Anda di halaman 1dari 22

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DISCLOSURE

ALTERNATIF PENGAMBILAN KEPUTUSAN BAGI INVESTOR


Tri Juniati Andayani

Abstrak

Corporate Social Responsibility (CSR) Disclosure sekarang ini merupakan kunci stategi bagi
perusahaan. Tujuan dari artikel ini untuk mengetahui fungsi adanya pengungkapan CSR
dalam laporan tahunan bagi investor. Dalam artikel ini dijelaskan tentang teori-teori dan
asumsi yang berhubungan dengan CSR. Diantaranya adalah teori legitimasi, market
efficientcy assumption, teori stakeholder dan karakteristik investor. Hasil beberapa
penelitian dari journal-journal yang telah penulis review menunjukkan bahwa CSR dapat
digunakan oleh investor sebagai pertimbangan alternative dalam melakukan investasi.

Keywords: Corporate Social Responsibility (CSR) Disclosure, teori legitimasi, market


efficientcy assumption, teori stakeholder dan karakteristik investor

A. PENDAHULUAN

Corporate Responsibility merupakan komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam


perkembangan ekonomi, mempekerjakan dengan pegawai, keluarga, komunitas lokal, dan
masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup (KPMG, 2005). Tanggung jawab sebuah
perusahaan tersebut meliputi beberapa aspek yang semuanya itu tidak dapat dipisahkan. Dari
definisi tentang tanggung jawab perusahaan diatas munculah tanggung jawab sosial yang
harus dijalankan oleh perusahaan.

Tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility yang selanjutnya


disingkat menjadi CSR adalah kontribusi sebuah perusahaan yang terpusat pada aktivitas
bisnis, investasi sosial dan program philantrophy, dan kewajiban dalam kebijakan publik
(Wineberg 2004:72 dalam Tanudjaja 2006). Tujuan dari adanya CSR yaitu sebagai wujud
tanggung jawab sosial perusahaan karena dampak-dampak lingkungan yang ditimbulkannya.
Kondisi dunia yang tidak menentu seperti terjadinya global warming, kemiskinan yang
semakin meningkat serta memburuknya kesehatan masyarakat memicu perusahaan untuk
melakukan tanggung jawabnya. CSR bagian yang penting dalam strategi perusahaan dalam
berbagai sektor dimana terjadi ketidakkonsitenan antara keuntungan perusahaan dan tujuan
sosial, atau perselisihan yang dapat terjadi karena isu-isu tentang kewajaran yang berlebihan
(Heal, 2004). Jadi CSR merupakan suatu bentuk kepedulian sosial sebuah perusahaan untuk
melayani kepentingan organisasi maupun kepentingan publik eksternal. CSR juga dapat
diartikan sebagai komitmen perusahaan untuk mepertanggungjawabkan dampak operasi
dalam dimensi sosial, ekonomi serta lingkungan. Dari latar belakang tersebut banyak
perusahaan yang melakukan pengungkapan mengenai CSR dalam laporan tahunan, walaupun
tidak ada yang mewajibkan.

CSR telah banyak dilakukan dibeberapa negara. Survei KPMG di seluruh dunia tahun
2005 memperlihatkan bahwa praktek pelaporan yang berkesinambungan mengirimkan pesan
pada GRI (Global Reporting Initiative) yaitu peningkatan signifikan penggunaan GRI
guidline sejak tahun 2002 sebagai kerangka pelaporan satu-satunya secara global. Ini
mengindikasikan bahwa adanya peningkatan pengunaan GRI berarti adanya peningkatan
pelaporan CSR. Di Australia telah terjadi peningkatan dalam hal pengungkapan lingkungan
suatu perusahaan. Banyak negara yang menuntut perusahaan Australia untuk mengungkapkan
kinerja lingkungan meskipun tidak ada aturan atau undang-undang yanng mengikat (Deegan
dan Rankin, 1996 dalam Brown dan Deegan, 1998). Dalam artikelnya juga disebutkan bahwa
beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan kinerja lingkungan dari waktu ke
waktu. Di Asia praktek pelaporan tanggung jawab perusahaan juga tumbuh secara perlahan-
lahan. Termasuk Indonesia, empat tahun belakangan ini CSR telah menjadi tren. Dalam
Warta Ekonomi (2006) hasil Survei global yang dilakukan oleh The Economist Intelligence
Unit menunjukkan bahwa 85% eksekutif senior dan investor dari berbagai macam organisasi
menjadikan CSR sebagai pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan. Selain itu CSR
dapat digunakan untuk meminimalkan distributional conflicts (Heal, 2004).

Seperti yang telah disebutkan diatas CSR merupakan isu-isu yang strategis.
Pengungkapan CSR merupakan kunci strategi perusahaan (Ducassy & Jeannicot, 2008)
sehingga hal ini menimbulkan pertanyaan tentang dampak informasi CSR terhadap tingkah
laku investor. Dalam artikelnya Mackey et.al (2005) dijelaskan bahwa debat antara manajer
yang harus memaksimalkan current value dari perusahaan dalam membuat pilihan stategis
dan orang yang mengargumentasikan bahwa kadang-kadang kepentingan untuk
memaksimalkan kekayaan pemegang ekuitas perusahaan harus ditinggalkan untuk kebaikan
dari stakeholder yang lain. Hal ini masih diperdebatkan karena untuk mengetahui apakah
aktivitas CSR ini akan meningkatkan pengaruh dalam market value perusahaan. Dengan
adanya CSR diharapkan perusahaan dapat memperoleh legitimasi sosial dan dapat
memaksimalkan profit dalam jangka panjang.

CSR akan menjadi strategi bisnis yang yang tidak dapat dipisahkan dalam perusahaan.
Pengungkapan CSR dalam laporan tahunan merupakan salah satu cara perusahaan untuk
membangun, mempertahankan, dan melegitimasi kontribusi perusahaan dari sisi ekonomi dan
politis (Guthrie dan Parker, 1990).

Artikel ini membahas tentang perilaku investor terhadap pengungkapan CSR di


laporan tahunan. Tujuannya yaitu mengetahui fungsi adanya pengungkapan CSR dalam
laporan tahunan bagi investor khususnya dan akademika pada umumnya.

B. PEMBAHASAN

1. Teori Legitimasi

Teori legitimasi didasarkan pada pengertian kontrak sosial yang diimplikasikan antara
institusi sosial dan masyarakat (Ahmad dan Sulaiman, 2004). Teori tersebut dibutuhkan oleh
institusi-institusi untuk mencapai tujuan agar kongruen dengan masyarakat luas. Menurut
Gray et al (1996:46) dalam Ahmad dan Sulaiman (2004) dasar pemikiran teori ini adalah
organisasi atau perusahaan akan terus berlanjut keberadaannya jika masyarakat menyadari
bahwa organisasi beroperasi untuk sistem nilai yang sepadan dengan sistem nilai masyarakat
itu sendiri. Teori legitimasi menganjurkan perusahaan untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan
kinerjanya dapat diterima oleh masyarakat. Perusahaan menggunakan laporan tahunan
mereka untuk menggambarkan kesan tanggung jawab lingkungan, sehingga mereka diterima
oleh masyarakat. Dengan adanya penerimaan dari masyarakat tersebut diharapkan dapat
meningkatkan nilai perusahaan sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan. Hal tersebut
dapat mendorong atau membantu investor dalam melakukan pengambilan keputusan
investasi.
1. Market Efficiency Assumption

Model ini mengasumsikan bahwa pasar modal merupakan pasar efisisen bentuk semi
kuat (Fama 1970 dalam Mackey et.al 2005). Hal ini berarti bahwa informasi yang
dipublikasikan, nilai yang terlihat dari aset perusahaan , rata-rata, direfleksikan dalam harga
pasar aset tersebut. Efisisensi dalam bentuk semi kuat merupakan bentuk efisiensi pasar yang
lebih komprehensif karena dalam bentuk ini, harga saham disamping dipengaruhi oleh data
pasar (harga saham dan volume perdagangan masa lalu), juga dipengaruhi oleh semua
informasi yang dipublikasikan (earning, dividen, pengumuman stock split, penerbitan saham
baru, dan kesulitan keuangan yang dialami perusahaan). Efisiensi dalam bentuk semi kuat
menyarankan bahwa ketika sebuah perusahaan secara umum menjalankan aktivitas tanggung
jawabnya secara social itu menurunkan present value dari cash flows, arah dan potensi
investor akan unsur tindakan ini dan konsekuensinya kedalam keputusan tentang
bagaimanapun juga membeli atau menjual saham perusahaan ini (Mackey et.al, 2005). Ini
berarti bahwa perusahaan yang menjalankan tanggung jawab sosialnya dapat menurunkan
nilai masa depannya dari aliran kas, sehingga akan mempengaruhi tindakan investor dalam
melakukan penjualan maupun pembelian saham.

