Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH KEPEMILIKAN SAHAM DAN SLACK RESOURCE TERHADAP

PELAPORAN CSR

Denty Arista1 Bambang Subroto 2 Bambang Hariadi 3

Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Indonesia


Email: denty.ecci@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan Kepemilikan Saham dan Slack
Resource terhadap Pelaporan CSR. Data penelitian ini berasal dari perusahaan sektor
manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2013 sampai tahun 2016.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan beberapa kriteria hingga
menghasilkan 37 perusahaan yang diamati selama empat tahun, sehingga menghasilkan
148 sebagai sampel penelitian. Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa
pelaporan CSR meningkat apabila proporsi kepemilikan saham manajerial besar.
Sementara itu pelaporan CSR tidak meningkat maupun menurun karena prosentase
kepemilikan saham publik yang kecil dan slack resource yang tidak digunakan
perusahaan untuk tujuan sosialnya.

Kata kunci: Kepemilikan Saham Manajerial, Kepemilikan Saham Publik, Slack


Resource, Pelaporan CSR.

PENDAHULUAN

Pelaporan CSR merupakan hasil dari aktivitas CSR perusahaan yang digunakan
sebagai bahan evaluasi perusahaan. Pelaporan CSR akan mendatangkan banyak manfaat
terutama terkait dengan keberlangsungan hidup perusahaan. Dengan informasi yang ada
di laporan CSR, di harapkan perusahaan dapat mempertahankan going concertnya. Salah
satu laporan CSR yang memuat aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial adalah laporan
keberlanjutan (Rusdianto, 2013:57).
Pentingnya pelaporan CSR yang berkelanjutan akan mendatangkan banyak
manfaat. Pertama, sebagai investasi sosial yang menjadi sumber keunggulan kompetitif
bagi perusahaan. Kedua, memperkokoh kinerja keuangan perusahaan. Ketiga,
meningkatkan akuntanbilitas dan apresiasi positif dari komunitas investor, kreditor,
pemasok, konsumen, pemerintah, dan masyarakat. Keempat, meningkatnya komitmen,
etos kerja, efisiensi, dan produktivitas karyawan. Kelima, menurunya resistensi dari
komunitas sekitarnya. Keenam, meningkatkan reputasi, goodwill, dan nilai perusahaan
dalam jangka panjang (Lako, 2011:95). Hal ini juga didukung oleh teori legitimasi yang
menyatakan bahwa melalui pelaporan CSR yang berkelanjutan maka perusahaan akan
mendapatkan legitimate dari masyarakat, karena untuk meminimalisasi dampak
operasional perusahaan yang mungkin dapat merugikan masyarakat sekitar.
Centre for Governance, Institutions, and Organizations National University of
Singapore (NUS) Business School menemukan adanya kualitas laporan CSR perusahaan
di Indonesia yang masih rendah dengan nilai 48.4 dari total 100 (sumber:
cnnindonesia.com 2016). Hasil data dari Environmental Performance Index (EPI) tahun
2016 menemukan adanya kualitas udara buruk yang disebabkan oleh peningkatan
produksi industri, dimana Negara Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara
pendiri ASEAN lainnya memiliki nilai peer comparasion yang turun. Hal ini
mengindikasikan bahwa Negara Indonesia memiliki performa lebih buruk daripada
negara-negara di wilayahnya.
Jika laporan CSR adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan, maka peran
manajemen dan pemegang saham sangat menentukan kesuksesannya (Wahyudi dan
Azheri, 2008:132). Hal ini sesuai dengan teori stakeholder yang menyatakan bahwa
ukuran power stakeholder dan kebutuhan informasi yang terkait dapat menjelaskan
mengenai level dan tipe pelaporan CSR (Deegan dan Unerman, 2006:291). Manajer
adalah pihak yang memiliki pengetahuan memadai tentang perusahaan serta berpengaruh
secara strategis pada perusahaan (Amu, 2017). Manajer yang memiliki saham perusahaan
tentu akan menselaraskan kepentingannya sebagai manajer dengan kepentingannya
sebagai pemegang saham (Rustiarini, 2012). Oleh karena itu, dampak keputusan yang
diambil oleh manajemen akan dapat langsung dirasakannya, sehingga manajemen akan
berusaha sebaik mungkin dalam memilih kebijakan yang tidak akan merugikan
pemegang saham, salah satunya kebijakan terkait dengan aktivitas dan pelaporan CSR.
Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh kepemilikan manajerial terhadap pelaporan
CSR, didukung oleh penelitian yang dilakukan Amu (2017), Nussy (2013), dan Bangun
et al, 2012. Namun apabila terjadi konflik kepentingan antara manajer dengan pemilik
perusahaan, dapat menyebabkan tidak adanya keselarasan terkait dengan laporan CSR,
yang mengindikasikan tidak adanya pengaruh kepemilikan manajerial terhadap pelaporan
CSR. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Atmini dan Prihatiningtias (2008),
Adnantara (2013), serta Rustriani (2012).
Perusahaan go public yang tercatat di BEI (Bursa Efek Indonesia) tentu memiliki
proporsi kepemilikan saham oleh publik, yang mengindikasikan bahwa semua aktivitas
maupun keadaan perusahaan harus dilaporkan dan diketahui oleh publik sebagai salah
satu bagian dari pemegang saham. Hubungan antara kepemilikan saham publik dengan
laporan CSR menunjukan bahwa semakin besar jumlah proporsi kepemilikan saham
publik, semakin banyak informasi tentang CSR pada laporan tahunan (Hamdani et al,
2017). Hal ini didukung oleh penelitan yang dilakukan Hamdadi, et al (2017) dan
Yuliana, et al (2008). Sementara Santoso et al (2017), Nur dan Priantinah (2012),
Rindawati dan Asyik (2015) serta Kuzey dan Uyar (2016) menunjukkan hasil tidak
adanya pengaruh kepemilikan saham publik dengan pelaporan CSR. Hal ini dikarenakan
proporsi kepemilikan pemegang saham publik yang terlalu kecil.
Sementara Waddock dan Graves (1997) menyatakan bahwa implementasi dari
dimesi CSR harus memiliki sumber daya finansial yang memadai. Perusahaan yang
memiliki potensi ketersediaan sumber daya bebas dari kinerja ekonomi yang bagus, akan
memiliki kebebasan membelanjakan dananya untuk kepentingan sosial (Waddock dan
Graves, 1997). Namun apabila perusahaan mengalami kinerja ekonomi yang kurang baik,
diperkirakan perusahaan akan memberikan perhatian lebih terhadap tujuan-tujuan
ekonomi daripada tujuan CSRnya (Nasaruddin, 2012; Yusuf, 2016). Hal ini sesuai

