Anda di halaman 1dari 9

Pelaporan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan : Bukti Empiris Pada Bursa Efek Indonesia

Tujuan dari makalah ini adalah untuk menyelidiki pengaruh ukuran dewan, kepemilikan asing, ukuran
perusahaan, profitabilitas, dan leverage pada pelaporan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan
kemungkinan pengaruh pelaporan CSR pada kinerja masa depan perusahaan.

1. Motivasi riset

Banyak penelitian tentang CSR telah dilakukan di banyak negara. Studi-studi ini menunjukkan bahwa
perusahaan di negara yang berbeda mengungkapkan item yang berbeda mengenai barang mereka
dalam kegiatan sosial. Guthrie dan Parker (1989) menemukan bahwa 56 persen perusahaan Australia,
98 persen perusahaan Inggris, dan 80 persen perusahaan AS mengungkapkan informasi sosial (manusia)
sumber daya, keterlibatan masyarakat, lingkungan, dan pengungkapan energi dan produk.

Singh dan Ahuja (1983) meneliti laporan tahunan dari 40 perusahaan sektor publik di India dan
menemukan bahwa 40 persen dari perusahaan tersebut memiliki pengungkapan sosial.

Sebuah studi oleh Savage (1994) di Afrika Selatan menemukan bahwa 50 persen sampelnya memiliki
pengungkapan sosial sumber daya manusia sebagai subjek utama (89 persen), diikuti oleh keterlibatan
dalam masyarakat (72 persen) dan pengungkapan lingkungan (63 persen). Tsang (1998) juga
menemukan hasil yang konsisten di Singapura, di mana 52 persen sampelnya memiliki pengungkapan
sosial.

Di Indonesia, sebuah studi oleh Utomo (1999) menyelidiki pengungkapan CSR, dan menemukan bahwa
sebagian besar pengungkapan terkait dengan produk dan konsumen.

Hartanti (2003) juga menyelidiki pengungkapan sosial perusahaan publik di Indonesia. Dia menemukan
itu rata-rata tingkat pengungkapannya masih rendah. Pengungkapan tertinggi terkait produk, tenaga
kerja, diikuti melalui keterlibatan dalam masyarakat, lingkungan, dan energi.

Bentuk pengungkapan CSR yang paling umum adalah pengungkapan dalam laporan tahunan. Adams et
al. (1998) menemukan bahwa perusahaan di perusahaan Jerman, Perancis, Swiss, Inggris, dan Belanda,
umumnya mengungkapkan kegiatan CSR mereka melalui laporan tahunan. Berdasarkan studi tersebut,
peneliti berfokus pada laporan tahunan juga sebagai sumber CSR.

2. Hubungan teori dengan variabel

Teori Legitimasi

Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan
oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem
norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan secara sosial (Suchman, 1995 dalam Kirana,
2009). Legitimasi dianggap penting bagi perusahaan dikarenakan legitimasi masyarakat kepada
perusahaan menjadi faktor yang strategis bagi perkembangan perusahaan ke depan. O’Donovan
(2000) berpendapat legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat
kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Dengan
demikian legitimasi memiliki manfaat untuk mendukung keberlangsungan hidup suatu perusahaan.
Dasar pemikiran teori ini adalah organisasi atau perusahaan akan terus berlanjut keberadaannya jika
masyarakat menyadari bahwa organisasi beroperasi untuk sistem nilai yang sepadan dengan sistem
nilai masyarakat itu sendiri. Teori legitimasi menganjurkan perusahaan untuk meyakinkan bahwa
aktivitas dan kinerjanya dapat diterima oleh masyarakat. Perusahaan menggunakan laporan tahunan
mereka untuk menggambarkan kesan tanggung jawab lingkungan, sehingga mereka diterima oleh
masyarakat. Teori legitimasi berhubungan dengan variabel pelaporan pertanggung jawaban sosial
perusahaan (CSR).

Teori Stakeholder

Biset secara singkat mendefinisikan stakeholders adalah orang dengan suatu kepentingan atau
perhatian pada permasalahan tertentu. Dari definisi tersebut, maka stakeholders merupakan
keterikatan yang didasari oleh kepentingan tertentu. Dengan demikian, jika berbicara mengenai
stakeholders theory berarti membahas hal hal yang berkaitan dengan kepentingan berbagai pihak.
Hubungan yang kuat dengan para pemangku kepentingan adalah berdasarkan kepercayaan, rasa
hormat, dan kerjasama. Teori stakeholder adalah sebuah konsep manajemen strategis, tujuannya
adalah untuk membantu korporasi memperkuat hubungan dengan kelompok-kelompok eksternal dan
mengembangkan keunggulan kompetitif. Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah
entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi
stakeholdernya. Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan
yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut. Gray, Kouhy dan Adams mengatakan
bahwa kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholders sehingga aktivitas
perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Semakin powerful stakeholder, maka semakin
besar usaha perusahaan untuk beradaptasi. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog
antara perusahaan dengan stakeholdernya. Teori stakeholder ini berhubungan dengan variabel ukuran
dewan dan kepemilikan asing.

Teori Agensi

Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (prinsipal)
memperkerjakan orang lain (agen) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan
wewenang pengambilan keputusan kepada agen tersebut. Hubungan antara prinsipal dan agen dapat
mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information) karena agen berada
pada posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan
prinsipal. Dengan asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri
sendiri, maka dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agen untuk
menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui prinsipal. Dalam kondisi yang asimetri
tersebut, agen dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan
dengan cara melakukan manajemen laba. Salama et al. (2010 dalam Purnawati, 2012) mengungkapkan
bahwa selain mekanisme corporate governance yang digunakan untuk mengurangi konflik kepentingan
yang terjadi antara principal dan agen, perusahaan dapat menggunakan metode pengungkapan
sukarela, salah satunya pengungkapan corporate social responsibility ini. Teori agensi berhubungan
dengan leverage. Ini berdasarkan teori agensi manajemen dengan leverage yang akan mengurangi
CSR-nya untuk menghindari pengawasan kreditor.

