Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Pada dasarnya hidup ini adalah perbuatan, dan segala perbuatan baik lahir maupun
batin adalah kontrol dari hati nurani kita. Makalah yang kami beri judul Hubungan Hati Nurani
dengan Kesadaran Moral, Moralitas dan Perilaku ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Ilmu Akhlak, lebih jauh lagi agar mahasiswa dapat memahami dan mempelajari isi
makalah ini sehingga dalam pengamalannya kita dapat memiliki hati nurani yang baik dan
memunculkan moral, moralitas dan perilaku yan baik pula, kerena hubungan hati nurani
dengan masing-masing sub tadi sangat erat, dimana hati nurani ini adalah sebagai kontrol bagi
moral, moralitas dan perilaku kita.
Makalah ini juga disusun berdasarkan bahan pengambilan yang sebagian besar mengacu
pada buku-buku pedoman yang sudah ada, kemudian kami saring lagi agar mudah dipahami.
Sebagai suatu pengantar, yang patut didasari bahwa moral, moralitas dan perilaku adalah
semua aspek yang akan dinilai oleh orang lain terhadap kita. Oleh karena itu hati nurani sebagai
instansi dalam hati kita, perlu diberi pupuk agar menumbuhkan moral, moralitas dan perilaku
yang baik bagi manusia.
Seperti yang disabdakan Nabi SAW. Dalam sabdanya : Hamba Allah yang paling dicintai
oleh Allah adalah yang paling baik budi pekertinya. Maka kita harus menjadi manusia yang
mempunyai akhlak yang baik agar dicintai Allah dan mahluknya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. HATI NURANI SEBAGAI FENOMENA MORAL

1. Pendekatan Naratif

Pendekatan naratif adalah pendekatan masalah pada sebuah contoh kasus

SEORANG NENEK MENCURI SINGKONG KARENA KELAPARAN, HAKIM MENANGIS SAAT


MENJATUHKAN VONIS

Diruang sidang pengadilan, hakim Marzuki duduk tercenung menyimak tuntutan jaksa
PU terhadap seorang nenek yang dituduh mencuri singkong, nenek itu berdalih bahwa
hidupnya miskin, anak lelakinya sakit, cucunya lapar,. namun manajer PT A**** K**** (B****
grup) tetap pada tuntutannya, agar menjadi contoh bagi warga lainnya.

Hakim Marzuki menghela nafas., dia memutus diluar tuntutan jaksa PU, maafkan saya,
katanya sambil memandang nenek itu,. saya tak dapat membuat pengecualian hukum, hukum
tetap hukum, jadi anda harus dihukum. saya mendenda anda 1jt rupiah dan jika anda tidak
mampu bayar maka anda harus masuk penjara 2,5 tahun, seperti tuntutan jaksa PU.

Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam, sementara hakim Marzuki mencopot
topi toganya, membuka dompetnya kemudian mengambil & memasukkan uang 1jt rupiah ke
topi toganya serta berkata kepada hadirin. Saya atas nama pengadilan, juga menjatuhkan
denda kpd tiap orang yang hadir diruang sidang ini sebesar 50rb rupiah, sebab menetap dikota
ini, yang membiarkan seseorang kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi makan
cucunya, sodara panitia, tolong kumpulkan dendanya dalam topi toga saya ini lalu berikan
semua hasilnya kepada terdakwa Sampai palu diketuk dan hakim marzuki meninggalkan ruang
sidang, nenek itupun pergi dengan mengantongi uang 3,5jt rupiah, termasuk uang 50rb yang
dibayarkan oleh manajer PT A**** K**** yang tersipu malu karena telah menuntutnya.
Sungguh sayang kisahnya luput dari pers. Kisah ini sungguh menarik sekiranya ada teman yang
bisa mendapatkan dokumentasi kisah ini bisa di share di media tuk jadi contoh kepada aparat
penegak hukum lain untuk bekerja menggunakan hati nurani dan mencontoh hakim Marzuki
yang berhati mulia.
2. Kesadaran Dan Hati Nurani

a. Kesadaran

Kesadaran adalah kesadaran akan perbuatan, sadar artinya merasa, tau atau ingat
(kepada keadaan yang sebenarnya). Refleksi adalah bentuk dari kesadaran.