2
dengan teori berbasis sumber daya yang dinyatakan oleh Barney et al (2011) bahwa peran
teori sumber daya digunakan salah satunya untuk memahami bagaimana perusahaan
memasukkan kelestarian lingkungan dalam mencapai keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan, sehingga dalam memanfaatkan sumber daya untuk strategi perusahaan
salah satunya yakni dengan menempatkan CSR sebagai strategi untuk mencapai
keberlanjutan perusahaan.

PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Kepemilikan Saham Manajerial terhadap Pelaporan CSR
Wibisono (2007:77) salah satu faktor yang dapat memengaruhi CSR adalah
pimpinan perusahaan. Adanya aktivitas CSR dapat membantu tercapainnya keberlanjutan
perusahaan. Hal ini dikarenakan CSR dapat meningkatkan penciptaan nilai sebagai
dampak dari aktivitas yang dilakukan perusahaan dan meminimalkan kerugian yang
mungkin muncul terhadap stakeholder perusahaan. Kepemilikan merupakan salah satu
aspek dari tata kelola perusahaan. Adanya peran potensial dari mekanisme tata kelola
perusahaan lainnya, seperti komposisi dewan dan kompensasi eksekutif, dapat membantu
menciptakan berkelanjutan perusahaan (Barney et al, 2011). Sehingga apabila pimpinan
perusahaan tidak tanggap dengan masalah sosial, tentu hal ini akan terjadi pengabaian
terhadap aktivitas sosial perusahaan.
Sementara manfaat teori stakeholder dalah untuk menguji kemampuan stakeholder
dalam memengaruhi pengungkapan pelaporaan CSR (Deegan dan Unerman, 2006:291).
Ukuran power stakeholder dan kebutuhan informasi yang terkait dapat menjelaskan
mengenai level dan tipe pengungkapan CSR (Deegan dan Unerman, 2006:291).
Stakeholder merupakan semua pihak baik internal maupun external yang memiliki
hubungan memengaruhi dan dipengaruhi, bersifat langsung maupun tidak langsung oleh
perusahaan atas aktivitas serta kebijakan yang diambil dan dilakukan oleh perusahaan
(Hadi, 2014:93).
Sehingga apabila manajer juga mendapatkan sebagian hak milik perusahaan,
apapun dampak keputusan dari yang diambilnya, akan dapat langsung dirasakannya
khusunya dalam menjaga legitimasi perusahaan melalui pelaporan CSR. Jika perusahaan
meyakini bahwa CSR adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan, maka peran
manajemen dan pemegang saham sangat menentukan kesuksesannya (Wahyudi dan
Azheri, 2008:132).
Ketika kepemilikan saham manajerial kecil, manajer akan berusaha untuk
memaksimalkan kepentingan dirinya dibandingkan kepentingan perusahaan (Tamba dan
Chariri, 2011). Sementara semakin besar kepemilikan saham oleh manajer maka semakin
produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan, hal ini dikarenakan
keputusan yang diambil manajer akan dapat langsung dirasakannya (Tamba dan Chariri,
2011, serta Amu, 2017). Manajer perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial
dalam rangka untuk meningkatkan image perusahaan, meskipun harus mengorbankan
sumber daya untuk aktivitas tersebut (Rustiarini, 2012). Namun Ghazali (2007), Oh et al
(2011), dan Khan et al (2013) menemukan bahwa kepemilikan saham manajerial
berpengaruh negatif terhadap pelaporan CSR. Semakin besar kepemilikan manajerial
maka pengungkapan tanggung jawab sosial cenderung tidak banyak dilakukan karena
manajer merasa perusahaan milik mereka sehingga akuntabilitas publik bukan hal yang
penting.