3. Dasar pengembangan hipotesis


a. Collier dan Gregory (1999) berpendapat bahwa ukuran dewan direksi yang besar akan lebih
mudah untuk mengendalikan CEO dan proses pemantauan akan lebih efektif. Tapi, ukuran
dewan direksi yang sangat besar bisa membatasi komunikasi dan koordinasi di antara
anggota dewan dan akibatnya akan menghambat proses pemantauan. Begitu juga apabila
ukuran dewan yang kecil. Ukuran dewan yang besar akan memiliki pengaruh positif pada
CSR. Berdasarkan kajian empiris tersebut, hipotesis yang dapat dikembangkan yaitu:
H1: ukuran dewan berpengaruh positif terhadap pelaporan tanggung jawab sosial
perusahaan
b. H2: Hubungan antara ukuran dewan dan pelaporan sosial perusahaan adalah cekung.
(TIDAK DIJELASKAN) dalam perumusan hipotesis tidak dijelaskan namun dalam
pembahasan disebutkan bahwa peneliti menemukan bukti yang konsisten bahwa ukuran
dewan memiliki pengaruh positif dan non-linear (kuadratik dan cekung) terhadap
hubungannya dengan CSR. Hasil ini mengkonfirmasi prediksi peneliti yang apabila lebih
besar dewan akan dapat melakukan pemantauan yang lebih baik (termasuk pemantauan
CSR di laporan tahunan), tetapi dewan yang terlalu besar akan melakukan proses
pemantauan tidak efektif (dampak negatif).
c. Pemegang saham yang berbeda dapat menuntut pengungkapan yang berbeda dan
permintaan akan lebih tinggi jika investor asing memiliki kepemilikan yang lebih tinggi
(Schipper, 1981; Bradbury, 1991; Craswell dan Taylor, 1992). Oleh karena itu, semakin tinggi
kepemilikan asing, semakin tinggi tingkat pelaporan sosial perusahaan
H3: Kepemilikan asing secara positif mempengaruhi pelaporan sosial perusahaan.
d. Perusahaan yang lebih besar mungkin memiliki lebih banyak sumber daya untuk dicurahkan
dalam kegiatan sosial dan basis aset yang lebih besar untuk menyebarkan biaya tanggung
jawab sosial (Lerner, 1991). Ini juga akan secara positif mempengaruhi tingkat CSR. Peneliti
menggunakan total aset sebagai proksi untuk ukuran perusahaan
H4: Total aset secara positif memengaruhi pelaporan sosial perusahaan.
e. Profitabilitas perusahaan mungkin memiliki lebih banyak sumber daya untuk dicurahkan
untuk kegiatan sosial dan basis laba yang lebih besar yang menyebarkan biaya tanggung
jawab sosial. Perusahaan yang menghasilkan laba juga mengungkapkan lebih banyak
kegiatan sosial mereka untuk menunjukkannya kontribusi kepada masyarakat. Edwards
(1999) menemukan hubungan positif antara lingkungan dan kinerja keuangan. Profitabilitas
diukur menggunakan return on equity (ROE), karena rasio ini menunjukkan berapa banyak
uang yang dihasilkan perusahaan untuk investornya
H5: ROE secara positif mempengaruhi pelaporan sosial perusahaan.
f. Belkaoui dan Karpik (1989) menunjukkan bahwa leverage memiliki pengaruh negatif dan
signifikan hubungan dengan CSR. Ini berdasarkan teori agensi manajemen dengan leverage
yang akan mengurangi CSR-nya untuk menghindari pengawasan kreditor
H6: DER berdampak negatif terhadap pelaporan sosial perusahaan.
g. Porter dan van der Linde (1995) mengemukakan bahwa peraturan lingkungan yang
dirancang dengan baik akan mendorong inovasi dan produktivitas, yang akan meningkatkan
keunggulan kompetitif perusahaan. Dengan manajemen yang baik, keunggulan kompetitif
yang lebih tinggi akan mengurangi biaya, meningkatkan produktivitas, dan mengurangi
ketidakefisienan sumber daya. CSR dapat meningkatkan reputasi perusahaan dan menjalin
hubungan baik dengan bank, investor dan pemerintah, yang pada gilirannya tercermin
dalam kinerja perusahaan.
H7: Pelaporan sosial perusahaan secara positif mempengaruhi kinerja perusahaan di
masa depan.

4. Cara mengukur variable


- CSR Reporting diukur dengan number of corporate social reporting items stated in index
(CSDI) dan number of disclosure sentences (CSDL)
o Jumlah item pelaporan sosial perusahaan yang dinyatakan dalam indeks (CSDI); dan
o Panjang pengungkapan sosial perusahaan (CSDL).

- Ukuran dewan diukur dengan menggunakan indikator jumlah anggota dewan direksi dan
jumlah anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan

- Kepemilikan investor asing diukur dengan persentase kepemilikan investor asing.


Jumlah lembar saham yang dimiliki oleh investor asing
Kepemilikan asing = x 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟

- Ukuran perusahaan diukur dengan TASSET (Log natural total aset perusahaan)
Ukuran perusahaan diproksikan dengan menggunakan Log Natural Total Aset dengan tujuan
agar mengurangi fluktuasi data yang berlebih. Dengan menggunakan log natural, jumlah
aset dengan nilai ratusan miliar bahkan triliun akan disederhanakan, tanpa mengubah
proporsi dari jumlah aset yang sesungguhnya. Nilai total asset biasanya bernilai sangat besar
dibandingkan dengan variable keuangan lainya, untuk itu variable asset diperhalus menjadi
Log Asset atau Ln Total Asset.

