Anda di halaman 1dari 10

RESUME MATERI

AUDIT INVESTIGATIF

Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Audit Internal


yang Diampu oleh Ibu Mirna Amirya, MSA, Ak., AAP-A

Disusun Oleh:

Anas Isnaeni
NIM 165020304111002

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
AUDIT INVESTIGATIF

Pada pembahasan mengenai audit investigatif, dipaparkan mengenai empat


pokok bahasan yaitu tujuan audit investigatif, prosedur audit, investigasi korupsi, dan
investigasi pengadaan.

A. TUJUAN AUDIT INVESTIGATIF


Tujuan dilakukannya audit investigatif yaitu :
1. Memberhentikan manajemen (teguran keras atas ketidakmampuan dalam
mempertanggungjawabkan).
2. Memeriksa, mengumpulkan, dan menilai cukup dan relevannya bukti.
3. Melindungi reputasi dari karyawan yang tidak bersalah.
4. Menemukan dan mengamankan dokumen yang relevan untuk investigasi.
5. Menemukan aset yang digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari kerugian
yang terjadi.
6. Memastikan bahwa semua orang, terutama yang diduga menjadi pelaku
kejahatan, mengerti kerangka acuan dari investigasi tersebut.
7. Memastikan bahwa pelaku kejahatan tidak bisa lolos dari perbuatannya.
8. Menyapu bersih semua karyawan pelaku kejahatan.
9. Memastikan bahwa perusahaan tidak lagi menjadi sasaran penjarahan.
10. Menentukan bagaimana investigasi akan dilanjutkan
11. Melaksanakan investigasi sesuai standar, sesuai dengan peraturan perusahaan,
seusia dengan buku pedoman.
12. Menyediakan laporan kemajuan secara teratur untuk membantu pengambilan
keputusan mengenai investigasi di tahap berikutnya.
13. Memastikan pelakunya tidak melarikan diri atau menghilang sebelum tindak
lanjut yang tepat dapat diambil.
14. Mengumpulkan cukup bukti yang dapat diterima pengadilan dengan sumber
daya dan terhentinya kegiatan perusahaan seminimal mungkin.
15. Memperoleh gambaran yang wajar tentang kecurangan yang terjadi dan
membuat keputusan yang tepat mengenai tindakan yang harus diambil.
16. Mendalami tuduhan untuk menanggapinya secara tepat.
17. Memastikan bahwa hubungan dan suasana kerja tetap baik.
18. Melindungi nama baik perusahaan atau lembaga.
19. Mengikuti seluruh kewajiban hukum dan mematuhi semua ketentuan.
20. Melaksanakan investigasi dalam koridor kode etik.
21. Menentukan siapa pelaku dan mengumpulkan bukti mengenai niatnya.
22. Mengumpulkan bukti yang cukup untuk menindak pelaku dalam perbuatan yang
tidak terpuji.
23. Mengidentifikasi praktik manajemen yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
atau perilaku yang melalaikan tanggung jawab.
24. Mempertahankan kerahasiaan dan memastikan bahwa perusahaan atau lembaga
tidak terperangkap dalam ancaman tuntutan pencemaran nama baik.
25. Mengidentifikasi saksi yang melihat atau mengetahui terjadinya kecurangan dan
memastikan bahwa mereka memberikan bukti yang mendukung.
26. Memberikan rekomendasi mengenai bagaimana mengelola resiko terjadinya
kecurangan dengan tepat.