3
Adanya hasil yang beragam, menandakan sikap manajer terhadap aktivitas CSR
akan sangat berbeda-beda. Sebagai manajer tentu akan memperhatikan cost dan benefit
dengan adanya aktivitas CSR. Apabila dirasa CSR cukup memberikan manfaat untuk
kedepannya, maka manager akan melakukan dengan luas laporan CSR. Namun apabila
manager menganggap adanya pengeluaran cost yang melebihi manfaatnya, maka
pelaporan CSR tentu akan menyempit. Hal ini sesuai dengan pandangan yang dinyatakan
oleh Lako (2011:102) yang menyatakan bahwa terdapat dua pandangan terkait CSR,
yakni berdasarkan pespektif biaya dan berdasarkan pespektif manfaat.
H1: Kepemilikan Saham Manajerial berpengaruh positif terhadap Pelaporan CSR.

Kepemilikan saham Publik terhadap Pelaporan CSR


Deegan dan Unerman (2006:291) menyatakan bahwa manfaat dari teori
stakeholder adalah untuk menguji kemampuan stakeholder dalam memengaruhi
pelaporan CSR. Salah satu stakeholder perusahaan adalah masyarakat. Sementara
pengertian kepemilikan saham oleh publik adalah proporsi saham perusahaan yang
dimiliki oleh masayarakat atau publik. Oleh karena itu melalui pelaporan CSR dapat
menjadi peredam konflik antara perusahaan dengan masayarakat sekitar sehingga dapat
mempertahankan goin concern, karena tidak menutup kemungkinan bahwa investor
publik merupakan masyarakat yang berdampak langsung terhadap operasional
perusahaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat publik yang memiliki saham
pada suatu perusahaan akan menambah sahamnya jika perusahaan bertanggung jawab
pada sosial dan lingkungannya, karena tidak menutup kemungkinan investor publik
tersebut adalah yang berasal dari sekitar perusahaan maupun konsumen perusahaan
(Hamdani et al, 2017). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapatnya pengaruh
kepemilikan saham publik terhadap pelaporan CSR (Hamdani et al, 2017; Yuliana et al,
2008; Adnantara, 2013; Bangun et al, 2012).
Namun terdapat hasil yang bertentangan dimana karena kurangnya pastisipasi
investor publik terhadap perumusan atau rapat terkait pelaksanaan CSR oleh perusahaan
menyebabkan para invetor publik tidak dapat memengaruhi atau memberi dorongan
terhadap pelaporan CSR. Hal ini dapat dikatakan tidak adanya pengaruh kepemilikan
saham publik terhadap pelaporan CSR (Kuzey dan Uyar, 2016; Santoso et al, 2017;
Rindawati dan Asyik, 2015; Nur dan Priantinah, 2012).
H2: Kepemilikan Saham Publik berpengaruh positif terhadap Pelaporan CSR.

Slack Resource terhadap Pelaporan CSR


Barney et al (2011) peran teori sumber daya digunakan salah satunya untuk
memahami bagaimana perusahaan memasukkan kelestarian lingkungan dalam mencapai
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Sehingga dalam memanfaatkan sumber daya
untuk strategi perusahaan, yakni dengan menempatkan CSR sebagai strategi untuk
mencapai going concert perusahaan. Sumber daya telah digambarkan sebagai salah satu
pendorong penting keputusan perusahaan tentang membuat gerakan dan tindakan balasan
dari berbagai posisi pasar (Barney et al, 2011). Sumber daya dikembangkan atau
diperoleh dalam satu periode memiliki implikasi untuk keuntungan strategis perusahaan
di periode berikutnya (Barney et al, 2011).
Anggraeni dan Djakman (2017) berpendapat bahwa berdasar perspektif resources-
based, laporan CSR merupakan suatu media bagi perusahaan untuk membangun

