Pendahuluan
Perusahaan-perusahaan penerbangan, perkapalan, industri besar dan lain sebagainya pada umumnya melakukan investasi dalam
jumlah yang sangat besar dalam aset tetap. Jumlah aset tetap relatif total aset perusahaan-perusahaan ini biasanya berkisar antara
50% sampai 75%. Namun karena berbagai alasan, banyak perusahaan yang memilih untuk membayar perusahaan lain pada saat ini
untuk melakukan produksi atau proses perakitan yang sebelumnya dilakukan di lokasi perusahaan sendiri. Oleh karenanya
perusahaan seperti ini mulai mengurangi jumlah aset tetapnya dengan memanfaatkan jasa per-gudanga-an ( warehouse) termasuk
distribusi yang ditawarkan perusahaan lain. Dengan strategi seperti ini, suatu perusahaan dapat mengurangi aktivitas produksi secara
langsung termasuk biaya. Namun hal ini memicu banyak perusahaan untuk me- menage secara lebih baik investasi mereka dalam aset
tetap yang dimilikinya.
Definisi
Menurut PSAK 16, aset tetap adalah:
“aset berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam produksi atau penyediaan barang dan jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain
atau tujuan administratif dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari suatu periode”
Berdasarkan definisi ini, suatu aset berwujud memiliki ciri digunakan dalam operasi usaha dan tidak untuk dijual kembali, bersifat
jangka panjang dan biasanya dapat disusutkan, serta memiliki wujud fisik. Sebagai catatan, tidak adanya suatu standar khusus
mengenai rentang waktu atau umur penggunaan suatu aset untuk diklasifikasikan sebagai aset tetap. PSAK ini tidak berlaku untuk
properti investasi (PSAK 13) dan hak penambangan maupun reservasi tambang. Namun, termasuk dalam definisi ini adalah tanaman
produktif (bearer plants). Tanaman produktif adalah tanaman hidup yang digunakan dalam produksi atau penyediaan produk agrikultur,
diharapkan untuk menghasilkan produk untuk jangka waktu lebih dari suatu periode dan memiliki kemungkinan yang sangat jarang
untuk dijual sebagai produk agrikultur, kecuali untuk penjualan sisa yang insidental (incidental scrap).
Adapun karakteristik aset tetap adalah:
1. Memiliki wujud fisik, oleh karenanya merupakan aset berwujud
Hal ini ditunjukan melalui keberadaan maupun substansinya secara fisik. Hal inilah yang membedakan aset tetap dari aset
tidak berwujud, seperti goodwill, paten, franchise dan lain sebagainya.
2. Digunakan dalam kegiatan operasional perusahaan, dan tidak dimaksudkan untuk dijual
Hanya aset yang digunakan dalam mendukung kegiatan operasional yang diklasifikasikan sebagai aset tetap. Sebagai
contoh; bangunan kosong lebih tepat untuk diklasifikasikan sebagai investasi, tanah milik perusahaan developer, lebih tepat
diklasifikasikan sebagai persediaan.
3. Berumur panjang dan akan disusutkan / didepresiasi
Semua aset tetap memberikan manfaat ekonomis lebih dari satu tahun, oleh karenanya perusahaan harus mengalokasikan
cost aset tetap di masa mendatang melalui pengakuan beban depresiasi / penyusutan secara periodik. Hal ini tidak berlaku
untuk tanah yang hanya didepresiasi jika terjadi penurunan nilai yang material; misalnya karena penurunan kesuburan tanah
pertanian, erosi dan penyebab lainnya.
Aset tetap dalam laporan keuangan disajika secara terpisah dari aset operasi non lancar lainnya, seperti aset tidak berwujud maupun
investasi jangka panjang.
Namun ketika adanya biaya-biaya tidak langsung (overhead) dapat diatribusi ke proses pembangunan / mengkonstruksi sendiri aset
tetap, maka memperhitungkan biaya-biaya ini sebagai bagian dari cost aset akan menyisahkan masalah tersendiri. Biaya-biaya tidak
langsung ini umumnya mencakup; beban tenaga listrik, pemanas, penerangan,asuransi, pajak bangunan, tenaga pengawas proyek,
depresiasi aset tetap dan suplies (perlengkapan) dan lain-lain. Perusahaan dapat menggunakan satu dari dua cara berikut dalam
mengalokasi biaya-biaya tak langsung ke cost dari aset tetap yang dibangun sendiri:
1. Tidak memperhitungkan biaya-biaya overhead tetap sebagai bagian cost dari aset
Argumentasi dari perlakuan ini adalah bahwa beban overhead tidak langsung secara umum bersifat tetap; tidak meningkat
karena ada aktivitas membangun sendiri suatu aset tetap. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa perusahaan akan tetap
memiliki beban yang sama ketika membangun sendiri suatu aset atau tidak. Oleh karena itu, pembebanan sebagaian dari
beban overhead ke aset tetap yang dibangun sendiri akan mengurangi beban tahun berjalan, sehingga labapun akan menjadi
terlalu besar besar (overstated). Meskipun demikin, perusahaan akan memperhitungkan beban overhead variable ke aset
yang dibangun sendiri yang jumlahnya meningkat akibat aktivitas pembangunan/konstruksi.
Perusahaan seharusnya mengalokasikan beban overhead secara pro rata ke cost dari aset tetap yang dibangun sendiri. Pendekatan
ini banyak diterapkan karena akan lebih mencerminkan penandingan yang lebih baik antara pendapatan dan beban selama suatu
periode. Namun jika alokasi beban overhead tersebut pada periode terjadinya menyebabkan biaya konstruksi melebihi perhitungan
biaya konstruksi oleh pihak eksternal, maka kelebihan tersebut sebaiknya dilaporkan sebagai kerugian periode tersebut atau tidak
dikapitalisasi sebagai bagian cost aset tetap.
SAK mengisyaratkan digunakannya pendekatan yang ke-tiga, dengan argumentasi bahwa selama proses konstruksi, aset yang
dikonstruksi tidak mengahasilkan pendapatan; oleh karena itu beban bunga harus ditangguhkan pengakuannya atau dikapitalisasi.
Sekali konstruksi aset selesai dan siap digunakan, maka pendapatan dari penggunaan aset mulai diterima perusahaan. Sejak saat
inilah, bunga mulai diakui sebagai beban untuk ditandingkan dengan pendapatan.
Untuk mengimplementasikan pendekatan ini, maka ada tiga hal yang harus dipertimbangkan:
a. Aset kualifikasian (qualifying asset)
Yaitu aset yang membutuhkan waktu yang cukup lama agar siap untuk digunakan sesuai dengan intensinya atau dijual.
Perusahaan mulai mengkapitalisasi beban bunga sejak pertama kali terjadinya pengeluaran konstruksi sampai dengan
konstruksi secara substansial siap untuk digunakan.
Untuk menerapkan konsep beban bunga yang dapat dihindari, perusahaan harus menentukan potensi jumlah bunga yang
dapat dikapitalisasi selama satu periode akuntansi, dengan mengalikan tingkat suku bunga dengan rata-rata tertimbang dari
akumulasi pengeluaran (weighted average accumulated expenditures) untuk aset kualifikasian selama periode yang
bersangutan.