Kesadaran menurut Sartre bersifat intensional dan tidak dapat dipisahkan di dunia, kesadaran
selalu terarah pada etre en sio (ada-begitu-saja) atau berhadapan dengannya.

b. Hati Nurani

Hati nurani berasal dari kata bahasa Latin Conscientia yang berarti kesadaran.
Conscientia terdiri dari dua kata yaitu CON dan SCIRE. Con berarti bersama-sama dan Scire
berarti mengetahui. Jadi Conscientia berarti mengetahui secara bersama-sama/turut
mengetahui. Artinya, bukan saja saya mengenal seseorang tetapi saya juga turut mengetahui
bahwa sayalah yang mengenal. Atau, sambil mengenal, saya (subyek) sadar akan diri (obyek)
sebagai subyek yang mengenal.

Arti luas:

Hati nurani berarti kesadaran moral yang tumbuh dan berkembang dalam hati manusia

Arti sempit:

Hati nurani berarti penerapan kesadaran moral di atas dalam situasi konkret

3.Hati Nurani Retrospektif Dan Hati Nurani Prospektif

1.Hati Nurani Restropektif

Yaitu hati nurani yang memberikan penilaian perbuatan-perbuatan yang telah


berlangsung di masa lampau, hati nurani dalam arti retrospektif menuduh atau mencela bila
perbuatanya jelek dan menuju atau memberi rasa puas, bila perbuatanya di anggap baik . jadi
hati nurani ini merupakan semacam instansi ke hakiman dalam batin kita tentang perbuatan
yang telah berlangsung.

2. Hati Nurani Prospektif

Yaitu hati nurani yang melihat ke masa depan dan menilai perbuatan-perbuatan kita
yang akan datang. Hati nurani dalam arti ini mengajak kita untuk melakukan sesuatu atau -
seperti barang kali lebih banyak terjadi- mengatakan jangan dan melarang untuk melakukan
sesuatu . Dalam hati nurani ini sebenarnya terkadang semacam ramalan ia mengatakan, hati
nurani pasti akan menghukum kita, andai kata kita melakukan perbuatan itu. Dalam arti ini hati
nurani prospektif menunjuk kepada hati nurani retrospektif yang akan datang , jika perbuatan
menjadi kenyataan .

4.Hati Nurani Bersifat Personal Dan Suprapersonal

1. Hati Nuran Personal

Artinya, selalu berkaitan erat dengan pribadi bersangkutan. Norma-norma dan cita yang
saya terima dalam hidup sahari-hari dan seolah-olah melekat pada pribadi saya, akan tampak
juga dalam ucapan-ucapan hati nurani saya. Seperti kita katakan bahwa tidak ada dua manusia
yang sama, begitu pula tidak ada hati nurani yang bersifat sama.

Ada alasan lain lagi untuk mengatakan bahwa hati nurani bersifat personal yaitu hati
nurani hanya memberi penilaianya tentang perbuatan saya sendiri, maksudnya hati nurani tidak
memberikan penilaianya tentang perbuatan orang lain. Saya hanya memperhatikan norma-
norma dan cita-cita yang juga di ikuti hati nurani saya

2.Hati Nurani Suprapersonal

Selain bersifat pribadi hati nurani juga seolah-olah melebihi pribadi kita, seolah-olah
merupakan instansi di atas kita. Aspek hati nuraniberarti hati yang diterangi (nur cahaya) .hati
nurani seolah-olah ada cahaya dari sinar yang menerangi budi dan hati kita.aspek yang sama
tampak juga dalam nama-nama lain untuk menunjukan hati nurani suara hati,kata hati,suara
batin. aspek ini sangat mangesankan hingga terungkap banyak nama,tarhadap hati nuran ,kita
seakan - akan menjadi pendengar kita seakan-akan membuka diri terhadap suara yang datang
dari luar. Hati nurani mempunyai satu aspek teransenden artinya melebihi pribadi kita. Aspek
adi personal, orang beragama kerap kali mengatakan bahwa hati nurani adalah suara tuhan
atau bahwa tuhan berbicara melalui hati nurani, sehingga bagi orang beragama hati nurani
memiliki suatu dimensi religious.[3

5.Beberapa Masalah Khusus Tentang Hati Nurani

1. Hati Nurasi Termasuk Kehendak Perasaan atau Rasio

2.Hati Nurani Sebagai Hak

3.Hati Nurani Adalah Norma Moral Terakhir

6.Pembinaan Hati Nurani

Pembinaan Hati Nurani Hati Nurani menerjemahkan pendapat moral dalam situasi
konkrit. Tetapi suatu pendapat moral harus terbuka bagi setiap argumen, bantahan,
pertanyaan, keraguan pihak lain. Karena itu hati nurani tidak menggantikan usaha kita untuk
mempelajari dengan teliti dan mendalam prinsip dan norma moral. Hati nurani bisa tumpul
jika tidak diasah dengan baik. Jadi hati nurani harus dididik. Perlu keterbukaan dan kemauan
belajar. Perlu diperhatikan, bahwa mengikuti suara hati belum tentu keputusan kita benar (hati
nurani bagaimanapun tetap dapat keliru).