4
hubungan yang baik dengan para stakeholders mereka karena laporan CSR menyajikan
informasi adanya jaminan bagi stakeholders bahwa seluruh sumber daya yang dimiliki
perusahaan telah dipergunakan dengan baik dan sesuai dengan norma yang ada sehingga
para stakeholders tidak lagi mengkhawatirkan isu keberlanjutan perusahaan di masa yang
akan datang.
Untuk melakukan kegiatan dan pelaporan CSR yang berkelanjutan tentu
membutuhkan dana dari perusahaan. Kemampuan dana untuk CSR dapat diperoleh salah
satunya dari pemanfaatan slack resource pada perusahaan. Seifert et al (2004)
mengaitkan slack resource dengan kegiatan CSR mengingat meningkatnya dan
menurunnya CSR berdasarkan dana keleluasaan yang dimiliki perusahaan.
Sementara slack resource didefinisikan sebagai sumber daya cadangan yang tidak
terserap atau sumber daya yang tidak terikat dimana belum terdapat pengalokasian pada
sumber daya tersebut, sebuah ketersediaan sumber daya diluar batas minimum yang
diperlukan untuk mempertahankan keutuhan organisasi, atau sumber daya berlebih di
luar sumber daya yang dibutuhkan untuk menghasilkan tingkat output tertentu (Seifert et
al, 2004). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa slack resource merupakan sumber daya
yang belum dialokasikan pada aktivitas tertentu yang digunakan sebagai pelindung bagi
perusahaan untuk menghadapi beberapa ancaman tekanan dari internal maupun eksternal.
Terdapat karakteristik dari slack resource, salah satunya yakni slack resource harus
dapat dilihat dan digunakan manajer di masa depan (Sharfman et al, 1988).
Seifert, et al (2004) menganggap arus kas merupakan ukuran yang lebih tepat dari
Slack Resource, karena arus kas merupakan uang yang tidak terkendali yang tersedia
untuk melakukan kegiatan CSR. Dalam hal ini arus kas merupakan sumber daya yang
tidak diserap oleh perusahaan dimana sumber daya tersebut belum dialokasikan ke
aktivitas tertentu (Sayekti, 2017; Seifert et al, 2004). Jika perusahaan memiliki arus kas
bebas yang tinggi, memungkinkan perusahaan melakukan sejumlah sumber keuangan
untuk menyiapkan laporan CSR berkualitas tinggi (Kuzey dan Uyar, 2016).
Persuahaan yang memiliki potensi ketersediaan sumber daya bebas dari kinerja
keuangan yang baik akan memiliki kebebasan dalam membelanjakan dananya untuk
kepentingan CSR (Waddock dan Graves, 1997). Hal ini mengindikasikan bahwa slack
resource dapat memengaruhi pelaporan CSR. Besarnya biaya dalam menjalankan CSR
yang berkelanjutan menyebabkan kinerja ekonomi dari perusahaan merupakan faktor
penting untuk dipertimbangkan dalam menentukan apakah CSR berkelanjutan masuk
dalam daftar prioritas perusahaan (Nassaruddin, 2012). Saat perusahaan mengalami
kinerja ekonomi yang rendah, diperkirakan perusahaan akan memberikan perhatian lebih
terhadap tujuan-tujuan ekonomi daripada tujuan lingkungannya (Waddock dan Graves,
1997). Hal ini mengindikasikan bahwa slack resource tidak positif memengaruhi
pelaporan CSR.
H3: Slack Resource berpengaruh positif terhadap Pelaporan CSR.

METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh industri sektor manufaktur di Bursa Efek
Indonesia (BEI) pada tahun 2013 sampai tahun 2016. Pemilihan perusahaan sektor
manufaktur karena perusahaan tersebut berkaitan dengan produksi langsung yang dapat
menghasilkan efek limbah dan penyebab polusi udara sehingga dapat mencemari

5
lingkungan dan dapat merugikan masyarakat sekitar. Selain itu, keterlibatan perusahaan
manufaktur dalam SRA (Sustainability Reporting Award) tahun 2015 masih sangat
sedikit (sra.ncsr-id.org/sra-participant/). Hal ini mengindikasikan partisipasi perusahaan
manufaktur dalam menerapkan CSR sebagai strategi keberlanjutan masih sangat minim.
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling, dengan
kriteria yang ditetapkan sebagai berikut:

Tabel 1: Penetapan Sampel Penelitian


Tidak
Jumla
Keterangan memenuh
h
i kriteria
Perusahaan yang tercatat di BEI tahun 2013 127
Perusahaan yang mengalami delisting (1)
Perusahaan tidak memiliki kepemilikan saham manajerial (87)
Tidak melaporkan CSR 4 tahun berturut turut (2)
Jumlah sampel penelitian 37
Tahun periode penelitian 4
Total Objek Penelitian 148