Contoh:
Proyek konstruksi jembatan akan dikerjakan selama 17 bulan, dimana pembayaran dalam periode berjalan kepada kontraktor adalah
240.000 pada 1 Maret, 480.000 pada 1 Juli, dan 360.000 pada 1 November. Perusahaan menghitung akumulasi pengeluaran rata-rata
tertimbang untuk tahun yang berakhir 31 Desember adalah sebagai berikut:
Untuk pengeluaran 1 Maret, perusahaan menghubungkan beban bunga dihitung selama 10 bulan untuk pengeluaran tersebut; untuk
pengeluaran 1 Juli masa beban bunga adalah 6 bulan, sementara pengeluaran 1 Nov masa perhitungan beban bunga adalah 2 bulan.
2. Untuk bagian dari rata-rata tertimbang akumulasi pengeluaran yang lebih besar dari jumlah utang yang secara khusus
digunakan untuk membiayai konstruksi; maka yang digunakan adalah rata-rata tertimbang tingkat suku bunga dari semua
pinjaman atau utang perusahaan yang ada.
Ilustrasi berikut memperlihatkan perhitungan rata-rata tertimbang tingkat suku bunga perusahaan yang lebih besar dari jumlah yang
secara khusus digunakan untuk membiayai konstruksi aset:
Nominal Bunga
Utang wesel, 12%, 2 tahun 600,000 72,000
Utang obligasi, 9%, 10 tahun 2,000,000 180,000
Utang obligasi, 7,5%,20 tahun 5,000,000 375,000
7,600,000 627,000
Contoh komprehensif:
PT Semen Komodo (SK) pada 1 Nov 2019 melakukan kontrak dengan PT Flomamora Construction (FC) untuk membangun sebuah
bangunan senilai 2.600.000 di atas sebidang tanah senilai 300.000 (dibeli dari FC dan dimasukan dalam pembayaran tahap 1).
Pembayaran oleh PT SK kepada PT FC selama 2020 adalah:
1-Jan 1-Mar 1-May 31-Dec Total
680,000 750,000 900,000 570,000 2,900,000
PT Flobamora Construction menyelesaikan pekerjaan gedung ini dan siap digunakan pada 31 Desember 2020. PT Semen Kupang
memiliki data utang berikut pada 31 Desember 2020:
Utang khusus untuk membiayai konstruksi:
1. Wesel, 15%, 3 tahun diterbitkan 31 Desember 2019, bunga terhutang tahunan
Setiap 31 Desember. 1.500.000
Utang lain-lain:
2. Wesel, 10%, 5 tahun, terbit 31 Desember 2016, bunga terhutang tahunan setiap
31 Desember. 800.000
3. Obligasi, 12%, 10 tahun diterbitkan 31 Desember 2015, bunga terhutang tahunan
Setiap 31 Desember. 1.200.000
Perhatikan bahwa untuk pengeluaran yang dilakukan 31 Desember 2020, tidak memiliki beban bunga.
Sementara tingkat suku bunga yang dapat dihindari oleh PT Semen Komodo adalah:
Dengan demikian beban bunga yang dikapitalisasi adalah sebesar 270.360 dari beban aktual sebesar 449.000, dengan demikian yang
diakui sebagai beban bunga tahun 2020 adalah sebesar 178.640. Oleh karena itu jurnal yang dibuat sepanjang tahun 2020 adalah:
1 Jan Tanah 300.000
Bangunan (konstruksi dalam penyelesaian) 380.000
Kas 680.000
menghadapi ketidajelasan mengenai nilai pasarnya. Sebagai misal dalam hal dua atau lebih aset tetap yang dibeli secara bersamaan
dengan satu harga beli, bagaimana menentukan cost dari masing-masing aset tersebut?
Terdapat dua sudut pandang terhadap siatuasi ini. Pendekatan pertama berpendapatan bahwa apakah diskon tersebut diambil atau
tidak, pengurangan terhadap cost harus dilakukan. Argumentasi dari pendekatan ini bahwa cost yang sesungguhnya dari aset ini
adalah kas atau nilai setara kas dari aset. Sementara yang lain berpendapat bahwa diskon tunai merupakan suatu yang menarik
dimana kegagalan dalam memanfaatkan diskon mengindikasikan terjadinya kekeliruan atau in-efisiensi manajemen.
Pendekatan lainnya berpendapat bahwa kegagalan mengambil diskon seharusnya tidak selalu dipertimbangkan sebagai kerugian.
Lebih tepat disebut tidak menguntungkan (unfavourable) atau tidak bijaksana untuk memanfaatkan diskon. Dalam praktik, pendekatan
pertama lebih banyak diterapkan.
Akuisisi aset tetap melalui kontrak pembayaran yang ditangguhkan – deferred payment contract
Banyak perusahaan yang membeli aset tetap melalui kontrak kredit jangka panjang melalui wesel, obligasi, utang hipotek dan lain-lain.
Untuk merefleksikan cost yng tepat, maka cost aset dinyatakan sebesar nilai sekarang dari pembayaran-pembayaran (arus kas keluar)
di masa mendatang sehubungan dengan utang-utang tadi. Sebagai misal perusahaan menerbitkan wesel bayar 200.000, tanpa bunga,
4 tahun untuk membeli sebuah mesin. Apakah cost mesin dicatat sebesar 200.000? jawaban tidak. Jika diasumsikan tingkat suku
bunga yang akan mendiskontokan pembayaran tunggal 200.000 pada tahun ke 4 terhitung dari sekarang adalah 10%, maka cost
mesin adalah:
PV = 200.000 x (PVF4,10%)
200.000 x 0.68301
136.602
Dalam transaksi ini, kedua belah pihak dapat juga menggunakan tingkat suku bunga pasar dari sekuritas surat utang yang sejenis.
Contoh:
PT Bintang Ruteng mengakuisisi mesin pabrik dengan menerbitkan wesel senilai 300.000, 6 tahun, tanpa bunga. PT Bintang Ruteng
akan melakukan pembayaran angsuran selama 6 tahun sebesar 50.000 pada setiap akhir tahunnya. Asumsi tingkat suku bunga pasar
untuk sekuritas sejenis adalah 10%. Bagaimanakah jurnal yang dibuat PT Bintang Ruteng pada saat akuisisi dan setiap kali
dilakukannya pembayaran cicilan setiap tahunnya?
= 50.000 x 4,35526
= 217.763
Contoh:
CV Sinar Cancar membeli beberapa aset dari CV Wae Garit yang akan dilikuidasi seharga 156.000. Berikut data nilai buku aset-aset
tersebut dalam pembukuan CV Wae Garit serta harga pasar yang diketahu saat pembelian tersebut dilakukan:
Nilai Buku Nilai Pasar
Persediaan 38.000 32.000
Tanah 110.000 125.000
Peralatan kantor 27.500 25.000
175.500 182.000
CV Sinar Cancar akan mengalokasi harga beli 175.000 ke masing-masing aset seperti berikut ini:
Persediaan 32.000/182.000 x 156.000 = 27.428,57
Tanah 125.000/182.000 x 156.000 = 107.142,86
Peralatan kantor 25.000/182.000 x 156.000 = 21.428,57
= 156.000
Dengan demikian jurnal pada tanggal akuisisi adalah:
Pesediaan 27.428,57
Tanah 107.142,86
Peralatan 21.428,57
Kas 156.000
Akuisisi aset tetap dengan menerbitkan saham biasa, baik nilai pari (nominal) atau nilai yang ditetapkan atas saham tidak mengukur
secara tepat cost dari aset tersebut. Namun ketika saham perusahaan penerbit aktif diperdagangkan di bursa (BEI), maka nilai pasar
saham yang diterbitkan merupakan indikasi yang tepat mengenai cost aset yang diakuisisi. Dalam hal ini, saham merupakan ukuran
yang terbaik mengenai harga setara (ekuivalen) kas saat itu.
Contoh:
PT Poco Ranaka Tbk membeli sebidang tanah untuk perluasan lahan perumahan yang akan dibangun kondominium dan sejumlah
rukan dan rumah tinggal. Akusisi dilakukan dengan menerbit 10.000 lembar saham (pari 1.000) yang nilai pasarnya 1.280/lembar pada
saat akuisisi saham. Transaksi ini dijurnal PT Poco Ranaka sebagai berikut:
Tanah (10.000 x 1.280) 12.800.000
Saham biasa 10.000.000
Agio saham / tambahan modal disetor 2.800.000
Jika harga saham bagi perusahaan pengakusisi aset tidak diketahui (bukan PT Tbk), maka harga pasar tanah yang dipakai untuk
menetapkan cost dari tanah. Dengan demikian, perusahaan akan menggunakan nilai tanah sebagai dasar untuk menerbitkan saham.
Akuntansi pertukaran antara aset non moneter yang satu dengan aset moneter lainnya masih menyisakan kontoversi. Ada yang
berpendapat bahwa (1) transaksi pertukaran ini harus didasarkan pada nilai pasar wajar dari aset yang diserahkan atau nilai pasar
wajar aset yang diterima, oleh karenanya keuntungan atau kerugian diakui; (2) Sementara yang lain berpendapat bahwa pertukaran ini
harus didasarkan pada nilai tercatat (nilai buku) dari aset yang serahkan, sehingga tidak ada pengakuan keuntungan atau kerugian; (3)
Sedangkan ada juga yang memilih untuk mengakui kerugian dalam segala hal, tetapi menangguhkan pengakuan keuntungan dalam
suatu situasi tertentu.
Meskipun demikian, biasanya banyak perusahaan yang mencatat pertukaran aset non moneter atas dasar nilai pasar wajar dari aset
yang diserahkan atau nilai pasar wajar dari aset yang diterima, tergantung mana di antara keduanya yang lebih dapat memberikan
bukti yang jelas. Dengan demikian, keuntungan dan kerugian dalam transaksi ini segera diakui. Argumentasi dari pendekatan ini
adalah bahwa ketika transaksi memiliki substansi komersil, maka keuntungan dan kerugian harus segera diakui.
Pengertian substansi komersil
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa nilai wajar dipakai sebagai basis pengukuran jika transaksi memenuhi substansi komersil.
Suatu transaksi pertukaran dikatakan memiliki substansi komersil jika; ”Terjadinya perubahan arus kas yang akan diterima masing-
masing pihak yang bertransaksi sebagai akibat transaksi pertukaran aset”. Jadi ketika posisi ekonomi para pihak yang bertranskasi
berubah, maka hal ini mengindikasikan bahwa transaksi memiliki substansi komersil.
Sebagai contoh CV Wae Mokel menukar beberapa peralatan berat yang masih dapat beroperasi dengan baik yang dimilikinya, dengan
sebidang tanah milik CV Golo Lada. Diketahui sebagai akibat dari transaksi ini, waktu maupun arus kas yang akan diperoleh dari tanah
jelas tidak sama dengan waktu maupun arus kas yang akan diterima dari peralatan berat. Jadi posisi ekonomi CV Wae Mokel dan CV
Golo Lada setelah transaksi ini jelas akan berubah, sehingga transaksi ini dikatakan memiliki substansi komersil. Oleh karena itu,
kedua perusahaan harus segera mengakui keuntungan atau kerugian yang timbul dari transaksi ini.
Dalam kasus lain, ketika terjadi pertukaran antara aset sejenis; katakan truk A ditukar dengan truk B yang serupa, namun keduanya
memiliki estimasi sisa umur ekonomis yang berbeda masing-masing 8 tahun dan 5 tahun; maka transaksi ini memenuhi kriteria
substansi komersil. Alasannya bahwa arus kas dari masing-masing truk secara signifikan berbeda. Oleh karena itu, perusahaan harus
menggunakan nilai wajar untuk mengukur cost aset yang diterima dalam transaksi tersebut.
Pada kasus lain bisa saja pertukaran aset yang sejenis tidak menyebabkan berubahnya posisi ekonomi kedua belah pihak yang
bertransaksi. Oleh karenanya posisi arus kas masing-masing pihak juga tidak mengalami perubahan yang signifikan; maka kerugian
dari pertukaran segera diakui sementara keuntungan ditangguhkan.
Contoh:
CV Lalong Kador (LK) melakukan pertukaran peralatan kantor (CPU, layar monitor dan printer) yang telah digunakan
perusahaan dengan peralatan kantor serupa yang baru dengan Toko Kina Computer (KC). Pertukaran memiliki substansi
komersil. Peralatan kantor CV LK memiliki nilai buku 28.000 (cost 40.000, akumulasi deresiasi 12.000), yang nilai pasarnya
16.000. Peralatan kantor serupa memiliki nilai pasar 45.000 dan Toko KC menetapkan nilai untuk peralatan kantor lama milik
PT LK seberar 25.000.
Ilustrasi:
Fotocopy Flores Indah melakukan pertukaran 8 mesin fotocopy yang telah digunakan yang keseluruhan nilai buku mesin-
mesin ini adalah 32.000 (cost 56.000, akumulasi depresiasi 24.000). Dari informasi pasar mesin fotocopy lama yang
dimilikinya memiliki nilai pasar 34.000. Selain mesin fotocopy lama, Fotocopy Flores Indah juga akan membahkan 20.000
uang tunai untuk mendapatkan mesin fotocopy baru.
Fotocopy Flores Indah akan mencatat transaksi pertukaran ini sebagai berikut:
Mesin fotocopy (baru) 54.000
Akumulasi depresiasi-focopy (lama) 24.000
Mesin fotocopy (lama) 56.000
Kas 20.000
Keuntungan pertukaran mesin fotocopy 2.000
Keuntungan pertukaran mesin fotocopy ini dapat dihitung berdasarkan selisih antara harga pasar wajar mesin fotocopy
lama (34.000) dengan nilai bukunya (32.000). Dalam kasus ini, posisi ekonomi Fotocopy Flores Indah mengalami
perubahan, oleh karena itu transaksi ini memiliki substansi komersil. Keuntungan harus segera diakui.
b. Tidak memiliki substansi komersil – tidak melibatkan penerimaan kas sebagian
Sekarang kita mengasumsikan bahwa transaksi pertukaran aset Fotocopy Flores Indah tidak memiliki substansi komersil.
Posisi ekonomi perusahaan ini tidak berubah secara signifikan. Dalam hal ini, Fotocopy Flores Indah harus
menangguhkan pengakuan keuntungan (2.000) dan mengurangi cost mesin fotocopy baru. Ilustrasi berikut
menggambarkan dua perhitungan yang berbeda yang dapat digunakan.
