyarakat.
BAB 36 Tanggung Jawab Hukum
A. Laporan Keuangan dan Hukum
1) Pengguna
2) Penyusun
3) Penanggung Jawab
4) Pemberi Asuransi
5) Kode Etik Dan Standar Performa
6) Ketentuan Hukum

B. Penanggung Jawab Laporan Keuangan


1) Perdata
Pasal 69 Ayat (4) UUPT menyatakan bahwa direksi dan dewan komisaris
bertanggung jawab terhadap kebenaran laporan keuangan.
2) Pidana
Pengertian tentang “tidak benar” atau “menyesatkan” dapat ditemui dalam
undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM).

C. Penyusun Laporan Keuangan


Tanggung Jawab Hukum atas “Ketidak-benaran” dan “Penyesatan” Laporan
Keuangan, Pada dasarnya ada pada Direksi/ Dewan Komisaris.

D. Pemberi Asuransi Laporan Keuangan


Tanggung jawab Hukum untuk profesi Akuntan biasanya dikaitkan dengan akuntan
publik dalam fungsinya sebagai pemberi asuransi terhadap laporan keuangan yang
disampaikan kepada publik oleh direksi perusahaan.

1) Jenis Tuntutan Hukum


Arens dkk. (2012; 102-103) menjelaskan tentang sumber-sumber tuntutan
terhadap akuntan publik di Amerika Serikat. Sumber dan tuntutan dapat
diikhtisarkan sebagai berikut:
a) Klien
b) Pihak Ketiga
c) Tuntutan Perdata
d) Tuntutan Pidana

2) Kewajiban Dan Larangan


Di Indonesia pemberian jasa oleh akuntan publik diatur dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik (UUAP).
3) Sanksi Administratif
Bab XXI dari UUAP berisi tentang sanksi Administratif, sedangkan Bab XIII
menguraikan tentang ketentuan Pidana.
4) Sanksi Pidana
Ketentuan Pidana dikenakan terhadap tindakan pasal (55) berikut:
a) Melakukan manipulasi atau memalsukan data yang berkaitan dengan
jasa yang diberikan.

b) Dengan sengaja melakukan manipulasi, memalsukan, atau


menghilangkan data atau catatan pada kertas kerja atau tidak
membuat kertas kerja yang berkaitan dengan jasa audit laporan
keuangan historis sehingga tidak dapat digunakan dalam rangka
pemeriksaan oleh pihak yang berwenang.

5) Sanksi Perdata
Pasal 26 UUAP menyatakan bahwa akuntan publik bertanggung jawab, secara
perdata, atas jasa yang diberikan.
6) Kultur Litigasi
Tuana Kotta (2015;73) menjelaskan tentang budaya Litigasi (Litigation
Culture) dengan menggunakan contoh tiga negara (Amerika Serikat, Jepang,
dan Inggris), Pakar dari Amerika serikat tuntut menuntut merupakan budaya
dimasyarakatnya.
BAB 37 Penetapan Standar
A. Lembaga Penyusun Standar
Lembaga yang diberi wewenang untuk menyusun dan menetapkan standar harus
dikuatkan oleh pemerintah melalui undang-undang atau peraturan. Pemilihan
lembaga harus didasarkan pada konsep integritas, kapabilitas, dan akseptabilitas.

B. Perbedaan Ekspektasi Audit


1) Ekspektasi Publik
Dalam Ebimobowei (2010: 1320) mengembangkan model yang menganalisis
komponen perbedaan ekspektasi menjadi tiga hal berikut:
 Ekspektasi yang tidak rasional.
 Pelaksannaan pekerjaan yang tidak memadai.
 Standar yang tidak memadai.
Ekspektasi publik mengenai laporan keuangan , pada tingkat umum,
berkaitan dengan keakuratan (accuracy) dan manfaat (benefit) laporan
tersebut. Dalam hal ini pengguna laporan keuangan mengharapkann bahwa
laporan keuangan mencantumkan angka-angka yang pasti benar (true).
Sementara sisi penyusun menggunakan konsep penyajian yang wajar (fair
presentation).

2) Kelemahan Pelaksanaan
Kelemahan pelaksanaan berasal dari akuntan publik itu sendiri, baik secara
individu maupun kantor. Kelemahan pelaksanaan yang bersifat masif, dapat
menurunkan kepercayaan publik terhadap profesi yang bersangkutan. Faktor
utama terjadinya kelemahan pelaksanaan umumnya adalah lunturnya
batasan antara akuntan publik sebagai kegiatan usaha (bisnis) dan akuntan
publik sebagai profesi.

3) Kelemahan Standar
Kelemahan standar terjadi karena kurangnya penggunaan prinsip sebagai
basis penyusunan standar, penekanan yang kurang terhadap informasi masa
depan,atau terhadap risiko dan penekanan yang kurang terhadap jenis aset
tertentu.

C. Penetapan Standar di Indonesia


Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) diberi wewenang oleh pemerintah untuk
menyusun dan menetapkan kode etik profesi dan standar profesi yang dalam hal
ini adalah standar akuntansi keuangan, sedangkan Institut Akuntan Publik
Indonesia (IAPI) diberi wewenang untuk menetapkan Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP).

Anda mungkin juga menyukai