B. PROSEDUR AUDIT
Investigasi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai upaya pembuktian,
umumnya berakhir di pengadilan dan ketentuan hukum (acara) yang berlaku.
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) menyebut tiga aksioma (titik tolak
menarik kesimpulan tentang suatu kebenaran yang harus dibuktikan) dalam
melakukan investigasi atau pemeriksaan fraud yang terdiri atas fraud is hidden
(tersembunyi, metodenya mengandung tipuan untuk menyembunyikan sedang
berlangsungnya fraud), reverse proof (pembuktian secara timbal balik, pemeriksaan
dua arah meliputi upaya untuk membuktikan fraud tidak terjadi dan sebaliknya),
existence of fraud (pengadilan yang berhak menetapkan bahwa fraud memang terjadi
atau tidak).
Prosedur audit investigasi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Pertemuan Pendahuluan
Akuntan forensik melakukan pertemuan pendahuluan dengan calon klien
(pimpinan perusahaan di sektor swasta) melalui wawancara. Kemudian
dilanjutkan dengan perumusan lingkup dan tujuan audit investigatif yang
memenuhi harapan klien. Setelah ditunjuk sebagai auditor investigatif, akuntan
forensik melakukan persiapan berdasarkan informasi sementara yang
diperolehnya, di antaranya penyusunan predication.
2. Predication
Predication adalah keseluruhan dari peristiwa, keadaan pada saat peristiwa itu,
dan segala hal terkait atau berkaitan yang membawa seseorang yang cukup
terlatih dan berpengalaman dengan kehati-hatian yang memadai kepada
kesimpulan bahwa fraud telah, sedang, atau akan berlangsung. Investigasi dengan
pendekatan teori fraud (bagaimana terjadinya) meliputi langkah analisis data yang
tersedia, ciptakan hipotesis berdasarkan analisis, uji atau tes hipotesis, perhalus
atau ubah hipotesis berdasarkan hasil pengujian sebelumnya.
3. Pemeriksaan dalam Hukum Acara Pidana
Pembahasan mengenai pemeriksaan fraud adalah dari kaidah auditing, padahal
pemeriksaan fraud dimaksudkan untuk pembuktian di pengadilan. Menurut
Hukum Acara Pidana, tahapan hukum acara pidana diatur mulai penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, putusan pengadilan,
upaya hukum, pelaksanaan putusan pengadilan, dan pengawasan terhadap
pelaksanaan putusan pengadilan.
4. Bukti dan Pembuktian Auditing dan Hukum
Keenam tahapan dalam KUHAP (dari penyelidikan sampai dengan upaya hukum)
berkenaan dengan pembuktian. Teori fraud menyebutkan juga mengenai proses
pengumpulan bukti yang dapat diterima di pengadilan. Namun, bukti dalam sudut
pandang hukum dan auditing belum tentu sama. Dalam bidang akuntansi dan
auditing, banyak yang terkecoh tentang bukti dan sesuatu yang mengandung
unsur-unsur pembuktian.
Teknik audit adalah cara-cara yang dipakai dalam mengaudit kewajaran
penyajian laporan keuangan. Hasil dari penerapan teknik audit adalah bukti audit.
Kunci keberhasilan dari semua teknik audit investigatif adalah mengerti dengan baik
persoalan yang akan dipecahkan, kuasai dengan baik teknik-teknik audit investigatif,
cermat dalam menerapkan teknik yang dipilih, dan cermat dalam menarik
kesimpulan dari hasil penerapan teknik yang dipilih. Terdapat beberapa teknik audit
yang lazim dikenal dalam audit atas laporan keuangan sebagai berikut :
1. Memeriksa fisik dan mengamati
Memeriksa fisik lazimnya diartikan sebagai penghitungan uang tunai, kertas
berharga, persediaan barang, aset tetap, dan barang berwujud lainnya.
Mengamati sering diartikan sebagai pemanfaatan indera untuk mengetahui
sesuatu. Untuk audit investigatif, tidak perlu dibedakan pemeriksaan fisik dan
pengamatan karena dalam kedua teknik ini sama-sama menggunakan indera
untuk mengetahui atau memahami sesuatu.
2. Meminta informasi dan konfirmasi
Meminta informasi baik lisan maupun tertulis kepada auditee merupakan
prosedur yang biasa dilakukan auditor. Dalam audit investigatif, permintaan
informasi harus dibarengi, diperkuat, atau dikolaborasi dengan informasi dari
sumber lain atau diperkuat dengan cara lain. Meminta konfirmasi adalah
meminta pihak lain untuk menegaskan kebenaran atau ketidakbenaran suatu
informasi. Dalam audit investigatif, harus diperhatikan apakah pihak ketiga
mempunyai kepentingan dalam audit investigatif.
3. Memeriksa dokumen
Semua audit dilakukan harus dengan melakukan pemeriksaan dokumen. Dengan
kemajuan teknologi, definisi dokumen menjadi lebih luas termasuk informasi
yang diolah, disimpan, dan dipindahkan secara elektronis.
4. Review analitikal
Review analitikal sebagai suatu bentuk penalaran deduktif menekankan pada
penalaran proses berpikir yang membawa pada gambaran mengenai wajar,
layak, atau pantasnya suatu data individual disimpulkan dari gambaran yang
diperoleh secara global, menyeluruh, atau agregat. Teknik dalam review
analitikal dapat dilakukan dengan metode : Betriebs dan Zeit Vergleich
(perbandingan perusahaan dengan saingannya yang seukuran dan perbandingan
perusahaan saat sekarang dengan hal yang sama di masa lalu), membandingkan
anggaran dengan realisasi, analisis vertikal dan horizontal (analisis rasio laporan
keuangan), hubungan antara satu data keuangan dengan data keuangan lain,
menggunakan data nonkeuangan, regresi atau analisis tren, menggunakan
indikator ekonomi makro.
5. Menghitung kembali
Menghitung kembali adalah pengecekan kebenaran perhitungan. Perhitungan ini
dilakukan atau disupervisi oleh investigator yang berpengalaman.
Perbedaan dalam memanfaatkan teknik audit dalam audit atas laporan
keuangan dan audit investigatif yaitu pada tujuan dan lingkupnya. Tujuan audit atas
laporan keuangan adalah memberikan opini pendapat mengenai kewajaran laporan
keuangan sesuai standar akuntansi, sedangkan audit investigatif bertujuan
mengumpulkan bukti yang dapat diterima oleh ketentuan perundang-undangan yang
berlaku. Lingkup pada audit atas laporan keuangan adalah pengumpulan bukti audit
untuk memberikan keyakinan yang memadai, sedangkan pada audit investigatif
mempunyai ruang lingkup lebih dalam dan luas karena bukti hukum yang diuji
dalam persidangan menentukan apakah dapat menjadi alat bukti yang memberikan
keyakinan kepada majelis hakim.