Definisi Operasional Variabel


1. Variabel Dependen
Pelaporan CSR
Pelaporan CSR pada penelitian ini diukur berdasarkan Global Reporting
Initiatives (GRI) G4 Guidline. Pengukuran informasi CSR menggunakan pemberian skor
yang dikenal dengan dichotomous yang juga digunakan oleh Wuttichindanon (2017).
Adapun pengukuran pelaporan CSR adalah sebagai berikut:

V
IP CSR=
M

Keterangan:
IP CSR = nilai indeks pelaoran CSR setiap perusahaan
V = total skor pengungkapan CSR
M = jumlah skor maksimum yang diharapkan

2. Variabel Independen
Kepemilikan Saham Manajerial
Kepemilikan saham manajerial adalah proporsi jumlah saham yang dimiliki oleh
dewan direksi.

Jumlah Kepemilikan Sahamoleh manajemen


KM = X 100
Jumlah saham beredar

Kepemilikan Saham Publik

6
Kepemilikan saham publik adalah proporsi jumlah saham yang dimiliki oleh
masyarakat atau publik.

Jumlah Kepemilikan Sahamoleh publik


KP = X 100
jumlah saham beredar

Slack Resource
Pengukuran Slack Resource menggunakan cash flow pada tahun sebelumnya dibagi
dengan penjualan pada tahun sebelumnya.

Cash Flow (CF−1)


SR =
Sales( St −1)

3. Variabel Kontrol
Laverage
Laverage merupakan perbandingan antara dana yang dipakai untuk pembiayaan
perusahaan.

total hutang
LEV =
total aset

Profitabilitas
Profitabilitas adalah laba yang dihasilkan oleh penjualan dan investasi yang
menunjukkan ukuran tingkat keberhasilan kinerja ekonomi perusahaan.

Net Income
NITA =
total aset

Usia
Usia merupakan jumlah tahun sejak perusahaan didirikan sampai tahun penelitian.

AGE = ∑ usia perusahaan

Ukuran Perusahaan
Ukuran Perusahaan diukur menggunakan kapitalisasi pasar yakni jumlah lembar
saham beredar dikalikan dengan harga saham perusahaan.

Metode Analisa Data


Metode analisa data yang digunakan adalah analisis regresi berganda untuk
menguji hipotesis pada penelitian ini. Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
CSR = α + β 1 KSM + β 2KSP + β 3 SR+ β 4 LEV + β 5 NITA
+ β 6 AGE +¿ β 7SIZE + ∈

Keterangan:
CSR = Pelaporan CSR

7
α = Konstanta
βi = Koefisien Regresi
KSM = Kepemilikan Saham Manajerial
KSP = Kepemilikan Saham Publik
SR = Slack Resource
LEV = Leverage (Variabel Kontrol)
NITA = Profitabilitas (Variabel Kontrol)
AGE = Usia (Variabel Kontrol)
¿ ¿ = Ukuran Perusahaan (Variabel Kontrol)
∈ = Error

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Uji statistik deskriptif dilakukan untuk mendapatkan gambaran atau karakterisrik
terkait pendistribusian data yang diteliti termasuk nilai minimum, nilai maksimum, rata-
rata, dan standar deviasi. Setelah melalui proses uji statistik deskriptif diperoleh hasil
yang ditujukan pada tabel 2 berikut ini:

Tabel 2 : Hasil Statistik Deskriptif


Nilai Nilai Standar
Variabel Rata-Rata
Minimal Maksimal Deviasi
KSM 0.00 18.00 3.2020 4.49578
KSP 0.25 51.41 24.6712 12.79785
SR -0.08 0.16 0.0152 0.04428
CSR 0.01 0.29 0.0971 0.06575
LEV 0.07 0.86 0.4528 0.19864
NITA 0.35 2.13 0.9915 0.37695
AGE 3.00 34.00 19.4124 7.02933
SIZE 22.13 31.87 27.2633 1.82964

Sumber: Data diolah, 2019

Tabel 3: Hasil Pengujian Hipotesis


Variabel Koefisien Regresi Sig
Konstanta -0.553 0.000
KSM 0.004 0.058
KSP -0.001 0.218
SR 0.071 0.632
LEV 0.025 0.501
NITA 0.000 0.980
AGE -0.001 0.308
SIZE 0.024 0.000
Sumber: Data diolah, 2019

Pengujian hipotesis didasarkan tabel 3 yang menunjukkan bahwa Pelaporan CSR


hanya dipengaruhi oleh variabel Kepemilikan Saham Manajerial. Hal ini dikarenakan

8
nilai signifikansi yang berada dibawah tingkat signifikansi penelitian (5%) hanya terdapat
pada variabel Kepemilikan Saham Manjerial. Sementara untuk variabel kontrol hanya
berupa size (nilai perusahaan) yang memiliki kontrol terhadap pelaporan CSR.