- Profitabilitas diukur dengan ROE


𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
ROE = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠 x 100%

- Leverage diukur dengan DER


𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑏𝑡
DER = x 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦
5. Populasi dan penarikan sampel
Sampel terdiri dari semua perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada
tahun 2003, dengan data lengkap. Karena banyak data yang hilang (laporan tahunan tidak
lengkap). Total akhir sampel sebanyak 87 perusahaan.

6. Teknik analisis yaitu laporan tahunan dianalisis dengan metode analisis isi/konten dan regresi
berganda digunakan untuk menguji hipotesis.
Untuk mengukur CSR, peneliti menggunakan metode analisis konten. Daftar periksa pelaporan
sosial perusahaan mencakup enam objek (lingkungan, energi, tenaga kerja, produk, masyarakat,
dan lainnya). Daftar periksa ini dimodifikasi dari daftar periksa yang digunakan oleh Haniffa dan
Cooke (2005) dan Sembiring (2005). Peneliti menggunakan dua ukuran:
1. Jumlah item pelaporan sosial perusahaan yang dinyatakan dalam indeks (CSDI); dan
2. Panjang pengungkapan sosial perusahaan (CSDL).
PEMBAHASAN

4.1 Statistik deskriptif

Tabel I Panel A menunjukkan statistik deskriptif CSR. Pengungkapan CSR berarti (CSDI) adalah 13,74
persen, sedangkan rata-rata lama pengungkapan (CSDL) adalah 39 kalimat. Item yang paling banyak
diungkapkan adalah produk. Ini menunjukkan bahwa perusahaan menganggap pengungkapan tentang
produk sebagai hal yang paling penting dalam masalah yang akan diungkapkan. Ini tidak mengherankan,
karena produk memiliki hubungan langsung dengan manfaat ekonomi yang akan diterima perusahaan,
yang meningkatkan pendapatan. Statistik deskriptif dari variabel lain yang digunakan dalam penelitian
ini disajikan pada Tabel I Panel B. Ukuran dewan rata-rata adalah 9, dan hanya ada variasi kecil dalam
sampel. Kepemilikan asing hanya sekitar 20 persen, yang menunjukkan bahwa, rata-rata, asing investor
tidak memiliki kepemilikan signifikan atas perusahaan publik di BEI. Ukuran perusahaan tidak muncul
banyak variasi. Rata-rata, sampel kami adalah perusahaan yang menguntungkan, karenanya hasil kami
mungkin tidak digeneralisasi ke perusahaan yang kalah dan juga menghasilkan pengembalian positif.
Total hutang kami sampel kira-kira dua kali ekuitasnya.