C. INVESTIGASI KORUPSI
Dalam undang-undang tindak pidana korupsi (Tipikor) UU No. 31 Tahun 1999
jo UU No. 20 tahun 2001, terdapat empat matriks yang menunjukkan hubungan
antara unsur-unsur tindak pidana dengan fakta perbuatan yang dilakukan dan
kejadian serta alat bukti yang mendukung, yaitu :
1. Pasal 2 setiap orang, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi,
dengan cara melawan hukum, dan dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara.
2. Pasal 5 ayat (1) setiap orang, memberi sesuatu atau menjanjikan sesuatu, kepada
pegawai negeri atau penyelenggara negara, dengan maksud supaya berbuat atau
tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya sehingga bertentangan dengan
kewajibannya.
3. Pasal 11 pegawai negeri atau penyelenggara negara, menerima hadiah atau janji,
diketahuinya, patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena
kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya dan menurut
pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan
jabatannya.
4. Pasal 13 setiap orang, memberi hadiah atau janji, kepada pegawai negeri, dengan
mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan
atau kedudukan tersebut.
Undang-undang merumuskan 30 jenis atau bentuk pidana korupsi yang
terbagi dalam tujuh kelompk, yaitu : kerugian keuangan negara, suap menyuap,
penggelapan dalam jabatan, perbuatan pemerasan, perbuatan curang, benturan
kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.
Tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi berdasarkan
undang-undang tipikor disebutkan sebagai berikut : mencegah, merintangi, atau
menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan sidang pengadilan; tidak memberi keterangan atau memberi keterangan
yang tidak benar; dan dalam perkara korupsi mengadukan perbuatan pidana padahal
tidak dilakukan, menarik barang yang disita, menyalahgunakan kekuasaan,
menggunakan paksaan, melampaui kekuasaan.
Dalam KUHP dan KUHAP maupun peraturan khusus tindak pidana korupsi,
terdapat beberapa konsep yang harus diketahui, yaitu : alat bukti yang sah, beban
pembuktian terbalik, gugatan perdata atas harta yang disembunyikan, pemidaan
secara in absentia, memperkaya versus menguntungkan, pidana mati, nullum
delictum, concursus idealis, concursus realis, perbuatan berlanjut, lepas dari tuntutan
hukum versus bebas.