Nilai wajar mesin FC baru 54.000 Nilai buku mesin FC lama 32.000
Kurangi: keuntungan yang ditangguhkan 2.000 Ditambah: Pembayaran kas 20.000
Cost mesin FC baru 52.000 Cost mesin FC baru 52.000
Kas 20.000
Dalam hal ini perusahaan baru mengakui keuntungan jika mesin fotocopy baru dijual, bukan pada saat terjadinya
pertukaran aset.
Contoh:
PT Satar Mese melakukan pertukaran mesin yang telah digunakannya, nilai buku 65.000 (cost 100.000, akumulasi
depresiasi 35.000) dan nilai pasarnya 85.000. Dalam pertukaran tersebut perusahaan menerima mesin baru dengan nilai
pasar 80.000 ditambah kas sebesar 5.000.
Secara umum dikatakan bahwa ketika transaksi tidak memiliki substansi komersil, maka perusahaan harus
menangguhkan pengakuan keuntungan. Namun karena PT Satar Mese menerima kas sebesar 5.000, maka sebagian
keuntungan diakui. Bagian keuntungan yang diakui oleh perusahaan adalah rasio antara aset moneter yang diterima
(kas) dengan semua bentuk penerimaan dalam pertukaran (mesin baru dan kas).
Perhitungannya:
5,000
x 20,000 = 1,176
80,000 + 5,000
Karena PT Satar mese hanya mengakui keuntungan sebesar 1.176, maka 18.824 harus ditangguhkan pengakuannya
dan akan mengurangi cost mesin baru. Ilustrasinya dapat dilihat berikut:
Nilai wajar mesin baru 80,000 Nilai buku mesin lama 65,000
dikurangi: keuntungan yang ditangguhkan 18,824 Bagian nilai buku yang dianggap dijual 3,824
Cost mesin baru 61,176 Cost dari mesin baru 61,176
5,000
x 65,000 = 3.824
85,000
Perusahaan terkadang menerima dan memberi (seperti; donasi, hadiah, dll) aset tetapdari atau kepada pihak lain. Transfer aset yang
terjadi dalam hal ini bersifat satu arah. Jika aset tetap diterima melalui donasi pihak lain, mengacu pada prinsip cost maka nilainya
adalah nol. Namun ini mengabaikan realita ekonomi bahwa bagi perusahaan terdapat peningkatan kesejahteraan dan aset. Oleh
karena itu, perusahaan harus menggunaka “nilai pasar wajar” aset untuk menetapkan nilai aset tersebut dalam pembukuan. Apa yang
akan menjadi akun lawannya (di-kredit) dalam mencatat transkasi ini?
Sebagian berpendapat bahwa yang di-kredit adalah “modal donasi (donated capital)”, yaitu sebagai salah satu akun tambahan modal
disetor dalam neraca, bukan sebagai pendapatan yang diterima. Sementara pihak lain beranggapan bahwa aset donasi harus dicatat
sebagai pendapatan donasi, karena modal kontribusi hanya timbul dari transaksi pemilik ( share/stock holders) kepada perusahaan.
Namun jika dicatat sebagai pendapatan pertanyaannya; apakah semuanya langsung diakui sebagai pendapatan atau selama periode
aset tersebut digunakan.
Contoh:
PT Cahaya Malaka memperoleh sebidang tanah yang cukup luas dari Pemda Malaka sebagai daya tarik yang diberi Pemda bagi
investor untuk berinvestasi di Kabupaten Malaka. PT Cahaya Malaka harus mengeluarkan biaya tambahan seperti transportasi dan
operasional lainnya di masa mendatang mengingat lokasi tersebut cukup jauh dari pelabuhan pengangkutan peti kemas. Sebagai
akibatnya, ada yang berpendapat bahwa perusahaan harus menangguhkan pengakuan pendapatan dan mengakui beban-beban
tambahan pada saat terjadinya.
Namun, badan pembentuk standar (FASB) berpendapat bahwa secara umum perusahaan harus mengakui kontribusi yang diterima
sebagai pendapatan pada periode aset tersebut diterima, dan dicatat sebesar nilai pasar wajar aset tersebut. Jika diketahui tanah
tersebut nilai pasar wajarnya 200.000, maka jurnal pada tanggal diterima tanah tersebut oleh PT Cahaya Malaka adalah:
Tanah 200.000
Pendapatan kontribusi 200.000
Sebaliknya, jika perusahaan yang mengkontribusi suatu aset kepada pihak lain maka perusahaan harus mencatat jumlah donasi
tersebut sebagai beban sebesar nilai pasar wajar aset. Selisih antara nilai pasar wajar aset dengan nilai bukunya diakui sebagai
keuntungan atau kerugian. Katakan sebuah perusahaan mendonasikan sebuah gedung miliknya dengan cost 130.000, akumulasi
depresiasi 70.000 kepada pihak lain yang nilai pasarnya pada saat dinasi adalah 55.000. Maka transaksi ini dicatat perusahaan:
Setelah aset dimiliki dan siap untuk digunakan, terdapat banyak jenis pengeluaran yang harus dikeluarkan perusahaan terkait dengan
aset yang dimilikinya. Secara umum bentuk pengeluaran ini dibagi dalam dua kelompok, yaitu (1) pengeluaran modal ( capital
expenditures), dan (2) pengeluaran pendapatan (revenue expenditures).
Pengeluaran-pengeluaran terkait aset setelah kepemilikan aset tetap yang berdampak pada; (1) bertambahnya utilitas aset,
baik kuantitas maupun kualitas unit yang dihasilkan, (2) bertambahnya umur ekonomis aset, (3) jumlah pengeluaranya
material dan jarang terjadi secara berulang merupakan kriteria pengeluaran tersebut diklasifikasikan sebagai pengeluaran
modal. Adapun contoh pengeluaran lain yang perlakuan akuntansinya dikapitalisasi dan termasuk dalam kategori ini adalah
perbaikan besar (overhauling), penambahan (addition), penggantian bagian aset dengan bagian lain yang lebih meningkatkan
utilitas aset (betterments, improvements dan replacement). Pengeluaran-pengeluaran ini tidak langsung diakui sebagai
beban pada periode terjadinya, tetapi harus dikapitalisasi. Mengkapitalisasi pengeluaran ini dengan sendirinya akan
meningkatkan nilai aset tetap tersebut dalam pembukuan perusahaan.
Sementara untuk pengeluaran-pengeluaran setelah kepemilikan aset tetap yang tidak berdampak pada; (1) bertambahnya
utilitas aset, baik kuantitas maupun kualitas unit yang dihasilkan, (2) bertambahnya umur ekonomis aset, (3) jumlah
pengeluaranya tidak material dan sering terjadi secara berulang, maka pengeluaran-pengeluaran ini diklasifikasikan sebagai
pengeluaran pendapatan. Perlakuan akuntansi atas pengeluaran ini adalah langsung dibebankan sebagai beban pada
periode terjadinya.
Contoh:
Perusahaan melakukan perbaikan besar atas mesin pabrik yang dimilikinya senilai 20.000, sementara nilai buku besar mesin
tersebut dalam neraca perusahaan adalah sebesar 35.000 ( cost 100.000 dan akumulasi depresiasi 65.000) sebagamanai
terlihat dalam neraca sebagian berikut:
Dengan adanya pengeluaran sebesar 20.000 di atas dan oleh manajemen dipertimbangkan memenuhi syarat untuk
diperlakukan sebagai pengeluaran modal, maka jurnal untuk mengkapitalisasi pengeluaran ini adalah sebagai berikut:
Dengan demikian, nilai buku aset setelah jurnal ini akan meningkat menjadi sebesar 55.000; dimana saldo akumulasi
depresiasi dalam neraca perusahaan akan turun menjadi 45.000.