7.Hati Nurani dan Supergo

superego adalah aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral
dan cita-cita yang kita peroleh dari kedua orang tua dan masyarakat - kami rasa benar dan
salah. Superego memberikan pedoman untuk membuat penilaian.

Hubungan Hati Nurani dan Superego

Menurut hemat kami, hati nurani dan superego tidak bisa disamakan. Superego bisa tak
sadar : pada tahap superego baik sumber rasa bersalah maupun rasa bersalah itu sendiri bisa
tetap disadari. Dalam buku pengantar baru pada psikoanalisis 1933 salah satu buku terakhir
yang dituslisnya, ia mengatakan selain hati nurani superego meliputi juga fungsi-fungsi
observasi diri dam ideal dari aku,(gambaran yang dipakai subjek untuk mengukur dirinya dan
sebagai standar yang harus dikejar). Bisa saja superego terbentuk karena internalisasi dari
perintah-perintah dan larangan orang tua.
Suatu keberatan yang sering dikemukakan terhadap pandangan frued mengenai
superego adalah bahwa ia terutama mentoroti bentuk patologis dari hati nurani, artinya, hati
nurani dalam keadaan tidak normal. Sebagaimana sudah kita lihat, freud mengembangkan
psikoanalisis dalam usahanya untuk menyembuhkan pasien-pasien neurotis.
Pandangan psikiater Prancis A.hesnard (1882-1969) dalam bukunya moral tanpa dosa
ia berpendapat bahwa manusia harus membebaskan diri dari kecenderungan kurang sehat
untuk berefleksi tentang dirinya dan memelihara suatu kehidupan batin yang tidak real.
Terutama ia harus melepaskan diri dari kebiasan untuk menaruh perasaan bersalah. Dalam
agama, dosa dan kebersalahan memainkan peranan besar. Dihadapan tuhan yang Maha Kudus
manusia menyadari kesalahannya dan mengharapkan pengampunan atas dosa-dosanya.

1.Pandangan Feud tentang Struktur Kepribadian

a. Id
Frued pernah mengatakan bahwa hidup psikis kita ibarat gunung es yang terapung
apung di laut. Hanya puncaknya tampak diatas permukaan air, tapi sebagian gunung es itu tidak
kelihatan, karena terpendam dilaut. Hidup psikis manusia juga untuk sebagian besar tidak
tampak atau lebih tepat lebih sadar, namun tetap merupakan kenyataan yang harus
diperhitungkan. Frued mengintroduksikan ke dalam psikolog paham ketaksadaran dinamis,
artinya, ketaksadaran yang mengerjakan sesuatu dan tidak tinggal diam.
Pada permulaan psikolog modern hidup psikis disamakan begitu saja dengan kesadaran. Hal itu
diwarisi oleh psikologi filsuf prancis Rene Descartes (1596-1650) yang dijiluki bapak filsafat
modern... Bagi Descartes, kegiatan psikis yang tak sadar merupakan satu kontradiksi, karena
hidup psikis sama saja dengan kesadaran.
Frued memakai istilah Id untuk menunjukan ketaksadaran itu. Id adalah lapisan yang paling
fundamental dalam susunan psikis seorang manusia. Id meliputi segala sesuatu yang bersifat
impersonal atau anonim, tidak disengaja atau tidak disadari, dalam daya daya yang mendasar
yang menguasai kehidupan psikis manusia. Justru karena itu frued memilih istilah id (atau
bahasa aslinya Es) yang merupakan kata ganti orang neutrum. Bagi frued adanya Id telah
terbukti terutama dengan tiga cara. Pertama, faktor psikis yang paling jelas membuktikannya
adanya Id dalam mimpi. Bila bermimpi, sipemimpi sendiri seolah- olah hanya merupakan
penonton pasif.

b. Ego
Aktivitas ego bisa sadar, prasadar maupun tak sadar. Tapi untuk sebagian besar Ego
bersifat sadar. Sebagai contoh aktivitas sadar boleh disebut: persepsi lahiriah (saya melihat
pohon disitu), presepsi batiniah (saya merasa sedih) dan proses intelektual. Sebagai contoh
tentang tentang aktivitas prasadar dapat dikemukakan fungsi ingatan (saya mengingat kembali
nama yang tadi saya lupa).dan aktivitas tak sadar dijalankan oleh Ego melalui mekanisme
mekanisme pertahanan (defence mechanisms). Misalnya, orang yang dalam hati kecilnya
sangat takut dengan kenyataan berlagak gagah berani. Ego dikuasai oleh prinsip realitas (the
raliti principle).
Jadi prinsip kesenangan dari Id disini diganti dengan prinsip realitas. Adalah tugas Ego
(bukan Id dan naluri- naluri) untuk mempertahnkan kepribadiannya sendiri dan menjamin
penyesuaian dengan alam sekitar, lagi pula untuk memecahkan konflik-konflik dengan realitas
dan konflik konflik dengan keinginan keinginan yang tidak cocok satu sama lain. Ego juga
mengontrol apa yang mau masuk kesadaran dengan kata lain mengadakan sintesis psikis.

c. Superego
Superego adalah instansi terakhir yang dikemukakan frued. Lama kelamaan ia yakin
bahwa disamping Id dan Ego masih harus diterima suatu instansi lain yang seolah olah
bertempat diatas Ego (dan karena itu namanya: superego), sebab bersifat kritis terhadapnya
bahkan bisa sampai menghantam. Superego mempunyai tempat khusus antara Ego dan Id.
Superego ini termasuk ego, dan seperti Ego ia mempunyai susunan psikologis lebih kompleks,
tetapi ia juga mempunyai kaitan sangat erat dengan Id. Bagi ego sama penting mempunyai
hubungan baik dengan superego seperti dengan Id.
Dalam pandang lain Superego adalah instansi yang melepaskan diri dari ego dalam
bentuk observasi diri, kritik diri, larangan dan tindakan refleksi lainnya. Pokoknya, tindakan
terhadap dirinya sendiri, internalisasi ini adalah kebalikannya dari proses psikologis yang
disebut proyeksi. Aktivitas superego menyatakan diri dalam konflik dengan Ego. Yang
dirasakan dalam emosi-emosi seperti rasa bersalah, rasa menyesal, rasa malu, dan sebagainya.

8. Hubungan Hati Nurani Dengan Superego

Menurut hemat kami, hati nurani dan superego tidak bisa disamakan. Superego bisa tak sadar :
pada tahap superego baik sumber rasa bersalah maupun rasa bersalah itu sendiri bisa tetap
disadari. Dalam buku pengantar baru pada psikoanalisis 1933 salah satu buku terakhir yang
dituslisnya, ia mengatakan selain hati nurani superego meliputi juga fungsi-fungsi observasi diri
dam ideal dari aku,(gambaran yang dipakai subjek untuk mengukur dirinya dan sebagai
standar yang harus dikejar). Bisa saja superego terbentuk karena internalisasi dari perintah-
perintah dan larangan orang tua.
Suatu keberatan yang sering dikemukakan terhadap pandangan frued mengenai superego
adalah bahwa ia terutama mentoroti bentuk patologis dari hati nurani, artinya, hati nurani
dalam keadaan tidak normal. Sebagaimana sudah kita lihat, freud mengembangkan
psikoanalisis dalam usahanya untuk menyembuhkan pasien-pasien neurotis.
Pandangan psikiater Prancis A.hesnard (1882-1969) dalam bukunya moral tanpa dosa ia
berpendapat bahwa manusia harus membebaskan diri dari kecenderungan kurang sehat untuk
berefleksi tentang dirinya dan memelihara suatu kehidupan batin yang tidak real. Terutama ia
harus melepaskan diri dari kebiasan untuk menaruh perasaan bersalah. Dalam agama, dosa dan
kebersalahan memainkan peranan besar. Dihadapan tuhan yang Maha Kudus manusia
menyadari kesalahannya dan mengharapkan pengampunan atas dosa-dosanya.

9. L. Kohiberg tentang Perkembangan Kesadaran Moral

Kohlberg mengemukakan teori perkembangan moral berdasar teori Piaget,


yaitu dengan pendekatan organismik (melalui tahap-tahap perkem-bangan yang
memiliki urutan pasti dan berlaku secara universal). Selain itu Kohlberg juga
menyelidiki struktur proses berpikir yang mendasari perilaku moral (moral behavior)

10. Enam Tahapan Dalam Perkembangan Moral

Keenam tahapan perkembangan moral dari Kolhlberg dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan:
pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional.[7][8][9] Mengikuti persyaratan yang
dikemukakan Piaget untuk suatu Teori perkembangan kognitif, adalah sangat jarang terjadi
kemunduran dalam tahapan-tahapan ini.[10][11] Walaupun demikian, tidak ada suatu fungsi yang
berada dalam tahapan tertinggi sepanjang waktu. Juga tidak dimungkinkan untuk melompati
suatu tahapan; setiap tahap memiliki perspektif yang baru dan diperlukan, dan lebih
komprehensif, beragam, dan terintegrasi dibanding tahap sebelumnya.[10][11]

Tingkat 1 (Pra-Konvensional)

1. Orientasi kepatuhan dan hukuman

2. Orientasi minat pribadi

( Apa untungnya buat saya?)

Tingkat 2 (Konvensional)

3. Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas

( Sikap anak baik)

4. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial

( Moralitas hukum dan aturan)

Tingkat 3 (Pasca-Konvensional)

5. Orientasi kontrak sosial

6. Prinsip etika universal

( Principled conscience)

Pra-Konvensional

Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun orang
dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada dalam
tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya
langsung. Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral,
dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris.

Dalam tahap pertama, individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari
tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap salah secara
moral bila orang yang melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman diberikan dianggap
semakin salah tindakan itu.[12] Sebagai tambahan, ia tidak tahu bahwa sudut pandang orang lain
berbeda dari sudut pandang dirinya. Tahapan ini bisa dilihat sebagai sejenis otoriterisme.

Tahap dua menempati posisi apa untungnya buat saya, perilaku yang benar didefinisikan
dengan apa yang paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada
kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap
kebutuhannya sendiri, seperti kamu garuk punggungku, dan akan kugaruk juga
punggungmu.[4] Dalam tahap dua perhatian kepada oranglain tidak didasari oleh loyalitas atau
faktor yang berifat intrinsik. Kekurangan perspektif tentang masyarakat dalam tingkat pra-
konvensional, berbeda dengan kontrak sosial (tahap lima), sebab semua tindakan dilakukan
untuk melayani kebutuhan diri sendiri saja. Bagi mereka dari tahap dua, perpektif dunia dilihat
sebagai sesuatu yang bersifat relatif secara moral.

Konvensional

Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa. Orang di tahapan
ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan pandangan dan
harapan masyarakat. Tingkat konvensional terdiri dari tahap ketiga dan keempat dalam
perkembangan moral.

Dalam tahap tiga, seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial. Individu mau
menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal tersebut
merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Mereka mencoba
menjadi seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut,[4] karena telah mengetahui ada
gunanya melakukan hal tersebut. Penalaran tahap tiga menilai moralitas dari suatu tindakan
dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal, yang mulai
menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa terimakasih, dan golden rule. Keinginan untuk
mematuhi aturan dan otoritas ada hanya untuk membantu peran sosial yang stereotip ini.
Maksud dari suatu tindakan memainkan peran yang lebih signifikan dalam penalaran di tahap
ini; 'mereka bermaksud baik'.[4]

Dalam tahap empat, adalah penting untuk mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi sosial
karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral dalam tahap empat
lebih dari sekedar kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan
masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme utama sering menentukan apa yang
benar dan apa yang salah, seperti dalam kasus fundamentalisme. Bila seseorang bisa melanggar
hukum, mungkin orang lain juga akan begitu - sehingga ada kewajiban atau tugas untuk
mematuhi hukum dan aturan. Bila seseorang melanggar hukum, maka ia salah secara moral,
sehingga celaan menjadi faktor yang signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yang buruk
dari yang baik.

Pasca-Konvensional

Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip, terdiri dari tahap lima
dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan bahwa individu-individu adalah entitas yang
terpisah dari masyarakat kini menjadi semakin jelas. Perspektif seseorang harus dilihat sebelum
perspektif masyarakat. Akibat hakekat diri mendahului orang lain ini membuat tingkatan
pasca-konvensional sering tertukar dengan perilaku pra-konvensional.