1. Teori Stakeholder

Freeman (1984) dalam Roberts (1992) mendefinisikan stakeholder seperti sebuah


kelompok atau individual yang dapat memberi dampak atau terkena dampak oleh hasil tujuan
perusahaan. Yang termasuk dalam stakeholder yaitu stockholders, creditors, employees,
customers, suppliers, public interest groups, dan govermental bodies (Roberts, 1992). Dalam
artikelnya Roberts perkembangan konsep stakeholder dibagi menjadi tiga yaitu model
perencanaan perusahaan dan kebijakan bisnis dan corporate social responsibility. Model
perencanaan perusahaan dan kebijakan bisnis fokus pada perkembangan dan penentuan nilai
startegi perusahaan yang dibuat oleh kelompok yang mendukung serta menghendaki
perusahaan terus berlangsung. Model CSR dari analisis stakeholder melanjutkan model
perencanaan perusahaan yang meliputi pengaruh eksternal dalam perusahaan yang
diasumsikan sebagai posisi lawan. Kelompok lawan dicirikan seperti peraturan atau
kelompok khusus yang fokus pada isu-isu sosial. CSR model mengikuti perubahan
permintaan sosial dari kelompok non tradisional. Ulman (1985) menyimpulkan bahwa teori
stakeholder menyediakan aturan yang tidak sah dalam pembuatan keputusan stategi
perusahaan yang dipelajari dari aktivitas CSR. Hasil dari penelitian Roberts yang
penelitiannya menggunakan teori stakeholder yaitu stakeholder power, stategic posture, dan
kinerja ekonomi berhubungan dengan corporate social disclosure. Hal ini mengindikasikan
bahwa tingkah laku investor sebagai salah satu pengguna laporan keuangan dapat
mempengaruhi corporate social disclosure. Juga sebaliknya dimana investor dalam
melakukan investasi dapat menggunakan corporate social disclosure sebagai pertimbangan
selain menggunakan laba.

1. Karakteristik Investor

Artikel dari Mackey et.al (2005) mengatakan bahwa beberapa investor tertarik hanya
memaksimalkan kekayaan mereka dalam membuat keputusan untuk berinvestasi. Investor
yang mempunyai tujuan seperti itu biasanya disebut “wealth maximizing investor” (Mackey
et.al, 2005). Sebaliknya, para investor lainnya mungkin tidak hanya tertarik dalam
memaksimalkan kekayaan. Sebagian, beberapa investor hanya melakukan investasi dalam
perusahaan yang dananya untuk kegiatan tanggung jawab social. Dan biasanya investor yang
mempunyai tingkah laku seperti itu disebut “socially conscious activities” (Mackey et.al,
2005). Investor socially conscious memperoleh manfaat dari laba perusahaan yang
ditanaminya, tetapi mereka juga memperoleh manfaat dari aktivitas tanggung jawab sosial
perusahaan tersebut. Sehingga investor yang menanamkan modalnya ke perusahaan yang
melakukan CSR akan memperoleh keuntungan ganda. Dalam melakukan investasi, investor
sebaiknya melihat hal-hal yang dilaporkan dalam laporan tahunan. Terutama, ada atau
tidaknya pengungkapan CSR didalamnya.

Teori-teori diatas adalah beberapa teori yang berkaitan dengan CSR. Teori tersebut
telah digunakan dalam penelitian-penelitian yang menyangkut CSR. Hasil-hasil penelitian
tersebut diantaranya adalah ada beberapa keterbatasan dukungan teori legitimasi dalam
menjelaskan sifat pengungkapan sebaik alasan pengungkapan. Luas pengungkapan
lingkungan sangat terbatas. Melaporkan jumlah perusahaan sampel yang mengungkapkan
beberapa informasi environmental dalam annual report-nya (38 perusahaan, 27,54%) dan
jumlah perusahaan yang tidak mengungkapkan informasi environmental (100 perusahaan,
72,46%) (Nik Ahmad dan Sulaiman, 2004).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mackey et.al (2005) dengan menggunakan
asumsi efisiensi semi kuat menunjukkan bahwa manajer pada perusahaan dagang yang untuk
publik menemukan bahwa CSR belum memaksimalkan present value future cash flow-nya,
tetapi memaksimalkan nilai pasar perusahaan. Dalam melakukan investasi, biasanya investor
melihat labanya, laba tersebut dapat dilihat dari nilai pasarnya. Laba memiliki value
relevance yang dapat diketahui dari pengaruhnya terhadap reaksi investor yang digambarkan
dalam harga saham. Sejalan dengan perubahan kondisi ekonomi, value relevance laba
mengalami penurunan. Penurunan tersebut dapat disebabkan karena semakin meningkatnya
nilai ekonomis aktiva tidak berwujud yang tidak dilaporkan dalam laporan keuangan karena
masalah pengukuran serta tingkat perubahan dalam lingkungan bisnis. Dari waktu ke waktu
semakin banyak tersedia informasi yang digunakan oleh investor dalam penilaian perusahaan.
Salah satu informasi alternatif yng dapat digunakan oleh investor adalah informasi Corporate
Social Responsibility.

Hasil penelitian Heal (2004) menunjukkan bahwa CSR dapat memainkan peranan
penting sebagai tangan-tangan yang tak terlihat untuk menghasilkan social good, juga untuk
meningkatkan laba perusahaan dan tindakan untuk menangkas resiko reputasi. Kemudian
hasil penelitian Ducassy dan Jeannicot (2008) mengungkapkan bahwa adanya respon pasar
terhadap publikasi ranking CSR. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Roberts (1992)
menemukan bahwa tindakan dari stakeholder power, strategic posture, and economic
performance berhubungan signifikan dengan CSR. Penelitian di Indonesia yang dilakukan
oleh Sayekti dan Wondabio (2008) menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan informasi
CSR dalam laporan tahunan perusahaan berpengaruh negative terhadap ERC. Dengan adanya
hasil penelitian ini berarti investor menngapresiasi informasi CSR yang diungkapkan dalam
laporan tahunan perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa CSR dapat digunakan oleh
investor sebagai pertimbangan alternative dalam melakukan investasi. Mengingat banyak
faktor yang berhubungan dengan CSR, salah satunya penelitian-penelitian diatas.

C. KESIMPULAN

Artikel ini membahas tentang perilaku investor terhadap pengungkapan CSR di


laporan tahunan. CSR merupakan suatu bentuk kepedulian sosial sebuah perusahaan untuk
melayani kepentingan organisasi maupun kepentingan publik eksternal. Tujuan dari adanya
CSR yaitu sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan karena dampak-dampak
lingkungan yang ditimbulkannya. Sehingga banyak perusahaan yang melakukan
pengungkapan mengenai CSR dalam laporan tahunan, walaupun tidak ada yang mewajibkan..
CSR juga dapat digunakan untuk meminimalkan distributional conflicts dan merupakan
kunci stategi perusahaan. Dengan adanya CSR diharapkan perusahaan dapat memperoleh
legitimasi sosial dan dapat memaksimalkan profit dalam jangka panjang. Dari definisi dan
manfaat CSR tersebut menimbulkan pertanyaan tentang ada tau tidaknya dampak informasi
CSR terhadap tingkah laku investor.

Teori legitimasi menyarankan perusahaan untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan


kinerjanya dapat diterima oleh masyarakat. Dengan menggunakan laporan tahunan tahunan,
perusahaan menggambarkan tanggung jawab lingkungan, sehingga mereka diterima oleh
masyarakat. Selain itu CSR juga berhubungan dengan efisiensi dalam bentuk semi kuat dan
teori stakeholder.