Namun jika jenis pengeluarannya adalah penggantian (replacement atau improvements), maka selisih atas biaya penggantian
bagian aset dengan nilai buku aset tercatat diakui sebagai keuntungan atau kerugian penggantian aset ( gain / loss on
disposal of asset). Perbedaan antara keduanya adalah bahwa improvement atau betterments merupakan penggantian suatu
aset yang telah digunakan dengan aset baru yang lebih baik (misalnya; mengganti lantai keramik dengan lantai marmer).
Sementara replacement adalah menggantikan aset yang lama dengan aset sejenis yang lebih baru (misal; lantai keramik
dengan lantai keramik baru). Kedua pengeluaran ini sering dilakukan sebagai akibat adanya kebijakan untuk me-modernisasi
atau merehabilitasi suatu bangunan tua atau bagian dari suatu peralatan.
Dalam banyak kasus sulit untuk membedakan kedua pengeluaran ini dari perbaikan normal (normal repair). Apakah
pengeluaran ini meningkatkan manfaat potensial aset di masa mendatang? Atau mempertahankan manfaat potensial yang
sudah ada selama ini? Jawabannya sangat tergantung pada kebijakan yang baik dari manajemen untuk mengklasifikasi
pengeluaran-pengeluaran ini secara tepat. Jika dampak pengeluaran ini meningkatkan manfaat potensian di masa
mendatang, maka perusahaan harus mengkapitalisasi pengeluaran ini. Akuntansi memungkinkan satu dari tiga alternatif
berikut untuk digunakan, tergantung kondisi-kondisi tertentu:
a) Menggunakan pendekatan subtitusi (Substitution approach)
Secara konseptual pendekatan ini dipertimbangkan tepat jika data nilai buku aset lama tersedia. Caranya sederhana,
yaitu menghapus aset lama dan menggantikannya dengan aset baru.
Contoh:
CV Poco Ndeki memutuskan untuk menggantikan seluruh pipa besi dalam sistem saluran air di lingkungan
perusahaannya dengan pipa plastik. Pipa yang lama memiliki nilai buku 32.000 (cost 120.00, akumulasi depresiasi
88.000), dengan nilai jual pipa bekas 3.000. Cost sistem saluran air dengan pipa plastik adalah 95.000 dan CV Poco
Ndeki hanya membayar 92.000 karena memperhitungkan nilai sisa pipa bekas 3.000. Transaksi ini oleh CV Poco Ndeki
dijurnal:
Permasalahan yang muncul dari penerapan pendekatan ini adalah ketika bagian-bagian aset dicatat tidak terpisah
sehingga perhitungan depresiasinya menggunakan satu tarif tunggal. Seperti; sebuah kendaraan (terdapat; roda, mesin,
rangka mobil dll) dicatat sebagai satu kesatuan dan didepresiasi dengan menggunakan satu tarif tunggal. Jika
perusahaan kesulitan dalam memilah masing-masing bagian aset dalam menentukan nilai bukunya masing-masing,
maka pendekatan lain sebaiknya digunakan.
Contoh:
CV Poco Ndeki membangun sebuah gedung parkir di samping gedung perkantorannya dengan cost 40.000. Di atas
lahan yang sama terdapat gedung perkantoran yang costnya 80.000, akumulasi depresiasinya 35.000. Dengan demikian
jurnal yang dibuat perusahaan adalah
Dengan demikian dalam neraca perusahaan nilai tercatat gedung lama masih sebesar 45.000 (80.000 – 35.000),
sementara total saldo gedung menjadi 120.000 (80.000 + 40.000).
Contoh;
Perusahaan melakukan perbaikan besar atas mesin pabrik yang dimilikinya senilai 20.000, sementara nilai buku besar
mesin tersebut dalam neraca perusahaan adalah sebesar 35.000 ( cost 100.000 dan akumulasi depresiasi 65.000)
sebagamanai terlihat dalam neraca sebagian berikut:
Neraca
ASET
Aset Lancar
Aset Tetap
Mesin 100,000
Akum. Depresiasi (65,000)
35,000
Dengan adanya pengeluaran sebesar 20.000 di atas dan oleh manajemen dipertimbangkan memenuhi syarat untuk
diperlakukan sebagai pengeluaran modal, maka jurnal untuk mengkapitalisasi pengeluaran ini adalah sebagai berikut:
Dengan demikian, nilai buku aset setelah jurnal ini akan meningkat menjadi sebesar 55.000.
digunakannya suatu aset tetap, seperti aset tidak lagi memberikan utilitas pada tingkat yang diharapkan, biaya pengoperasiannya
sangat mahal atau tidak efisien, munculnya aset tetap sejenis berteknologi baru yang lebih canggih dan lain sebagainya.
Jika aset tetap dihentikan dengan cara dibuang, maka baik akun tetap maupun akumulasi depresiasi harus dihapus dari pembukuan
perusahaan. Misalkan mesin dengan cost 40.000 dan telah sepenuhnya didepresiasi , dan oleh perusahaan diputuskan untuk dibuang,
maka jurnalnya:
Namun jika aset ini dibuang sebelum berakhirnya umur ekonomisnya, akumlasi depresiasi aset harus dihitung sampai dengan tanggal
dibuatkanya keputusan untuk membuang aset tetap tersebut. Dengan demikian, beban depresiasi tahun berjalan harus dihitung
sampai dengan tanggal dibuatkan keputusan untuk membuang aset tetap tersebut. Demikian juga ketika aset tetap dijual, maka
perusahaan harus menghitung beban depresiasi periode berjalan (dari awal tahun sampai tanggal dilakukannya penjualan aset)
sehingga nilai buku terakhir dari aset pada tanggal penjualan dapat diketahu. Selisih antara harga jual aset dengan nilai buku terbaru
aset, diakui sebagai keuntungan atau kerugian penjualan aset.
Contoh:
CV Cunca Lawar memutuskan untuk menjual salah satu mesin pabriknya pada tanggal 28 September 2020 seharga 74.000. Cost
mesin adalah 100.000, didepresiasi dengan metode garis lurus, umur ekonomis 10 tahun. Pada 31 Desember 2019, saldo akumulasi
depresiasinya sebesar 30.000. Jurnal untuk mencatat transaksi ini oleh CV Cunca Lawar adalah:
Standar akuntansi mengenai penerapan metode penilaian LCM / COMWIL (terendah di antara cost dan market) untuk persediaan tidak
diterapkan untuk aset tetap. Ketika aset tetap nyata-nyata mengalami penurunan nilai sebagai akibat misalnya; keusangan
(ketinggalan teknologi), kerusakan berat dan lain sebagainya, perusahaan tidak boleh ragu-ragu untuk menurunkan nilai tercatat aset
tetap.
Kejadian atau kondisi-kondisi di atas mengindikasikan bahwa perusahaan mungkin atau tidak dapat sama sekali memulihkan nilai
tercatat aset tetap. Dalam kasus ini maka RECOVERABLE TEST (uji pemulihan nilai aset) digunakan untuk menentukan apakah
impairment terjadi atau tidak.