Hasil regresi disajikan pada Tabel II (Panel A menunjukkan CSDI sebagai variabel dependen sedangkan
Panel B untuk CSDL). F-statistik kedua panel menunjukkan bahwa hanya signifikan dalam Panel A (CSDI)
tetapi tidak signifikan di Panel B (CSDL). Semua variabel independen Mempengaruhi CSR hanya mampu
menjelaskan variasi ketergantungan secara signifikan variabel, jika variabel dependen adalah CSDI.
Kedua panel menunjukkan hasil yang relatif konsisten. BOARD_SZ dan BOARD_SZ2 adalah signifikan dan,
masing-masing, memiliki tanda positif dan negatif (H1 dan H2 tidak ditolak). Hasil ini mengkonfirmasi
prediksi kami bahwa dewan yang lebih besar akan dapat melakukannya melakukan pemantauan yang
lebih baik (termasuk pemantauan CSR dalam laporan tahunan), tetapi juga dewan yang besar akan
membuat proses pemantauan tidak efektif (dampak negatif). FOR tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap CSR (H3 ditolak). Temuan ini tidak konsisten dengan bukti yang ditemukan di Schipper (1981),
Bradbury (1991), Craswell dan Taylor (1992) bahwa investor asing akan menuntut pengungkapan yang
lebih tinggi. Hasil ini mungkin disebabkan oleh ketidakmampuan investor asing untuk melakukan
pemantauan yang lebih besar karena tingkat yang lebih rendah kepemilikan (lihat hasil statistik
deskriptif). Atau investor asing tidak terlalu peduli dengan CSR karena cakrawala investasi jangka pendek
mereka di perusahaan publik di Indonesia. Ukuran perusahaan, diukur dengan total aset, memiliki efek
positif dan signifikan terhadap CSR (H4 adalah tidak ditolak). Ini menunjukkan bahwa perusahaan besar
memiliki lebih banyak sumber daya untuk dicurahkan ke sosial kegiatan dan basis aset yang lebih besar
yang digunakan untuk menyebarkan biaya tanggung jawab sosial (Lerner, 1991). Perusahaan yang lebih
besar juga menghadapi lebih banyak tekanan untuk mengungkapkan kegiatan sosial mereka dari
berbagai kelompok di masyarakat. Hasil ini konsisten dengan Belkaoui dan Karpik (1989), Hackston dan
Milne (1996), Gray et al. (2001) dan Sembiring (2005). ROE dan DER tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap CSR (H5 dan H6 ditolak). Ini menunjukkan bahwa profitabilitas dan leverage tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap CSR. Bukti ini bertentangan dengan Edwards (1999) yang menemukan
hubungan positif di antaranya kinerja lingkungan dan keuangan dan juga bertentangan dengan Belkaoui
dan Karpik (1989) yang menemukan pengaruh memiliki hubungan negatif dan signifikan dengan CSR.
Hasil yang tidak signifikan dari ROE dapat disebabkan oleh perusahaan yang tidak merasa perlu untuk
terlibat dalam kegiatan CSR, meskipun menguntungkan (dan akibatnya tidak mengungkapkannya)
karena mereka menganggap kegiatan CSR hanya menambah biaya tanpa manfaat langsung. Sementara
itu hasil DER yang tidak signifikan mungkin hasil dari menggunakan DER sebagai proksi untuk leverage.
DER mungkin bukan ukuran yang baik dari kekuatan kreditor untuk melakukan pemantauan
pengelolaan. Kontrak utang yang berbeda memiliki persyaratan yang berbeda pula kemampuan
pemantauan kreditor. Kami melakukan tes tambahan di mana ukuran dewan dibagi menjadi dewan
ukuran komisaris dan ukuran dewan direksi. Hasilnya (tidak ditabulasi) menunjukkan itu Ukuran dewan
komisaris memiliki hubungan positif dan cekung dengan CSDI dewan direksi memiliki hubungan positif
dan cekung dengan CSDL. Ini mungkin menunjukkan bahwa dewan direksi lebih peduli dengan panjang
pengungkapan, sementara dewan komisaris lebih mementingkan hal-hal yang akan diungkapkan.

Hasil regresi disajikan pada Tabel III dan IV. Panel A menggunakan ROE sebagai ukuran kinerja masa
depan, sementara Panel B menggunakan pengembalian saham. Satu-satunya F-statistik yang signifikan
adalah di Panel A menggunakan CSDL untuk mengukur CSR. Kedua panel menunjukkan hasil yang
konsisten dampak CSR pada kinerja masa depan, di mana hanya CSDI yang positif dan signifikan
mempengaruhi sedangkan CSDL tidak. Hasil ini menunjukkan bahwa itu bukan lama pengungkapan itu
penting, tetapi variasi item diungkapkan. Pengaruh positif CSR terhadap kinerja mungkin karena dampak
positif dari pengungkapan pada reputasi perusahaan; lebih banyak kegiatan sosial mungkin akan
meningkatkan pelanggan loyalitas dan dukungan pemangku kepentingan lainnya (termasuk investor),
yang pada gilirannya meningkat kinerja perusahaan. Valuasi positif dari pasar dapat mengindikasikan
investor tersebut anggap kegiatan CSR perusahaan memiliki manfaat positif bersih di masa depan. Kami
juga mencoba menyelidiki item yang diungkapkan yang memiliki pengaruh signifikan di masa depan
kinerja (hasil tidak ditabulasi). Untuk ukuran akuntansi (ROE), itu adalah lingkungan pengungkapan yang
berdampak positif. Sedangkan untuk ukuran pasar (RET), energi pengungkapan memiliki pengaruh
positif yang lebih konsisten pada pengembalian saham.