Teori tersebut telah digunakan dalam penelitian-penelitian yang berkaitan dengan


CSR. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mackey et.al (2005), Heal (2004), Duccassy dan
Jeannicot (2008), Roberts (2002), Sayekti dan Wondabio (2008) mengindikasikan bahwa
CSR dapat digunakan oleh investor sebagai pertimbangan alternative dalam melakukan
investasi.
Membaca dan Memahami
The Four-Part Model of Corporate Social Responsibility Theory dari Archie Caroll

Oleh:
Ade Adhari1
Researcher in Energy and Mining Law
Research Department of Energy and Mining Law Institute (EMLI) Indonesia

Konsep tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) memiliki sejarah yang panjang dan
bervariasi. Hal ini dimungkinkan dengan melacak bukti kepedulian komunitas bisnis kepada
masyarakat selama berabad-abad.2 Dalam sudut pandang akademisi, di Amerika Serikat,
CSR telah mendapat perhatian sejak lama, sejak tahun 1930an dan 1940an terdapat banyak
tulisan antara lain yang ditulis oleh Chester Barnard’s pada tahun 1938 “The Functions of the
Executive”, lalu ada J. M. Clark’s (1939) dengan “Social Control of Business”, dan juga
Theodore Kreps’ (1940) yang bertajuk “Measurement of the Social Performance of
Business”. Sementara itu, dari sudut praktis, perlu dicatat bahwa pada tahun 1946 Majalah
Fortune telah melakukan survey dengan bertanya kepada para pengusaha tentang tanggung
jawab sosial mereka.3Dengan demikian, tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) telah
banyak mendapat perhatian dari media dan akademisi, sekarang tampaknya telah diterima
secara luas sebagai bagian integral dari kegiatan bisnis.4

Dalam perspektif teoritik, pada tahun 1979 Archie B. Caroll (Professor at the University of
Georgia) memperkenalkan teori the ‘Four-Part Model of Corporate Social Responsibility’.
Teori yang dibangun oleh Caroll tersebut meyakini CSR sebagai konsep multi-lapis, yang
dapat dibedakan menjadi empat aspek (yang saling berhubungan) yakni tanggung jawab
filantropi, etis, hukum dan ekonomi. Keempat aspek tanggungjawab tersebut diilustrasikan
dalam sebuah piramida yang masing-masing tanggung jawab berada dalam sebuah lapisan
yang berurutan.5 Dengan demikian secara teoritik, dasar justifikasi pemberlakuan CSR dapat
didasarkan pada teori yang dikemukakan oleh Archie Caroll. Untuk itu menjadi sangat
menarik apabila, dijabarkan lebih lanjut mengenai teori yang disampaikan oleh Caroll
tersebut.

Membaca dan Memahami “The Four-Part Model of Corporate Social Responsibility


Theory” dari Archie Caroll

Tidak terdapat kesatuan definisi mengenai CSR diantara para sarjana. 6 Archie B.
Caroll dalam tulisannya yang berjudul “Corporate Social Responsibility: Will Industry
Respond to Cut-Backs in Social Program Funding? Vital Speeches of the Day” memberikan
definisi CSR sebagai berikut:7

“corporate social responsibility involves the conduct of a business so that it is economically


profitable, law abiding, ethical and socially supportive. To be socially responsible then
means that profitability and obedience to the law are foremost conditions when di scussing
the firm’s ethics and the extent to which it supports the society in which it exists with
contributions of money, time and talent”
Dengan demikian bagi Caroll, CSR dalam perwujudannya memerlukan tindakan bisnis
yang didukung oleh adanya keuntungan ekonomi, ketatan hukum, etika dalam berbisnis dan
sosial, keempat faktor tersebut merupakan hal yang menjadi pendorong bagi perusahaan
untuk senantiasa menyelenggarakan kegiatan CSR. Bagi Archie B. Caroll, definisi yang
diberikan olehnya tersebut hanyalah salah satu dari definisi yang tak terhitung jumlahnya
yang telah menjamur dalam berbagai literatur sejak tahun 1950an.8

Konsepsi CSR yang diberikan oleh Caroll adalah yang paling lama bertahan, banyak dan
sering menjadi rujukan dari sekian banyaknya konsepsi CSR yang ada.9 Wayne
Visser pernah mencoba menguraikan alasan mendasar mengapa konsepsi CSR Caroll dapat
diterima oleh berbagai pihak, antara lain:10

1. The model is simple, easy to understand and has an intuitively appealing logic;
2. Over the 25 years since Carroll first proposed the model, it has been frequently
reproduced in top management and CSR journals, mostly by Carroll himself (Carroll,
1979, 1983, 1991, 1994, 1998, 2000, 2004);
3. Carroll has sought to assimilate various competing themes into his model, e.g.
corporate citizenship (Carroll, 1998) and stakeholders (Carroll, 2004);
4. The model has been empirically tested and largely supported by the findings
(Aupperle, Carroll, & Hatfield, 1985; Pinkston & Carroll, 1994); and
5. The model incorporates and gives top priority to the economic dimension as an
aspect of CSR, which may endear business scholars and practitioners. In fact, Carroll
(1991) goes so far as to point out how little his definition of CSR differs from
Friedman’s (1970) view of the responsibilities of the firm.

Konsep Model CSR yang ditawarkan oleh Caroll menawarkan adanya empat jenis tanggung
jawab perusahaan yakni tanggung jawab ekonomi untuk dapat mendatangkan keuntunngan,
tanggung jawab hukum untuk mematuhi hukum dari masyarakat yang bersangkutan,
tanggungjawab etis untuk melakukan apa yang benar, adil dan wajar, serta tanggung jawab
filantropi untuk berkontribusi pada berbagai macam tujuan sosial, pendidikan, rekreasi dan
budaya.11 Seperti telah disampaikan diawal bahwa Keempat aspek tanggungjawab tersebut
diilustrasikan dalam sebuah piramida yang masing-masing tanggung jawab berada dalam
sebuah lapisan yang berurutan. Berikut ini disajikan priramida CSR yang diperkenalkan oleh
Caroll:12

Pertama, Tanggung jawab ekonomi (Economic responsibility) bahwa perusahaan


memiliki pemegang sahan yang menginginkan imbalan yang wajar atas investasi mereka,
mereka memiliki karyawan yang menginginkan pekerjaan yang aman dan dibayar secara adil,
mereka memiliki konsumen/pelanggan yang mengingkan produk berkualitas baik dengan
harga yang adil dan lain sebagainya. Ini adalah alasan mengapa bisinis berdiri di masyarakat
dan dengan demikian tanggung jawab pertama perusahaan adalah menjadi unit ekonomi yang
berfungsi dan untuk bertahan dalam usahanya. Lapisan pertama CSR merupakan dasar untuk
semua tanggung jawab berikutnya, yang bertumpu pada dasar yang kuat ini (idealnya).
Menurut Caroll, kepuasan atas tanggung jawab ekonomi dengan demikian dibutuhkan oleh
semua perusahaan. 13
Kedua, tanggung jawab hukum (Legal responsibility). Tanggung jawab hukum perusahaan
menuntut agar bisnis yang dilakukan mematuhi hukum dan ‘bermain dengan aturan main’.
Hukum dipahami sebagai pandangan moral masyarakat yang dikodifikasikan, dan karena itu
mematuhi standar-standar ini merupakan prasyarat yang diperlukan untuk alasan lebih lanjut
mengenai tanggung jawab sosial. Dalam hal tertentu, orang mungkin beranggapan bahwa
tangggung jawab hukum sebagai suatu kebenaran, yang harus dipenuhi oleh perusahaan
hanya untuk menjaga izin usaha mereka.14
Hal yang demikian menurut penulis adalah anggapan yang tidak patut dipertahankan.
Tanggung jawab hukum tidaklah tepat apabila dimaknai sekedar untuk menjaga agar izin
usaha perusahaaan dapat bertahan terus, melainkan sejatinya harus dimaknai sebagai bentuk
perwujudan atas ketaatan terhadap pandangan moral masyarakat dimana suatu perusahaan
berdiri dan menjalankan kegiatan bisnisnya. Selanjutnya Carollmenegaskan, the satisfaction
of legal responsibilities is required of all corporations seeking to be socially responsible. 15
Ketiga, tanggung jawab etis (Ethical responsibility). Tanggung jawab ini mewajibkan
perusahaan untuk melakukan apa yang benar, adil dan wajar bahkan ketika mereka tidak
diharuskan untuk melakukannya oleh kerangka hukum.16 Caroll berpendapat bahwa that
ethical responsibilities therefore consist of what is generally expected by society, over and
above economic and legal expectations.17Dengan demikian menjadi jelas, tanggung jawab
etis melahirkan harapan umum yang diharapkan oleh masyarakat, dimana ekspektasi tersebut
berada diatas ekspektasi tanggung jawab ekonomi dan hukum.
Keempat, tanggung jawab filantropis. Berkenaan dengan tanggung jawab ini, Dirk
Mattenmenguraikan pandangan Caroll sebagai berikut:18

Philanthropic responsibility. Lastly, at the tip of the pyramid, the fourth level of CSR looks at
the philanthropic responsibilities of corporations. The Greek work ‘philanthropy’ means
literally ‘the love of the fellow human’ and by using this idea in a business context, the
model includes all those issues that are within the corporation’s discretion to improve the
quality of life of employees, local communities and ultimately society in general. This aspect
of CSR addresses a great variety of issues, including matters such as charitable donations,
the building of recreation facilities for employees and their families, support for local
schools, or sponsoring of art and sports events. According to Carroll (1991), philanthropic
responsibilities are therefore merely desired of corporations without being expected or
required, making them ‘less important than the other three categories’ (cetak tebal dan
miring, pen.).