Tahap 1 : Mengestimasi arus kas neto ekspektasian di masa mendatang dari penggunaan aset termasuk pelepasan aset
Tahap 2: Membandingkan arus kas neto ekspektasian di atas dengan nilai tercatat (carrying value) aset tetap untuk
mengidentifikasi terjadinya impairment.
Sedangkan jika arus kas neto ekspektasian (tidak didiskontokan) sama atau lebih besar dari nilai tercatat aset tetap, maka impairment
atas aset tetap tidak terjadi. Adapun argumentasi dilakukannya recoverable test ini adalah bahwa perusahaan tidak boleh melaporkan
aset tetap melebihi nilai tercatat yang dapat dipulihkan.
Loss on impairment = Carrying amount of asset - Fair value of asset (CV ˃ FV)
Nilai pasar aset biasanya diperoleh dari pasar yang aktif (seperti; bursa kendaraan dll). Namun jika pasar aktif aset tidak tersedia,
maka perusahaan dapat menggunakan nilai sekarang dari ekspektasian arus kas di masa mendatang. Dengan demikian kerugian
impairment dapat dirumuskan juga sebagai berikut:
Loss on impairment = Carrying amount of asset – Present value of expected future cash flows (CV ˃ PV)
Contoh 1:
CV Langke Rembong memiliki sebuah mesin yang akibat terjadinya perubahan penggunaan mesin, manajemen perusahaan
mempertimbangkan terjadinya impairment. Nilai tercatat mesin adalah 35.000 (cost 50.000, akumulasi depresiasi 15.000). CV Langke
Manajemen menetapkan nilai sekarang ekspektasian arus kas di masa mendatang dari penggunaan mesin (tidak didiskontokan)
adalah 40.000 termasuk nilai jual pada akhir umur ekonomisnya.
Berdasarkan recoverability test menunjukan bahwa (PV) nilai sekarang dari ekspektasian arus kas lebih besar dari nilai tercatat mesin,
oleh karena itu kondisi ini belum mengindikasikan terjadinya impairment; Oleh karena itu CV Langke Rembong tidak mengakui adanya
kerugian penurunan nilai mesin.
Contoh 2:
CV Langke Rembong memiliki sebuah mesin yang akibat terjadinya perubahan penggunaan mesin, manajemen perusahaan
mempertimbangkan terjadinya impairment. Nilai tercatat mesin adalah 35.000 (cost 50.000, akumulasi depresiasi 15.000). CV Langke
Manajemen menetapkan nilai sekarang ekspektasian arus kas di masa mendatang dari penggunaan mesin (tidak didiskontokan)
adalah 28.000 termasuk nilai jual pada akhir umur ekonomisnya.
Berdasarkan recoverability test menunjukan bahwa (PV) nilai sekarang dari ekspektasian arus kas lebih kecil dari nilai tercatat mesin,
oleh karena itu kondisi ini mengindikasikan terjadinya impairment; Oleh karena itu CV Langke Rembong segera mengakui adanya
kerugian penurunan nilai mesin.
Dengan demikian, CV Langke Rembong akan mencatat kejadian ini sebagai berikut:
Akun kerugian penurunan nilai mesin sebesar 7.000 ini oleh CV Langke Rembong selanjutnya dilaporkan dalam Laporan Laba/Rugi
tahun berjalan ke dalam kelompok “Pos Luar Biasa” atau “Extra-ordinary Items”.
Deplesi – Depletion
Sumber daya alam merupakan semua material yang memiliki nilai tambah bagi suatu perusahaan. Sumber daya alam yang juga sering
disebut sebagai aset yang akan habis terpakai (wasting assets) memiliki dua ciri utama, yaitu: (1) Akan habis terpakai atau dikonsumsi,
(2) Aset ini hanya akan diperbaharui secara alami. Sama seperti aset tetap, sumber daya alam secara fisik akan digunakan selama
suatu periode tertentu, namun karakteristik fisiknya dapat berubah-ubah. Sebagai akibat pengelolaan sumber daya alam menjadi
persediaan, seperti penurunan nilai sumber daya alam pada perusahaan pertambangan dan hutan taman industry, maka cost sumber
daya alam akan berkurang. Inilah yang disebut deplesi yaitu: “penyusutan yang terjadi pada benda yang bersifat alami dan tidak
dapat diperbaharui”. Deplesi dapat dihitung berdasarkan banyaknya penghasilan diperoleh dari total aset dari cadangan sumber daya
alam.
Permasalahan akuntansi sumber daya alam yang penting untuk dijawab adalah:
a. Bagaimana perusahaan menetapkan basis cost untuk tujuan deplesi?
Perusahaan-perusahaan tambang besar, seperti ExxonMobil, Total, Newmont dan lain sebagainya mengeluarkan biaya yang
besar untuk mendapatkan sumber daya alam, dan di antara banyak usaha penemuan tersebut terkadang diikuti pula dengan
kegagalan. Sering kali antara saat mulai terjadinya pengeluaran dan saat mulai diperolehnya manfaat dari sumber-sumber
yang eksploitasi memakan waktu yang cukup lama. Umumnya perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industry
ekstraktif, seperti ExxonMobil menerapkan kebijakan akuntansi yang konservatif sehubungan dengan penemuan dan
exploitasi sumber-sumber alam.
Yaitu semua pengeluaran sejak diperolehnya ijin sampai ditemukannya sumber daya alam dan diambil hasilnya. Cost
akuisisi lainnya adalah pembayaran sewa (lease) atas properti yang mengandung sumber daya alam produktif, termasuk
pembayaran royalty kepada pemiliki properti. Bagi perusahaan pertambangan, cost akuisisi sumber daya alam biasanya
dicatat dalam akun “Properti yang belum dikembangkan / Undeveloped property”. Hal ini baru diakui ketika usaha-usaha
eksplorasi dipertimbangkan berhasil. Jika sebaliknya usaha eksplorasi gagal, maka semua pengeluaran yang sudah
dilakukan dihapus sebagai kerugian.
Biaya eksplorasi
Segera setelah perusahaan mendapatkan hak untuk menggunakan properti, perusahaan akan mulai mengeluarkan
biaya-biaya eksplorasi untuk mendapatkan sumber daya. Jika biaya eksplorasi dipertimbangkan material, maka
perusahaan dapat mengkapitalisasi pengeluaran tersebut sebagai bagian dari basis deplesi. Pada perusahaan
pertambangan kecil, biaya-biaya ini biasanya dikapitalisasi. Namun bagi perusahaan minyak dan gas bumi besar,
meskipun biaya menemukan sumber daya ini jumlah besar, namun jika resiko menemukan sumber daya masih
mengandung ketidakpastian yang besar; maka perusahaan nseperti ini langsung membebankannya sebagai beban.
Biaya pembangunan
Pengeluaran ini dibagi dalam dua kelompok:
- Cost peralatan berwujud (tangible equipment cost), seperti; alat transportasi atau peralatan berat lainnya yang
digunakan untuk menggali sumber daya dan dalam kondisi siap dipasarkan. Karena peralatan ini sering dapat
dipindah-pindahkan ke lokasi tambang lainnya, maka pengeluaran kelompok ini sering tidak diperhitungkan dalam
menentukan basis deplesi. Sedangkan peralatan yang tidak dapat dipindahkan, didepresiasi seperti aset tetap
lainnya selama estimasi umur ekonomisnya atau selama masa penambangan mana yang lebih pendek.
