Anda di halaman 1dari 6

PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN:

MANAGERIAL ENTRENCHMENT, BOARD DIVERSITY CORPORATE


GOVERNANCE, FINANCIAL PERFORMANCE
DAN EMPLOYEE PRODUCTIVITY

PROYEK RISET I

Dosen Pengampu :
1. Dr. Dra. Irene Rini Demi Pangestuti, M.E
2. Surya Raharja, S.E., M.Si., Akt., Ph.D

Oleh :
Puji Astuti
12010121420147

Kelas : MM Angkatan 60 BC-1 KU

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS (FEB)
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2022
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanggung jawab sosial perusahaan memberikan suatu perspektif bahwa perilaku perusahaan
tidak hanya ditentukan oleh dorongan secara ekonomi tetapi juga dorongan secara sosial.
Corporate Social Responsibility (CSR) saat ini semakin berkembang seiring dengan
perkembangan global dan meningkatnya tuntutan masyarakat luas terhadap akuntabilitas bisnis
dan praktik bisnis yang lebih etis, serta keberlanjutan perusahaan.
Perusahaan diharapkan mampu menyeimbangkan kebutuhan sosial dan pertumbuhan
ekonomi melalui peran strategik dan kompetitif dari tanggung jawab sosial perusahaan untuk
keberlangsungan perusahaan dalam jangka Panjang. Oleh karena itu, investasi dalam tanggung
jawab sosial perusahaan perlu dipertimbangkan menjadi bagian dari kebijakan dan strategi
perusahaan. Investasi tanggung jawab sosial perusahaan dalam hal ini melibatkan kepentingan
pemegang saham (shareholder), serta pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya. Kebijakan
diskresioner dapat mengarah pada perilaku opportunistic dan self serving bagi manajemen
dalam bentuk pemilhan kebijakan yang menguntungkan kepentingannya dan kelompok
stakeholders tertentu. Oleh karenanya, diperlukan governance sebagai mekanisme akuntabilitas.
Argumentasi konvensional mengenai investasi tanggung jawab sosial perusahaan
menyatakan perolehan laba tetap tujuan utama perusahaan, karena tanpa laba tidak akan ada
sumberdaya untuk kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan. Studi mengenai hubungan
antara tanggung jawab sosial perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan menunjukkan
temuan yang inkonklusif seperti hubungan positif, negatif maupun netral.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja sosial berkorelasi negatif dengan
kinerja keuangan perusahaan (Matin et al., 2011; Simpson dan Kohlers, 2002). Pemahaman ini
menjelaskan inisiatif tanggung jawab sosial perusahaan menimbulkan biaya tambahan yang
tidak menguntungkan posisi keuangan perusahaan (Ullman, 1985), dan perusahaan menghadapi
competitive disadvantage yang dapat mengurangi laba dan kesejahteraan pemegang saham
(Waddock dan Graves, 1997).
Sebaliknya, beberapa penelitian menyatakan hubungan positif antara kinerja lingkungan dan
kinerja keuangan (Ehsan dan Kaleem, 2012; Setiawan dan Darmawan, 2011; Orlitzky, Schmidt,
dan Rynes, 2003; Russo dan Fouts, 1997). Argumentasi yang mendasari temuan ini menyatakan
perusahaan yang melakukan tanggung jawab sosial perusahaan mempunyai laba yang
meningkat (Ekatah et al., 2011; Vershoor dan Murphy, 2002), meskipun sebenarnya perusahaan
hanya menginvestasikan kurang dari 10 persen laba tahunannya (Babalola, 2012). Hal ini berarti,
peningkatan hubungan dengan key stakeholders memungkinkan perusahaan mendapatkan
manfaat keuangan dari tanggung jawab sosial perusahaan, karena keputusan bisnis yang
dilandasi kesadaran lingkungan akan mengurangi pemborosan biaya.