Dengan demikian tanggung jawab filantropis didasarkan pada filosofi “the love of the
fellow human” dan dengan didasarkan pada ide bahwa dalam konteks bisnis, menuntut
perusahaaan untuk mengadakan kebijaksanaan sebagai usaha meningkatkan kualitas hidup
karyawan, masyarakat setempat dan akhirnya masyarakat secara luas. CSR dalam hal ini
merupakan salah satu wujud dari kebijaksanaan yang diharapkan tersebut dari sudut pandang
tanggung jawab filantropis.
Penutup
Dalam perspektif teoritik CSR, Archie B. Caroll (Professor at the University of Georgia)
memperkenalkan teori the ‘Four-Part Model of Corporate Social Responsibility’. Teori yang
dibangun oleh Caroll tersebut meyakini CSR sebagai konsep multi-lapis, yang dapat
dibedakan menjadi empat aspek (yang saling berhubungan) yakni tanggung jawab filantropi,
etis, hukum dan ekonomi. Keempat aspek tanggungjawab tersebut diilustrasikan dalam
sebuah piramida yang masing-masing tanggung jawab berada dalam sebuah lapisan yang
berurutan. Teori yang disampaikan oleh Caroll tersebut merupakan telah memberikan dasar
justifikasi teoritik bagi keberadaan CSR. Konsepsi CSR yang diberikan oleh Caroll adalah
yang paling lama bertahan dan sering menjadi rujukan dari sekian banyaknya konsepsi CSR
yang ada.

Untuk menjelaskan kecenderungan pengungkapan CSR dapat menggunakan pendekatan


berlandaskan beberapa teori, yakni Teori Stakeholder, teori Legitimasi, Teori Kontrak Sosial, dan
Teori Ekonomi Politik. PERTAMA,Teori Stakeholder ( Stakeholder Theory). Stakeholder adalah semua
pihak, internal maupun eksternal, dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Stakeholder merupakan pihak internal maupun eksternal,
seperti : Pemerintah, perusahaan pesaing, masyarakat sekitar, lingkungan internasional, lembaga di
luar perusahaan (LSM dan sejenisnya), lembaga pemerhati lingkungan, para pekerja perusahaan,
kaum minoritas dan lain sebagainya keberadaannya sangat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
perusahaan. Hal pertama mengenai teori stakeholder adalah bahwa stakeholder adalah sistem
secara eksplisit berbasis pada pandangan tentang suatu organisasi dan lingkungannya, mengakui
sifat saling mempengaruhi antara keduanya kompleks dan dinamis. Hal ini berlaku untuk kedua
varian teori stakeholder. Varian pertama berhubungan langsung dengan model akuntabilitas.
Stakeholder dan organisasi saling mempengaruhi. Hal ini dapat dilihat dari hubungan sosial
keduanya berbentuk responsibilitas dan akuntabilitas. Oleh karena itu, organisasi memiliki
akuntabilitas terhadap stakeholdernya. Sifat dari akuntabilitas itu ditentukan dengan hubungan
antara stakeholder dan organisasi. Varian kedua teori stakeholder berhubungan dengan pandangan
mengenai empirical accountability. Teori stakeholder mungkin digunakan dengan ketat dalam suatu
organisasi arah terpusat (centered-way organization). Diungkapkan bahwa lingkungan sosial
perusahaan merupakan sarana sukses bagi perusahaan untuk menegosiasikan hubungan dengan
stakeholdernya. Berdasarkan asumsi stakeholder theory, maka perusahaan tidak dapat melepaskan
diri dari lingkungan sosial. Perusahaan perlu menjaga legitimasi stakeholder serta mendudukkannya
dalam kerangka kebijakan dan pengambilan keputusan, sehingga dapat mendukung pencapaian
tujuan perusahaan, yaitu stabilitas usaha dan jaminan going concern (Adam, dalam Nor Hadi, 2011).
KEDUA, Teori Legimitasi (Legitimacy Theory). Legitimasi masyarakat merupakan faktor strategis bagi
perusahaan dalam rangka mengembangkan perusahaan ke depan. Hal itu dapat dijadikan sebagai
wahana untuk mengonstruksi strategi perusahaan, terutama terkait dengan upaya memposisikan
diri di tengah lingkungan masyarakat semakin maju. Legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai
sesuatu diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi merupakan
manfaat atau sumber daya potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup (going concern). Definisi
tersebut mengisyaratkan, bahwa legitimasi merupakan sistem pengelolaan perusahaan berorientasi
pada keberpihakan terhadap masyarakat (society), Pemerintah, individu, dan kelompok masyarakat.
Untuk itu, sebagai suatu sistem mengedepankan keberpihakan kepada society, operasi perusahaan
harus kongruen dengan harapan masyarakat. Suatu organisasi mungkin menerapkan empat strategi
legitimasi ketika menghadapi berbagai ancaman legitimasi. Oleh karena itu, untuk menghadapi
kegagalan kinerja perusahaan seperti kecelakaan serius atau skandal keuangan organisasi mungkin:
1)Mencoba untuk mendidik stakeholder tentang tujuan organisasi untuk meningkatkan kinerja.
2)Mencoba untuk merubah persepsi stakeholder terhadap suatu kejadian (tetapi tidak merubah
kinerja aktual organisasi). 3)Mengalihkan (memanipulasi) perhatian dari masalah menjadi perhatian
(mengkonsentrasikan terhadap beberapa aktivitas positif tidak berhubungan dengan kegagalan).
4)Mencoba untuk merubah ekspektasi eksternal tentang kinerja. 5)Teori legitimasi dalam bentuk
umum memberikan pandangan penting terhadap praktek pengungkapan sosial perusahaan.
Kebanyakan inisiatif utama pengungkapan sosial perusahaan bisa ditelusuri pada satu atau lebih
strategi legitimasi. Sebagai misal, kecenderungan umum bagi pengungkapan sosial perusahaan
untuk menekankan pada poin positif bagi perilaku organisasi dibandingkan dengan elemen negatif.
KETIGA, Teori Kontrak Sosial (Social Contract Theory). Teori ini muncul karena adanya interelasi
dalam kehidupan sosial masyarakat, agar terjadi keselarasan, keserasian, dan keseimbangan,
termasuk dalam lingkungan. Perusahaan merupakan kelompok orang memiliki kesamaan tujuan dan
berusaha mencapai tujuan secara bersama adalah bagian dari masyarakat dalam lingkungan lebih
besar. Keberadaannya sangat ditentukan oleh masyarakat, di mana antara kedua saling pengaruh-
mempengaruhi. Untuk itu, agar terjadi keseimbangan (equality), maka perlu kontrak sosial baik
secara tersusun baik secara tersurat maupun tersirat, sehingga terjadi kesepakatan saling
melindungi kepentingan masing-masing. Social Contract dibangun dan dikembangkan, salah satunya
untuk menjelaskan hubungan antara perusahaan terhadap masyarakat (society). Di sini, perusahaan
atau organisasi memiliki kewajiban pada masyarakat untuk memberi manfaat bagi masyarakat.
Interaksi perusahaan dengan masyarakat akan selalu berusaha untuk memenuhi dan mematuhi
aturan dan norma-norma berlaku di masyarakat, sehingga kegiatan perusahaan dapat dipandang
legitimate. Dalam perspektif manajemen kontemporer, teori kontrak sosial menjelaskan hak
kebebasan individu dan kelompok, termasuk masyarakat dibentuk berdasarkan kesepakatan saling
menguntungkan anggota. Hal ini sejalan dengan konsep legitimacy theory bahwa legitimasi dapat
diperoleh manakala terdapat kesesuaian antara keberadaan perusahaan tidak menganggu atau
sesuai (congruence) dengan eksitensi sistem nilai dalam masyarakat dan lingkungan. Konsep kontrak
sosial (social contract) bahwa untuk menjamin kelangsungan hidup dan kebutuhan masyarakat,
kontrak sosial didasarkan pada : a)Hasil akhir (output) secara sosial dapat diberikan kepada
msayarakat luas. b)Distribusi manfaat ekonomis, sosial, atau pada politik kepada kelompok sesuai
dengan kekuatan dimiliki. Mengingat output perusahaan bermuara pada masyarakat, serta tidak
adanya power institusi bersifat permanen, maka perusahaan membutuhkan legitimasi. Di situ,
perusahaan harus melebarkan tanggungjawab tidak hanya sekedar economic responsibility lebih
diarahkan kepada shareholder (pemilik perusahaan), namun perusahaan harus memastikan bahwa
kegiatannya tidak melanggar dan bertanggungjawab kepada Pemerintah dicerminkan dalam
peraturan dan perundang-undangan berlaku (legal responsibility). Di samping itu, perusahaan juga
tidak dapat mengesampingkan tanggungjawab kepada masyarakat, dicerminkan lewat tanggung
jawab dan keberpihakan pada berbagai persoalan sosial dan lingkungan timbul (societal
respobsibility). KEEMPAT, Teori Ekonomi Politik. Dua varian teori ekonomi politik: klasik (biasanya
sebagian besar berhubungan dengan Marx) dan Bourgeois (biasanya sebagian besar berhubungan
dengan John Stuart Mill dan ahli ekonomi berikutnya). Perbedaan penting antara keduanya terletak
pada tingkat analisis pemecahan, yakni konflik struktural dalam masyarakat. Ekonomi politik klasik
meletakkan konflik struktural, ketidakadilan dan peran negara pada analisis pokok. Sedangkan
Ekonomi politik Bourgeois cenderung menganggap hal-hal tersebut merupakan suatu given. Karena
itu, hal-hal tersebut tidak dimasukkan dalam analisis. Hasilnya, ekonomi politik Bourgeois cenderung
memperhatikan interaksi antar kelompok dalam suatu dunia pluralistic (sebagai misal, negosiasi
antara perusahaan dan kelompok penekan masalah lingkungan, atau dengan pihak berwenang).
Ekonomi politik Bourgeois bisa digunakan dengan baik untuk menjelaskan tentang praktek
pengungkapan sosial. Sedangkan Ekonomi politik klasik hanya sedikit menjelaskan praktek
pengungkapan sosial perusahaan, mempertahankan bahwa pengungkapan sosial perusahaan
dihasilkan secara sukarela. Ekonomi politik klasik memiliki pengetahuan tentang aturan
pengungkapan wajib, dalam hal ini biasanya negara telah memilih untuk menentukan beberapa
pembatasan terhadap organisasi. Ekonomi politik klasik akan menginterpretasikan hal ini sebagai
bukti bahwa negara bertindak "seakan-akan" atas kepentingan kelompok tidak diuntungkan (sebagai
misal, orang tidak mampu, ras minoritas) untuk menjaga legitimasi sistem kapitalis secara
keseluruhan.