Pengaruh Kepemilikan Saham Manajerial terhadap Pelaporan CSR


Hipotesis 1 (H1) menyatakan bahwa Kepemilikan Saham Manajerial berpengaruh
positf terhadap pelaporan CSR. Hasil pengujian hipotesis membuktikan bahwa hipotesis
1 (H1) didukung atau diterima. Pada kondisi dimana kepemilikan saham manajerial
besar, maka manajer akan bertindak secara produktif untuk memaksimalkan nilai
perusahaan salah satunya dengan menempatkan CSR sebagai bentuk strateginya. Oleh
karena itu, manajer pada perusahaan manufaktur tahun 2013 sampai tahun 2016
menganggap CSR sebagai bentuk kewajiban yang mendatangkan manfaat bagi
perusahaan.
Salah satu yang dapat memengaruhi pelaporan CSR adalah pimpinan perusahaan
(Wibisono, 2007:77). Hal ini karena manajer memiliki pengetahuan serta kondisi
perusahaan sehingga dapat memberikan pengaruh di perusahaan. Manajer perusahaan
yang juga memiliki sebagian saham perusahaan akan menselaraskan kepentingannya
sebagai manajer dengan kepentingannya sebagai pemegang saham. Lako (2011:102)
menyatakan bahwa apabila manajer memandang CSR dari perspektif manfaat, maka
terdapat manfaat dari laporan CSR yakni keuntungan yang langgeng bagi perusahaan dan
semua stakeholder walaupun perusahaan harus mengeluarkan biaya.
Teori stakeholder menyatakan bahwa kekuatan dukungan stakeholder dapat
memengaruhi pelaporan CSR. Faktanya manajer yang merupakan stakeholder internal
perusahaan dapat mendorong dan melaporkan CSR dikarenakan adanya kepemilikan
saham yang dapat dijadikan motivasi untuk penciptaan nilai dari dampak aktivitas yang
dilakukan serta meminimalkan kerugian yang mungkin muncul bagi stakeholder lainnya.
Temuan dalam penelitian ini memberi dukungan terhadap penelitian yang
dilakukan oleh Amu (2017); Bangun, et al (2012), dan Nussy (2013). Pertama, penelitian
yang dilakukan Amu (2017) menganalisa struktur kepemilikan saham berupa
kepemilikan saham institusional, kepemilikan saham manajerial, dan kepemilikan saham
asing dengan CSR. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur tahun 2012
sampai tahun 2014. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kepemilikan institusional
dan asing akan mendorong perusahaan untuk melaporkan lebih banyak lagi CSRnya.
Sementara perusahaan dengan kepemilikan manajerial akan berusaha lebih banyak
melaporkan informasi CSR. Hal ini juga untuk menunjukkan bahwa perusahaan bekerja
sesuai regulasi dan norma yang berlaku untuk mempertahankan legitimasinya.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Bangun, et al (2012) menguji tentang
pengaruh kepemilikan saham manajerial, kepemilikan saham institusional, dan
profitabilitas terhadap laporan CSR pada seluruh perusahaan yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia. Hasil penelitiannya salah satunya, semakin banyak kepemilikan manajerial,
manajer akan melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan image perusahaan salah
satunya melalui pelaporan CSR secara luas.
Ketiga, penelitian oleh Nussy (2013) menguji pengaruh kepemilikan manajemen,
kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, komite audit, serta etnisitas pada
pelaporan CSR di seluruh perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 2005
dan tahun 2011. Hasil penelitian yang berkaitan dengan kepemilikan manajemen

9
menunjukkan bahwa pada tahun 2015 pelaporan CSR dipengaruhi oleh kepemilikan
manajemen namun pada tahun 2011 tidak adanya pengaruh kepemilikan manajemen
terhadap pelaporan CSR. Hal ini disebabkan oleh semakin tingginya tingkat kepemilikan
manajemen, memotivasi untuk mengungkapkan aktivitas perusahaan melalui CSR akan
semakin besar tetapi jika tidak terdapatnya kepemilikan manajerial, maka manajer tidak
akan mensejajarkan kepentingannya dengan pemegang saham karena dampak yang
timbul dari pengambilan keputusan tidak akan langsung dirasakannya.