Baru-baru ini, kesadaran masyarakat telah memberi lebih banyak tekanan pada perusahaan untuk
terlibat dalam CSR. Akhirnya, tekanan ini akan mengakibatkan perusahaan melakukan kegiatan sosial
yang mereka ungkapkan dalam laporan CSR. Karena pelaporan CSR masih didasarkan pada
pengungkapan sukarela, itu adalah menarik untuk mengamati faktor-faktor yang menentukan tingkat
pelaporan CSR dalam perusahaan. Makalah ini dimaksudkan untuk menyelidiki pengaruh ukuran dewan,
kepemilikan asing, perusahaan ukuran, profitabilitas, dan leverage pada pelaporan CSR. Selanjutnya,
karena diyakini itu kegiatan sosial berdampak negatif pada profitabilitas, makalah ini juga dimaksudkan
untuk menyelidiki efek pelaporan CSR pada kinerja masa depan perusahaan.

Kami menemukan bukti yang konsisten bahwa ukuran dewan memiliki pengaruh positif dan non-
linear (kuadratik dan cekung) terhadap hubungannya dengan CSR. Hasil ini mengkonfirmasi prediksi
kami yang apabila lebih besar dewan akan dapat melakukan pemantauan yang lebih baik (termasuk
pemantauan CSR di laporan tahunan), tetapi dewan yang terlalu besar akan melakukan proses
pemantauan tidak efektif (dampak negatif).

Ukuran perusahaan, diukur dengan total aset, memiliki nilai positif dan pengaruh signifikan terhadap
CSR. Ini menunjukkan bahwa perusahaan besar memiliki lebih banyak sumber daya mencurahkan untuk
kegiatan sosial dan basis aset yang lebih besar di mana untuk menyebarkan biaya tanggung jawab sosial.
Perusahaan yang lebih besar juga menghadapi lebih banyak tekanan untuk mengungkapkan sosial
mereka kegiatan dari berbagai kelompok di masyarakat. Kami juga menemukan sedikit bukti dampak
positif CSR terhadap kinerja masa depan, di mana hanya CSDI yang memiliki pengaruh positif dan
signifikan sedangkan CSDL tidak. Hasil ini dapat mendorong perusahaan publik untuk mengungkapkan
kegiatan CSR mereka karena tampaknya ada pengaruh positif dari pengungkapan ini pada kinerja masa
depan.

Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Pertama, karena ketersediaan terbatas laporan
tahunan, penelitian ini tidak memeriksa semua perusahaan publik. Kedua, penelitian ini menggunakan
lama pengungkapan untuk mengukur CSR. Perusahaan sering menggunakan gambar, tabel, dan diagram
mengungkapkan beberapa informasi. Sederhananya, semua jenis pengungkapan ini hanya dihitung
sebagai satu kalimat. Ketiga, kami hanya memeriksa faktor-faktor yang mempengaruhi CSR terbatas
pada ukuran dewan, tegas ukuran, profitabilitas, kepemilikan asing, dan leverage. Keempat, beberapa
hasil regresi menunjukkan statistik-F yang tidak signifikan yang menyarankan penggunaan model di sini
belum merupakan model terbaik.