Pengertian CSR Menurut Wibisono (2007:7)


Menurut Wibisono dalam bukunya berjudul "Membedah Konsep dan Aplikasi CSR
(Corporate Social Responsibility)", Wibisono menjabarkan bahwa Corporate Social
Responsibility (CSR) adalah suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak
etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat
atau masyarakat luas, bersaman dengan peningkatan taraf hidup pekerja beserta keluarganya.

2. Pengertian CSR Menurut Suharto (2007:16)


Melalui bukunya berjudul "Pekerjaan Sosial di Dunia Industri: Memperkuat Tanggung jawab
Sosial Perusahaan (Corporate Social Rensposibility)", Suharto menyatakan bahwa CSR
adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan
perusahaan secara finansial, tetap juga untuk pembangunan sosial ekonomi kawasan secara
holistik, melembaga dan berkelanjutan. Dalam konteks pemberdayaan, CSR adalah bagian
dari policy perusahaan yang dijalankan secara profesional dan melembaga. CSR kemudian
identik dengan CSP (corporate social policy), yakni roadmap dan strategi perusahaan yang
mengintegrasikan tanggung jawab ekonomis korporasi dengan tanggung jawab social, legal
dan etis.

3. Pengertian CSR Menurut Kotler dan Nancy (2005)


Menurut Kotler dan Nancy Corporate Social Responsibility atau CSR didefinisikan sebagai
komitmen perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis
yang baik dan mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan.

4. Pengertian CSR Menurut Fraderick


Menurut Fraderick et al, pengertian CSR dapat diartikan sebagai prinsip yang menerangkan
bahwa perusahaan harus dapat bertanggungjawab terhadap efek yang berasal dari setiap
tindakan didalam masyarakat maupun lingkungannya.

5. Pengertian CSR Menurut Kicullen dan Kooistra


Pengertian CSR menurut Kicullen dan Kooistra adalah tingkatan pertanggungjawaban moral
yang dianggap berasal dari perusahaan diluar kepatuhan terhadap hukum negara.

6. Pengertian CSR Menurut Khourey


Menurut Khourey, CSR / Corporate Social Responsibility adalah keseluruhan hubungan
antara perusahaan dengan pihak yang berkepentingan (Stakeholders).

7. Pengertian CSR Menurut Commision of the European Communities


Menurut Commision of the European Communities, Tanggung jawab sosial perusahaan pada
dasarnya adalah sebuah konsep dimana perusahaan memutuskan secara suka rela untuk
memberikan kontribusi demi menciptakan lingkungan yang lebih bersih serta masyarakat
yang lebih baik.

8. Pengertian CSR Menurut The World Business Council for Sustainable Development
Menurut The World Business Council for Sustainable Development didalam Rahman
(2009:10) menjabarkan pengertian CSR sebagai suatu komitmen bisnis untuk berkontribusi
dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga
karyawan tersebut, berikut komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan
dalam rangka memperbaiki kualitas hidup.

Dari berbagai pengertian ahli diatas, secara sederhana Corporate Social Responsibility (CSR)
adalah suatu konsep serta tindakan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan sebagai rasa
tanggung jawabnya terhadap social serta lingkungan sekitar dimana perusahaan itu beroperasi
/ berdiri. Seperti melaksanakan suatu kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekitar, membangun fasilitas umum, menjaga lingkungan sekitar, memberikan
beasiswa kepada anak yang tidak mampu, dan memberikan bantuan dana untuk kesejahteraan
masyarakat banyak pada umumnya dan masyarakat sekitar perusahaan pada khususnya.

Baca Juga : Perbedaan Visi dan Misi (dengan Contoh)

Secara umum Corporate Social Resposibility (CSR) juga dapat diartikan sebagai suatu
mekanisme perusahaan untuk secara sadar mengintegrasikan sebuah perhatian terhadap
lingkungan sosial ke dalam operasi dan interaksinya dengan pemangku kepentingan
(stakeholder), yang melampaui tanggung jawab sosial di bidang hukum.

Pada dasarnya CSR adalah bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap stakeholder atau
pemangku kepentingan, dimana secara umum CSR mempunyai 3 definisi yaitu:

1. Komitmen bisnis untuk turut serta berkontribusi dalam pembangunan ekonomi


berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, komunitas setempat, keluarga
karyawan, serta masyarakat umum secara keseluruhan dalam rangka untuk
memperbaiki kualitas hidup bersama.
2. Komitmen usaha yang dilakukan secara etis, beroperasi secara legal, serta
berkontribusi akan peningkatan ekonomi yang diiringi dengan peningkatan kualitas
hidup karyawan termasuk keluarganya, masyarakat ataupun komunitas lokal.
3. Melakukan tindakan sosial, termasuk didalamnya adalah kepedulian terhadap
lingkungan hidup yang lebih dari batas-batas yang dituntut atau diwajibkan dalam
peraturan perundang-undangan

CSR (Corporate Social Resposibility) sangat erat kaitannya dengan Sustainable development
(Pembangunan Berkelanjutan) dimana sebuah perusahaan dalam melakukan kegiatannya
harus berlandaskan pada keputusan yang tidak semata-mata berorientasi pada aspek ekonomi
(keuntungan) melainkan juga harus mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan yang
mungkin muncul dari keputusannya tersebut.

Manfaat & Fungsi CSR (Corporate Social Responsibility)


Secara umum fungsi dari CSR (Corporate Social Responsibility) adalah sebagai bentuk
tanggung jawab perusahaan terhadap berbagai pihak yang terlibat maupun terdampak baik
secara langsung maupun tidak langsung atas aktivitas perusahaan dengan memberi perhatian
yang lebih kepada pihak-pihak tersebut.
Program CSR (Corporate Social Responsibility) adalah investasi jangka panjang yang
bermanfaat untuk meminimalisasi risiko sosial, serta berfungsi sebagai sarana meningkatkan
citra perusahaan di mata publik. Salah satu implementasi program CSR adalah dengan
pengembangan atau pemberdayaan masyarakat (Community Development). Oleh karena itu
CSR juga berfungsi sebagai investasi bagi perusahaan demi pertumbuhan dan keberlanjutan
(sustainability) perusahaan dan bukan lagi dilihat sebagai sarana biaya (cost centre)
melainkan sebagai sarana meraih keuntungan (profit centre).