- Biaya pengembangan tidak berwujud (intangible development cost), seperti biaya pengeboran (drilling), pembuatan
terowongan, sumur dan lain sebegainya. Biaya-biaya ini diperhitungan dalam menentukan basis deplesi.
Biaya restorasi
Setelah selesainya kegiatan penambangan, perusahaan tidak terhindarkan dari biaya-biaya untuk memulihkan kembali
kondisi alam sekitar lokasi tambang. Biaya-biaya ini disebut sebagai biaya restorasi ( restoration cost). Biaya-biaya ini
dipertimbangan sebagai bagian dari basis deplesi.
Untuk menghitung beban deplesi, cost per unit selanjutnya dikalikan dengan jumlah unit yang dieksploitasi.
Contoh:
PT Mandosawu Mining Co pada tahun 2020 mengakusisi hak untuk mengelolah 220 hektar tanah di Kab. Manggarai Selatan
untuk menambang emas. Biaya sewa 400.000, dan biaya eksplorasi 700.000 (dipertimbangkan material). Biaya
pengembangan tidak berwujud (intangible development cost) untuk memulai kegiatan penambangan 1.300.000. PT
Mandosawu mengestimasikan bahwa kandungan emas yang tersedia di area tersebut 600.000 kg emas.
2,400,000 + 0
= 4 per kg
600,000
Jika pada tahun 1 emas yang dieksploitasi sebanyak 30.000 kg, maka deplesi untuk tahun tersebut adalah 120.000 ( 4 x
30.000). PT Mandosawu pada tahun 1 akan membuat jurnal untuk mengakui deplesi sebagai berikut:
Persediaan 120.000
Akumulasi deplesi 120.000
PT Mandosawu akan mengkredit persediaan (emas) kalau persediaan ini dijual, sementara persediaan yang belum terjual
akan tetap dilaporkan dalam neraca perusahaan sebagai aset lancar. Dengan demikian dalam neraca PT Mandosawu akan
terlihat sebagai berikut:
PT Mandosawu
Neraca
Per, 31 Desember 2020
Aset tetap sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya dicatat dalam pembukuan sebesar cost-nya. Nilai (cost) ini sesungguhnya
sekaligus menggambarkan kemampuan aset menghasilkan pendapatan (revenue producing ability) bagi perusahaan. Namun dengan
berjalan waktu, karena; (a) faktor fungsional, dimana aset tidak lagi dapat memberikan manfaat pada level yang diharapkan karena
tidak memadai lagi atau mengalami keusangan sehingga manfaat ekonomis aset mengalami penurunan, atau (b) faktor fisik, dimana
aset mengalami aus akibat penggunaannya. Hal ini dapat juga disebabkan karena kemajuan teknologi baru yang menyebabkan aset
lama menjadi usang. Realita inilah yang menyebabkan adanya pengakuan depresiasi/penyusutan atas nilai persediaan selama
estimasi umur ekonomisnya. Semua pengeluaran yang dikapitalisasi (dicatat sebagai aset) saat perolehan aset tetap akibat dua faktor
di atas selanjutnya dialokasikan sebagai “beban depresiasi” setiap akhir periode akuntansi secara rational dan sistematik dengan
jurnal:
Dengan demikian, depresiasi atau penyusutan merupakan “proses mengalokasi cost aset tetap secara sistematik dan rational selama
estimasi umur ekonomis-nya”. Dalam menentukan besarnya beban depresiasi, terdapat faktor yang penting dipertimbangkan, yaitu:
a. Cost
b. Perkiraan umur ekonomis aset (expected economic life)
c. Estimasi nilai sisa (residual / salvage / trade in value) aset tetap pada akhir umur ekonomisnya
d. Pola penggunaan aset tetap itu sendiri / patern of use
Cost dikurangi dengan estimasi nilai sisa merupakan saldo cost yang selanjutnya akan didepresiasi (depreciable cost).
Jika pada saat perolehan aset terjadi tidak dilakukan sejak awal tahun, maka beban depresiasi tahun pertama harus dihitung
berdasarkan penggalan waktu dari satu tahun penuh. Katakan aset tetap diperoleh pada awal bulan September, maka pada
tahun pertama beban depresiasinya adalah sebesar Rp 1.000 ( 4/12 x 4.000 ); yang merupakan depresiasi selama 3 bulan.
Sementara untuk tahun berikutnya beban depresiasinya dihitung penuh selama 12 bulan, yaitu Rp 4.000 per tahun.
Untuk tujuan kepraktisan, beban depresiasi per tahun dapat dinyakan sebagai suatu persentase tertentu dengan membagi
estimasi umur ekonomis dengan 100. Dalam contoh di atas persentasenya adalah 25% ( 4 / 100 ). Jika umurnya 10 tahun,
maka persentasenya adalah 10%.
Sebagai contoh; mesin dengan cost 21.000, estimasi nilai sisa 1.000, dan estimasi umurnya adalah 10.000 jam operasi.
Dengan demikian, depresiasi per unit jam operasi dihitung sebagai berikut:
Selanjutnya diasumsikan pada tahun pertama mesin tersebut dioperasikan selama 3.000 jam, maka beban depresiasi tahun
tersebut adalah Rp 6.000.
Jadi, ketika jumlah jam penggunaan mesin bervariasi dari tahun ke tahun lainnya, maka besaran beban depresiasi-pun akan
bervariasi. Metode ini lebih mencerminkan beban depresiasi yang lebih tepat dibandingkan dengan metode garis lurus.
Penggunaan metode ini tidak mempertimbangkan nilai sisa aset dalam menentukan tariff depresiasi. Pada tahun terakhir
estimasi umur aset, besaran beban depresiasi tidak diperkenankan sebesar nilai di bawah estimasi nilai sisa. Misalkan
bahwa estimasi nilai sisa aset adalah sebesar 2.000, maka pada tahun ke-5 besaran beban depresiasinya adalah 592 (2.592
– 2.000), bukan sebesar 1.037.
Perlakuan akuntansi yang serupa dengan metode lainnya adalah ketika aset mulai ditempatkan atau digunakan pada
penggalan tahun (bukan sejak awal tahun pertama), katakan sejak awal bulan Maret, maka beban depresiasi yang
dialokasikan ke tahun 1 adalah sebesar 6.000 ( 9/12 x 8.000 ). Dengan demikian perhitungan beban depresiasi selanjutnya
adalah sebagai berikut:
Sebagai contoh; aset dengan estimasi umur ekonomis 5 tahun akan memiliki denominator sebesar 15 (5 + 4 + 3 + 2 + 1).
Jumlah angka-angka tahun ini dapat dihitung dengan rumus:
[ (n + 1) / 2] x n
Angka pembilang (numerator)-nya adalah angka tahun umur aset yang tersisa pada awal tahun beban depresiasi dihitung.