Definisi Operasional
1. Tanggung Jawab Sosial
Penelitian ini menggunakan Global Reporting Initiatives (GRI) untuk mengukur pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan. Indeks pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan
menggunakan Global Reporting Initiatives generasi 3 (GRI G3.1) yang diperoleh dari website
www.globalreporting.org.
Pedoman GRI G3.1 terdiri dari 4 kategori yaitu ekonomi (9 indikator), lingkungan (30 indikator),
praktik ketenagakerjaan dan lingkungan kerja (15 indikator), hak asasi manusia (11 indikator),
kemasyarakatan (8 indikator) serta tanggung jawab produk (9 indikator). Indikator
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan menurut GRI G3.1 secara lengkap disajikan
pada checklist pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Skor dari setiap items
pengungkapan dijumlahkan untuk memperoleh skor per indikator pengungkapan untuk setiap
perusahaan.
2. Managerial Entrenchment (masa jabatan Manajerial)
a. Tenur Manajerial (Managerial Tenure), Masa jabatan CEO berhubungan positif dengan
entrenchment. Masa jabatan CEO yang lebih dari 3 tahun akan berpotensi membuat
manajer melakukan praktik entrenchment (Fredickson, Hambrick dan Baumrin, 1988).
Penelitian ini mendefinisikan tenur manajerial sebagai rerata masa jabatan manajer atau
CEO bekerja (tahun) berturut-turut pada suatu perusahaan yang sama.
b. Kepemilikan Manajerial (Managerial Ownership), Semakin besar saham yang dimiliki oleh
manajemen, maka semakin berkurang kekuatan pemilik untuk memengaruhi keputusan
manajemen, yang dikenal sebagai entrenchment effect. kepemilikan manajerial dalam
penelitian ini diukur dengan persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh manajemen
terhadap jumlah seluruh saham perusahaan.
3. Keberagaman Dewan Komisaris (Board Diversity)
a. Ukuran Dewan Komisaris (Board Size), Semakin besar jumlah anggota dewan komisaris
(boards member), semakin rendah tingkat pengungkapan lingkungan perusahaan yang
mengindikasikan dewan komisaris dalam jumlah yang lebih besar kurang efektif dalam
mengawasi dampak negatif lingkungan perusahaan terhadap masyarakat. Ukuran dewan
komisaris (board size) dalam penelitian ini diukur dengan jumlah anggota dewan komisaris
dalam board member.
b. Usia Dewan Komisaris (Board Age), Usia dewan komisaris (board age) dengan kelompok
umur yang berbeda dapat merepresentasikan kebutuhan dari stakeholders yang beragam
dan mengarah pada perspektif yang berbeda pula, termasuk dalam merumuskan kebijakan
dan strategi perusahaan. Usia dewan komisaris (board age) dengan kelompok umur yang
berbeda dapat merepresentasikan kebutuhan dari stakeholders yang beragam dan
mengarah pada perspektif yang berbeda pula, termasuk dalam merumuskan kebijakan dan
strategi perusahaan.
c. Dewan Komisaris Wanita (Board Gender), Keberadaan dan meningkatnya jumlah wanita
dalam keanggotaan board of director perusahaan berkaitan dengan meningkatnya perhatian
terhadap masalah-masalah etis dan lingkungan. Keberadaan dan meningkatnya jumlah
wanita dalam keanggotaan board of director perusahaan berkaitan dengan meningkatnya
perhatian terhadap masalah-masalah etis dan lingkungan.
d. Tenur Dewan Komisaris (Board Tenure), Perusahaan dengan high tenure directors
menunjukkan dampak negatif sosial yang lebih rendah, karena board lebih tertarik dengan
keberhasilan perusahaan jangka panjang dan membangun hubungan baik dengan pekerja
(Kruger, 2010). Board tenure dalam penelitian ini diukur dengan rerata masa kerja (tahun)
berturut-turut dewan komisaris bekerja dalam board members suatu perusahaan.
e. Dewan Komisaris Independen (Board Independence), Keberadaan board of directors yang
independen dapat mempengaruhi manajer dalam mengungkapkan informasi dalam laporan
tahunan. Dalam penelitian ini dewan komisaris independen (board independence) diukur
dengan proporsi dewan komisaris independen terhadap jumlah dewan komisaris
perusahaan.
4. Corporate Governance
Corporate governance adalah tata hubungan diantara manajemen, direksi, dewan komisaris,
pemegang saham, dan para pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya yang mengarahkan
kegiatan perusahaan. Corporate governance index dihitung dengan menilai jumlah
pengungkapan masingmasing indikator corporate governance perusahaan terhadap jumlah
pengungkapan corporate governance yang diharapkan dengan merujuk pada Moloi.
5. Kinerja keuangan Perusahaan
Penelitian ini mendefinisikan kinerja keuangan perusahaan (Corporate Financial Performance =
CFP) sebagai pengukuran kinerja akuntansi (accounting measurement performance), yang
merefleksikan efisiensi internal perusahaan (Cochran dan Wood, 1984; Setiawan dan Darmawan,
2011) dalam menggunakan sumberdaya untuk menciptakan nilai perusahaan. Pengukuran
kinerja akuntansi direfleksikan oleh return on asset (ROA), return on equity (ROE) dan return on
sales (ROS).

Anda mungkin juga menyukai