Sementara jika dijabarkan lebih lanjut, CSR mempunyai manfaat atau fungsi bagi
perusahaan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Sosial Licence to Operate (Izin Sosial untuk Beroprasi)
Bagi perusahaan, masyarakat merupakan salah satu faktor yang membuat perusahaan
bergerak atau malah sebaliknya. Dengan adanya CSR, masyarakat sekitar akan memperoleh
manfaat dari adanya perusahaan dilingkungan mereka maka dengan sendirinya masyarakat
akan merasa diuntungkan dan lama kelamaan akan merasa "mempunyai" perusahaan tersebut.
Jika sudah seperti itu perusahaan akan lebih leluasa untuk menjalankan kegiatan usahanya di
daerah tersebut.

2. Memperbaiki Hubungan dengan Stakehoder


Pelaksanaan program Corporate Social Responsibility (CSR) dapat membantu komunikasi
dengan stakeholder menjadi lebih sering dan erat, dimana hal tersebut akan menambah
kepercayaan stakeholders terhadap perusahaan.

3. Mereduksi Risiko Bisnis Perusahaan


CSR (Corporate Sosial Responbility) akan membuat hubungan antara perusahaan dengan
pihak yang terlibat semakin menjadi lebih baik lagi, efeknya resiko bisnis seperti adanya
kerusuhan bisa ditangani dengan mudah. Jika seperti itu maka biaya pengalihan resiko bisa
digunakan untuk suatu hal yang lebih bermanfaat untuk masyarakat atau perusahaan.

4. Meningkatkan Semangat dan Produktivitas Karyawan


Reputasi sebuah perusahaan yang baik adalah perusahaan yang bisa berkontibusi besar
kepada stakeholder, masyarakat sekitar, dan lingkungannya. Hal ini tentunya akan menambah
kebanggan tersendiri bagi karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut yang mana hal ini
akan berakibat pada peningkatan etos kerja dan produktivitas para karyawannya.

5. Melebarkan Akses Menuju Market


Seluruh investasi serta biaya yang telah dikeluarkan untuk program CSR (Corporate Sosial
Responbility) sebenarnya bisa menjadi sebuah peluang yang baik untuk memperoleh market
yang lebih besar lagi. Termasuk di dalamnya bisa membangun loyalitas konsumen serta bisa
menembus pangsa pasar yang baru. Hal ini disebabkan program CSR dapat membuat nama
atau brand perusahaan menjadi lebih terkenal dan di kagumi oleh masyarakat luas.

Baca Juga : Pengertian dan 17 Tujuan SDGs (Sustainable Development Goals), Lengkap
Penjelasan

6. Melebarkan Akses Sumber Daya


Corporate Social Responsibility (CSR) jika dikelola dengan baik akan menjadi sebuah
keunggulan bersaing bagi perusahaan yang nantinya dapat membantu perusahaan dalam
memperlancar jalan untuk mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan perusahaan.

7. Memperbaiki Hubungan dengan Regulator


Perusahaan yang melakukan Corporate Social Responsibility pada umumnya akan turut
meringankan beban pemerintah sebagai regulator. Dimana pemerintahlah yang sebenarnya
memiliki tanggung jawab yang besar terhadap kesejahteraan lingkungan dan masyarakatnya.

8. Mereduksi Biaya
Program CSR juga dapat menghemat biaya perusahaan seperti misalnya melakukan program
CSR yang berkaitan dengan lingkungan dengan menerapkan konsep daur ulang dalam
perusahaan, sehingga limah perusahaan akan berkurang dan biaya untuk produksi juga akan
lebih berkurang.

9. Peluang Mendapatkan Penghargaan


Perusahaan yang memberikan kontribusi yang besar bagi masyarakat luas dan lingkungan
sekitar melalui program CSR (Corporate Sosial Responbility) akan berpeluang lebih besar
untuk memperoleh sebuah penghargaan. Tentunya hal ini akan menjadi sebuah kebanggaan
tersendiri bagi perusahaan tersebut.

Contoh CSR (Corporate Social Responsibility)


Perusahaan
CSR (Corporate Sosial Responbility) merupakan sebuah program yang sangat bermanfaat
untuk masyarakat umum ataupun untuk perusahaan itu sendiri. Dimana dengan adanya
program CSR ini akan membantu mengatasi permasalahan atau kesulitan yang dihadapi oleh
masyarakat sekitar. Sedangkan untuk perusahaan, program CSR ini akan memberikan image
positif terhadap perusahaan dimata konsumen dan masyarakat.

Saat ini ada banyak perusahaan besar yang memberikan perhatiannya kepada lingkungan
hidup dan melakukan program CSR (Corporate Sosial Responbility), contohnya seperti
perusahaan-perusahaan dibawah ini:

1. Danone (Air Mineral Aqua)


Danone melakukan program CSR yang disebut WASH (Water Access, Sanitation, Hygiene
Program) yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan lingkungan masyarakat
pra-sejahtera dan berkontribusi secara aktif serta berkelanjutan untuk memberikan solusi
terhadap permasalahan yang berhubungan dengan penyediaan air bersih di Indonesia.
Program ini banyak dikenal dengan sebutan "1 Liter Aqua untuk 10 Liter Air Bersih".

2. PT Sinde Budi Sentosa (Larutan Cap Badak)


Program CSR yang dilakukan oleh PT Sinde Budi Sentosa yaitu dengan melestarikan habitat
Badak Jawa yang ada di Taman Nasional Ujung Kulon. Program tersebut merupakan
kerjasama perusahaan dengan WWF Indonesia dimana PT Sinde Budi Sentosa bertindak
sebagai donatur dana.

3. Pertamina
Pertamina berkomitmen dalam program CSR-nya dengan membantu pemerintah Indonesia
dalam memperbaiki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia melalui pelaksanaan
program-program yang membantu tercapainya target pembangunan, dan membangun
hubungan harmonis serta kondusif dengan semua pihak stakeholder (pemangku kepentingan)
untuk mendukung tercapainya tujuan perusahaan terutama dalam membangun reputasi
perusahaan.

Karakterisitik CSR yang Baik dan Benar


1. CSR harus mengandung sistem govermance yang baik, diantaranya memiliki
transparasi dan akuntabilitas.
2. CSR harus mempertimbangkan dan memperhatikan kepentingan pemangku-
kepentingan di dalam dan di luar perusahaan.
3. CSR harus bisa menciptakan dampak jangka panjang bagi perusahaan dan
masyarakat.
4. CSR harus merupakan kegiatan yang melebihi kepatuhan kepada hukum dan
peraturan yang berlaku.
5. CSR sebaiknya mengikuti panduan ISO 26000.

Sekian artikel mengenai Pengertian CSR Menurut Ahli, Serta Manfaat, Fungsi dan
Contoh CSR Perusahaan. semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi sobat baik untuk
mengerjakan tugas, maupun untuk sekedar menambah wawasan tentang CSR perusahaan,
pengertian CSR, corporate social responsibility adalah, Manfaat CSR, Fungsi CSR, Contoh
CSR dan Karakterisitik CSR. Terimakasih atas kunjungannya.
Home » IPS » Apa Itu Program CSR Dan Definisi Corporate Social Responsibility (CSR) Menurut Para
Ahli

Apa Itu Program CSR Dan Definisi Corporate Social Responsibility


(CSR) Menurut Para Ahli
By Sir AL Gaming ID — IPS

Apa Itu Program CSR Dan Definisi Corporate Social Responsibility (CSR) Menurut
Para Ahli
*Program Corporate Social Responsibility (CSR)

Halo sahabat MB dimana pun anda berada, pembahasan kali ini akan menjelaskan tentang
pengertian corporate social responbility dan definisi corporate social responbility menurut
para ahli. Semoga bagi kalian yang lagi membutuhkan artikel ini untuk tugas sekolah, kuliah
bahkan untuk tugas akhir/ skripsi dapat bermanfaat.

Corporate Social Responsibility atau sering disingkat dengan CSR merupakan istilah yang
berasal dari bahasa inggris yang terdiri dari tiga kata yaitu Corporate yang berarti
perusahaan besar, Social yang berarti masyarakat dan Responsibility yang berarti
pertanggung jawaban. Sehingga CSR berarti sebuah pertanggung jawaban perusahaan
besar terhadap masyarakat sekitar perusahaan beroperasi.
Konsep Corporate Social Responsibility (CSR)

- Menurut Bertens. K (2004:133) Tanggung Jawab (Responsibility) berarti suatu keharusan


seseorang sebagai makhluk rasional dan bebas untuk tidak mengelak serta memberikan
penjelasan mengenai perbuatannya, secara retrospektif dan prospektif.