Dengan demikian numeratornya akan selalu dikurangi 1 setiap tahunnya. Berikut skedul perhitungan beban depresiasi
dengan metode ini dengan asumsi cost aset adalah 21.000, estimasi nilai sisa 1.000, estimasi umur ekonomis 5 tahun:
Jika aset tetap ini diperoleh pada tahun pertama bukan pada awal periode fiskal, maka beban depresiasi satu tahun penuh
tahun pertama harus dialokasikan ke tahun pertama dan kedua. Sebagai contoh; aset ini diperoleh dan mulai digunakan pada
awal bulan April, maka perhitungan beban depresiasinya adalah:
Mulai tahun ke 6 manajemen mengestimasikan umur ekonomisnya menjadi 8 tahun (bukannya 5 tahun), sementara nilai sisanya
adalah 5.000. Dengan demikian, selama 8 tahun tersisa beban depresiasi per tahun adalah 6.875 yang dihitung sebagai berikut:
Revisi yang telah dilakukan dalam menghitung beban depresiasi untuk 8 tahun berikutnya tidak mempengaruhi jumlah beban
depresiasi tahun-tahun sebelumnya. Oleh karena itu, tidak ada koreksi yang dilakukan atas beban depresiasi atau koreksi atas saldo
akumulasi depresiasi yang tercatat pada periode-periode sebelumnya.
Selain itu, perlakuan akuntansi lainnya untuk mengakui beban depresiasi atas aset-aset dengan cost yang kecil-kecil ini adalah dengan
mengestimasi nilai pasar-nya pada akhir setiap periodenya. Perbedaan antara nilai pasar aset (telah menurun) dengan cost awal aset
atau nilai aset pada tahun yang terakhir, di-debit sebagai beban depresiasi dengan meng-kredit akun aset tetap yang bersangkutan,
dengan jurnal sebagai berikut:
Metode depresiasi Kelompok atau Gabungan / Metode Komposit (composite rate method)
Dalam penjelasan sebelumnyadijelaskan bahwa depresiasi atau penyusutan aset dihitung untuk setiap aset tetap secara individual.
Namun dengan metode komposit, kelompok atau gabungan beberapa aset secara bersama-sama didepresiasi dengan menggunakan
satu tarif tunggal. Dasar pengelompokan aset dapat dilakukan berbasis pada pengelompokan estimasi umur yang sama atau sifat
umum lainnya. Selain itu, pengelompokan aset juga dapat dilakukan berdasarkan klasifikasi tertentu, seperti pengelompokan yang
membedakan antara peralatan kantor dan peralatan pabrik.
Jika depresiasi dihitung berbasis pada kelompok aset dengan estimasi umur ekonomis yang berbeda-beda, maka suatu tarif rata-rata
perlu dikembangkan untuk tujuan tersebut. Tarif ini dihitung dengan; (1) menentukan depresiasi tahunan untuk setiap aset, (2)
menentukan total beban depresiasi tahunan, dan (3) membagi total beban depresiasi tahunan dengan total cost aset.
Sebagai contoh:
Meskipun aset-aset baru dengan estimasi umur ekonomis dan nilai sisa yang berbeda ditambahkan ke kelompok aset lama yang telah
ada, bauran aset-aset ini relatif tetap tidak berubah. Jadi, tarif derpesiasi 10,32% tetap akan dipakai dan tetap tidak berubah di masa
mendatang. Metode komposit ini juga dapat diterapkan untuk keseluruhan total asetyang dimiliki perusahaan. Jika suatu aset tetap
dihentikan penggunaannya, maka tidak ada pengakuan keuntungan (gain) atau kerugian (loss) atas pelepasan aset tetap tersebut
(gain / loss on disposal of asset). Dengan demikian, akun aset tetap akan di-kredit dan akun akumulasi depresiasi aset tetap yang
bersangkutan di-debet sebesar kelebihan cost atas nilai realisasi dari pelepasan aset tersebut.
Aset ini diakui sebesar costnya, yang pada periode selanjutnya akan dilaporkan sebesar nilai tercatat ( carrying value). Besarnya harga
perolehan (cost) aset tidak berwujud sangat tergantung pada bagaimana aset ini diperoleh. Jika diperoleh melalui pembelian, maka
cost aset tidak berwujud akan setara dengan kas atau ekuivalen kas yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh aset tersebut. Jika
diperoleh melalui pertukaran, maka costnya akan sebesar nilai pasar dari aset yang ditukar (dikorbankan). Berikut beberapa jenis aset
tidak berwujud:
Paten - Patent
Suatu perusahaan dapat saja memperoleh hak eksklusif untuk memproduksi atau menjual suatu produk yang memiliki ciri unik. Hal ini
umumnya diberikan kepada pihak yang melakukan penelitian dan menemukan suatu hal baru dalam memproduksi, menjual, serta
melakukan pengawasan atas temuannya selama kurun waktu tertentu. Paten diberikan untuk jangka waktu 20 tahun terhitung sejak
tanggal penerimaannya. Jangka waktu sebagaimana dimaksud tidak dapat diperpajang. Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu
paten dicatat dan diumumkan melalui media elektronik dan atau non elektronik. Hak paten diatur dengan UU No.14 Tahun 2001. Paten
merupakan contoh aset tidak berwujud yang disebut “Technology-related intangible assets”.
Contoh:
PT Ruteng Farma Co pada Maret 2020 berhasil menemukan racikan obat yang ampuh untuk mengobati pasien dengan gejala “virus
Corona”. Uji laboratorium menunjukan adanya perubahan drastis pada prosespenyembuhan pasien hanya dalam 3 hari perawatan.
Penemuan obat ini kemudian dipatenkan ke Kemenhukam dengan biaya sebesar 20.000, sementara biaya-biaya riset dan
pengembangan sebesar 8.000. Hak paten berjangka waktu 20 tahun dan dapat diperpanjang.
Transaksi kapitalisasi cost dan alokasi cost untuk setiap periode oleh PT Ruteng Farma Co dijurnal sebagai berikut:
Paten 28.000
Kas 28.000
Beban amortisasi – paten 1.400
Paten / Akumlasi amortisasi – paten 1.400
( mencatat amortisasi paten tahun pertama (28.000/20 thn)
Copyright merupakan contoh aset tidak berwujud yang disebut sebagai “Artistic-related intangible assets”.
Aset tidak berwujud ini disebut juga sebagai “Marketing-related intangible assets”.
Franchise merupakan aset tidak berwujud yang disebut juga sebagai “Contract-related intangible assets”.
Contoh:
Sebuah perusahaan pembiayaan membeli daftar konsumen dari sebuah perusahaan media masa terkenal dengan harga 100.000.
pada 1 Januari 2020. Data base customer ini mencakup nama, nomor hp, alamat dan sebagainya. Diasumsikan manfaat ekonomi dari
pembelian daftar konsumen ini adalah 4 tahun. Maka oleh perusahaan jurnal yang perlu terkait dengan transaksi ini adalah:
Goodwill
Dalam bisnis, goodwill diperoleh oleh suatu perusahaan hanya bersumber dari transaksi akuisisi atas mayoritas aset neto atau saham
perusahaan lain yang menyebabkan terjadinya hubungan induk (parent company) dan anak (subsidiary company). Goodwill yang
teridentifikasi dalam suatu proses akuisisi adalah berdasarkan selisih lebih harga akuisisi (acquisition cost) di atas harga pasar yang
wajar dari aset neto yang dapat diidentifikasi (fair market value of net identifiable assets). Sebaliknya jika harga akuisisi lebih kecil dari
harga pasar yang wajar dari aset neto yang dapat diidentifikasi, maka yang terjadi adalah pembelian yang menguntungan ( bargain
purchase). Dalam standar akuntansi saat ini, goodwill tidak diamortisasi, namun setiap periodenya harus dievaluasi untuk
mengidentifikasi apakah goodwill tersebut mengalami penurunan nilai (impairment) atau tidak.