Pengaruh Kepemilikan Saham Publik terhadap Pelaporan CSR


Kondisi prosentase kepemilikan saham publik yang kecil (dibawah 5%)
mengakibatkan kurangnya keterlibatan investor publik yakni masyarakat terhadap
perumusan atau rapat terkait CSR, sehingga menyebabkan para investor publik tidak
dapat memengaruhi dan terlibat secara langsung terhadap keputusan pelaporan CSR. Hal
ini juga disebabkan karena posisi kepemilikan saham publik (masyarakat) berada diluar
pihak manajemen sehingga tidak memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan.
Hipotesis 2 (H2) menyatakan bahwa kepemilikan saham publik berpengaruh positif
terhadap pelaporan CSR. Hasil pengujian hipotesis membuktikan bahwa hipotesis ke dua
(H2) tidak didukung atau ditolak.
Penelitian ini secara teoritis tidak mendukung teori stakeholder yang menyatakan
bahwa seluruh keinginan pemegang saham harus diperhatikan oleh perusahaan.
Sementara Hadi (2014:93) menyebut bahwa pemegang saham merupakan pihak internal
dan eksternal yang bersifat langsung maupun tidak langsung oleh perusahaan salah
satunya yakni masyarakat sekitar. Sehingga dalam kondisi prosentase kepemilikan yang
rendah perusahaan tidak melibatkan investor publik secara langsung dalam keputusan
CSR.
Temuan dalam hipotesis ke dua memberikan dukungan terhadap penelitian yang
dilakukan oleh Kuzey dan Uyar (2016), Santoso et al (2017), Rindawati dan Asyik
(2015), serta Nur dan Priantinah (2012). Pertama, Kuzey dan Uyar (2016) meneliti
tentang faktor-faktor penentu pelaporan CSR dan dampaknya terhadap nilai perusahaan
pada beberapa perusahaan di Turkey. Salah satu faktor penentu adalah kepemilikan
saham publik yang menghasilkan bukti empiris bahwa tidak adanya pengaruh
kepemilikan publik terhadap pelaporan CSR. Perusahaan dengan struktur kepemilikan
terkonsentrasi kurang termotivasi untuk mengungkapkan informasi tambahan berupa
CSR, karena pemegang saham pada perusahaan tersebut dapat memperoleh informasi
secara langsung dari perusahaan.
Kedua, penelitian yang dilakukan Santoso et al (2017) meneliti tentang pengaruh
kepemilikan saham publik, ukuran perusahaan dan profitabilitas terhadap corporate
social responsibility disclosure. Penelitian dilakukan di perusahaan perbankan yang
tercatat di BEI tahun 2012 sampai tahun 2015. Hasil dari penelitian menunjukkan salah
satunya bahwa kepemilikan saham publik tidak memengaruhi corporate social
responsibility. Prosentase saham yang kecil memang mengindikasikan bahwa tidak ada
pengaruh kuat dari investor untuk terlibat pada pelaporan CSR karena semakin
kurangnya partisipasi yang diberikan perusahaan kepada investor.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Rindawati dan Asyik (2015) menguji
tentang pengaruh profitabilitas, ukuran perusahaan, leverage, dan kepemilikan publik
terhadap CSR pada perusahaan sektor manufaktur tahun 2011 sampai tahun 2013. Hasil

10
penelitian menunjukkan ukuran perusahaan, leverage, dan kepemilikan publik tidak
memengaruhi indeks pelaporan CSR. Kondisi kepemilikan saham yang kecil, investor
publik tidak memiliki otoritas penuh dalam memengaruhi nilai pelaporan CSR yang
dilakukan perusahaan.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Nur dan Priantinah (2012) yang meneliti
tentang faktor-faktor yang dapat memengaruhi pelaporan CSR pada perusahaan yang
berkatagori High Profile di Bursa Efek Indonesia tahun 2008 sampai tahun 2010. Hasil
dari penelitian ini adalah pelaporan CSR tidak dipengaruhi oleh kepemilikan saham
publik. Bukti empiris tersebut menyiratkan bahwa investor publik pada perusahaan di
Indonesia secara umum belum memperdulikan masalah lingkungan dan sosial sebagai isu
kritis yang harus secara ekstensif untuk diungkapkan dalam laporan tahunan.