- Sementara itu, Kast (2003:212) mendefinisikan Tanggung jawab sosial (Social


Responsibility) sebagai bentuk keterlibatan dari organisasi dalam upaya mengatasi
kelaparan dan kemiskinan, mengurangi pengangguran dan tunjangan untuk pendidikan dan
kesenian. Hal ini didasari pemikiran bahwa semua organisasi adalah sistem yang
bergantung pada lingkungannya dan karena ketergantungan itulah maka suatu organisasi
perlu memperhatikan pandangan dan harapan masyarakat.

- The World Business Council for Sustainable Development didalam Rahman (2009:10)
mendefinisikan CSR sebagai suatu komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga
karyawan tersebut, berikut komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan
dalam rangka meningkatkan kualitas hidup.

Baca juga Bentuk Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pembagunan Fisik

- Sedangkan Suharto (2007:16) menyatakan bahwa CSR merupakan operasi bisnis yang
berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial,
melainkan pula untuk pembangunan sosial ekonomi kawasan secara holistik, melembaga
dan berkelanjutan. Dalam konteks pemberdayaan, CSR merupakan bagian dari policy
perusahaan yang dijalankan secara profesional dan melembaga. CSR kemudian identik
dengan CSP (corporate social policy), yakni strategi dan roadmap perusahaan yang
mengintegrasikan tanggung jawab ekonomis korporasi dengan tanggung jawab legal, etis,
dan social.

- Djajadiningrat sebagaimana dikutip oleh Rudito (2004:42) menyatakan tujuan dan sasaran
dari program CSR secara umum terutama dalam hal pengembangan masyarakat yaitu:

1. Tujuan

a. Mendukung upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah terutama pada tingkat
desa dan masyarakat untuk meningkatkan kondisi sosial, ekonomi, budaya yang lebih baik
di sekitar wilayah kegiatan perusahaan.

b. Memberikan kesempatan bekerja dan berusaha bagi masyarakat.

c. Membantu pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan dan pengembangan


ekonomi wilayah.

2. Sasaran
a. Pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia bagi masyarakat dan
pihak-pihak terkait yang berada disekitar wilayah perusahaan.

b. Pengembangan dan peningkatan sarana atau fasilitas umum didasarkan pada skala
prioritas dan potensi wilayah tersebut.

c. Mendorong dan mengembangkan potensi-potensi kewirausahaan yang didasarkan pada


sumber daya lokal.

d. Pengembangan kelembagaan lokal disekitar wilayah operasi perusahaan.

- Dalam hal pendanaan kegiatan community development yang merupakan bagian dari
CSR, Budimanta didalam Rudito (2004:52) menjelaskan beberapa hal yaitu:

1. Sumber Pendanaan

Setiap usaha pertambangan biasanya mempunyai kebijakan sendiri-sendiri mengenai


pendanaan community development. Ada dengan cara menyisihkan dari sebagian laba
tahunan, dibebankan pada biaya operasi dan lain sebagainya.

2. Distribusi Pendanaan

Pendistribusian dana sekurang-kurangnya ditentukan berdasarkan kriteria dan indikator


sebagai berikut:

a. Luas wilayah operasi perusahaan yang ada di wilayah administrasi tersebut.

b. Produksi yang dihasilkan dari wilayah administrasi yang bersangkutaan.

c. Kebijakan pembangunan dari pemerintah daerah.

Baca juga Inilah Beberapa Definisi Pembangunan Menurut Para Ahli

- Sementara itu, seperti yang diungkapkan Susiloadi (2008:129) terdapat beberapa kendala
atau hambatan yang kerap dihadapi dalam pelaksanaan CSR yaitu:

1. Gangguan keamanan.

2. Kurangnya kreativitas dan inovasi.

3. Timbulnya ketergantungan masyarakat.

4. Kemungkinan korupsi.

5. Peraturan yang membingungkan.

6. Pemerintah masih belum memberikan situasi yang kondusif bagi perusahaan dalam
menjalankan program CSR.

- Menurut Rahman (2009:13), dalam prakteknya, suatu kegiatan CSR memiliki unsur-unsur
sebagai berikut :

a. Continuity dan Sustainability atau berkesinambungan dan berkelanjutan merupakan unsur


vital dari CSR. Suatu kegiatan amal yang berdasar trend ataupun incidental bukanlah CSR.
CSR merupakan hal yang bercirikan pada long term perspective bukan instant, happening
atau pun booming. CSR adalah suatu mekanisme kegiatan yang terencanakan, sistematis
dan dapat dievaluasi.

b. Communit Empowerment atau pemberdayakan komunitas. Membedakan CSR dengan


kegiatan yang bersifat charity atau pun philantrophy semata. Tindakan-tindakan
kedermawanan meskipun membantu komunitas, tetapi tidak menjadikannya mandiri. Salah
satu indikasi dari suksesnya sebuah program CSR adalah adanya kemandirian yang lebih
pada komunitas, dibandingkan dengan sebelum program CSR hadir.

c. Two ways yaitu program CSR bersifat dua arah. Korporat bukan lagi berperan sebagai
komunikator semata, tetapi juga harus mampu mendengarkan aspirasi dari komunitas. Ini
dapat dilakukan untuk mengetahui needs, desires dan wants dari masyarakat atau
komunitas di sekitar daerah operasi perusahaan.

- Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) ini juga dapat diartikan sebagai bentuk
pelayanan kepada masyarakat. Menurut Moenir (2001:26) Pelayanan adalah kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui
sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang
lain sesuai dengan haknya. Masyarakat setempat memiliki hak atas kekayaan alam di
daerah mereka yang dieksploitasi oleh perusahaan. CSR sebagai bentuk tanggung jawab
sosial perusahaan merupakan wujud dari pemenuhan hak masyarakat tersebut.

Menurut Wibisono (2007:7) Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan suatu


komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi
kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas,
bersaman dengan peningkatan taraf hidup pekerja beserta keluarganya.

Baca juga Inilah Beberapa Definisi Pembangunan Desa Menurut Para Ahli

- Dari sekian banyak definisi CSR, salah satu yang menggambarkan CSR di Indonesia
adalah definisi Suharto (2007:16) yang menyatakan bahwa CSR adalah operasi bisnis yang
berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial,
melainkan pula untuk membangun sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga dan
berkelanjutan. Dari definisi tersebut, dapat kita lihat bahwa salah satu aspek yang dalam
pelaksanaan CSR adalah komitmen berkelanjutan dalam mensejahterakan komunitas lokal
masyarakat sekitar.

- Terkait dengan area tanggungjawab sosial perusahaan, Organization Economic


Cooperation and Development (OECD) dalam Wibisono (2007, hal 42) menyepakati
pedoman bagi perusahaan multinasional dalam melaksanakan CSR. Pedoman tersebut
berisi kebijakan umum, meliputi:

1. Memberikan kontribusi untuk kemajuan ekonomi, sosial, dan lingkungan berdasarkan


pandangan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.

2. Menghormati hak-hak asasi manusia yang dipengaruhi kegiatan yang dijalankan


perusahaan tersebut sejalan dengan kewajiban dan komitmen pemerintah di negara tempat
perusahaan beroperasi.
3. Mendorong pembangunan kapasitas lokal melalui kerja sama yang erat dengan
komunitas lokal, termasuk kepentingan bisnis, selain mengembangkan kegiatan perusahaan
di pasar dalam dan luar negeri sejalan dengan kebutuhan praktik perdagangan.

4. Mendorong pembentukan human capital, khususnya melalui penciptaan kesempatan


kerja dan memfasilitasi pelatihan bagi para karyawan.

5. Menahan diri untuk tidak mencari atau menerima pembebasan di luar yang dibenarkan
secara hukum yang terkait dengan sosial lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja,
perburuhan, perpajakan, insentif finansial, dan isu-isu lain.

6. Mendorong dan memegang teguh prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG)


serta mengembangkan dan menerapkan praktik-praktik tata kelola perusahaan yang baik.

7. Mengembangkan dan menerapkan praktik-praktik sistem manajemen yang mengatur diri


sendiri secara efektif guna menumbuh kembangkan relasi saling percaya diantara
perusahaan dan masyarakat tempat perusahaan beroperasi.

8. Mendorong kesadaran pekerja yang sejalan dengan kebijakan perusahaan melalui


penyebarluasan informasi tentang kebijakan-kebijakan itu pada pekerja termasuk melalui
program-program pelatihan.