Di masa lalu, perusahaan dianggap telah memenuhi tanggung jawab mereka jika mereka beroperasi
dalam batas-batas hukum, menghasilkan laba, dan menyediakan lapangan kerja bagi anggota
masyarakat (Epstein et al., 1976). Namun, baru-baru ini, perusahaan juga diharapkan lebih bertanggung
jawab secara sosial terhadap komunitas tempat mereka beroperasi. Perusahaan diharapkan untuk
mengurangi polusi, memanfaatkan sumber daya alam secara efektif dan efisien, menjaga tenaga kerja
yang beragam, menyediakan lapangan kerja untuk minoritas dan perempuan, menghilangkan ras dan
diskriminasi seksual, dan banyak lagi (Adebayo, 2000). Terlepas dari peningkatan kesadaran masyarakat
tentang kegiatan yang bertanggung jawab secara sosial, ada masih banyak kasus perusahaan yang
kurang bertanggung jawab secara sosial. Di Indonesia, misalnya, Kasus Teluk Buyat (yang menyebabkan
masalah kesehatan bagi warga yang tinggal di Teluk Buyat) dan kasus Lapindo (banjir lumpur yang
meliputi wilayah besar di Sidoarjo, memaksa orang tinggal di Indonesia) daerah-daerah untuk
dievakuasi). Ada banyak kasus serupa di negara lain, misalnya: Exxon Valdez (tragedi lingkungan
legendaris), Bhopal-Unior Carbide (menyebabkan kematian dan cedera warga), dan Nike (pekerjaan
anak-anak di bawah umur). Kepedulian terhadap tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) di Indonesia
semakin meningkat. Awalnya, di Indonesia, UU Perusahaan No. 1 Tahun 1995 tidak mempertimbangkan
CSR, tetapi kemudian, di Indonesia 2007 ketika UU Perusahaan direvisi dan diberlakukan (UU
Perusahaan No. 40 Tahun) 2007), undang-undang tersebut memasukkan CSR dalam pasal 74, yang
menyatakan bahwa perusahaan memiliki kegiatan usaha di bidang dan / atau yang berkaitan dengan
sumber daya alam wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungannya. Ini mungkin dipicu oleh
beberapa masalah yang berkaitan dengan CSR, seperti masalah lingkungan yang disebabkan oleh besar
populasi, perusakan hutan, standar perburuhan yang buruk, dll. Meningkatnya kepedulian terhadap CSR
juga berdampak pada tumbuhnya perhatian terhadap CSR melaporkan dalam laporan tahunan
perusahaan. Pelaporan CSR telah menjadi subjek penelitian banyak akademisi selama lebih dari dua
dekade (Haniffa dan Cooke, 2005). Dua masalah utama dari studi tersebut adalah faktor yang
menentukan tingkat pelaporan CSR dan apakah CSR pelaporan memengaruhi kinerja perusahaan di
masa mendatang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki pengaruh ukuran dewan,
kepemilikan asing, ukuran perusahaan, profitabilitas, dan memanfaatkan pelaporan CSR; dan
kemungkinan dampak pelaporan CSR pada masa depan perusahaan kinerja.

Ada beberapa kontribusi penelitian ini. Pertama, ini berkontribusi pada CSR sastra, khususnya di
Indonesia. Kedua, kami mengakomodasi hubungan non-linear antara ukuran dewan dan pelaporan CSR,
yang belum banyak diteliti pelajaran sebelumnya. Ketiga, sebagian besar studi CSR dilakukan di negara
maju negara yang menggunakan sistem dewan satu tingkat, karenanya mereka hanya menyertakan
dewan direksi ukuran dalam studi mereka. Indonesia mengadopsi sistem dewan dua tingkat, di mana
ada dua dewan: dewan komisaris dan dewan direksi. Penting untuk mempertimbangkan pengaruh
kedua dewan pada pelaporan CSR.

Anda mungkin juga menyukai