Pengaruh Slack Resource terhadap Pelaporan CSR


Hipotesis 3 (H3) menyatakan bahwa Slack Resource berpengaruh positf terhadap
pelaporan CSR. Hasil pengujian hipotesis membuktikan bahwa hipotesis 3 (H3) tidak
didukung atau tidak diterima.
Pada kondisi perusahaan mengalami kinerja ekonomi rendah, maka diperkirakan
perusahaan memberi perhatian yang lebih terhadap tujuan ekonominya dibanding dengan
tujuan CSR. Sehingga slack resource yang dimiliki oleh perusahaan digunakan untuk
memperbaiki tujuan ekonomi daripada sosialnya. Seifert et al (2014) mengungkap bahwa
meningkatnya dan menurunnya CSR berdasarkan dana keleluasaan yang dimiliki
perusahaan. Waddock dan Graves (1997) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki
kinerja keuangan yang lebih baik berpotensi menghasilkan ketersediaan slack resource
yang memberikan peluang untuk berinvestasi dalam kegiatan dan pelaporan CSR. Jika
slack resource tersedia, maka kinerja sosial yang lebih baik akan dihasilkan dari alokasi
sumber daya ini ke dalam domain sosial, sehingga kinerja keuangan yang lebih baik akan
menjadi prediktor kinerja sosial yang lebih baik (Waddock dan Graves, 1997).
Secara teoritis, temuan ini tidak mendukung Research Based Theory yang
menyatakan bahwa teori sumber daya dapat membantu manajer dalam memahami
bagaimana perusahaan memasukkan kelestarian lingkungan dalam mencapai keunggulan
kompetitif berkelanjutan. Kondisi posisi kinerja keuangan yang kurang baik membuat
manajer perusahaan tidak menempatkan CSR sebagai daftar prioritas dalam pencapaian
keunggulan kompetitif berkelanjutan.
Temuan penelitian ini secara empiris memberi dukungan terhadap penelitian
Kholifah dan Djakman (2008), Darus, et al (2014), dan Xu et al (2014). Pertama,
Kholifah dan Djakman (2008) yang menganalisa slack resource, corporate philantrophy,
dan kinerja perusahaan. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan publik di Indonesia
tahun 2006. Bentuk CSR perusahaan yang hanya berupa sumbangan tidak harus
mempertimbangkan besarnya sumber dana bebas yang tersedia.
Kedua penelitian yang dilakukan Darus, et al (2014) meneliti tentang pentingnya
pemantauan kepemilikan dan sumber daya perusahaan pada tanggung jawab sosial
perusahaan (CSR) lembaga keuangan. Penelitian dilakukan pada lembaga keuangan di
Malaysia tahun 2008 sampai tahun 2011. Lembaga keuangan lebih mempertahankan
tingkat likuiditas yang tinggi, sehingga sumber daya tambahan dalam bentuk slack
resource tidak digunakan untuk kegiatan CSR.

11
Ketiga penelitian yang dilakukan oleh Xu, et al (2014) meneliti tentang
Kelonggaran organisasi dan kinerja sosial perusahaan. Penelitian dilakukan pada
perusahaan BUMN di China yang tercatat di Bursa Saham Shenzhen dan Shanghai dari
tahun 2009 sampai tahun 2011. Adanya kepemilikan negara pada perusahaan
melemahkan kontribusi slack yang tidak diserap ke aktivitas pelaporan CSR. Pemerintah
memainkan peran ganda sebagai pemilik dan pengatur kelembagaan BUMN, sehingga
memungkinkan pemerintah untuk mendorong perusahaan menghasilkan slack resource
yang dapat dialokasikan kembali ke corporate financial performance.

KESIMPULAN DAN KETERBATASAN


Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini yang pertama, bahwa pelaporan CSR
meningkat apabila proporsi kepemilikan saham manajerial besar. Kedua, bahwa
pelaporan CSR tidak meningkat maupun menurun karena kecilnya proporsi kepemilikan
saham publik sehingga tidak ada kendali bagi investor publik untuk terlibat secara
langsung dengan keputusan Pelaporan CSR. Ketiga, bahwa pelaporan CSR tidak
meningkat maupun menurun karena perusahaan tidak menggunakan Slack Resource
untuk tujuan sosialnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa secara parsial Kepemilikan Saham
Manajerial memengaruhi Pelaporan CSR pada perusahaan sektor manufaktur tahun 2013
sampai tahun 2016.
Keterbatasan penelitian ini pertama, terletak pada pengukuran skor indeks CSR
yang mengandalkan pada penilaian subjektif peneliti. Hal ini dikarenakan dalam
penentuan skor indeks CSR sebagian besar diperoleh dengan membaca serta menafsirkan
isi annual report berdasarkan GRI G4 dan tidak adanya standar baku tertentu yang dapat
dijadikan sebagai pembanding. Pada Indikator GRI G4 digunakan karena merupakan
salah satu pedoman pelaporan CSR yang dapat diterapkan secara universal di semua jenis
dan sektor organisasi, baik di skala perusahaan besar maupun kecil di seluruh dunia.
Kedua, penelitian hanya dilakukan pada perusahaan sektor manufaktur sesuai dengan isu
penelitian sehingga perolehan nilai CSR sebagian besar berada pada laporan tahunan
(Annual Report).

12

Anda mungkin juga menyukai