9. Menahan diri untuk tidak melakukan tindakan tebang pilih (diskriminatif) dan indispliner.

10. Mengembangkan mitra bisnis, termasuk para pemasok dan subkontraktor, untuk
menerapkan aturan perusahaan yang sejalan dengan pedoman tersebut.

11. Bersikap abstain terhadap semua keterlibatan yang tak sepatutnya dalam kegiatan-
kegiatan politik lokal.
Apa Itu Program CSR Dan Definisi Corporate Social Responsibility (CSR) Menurut
Para Ahli

Terdapat manfaat yang didapatkan dari pelaksanaan tanggunggjawab sosial perusahaan,


baik bagi perusahaan sendiri, bagi masyarakat, pemerintah dan pemangku kepentingan
lainnya. Wibisono (2007, hal 99) menguraikan manfaat yang akan diterima dari pelaksanaan
CSR, diantaranya:

1. Bagi Perusahaan. Terdapat empat manfaat yang diperoleh perusahaan dengan


mengimplementasikan CSR. Pertama, keberadaan perusahaan dapat tumbuh dan
berkelanjutan dan perusahaan mendapatkan citra yang positif dari masyarakat luas. Kedua,
perusahaan lebih mudah memperoleh akses terhadap modal (capital). Ketiga, perusahaan
dapat mempertahankan sumber daya manusia (human resources) yang berkualitas.
Keempat, perusahaan dapat meningkatkan pengambilan keputusan pada hal-hal yang kritis
(critical decision making) dan mempermudah pengelolaan manajemen risiko (risk
management).

Baca juga Inilah Beberapa Definisi Pemberdayaan Masyarakat Menurut Para Ahli

2. Bagi masyarakat, praktik CSR yang baik akan meningkatkan nilai-tambah adanya
perusahaan di suatu daerah karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan kualitas
sosial di daerah tersebut. Pekerja lokal yang diserap akan mendapatkan perlindungan akan
hak-haknya sebagai pekerja. Jika terdapat masyarakat adat atau masyarakat lokal, praktek
CSR akan mengharagai keberadaan tradisi dan budaya lokal tersebut.

3. Bagi lingkungan, praktik CSR akan mencegah eksploitasi berlebihan atas sumber daya
alam, menjaga kualitas lingkungan dengan menekan tingkat polusi dan justru perusahaan
terlibat mempengaruhi lingkungannnya.

4. Bagi negara, praktik CSR yang baik akan mencegah apa yang disebut “corporate
misconduct” atau malpraktik bisnis seperti penyuapan pada aparat negara atau aparat
hukum yang memicu tingginya korupsi. Selain itu, negara akan menikmati pendapatan dari
pajak yang wajar (yang tidak digelapkan) oleh perusahaan.

Selain manfaat yang telah diuraikan sebelumnya, tidak ada satu perusahaan pun yang
menjalankan CSR tanpa memiliki motivasi. Karena bagimanapun tujuan perusahaan
melaksanakan CSR terkait erat dengan motivasi yang dimiliki. Wibisono (2007, hal 78)
menyatakan bahwa sulit untuk menentukan benefit perusahaan yang menerapkan CSR,
karena tidak ada yang dapat menjamin bahwa bila perusahaan yang telah
mengimplementasikan CSR dengan baik akan mendapat kepastian benefit-nya. Oleh
karena itu terdapat beberapa motif dilaksanakanya CSR, diantaranya:

1. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan brand image perusahaan. Perbuatan


destruktif akan menurunkan reputasi perusahaan. Begitupun sebaliknya, konstribusi positif
akan mendongkrak reputasi perusahaan. Inilah yang menjadi modal non-financial utama
bagi perusahaan dan bagi stakeholdes-nya yang menjadi nilai tambah bagi perusahaan
untuk dapat tumbuh secara berkelanjutan.

Baca juga Inilah Beberapa Tahapan Pemberdayaan Masyarakat Menurut Para Ahli

2. Layak mendapatkan social licence to operate. Masyarakat sekitar perusahaan merupakan


komunitas utama perusahaan. Ketika mereka mendapatkan benefit dari keberadaan
perusahaan, maka pasti dengan sendirinya mereka ikut merasa memiliki perusahaan.
Sebagai imbalan yang diberikan ke perusahaan paling tidak adalah keleluasaan perusahaan
untuk menjalankan roda bisnisnya di wilayah tersebut. Jadi program CSR diharapkan
menjadi bagian dari asuransi sosial (social insurance) yang akan menghasilkan harmoni dan
persepsi positif dari masyarakat terhadap eksistensi perusahaan.

3. Mereduksi risiko bisnis perusahaan. Perusahaan mesti menyadari bahwa kegagalan


untuk memenuhi ekspektasi stakeholders akan menjadi bom waktu yang dapat memicu
risiko yang tidak diharapkan. Bila itu terjadi, maka disamping menanggung opportunity loss,
perusahaan juga harus mengeluarkan biaya yang mungkin berlipat besarnya dibandingkan
biaya untuk mengimplementasikan CSR.

4. Melebarkan akses sumber daya. Track record yang baik dalam pengelolaan CSR
merupakan keunggulan bersaing bagi perusahaan yang dapat membantu untuk
memuluskan jalan menuju sumber daya yang diperlukan perusahaan.

5. Membentangkan akses menuju market. Investasi yang ditanamkan untuk program CSR
ini dapat menjadi tiket bagi perusahaan menuju peluang pasar yang terbuka lebar.
Termasuk didalamnya akan memupuk loyalitas konsumen dan menembus pangsa pasar
baru.
6. Mereduksi biaya. Banyak contoh yang dapat menggambarkan keuntungan perusahaan
yang didapat dari penghematan biaya yang merupakan buah dari implementasi dari
penerapan program tanggung jawab sosialnya. Contohnya adalah upaya untuk mereduksi
limbah melalui proses recycle atau daur ulang kedalam siklus produksi.

7. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders. Implementasi program CSR tentunya akan


menambah frekuensi komunikasi dengan stakeholders. Nuansa seperti itu dapat
membentangkan karpet merah bagi terbentuknya trust kepada perusahaan.

8. Memperbaiki hubungan dengan regulator. Perusahaan yang menerapkan program CSR


pada dasarnya merupakan upaya untuk meringankan beban pemerintah sebagai regulator.
Sebab pemerintahlah yang menjadi penanggungjawab utama untuk mensejahterakan
masyarakat dan melestarikan lingkungan. Tanpa bantuan dari perusahaan, umumnya terlalu
berat bagi pemerintah untuk menanggung beban tersebut.

9. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan. Kesejahteraan yang diberikan para


pelaku CSR umumnya sudah jauh melebihi standar normatif kewajiban yang dibebankan
kepada perusahaan. Oleh karenanya wajar bila karyawan menjadi terpacu untuk
meningkatkan kinerjanya.

10. Peluang mendapatkan penghargaan. Banyak reward ditawarkan bagi penggiat CSR,
sehingga kesempatan untuk mendapatkan penghargaan mempunyai kesempatan yang
cukup tinggi.

Salah satu motif perusahaan dalam melaksanakan CSR dan menjadi bagian penting adalah
menjalin hubungan yang baik dengan regulator. Perusahaan berdiri berdasarkan izin yang
diberikan pemerintah, dan diharapkan mampu berkontribusi dalam pembangunan melalui
pembayaran kewajiban berupa pajak dan lainnya, juga secara sadar turut membangun
kepedulian terhadap meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan.

Keterlibatan perusahaan dalam program CSR dilatarbelakangi dengan beberapa


kepentingan.
- Menurut Mulyadi (2003, hal 4) setidaknya bisa diidentifikasi tiga motif keterlibatan
perusahaan, yaitu: motif menjaga keamanan fasilitas produksi, motif mematuhi kesepakatan
kontrak kerja, dan motif moral untuk memberikan pelayanan sosial pada masyarakat lokal.

Selain BUMN, saat ini Perseroan Terbatas (PT) yang mengelola atau operasionalnya terkait
dengan Sumber Daya Alam (SDA) diwajibkan melaksanakan program CSR, karena telah
diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 47 Tahun 2012. Dalam pasal 74
dijelaskan bahwa:

1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan


sumber daya alam, wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (2) merupakan
kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Corporate Social
Responsibility (CSR) adalah suatu upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat disekitar daerah operasi perusahaan, yang tidak
berorientasi pada keuntungan finansial melainkan sebagai bentuk tanggung jawab sosial
perusahaan terhadap kondisi masyarakat sekitar dalam rangka pemberdayaan dan
pemenuhan hak masyarakat. itulah pembahasan mengenai Apa Itu Program CSR Dan
Definisi Corporate Social Responsibility (CSR) Menurut Para Ahli

Anda mungkin juga menyukai