D. INVESTIGASI PENGADAAN
Pengadaan merupakan salah satu sumber korupsi terbesar dalam sektor
keuangan publik. Sistem pengadaan publik Indonesia diyakini merupakan sumber
utama bagi kebocoran anggaran yang memungkinkan korupsi dan kolusi yang
memberikan sumbangan besar terhadap kemerosotan pelayanan jasa bagi rakyat
miskin Indonesia. Suatu sistem pengadaan efektif harus dipusatkan pada upaya untuk
memastikan dana publik dibelanjakan dengan baik guna meningkatkan efektivitas
pembangunan. Faktor yang membuat sistem pengadaan menjadi baik meliputi
kerangka hukum yang jelas, komprehensif, dan transparan, kejelasan tentang
tanggung jawab dan akuntabilitas fungsional, suatu organisasi yang bertanggung
jawab untuk kebijakan pengadaan dan pengawasan penerapan tepat dari kebijakan
tersebut, suatu mekanisme penegakan, dan staf pengadaan yang terlatih baik.
Menurut Kajian Pengadaan Nasional Bank Dunia untuk Indonesia,
disimpulkan bahwa sistem pengadaan tidak berfungsi dengan baik, tidak dipacu oleh
pasar, rentan terhadap penyalahgunaan dan penyelewengan, dan menurunkan nilai
yang dibayar dari dana-dana publik. Aturan kolusif terjadi dengan keterlibatan aktif
pejabat-pejabat pemerintah dan mekanisme pemberian kontrak yang berbeda-beda.
Kerangka akuntabilitas untuk pengadaan publik di Indonesia cacat dalam
beberapa hal. Pertama, kerangka hukum cacat dengan para eksekutif dari legislatif
pemerintah telah gagal menyediakan kerangka hukum efektif untuk pengadaan
publik. Kedua, pemerintah tidak terorganisasi untuk menangani pengadaan publik
atau tidak adanya badan yang jelas harus bertanggung jawab untuk kebijakan dan
pematuhan pengadaan publik. Ketiga, insentif-insentif terdistorsi menjadi melenceng
jauh sehingga tidak ada imbalan untuk efisiensi, kejujuran, dan tidak ada hukuman
untuk korupsi. Keempat, pengadaan dilakukan di balik pintu tertutup, seperti hasil
penawaran berikut pembenaran yang sesuai dengan pemenangan penawaran tidak
diumumkan. Kelima, pengauditan lemah dengan sebagian besar proses audit tidak
efektif dan disesuaikan oleh auditor atas pemerintah yang kurang mengenal aturan
dan prinsip pengadaan.
Menurut ketentuan perundang-undangan terkait dengan pengadaan barang dan
jasa yang dibiayai APBN dan APBD, terdapat empat proses pelaksanaan pengadaan
yang memerlukan penyedia barang/jasa yaitu pelelangan umum, pelelangan terbatas,
pemilihan langsung, dan penunjukan langsung. Dikenal juga istilah dalam pelelangan
umum yaitu prakualifikasi dan pascakualifikasi. Hal lain yang perlu dipahami dari
pengadaan adalah mengenai penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang
dihitung dengan pengetahuan dan keahlian mengenai barang/jasa yang ditenderkan
dan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Teknis mengenai
pengadaan barang dan jasa lebih lanjut telah diterbitkan banyak pedoman dan
petunjuknya oleh pemerintah yang dimaksudkan untk mengamankan proses
pengadaan barang dan jasa di sektor publik.
Cara-cara investigasi yang diterapkan dalam pengadaan yang menggunakan
sistem tender atau penawaran secar terbuka dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut :
1. Tahap pratender
Kegiatan yang dilakukan yaitu: pemahaman mengenai kebutuhan perusahaan atau
lembaga akan barang atau jasa yang akan dibeli, pengumuman mengenai niat
perusahaan atau lembaga untuk membuat kontrak pengadaan, penyusunan
spesifikasi, dan penentuan mengenai kriteria pemenang.
2. Tahap penawaran dan negosiasi
Skema fraud dalam tahap ini umumnya berupa persekongkolan antara pembeli
dan kontraktor yang diunggulkan dan kontraktor pendamping atau pemantas yang
meramaikan proses penawaran.
3. Tahap pelaksanaan dan penyelesaian administratif
Tahap ini meliputi kegiatan perubahan dalam order pembelian dan review yang
tepat waktu atas bagian pekerjaan yang sudah selesai dikerjakan dan untuk bagian
mana kontraktor berhak menerima pembayaran. Ada dua rancangan fraud atau
bentuk permainan dalam tahap ini yaitu substitusi atau penggantian produk dan
kekeliruan dalam perhitungan pembebanan.
Teknologi komputasi membantu auditor dalam mendeteksi fraud dalam
pengadaan barang. Program komputer dapat khusus dibuat untuk mengidentifikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Tuanakotta, Theodorus M.. 2007. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Jakarta :
Penerbit Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai