Anda di halaman 1dari 3

2.

Kajian Teoritis Dan Pengembangan Hipotesis


2.1 Stakeholder Theory
Teori stakeholder menyatakan bahwa organisasi harus memberikan keuntungan bagi
pihak eksternal perusahaan seperti masyarakat, pemerintah, pemegang saham, konsumen,
kreditur dan sebagainya. Teori stakeholder pertama kali diungkapkan oleh Freeman (1984)
yang menyatakan bahwa stakeholder berperan sebagai suatu kelompok atau individu yang
dapat mencapai tujuan bersama. Keberadaan stakeholder sangat menentukan keberadaan
suatu perusahaan Chariri dan Ghozali (2007). Oleh karena itu adanya stakeholder sangat
berperan penting bagi perusahaan. Pengungkapan CSR perusahaan menjadi cara bagi
perusahaan untuk berinteraksi serta menjaga hubungan positif dengan stakeholder.
2.2 Legitimacy Theory
Keterkaitan antara perusahaan dan lingkungannya merupakan komponen kunci dari
teori legitimasi. Teori legitimasi, menurut Deegan (2002), menunjukkan bahwa organisasi
atau bisnis terus bekerja untuk memastikan aktivitas operasi perusahaan sejalan dengan
aturan atau norma masyarakat. Teori legitimasi diungkapkan pertama kali oleh Dowling dan
Pfeffer (1975), menurut mereka teori legitimasi berperan penting dalam organisasi. Ketika
aktivitas organisasi terlaksana sesuai dengan nilai sosial dan norma maka perilaku organisasi
akan cenderung memberikan perhatian pada lingkungan sekitarnya.
2.3 CSR Disclosure
CSR merupakan kegiatan suatu perusahaan dalam mewujudkan tanggung jawab baik
kepada lingkungan maupun masyarakat sekitar dan diharapkan dapat memberikan manfaat
yang berkelanjutan. Menurut Priantana dan Yustian (2011) pertanggungjawaban sosial
perusahaan merupakan suatu mekanisme organisasi maupun perusahaan untuk secara
sukarela memperhatikan lingkungannya atas aktivitas bisnis yang dilakukan. Dalam
menjalankan tanggung jawab sosialnya, perusahaan diharuskan untuk mengungkapkan
informasi CSR. Pengungkapan berarti suatu tindakan menyampaikan atau tidak
menyembunyikan suatu informasi secara jelas
2.4 Legitimacy Theory
Teori Legitimasi menyatakan Keterkaitan antara perusahaan dan lingkungannya
merupakan komponen kunci dari teori legitimasi. Teori legitimasi, menurut Deegan (2002),
menunjukkan bahwa organisasi atau bisnis terus bekerja untuk memastikan aktivitas operasi
perusahaan sejalan dengan aturan atau norma masyarakat. Teori legitimasi diungkapkan
pertama kali oleh Dowling dan Pfeffer (1975), menurut mereka teori legitimasi berperan
penting dalam organisasi. Ketika aktivitas organisasi terlaksana sesuai dengan nilai sosial dan
norma maka perilaku organisasi akan cenderung memberikan perhatian pada lingkungan
sekitarnya.
2.5 Good Corporate Governance (GCG)
Secara sederhana GCG adalah suatu system tata kelola Perusahaan yang dilakukan
untuk menciptakan lingkungan yang baik. Cadbury Committee (dalam Isgiyarta, 2005)
mendefinisikan GCG sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
pemegang saham, pengelola perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan serta
pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan. Dengan demikian, penerapan GCG dipercaya dapat meningkatkan nilai
perusahaan.
GCG memacu terbentuknya pola manajemen yang profesional, transparan dan
berkelanjutan. Di Indonesia tahun 2006, pedoman umum GCG disusun oleh KNKG
menyebutkan ada lima prinsip dalam GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
indenpendensi dan kewajaran. Lima prinsip- prinsip ini dimaksudkan untuk
membantu pemerintah dalam suatu negara untuk mengevaluasi dan meningkatkan hukum,
institusi dan kerangka peraturan untuk corporate governance, dan untuk memberikan arahan
dan saran untuk pasar modal, investor, perusahaan, dan pihak lain yang mempunyai
peranan dalam proses pengembangan corporate governance yang baik. Prinsip tersebut juga
diperlukan untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan pemegang saham tanpa
mengabaikan kepentingan stakeholder (The Business Roundtable, 1997).
Implementasi prinsip – prinsip good corporate governance dalam lingkup pasar
modal di Indonesia dapat dijabarkan melalui upayaupaya Bapepam mendorong perusahaan
publik untuk memperhatikan dan melaksanakan prinsip- prinsip: Fairness, Perlindungan bagi
seluruh hak pemegang saham dan Perlakuan yang sama bagi para pemegang saham.
Transparency, pengungkapan keterbukaan informasi tentang “performance” perusahaan
secara tepat waktu, baik yang berupa informasi financial maupun nonfinancial.
Responsibility, dengan mendorong optimalisasi peran stakeholders dalamrangka mendukung
programprogramperusahaan. Accountability, dengan mendorong optimalisasi peran Dewan
Direksi dan Dewan Komisaris dalam menjalankan tugas dan fungsinya secara professional.
Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk memaksimumkan
kekayaan atau nilai perusahaan (Salvatore, 2005). Memaksimalkan nilai perusahaan sangat
penting artinya bagi suatu perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan
berarti juga memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham yang merupakan tujuan utama
perusahaan (Euis dan Taswan, 2002).
2.6 Ukuran Kinerja Perusahaan
Pada dasarnya ukuran Perusahaan adalah suatu skala Dimana dapat diklasifikasian
besar kecilnya Perusahaan menurut berbagai cara, antara lain dengan ukuran pendapatan,
total asset, dan total modal (Basyaib (2007). Atas dasar skala operasi umumnya terbagi
menjadi tiga kategori diantaranmya besar, menengah, dan kecil. Ukuran yang dimiliki
perusahaan menandakan bagaimana kesempatan yang dimiliki perusahaan untuk memperoleh
dana. Semakin besar ukurannya, maka semakin besar pula kemampuan perusahan untuk
memperoleh dana.
2.7 Profitabilitas
Menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba sehingga mampu
meningkatkan nilai pemegang saham perusahaan. Profitabilitas yang tinggi, akan
memberikan kesempatan yang lebih kepada manajemen dalam mengungkapkan serta
melakukan program CSR. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan
maka akan semakin besar pengungkapan informasi sosial. Penelitian yang dilakukan
Sunaryo, Bustan Arya (2016), Dewi dan Keni (2012) berhasil membuktikan hubungan positif
antara variabel profitabilitas dan luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan tetapi,
penelitian Trinanda (2018) menunjukkan adanya hubungan yang tidak signifikan antara
profitabilitas dengan luas pengungkapan CSR.
2.8 Tingkat leverage
Tingkat leverage ini digunakan untuk melihat kemampuan perusahaan dalam
menyelesaikan semua kewajibannya kepada pihak lain. Hasil penelitian oleh Lidya (2010)
menemukan bahwa perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan mengurangi luas
pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuatnya agar tidak menjadi perhatian dari para
debtholders. Hubungan antara leverage dan luas pengungkapan CSR juga menunjukkan hasil
yang tidak konsisten. Penelitian yang dilakukan Jayanti (2011) menemukan hubungan yang
positif antara leverage terhadap luas pengungkapan sosial. Akan tetapi penelitian Sunaryo,
Bustan Arya (2016) menunjukkan adanya hubungan yang tidak signifikan antara leverage
dengan luas pengungkapan CSR.

Anda mungkin juga menyukai