Dalam tahap lima, individu-individu dipandang sebagai memiliki pendapat-pendapat dan nilai-
nilai yang berbeda, dan adalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa memihak.
Permasalahan yang tidak dianggap sebagai relatif seperti kehidupan dan pilihan jangan sampai
ditahan atau dihambat. Kenyataannya, tidak ada pilihan yang pasti benar atau absolut -
'memang anda siapa membuat keputusan kalau yang lain tidak'? Sejalan dengan itu, hukum
dilihat sebagai kontrak sosial dan bukannya keputusan kaku. Aturan-aturan yang tidak
mengakibatkan kesejahteraan sosial harus diubah bila perlu demi terpenuhinya kebaikan
terbanyak untuk sebanyak-banyaknya orang.[8] Hal tersebut diperoleh melalui keputusan
mayoritas, dan kompromi. Dalam hal ini, pemerintahan yang demokratis tampak berlandaskan
pada penalaran tahap lima.

Dalam tahap enam, penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak menggunakan prinsip
etika universal. Hukum hanya valid bila berdasar pada keadilan, dan komitmen terhadap
keadilan juga menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil. Hak tidak
perlu sebagai kontrak sosial dan tidak penting untuk tindakan moral deontis. Keputusan
dihasilkan secara kategoris dalam cara yang absolut dan bukannya secara hipotetis secara
kondisional (lihat imperatif kategoris dari Immanuel Kant[13]). Hal ini bisa dilakukan dengan
membayangkan apa yang akan dilakukan seseorang saat menjadi orang lain, yang juga
memikirkan apa yang dilakukan bila berpikiran sama (lihat veil of ignorance dari John Rawls[14]).
Tindakan yang diambil adalah hasil konsensus. Dengan cara ini, tindakan tidak pernah menjadi
cara tapi selalu menjadi hasil; seseorang bertindak karena hal itu benar, dan bukan karena ada
maksud pribadi, sesuai harapan, legal, atau sudah disetujui sebelumnya. Walau Kohlberg yakin
bahwa tahapan ini ada, ia merasa kesulitan untuk menemukan seseorang yang
menggunakannya secara konsisten. Tampaknya orang sukar, kalaupun ada, yang bisa mencapai
tahap enam dari model Kohlberg ini.[11]

11.Ciri-ciri Khas Perkembangan Moral

Istilah moral berasal dari kata Latin mos (Moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan,
peraturan/niali-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk
menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral.

a. Meningkatnya kemampuan kognitif dari berpikir kongkrit menjadi kemampuan berpikir


abstrak./formal. Peningkatan kemampuan berpikir berkaitan dengan peningkatan kemampuan
bertingkah laku moral. Dengan dicapainya kemampuan berpikir abstrak, kemampuan
pemahaman terhadap moralnya meningkat.
b. Remaja memperoleh kemampuan untuk memahami bahwa peraturan itu dibuat atas asas
persetujuan semua orang yang bersifat ideal.
Michel (dalam Elida Prayitno: 1992) mencatat ada tiga perubahan yang penting dalam
perkembangan moral selama masa remaja, yaitu:
1. Remaja menyadari bahwa yang disebut benar atau salah itu adalah atas pertimbangan
keadilan atau kebijaksanaan, bukan atas kemauan orang yang berkuasa.
2. Remaja paham tentang peraturan moral atau agama dan sosial karena telah diperolehnya
kemampuyan memahami sesuatu dari sudut pandangan tertentu, sehingga remaja mengerti
bahwa moral relatif tidak absolut.
3. Remaja mengalami konflik tingkah laku moral dengan pikiran moral. Tingkah laku moral
adalah tingkah laku yang ditampilkan sesuai dengan kriteria moral, sedangkan pikiran moral
dan pandangan moral adalah perndapat atau pertimbangan seseorang tentang persoalan
moral.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan urutan diatas, dapat sampai pada satu kesimpulan, bahwa moral lebih mengacu
kepada suatu nilai atau sistem hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh masyarakat.
Nilai atau sistem hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akan memberikan
harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang berkaitan
dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai tersebut telah
mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran moralnya sendiri.
Orang yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu perbuatan atau perilaku
yang tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar dengan kata lain sesuai dengan hati
nuraninya sendiri, karena sesuatu yang tidak dilandasi dengan hati nurani akan menimbulkan
ketidak tenangan. Jadi hati nurani sangat berhubungan dengan kesadaran moral, moralitas dan
perilaku.

Anda mungkin juga menyukai