Anda di halaman 1dari 18

2.

LANDASAN TEORI

2.1 Teori Legitimasi


Teori Legitimasi menyatakan bahwa legitimasi merupakan status atau kondisi
yang dicapai ketika sistem nilai suatu organisasi sama dengan nilai sistem dari
masyarakat yang lebih besar. Deegan, 2006 menyatakan bahwa teori legitimasi
adalah di mana organisasi atau perusahaan secara berkesinambungan harus
memastikan apakah mereka telah beroperasi di dalam norma–norma yang
dijunjung masyarakat, dan memastikan bahwa aktivitas mereka bisa diterima
pihak luar sebagai sesuatu yang di anggap sah.
Teori Legitimasi berasal dari konsep legitimasi organisasi yang telah
didefinisikan oleh Dowling dan Pfeffer (1975) yaitu kondisi atau status yang ada
saat sistem nilai suatu entitas adalah kongruen dengan sistem nilai dari entitas
dengan sistem sosial yang lebih besar. Ketika perbedaan, aktual atau potensial,
ada di antara dua sistem nilai, maka akan timbul ancaman legitimasi bagi entitas
tersebut.
Menurut Dowling dan Pfeffer dalam Ghozali dan Chariri (2007), legitimasi
merupakan hal yang penting untuk organisasi, batasan-batasan yang ditekankan
oleh norma dan nilai sosial, dan reaksi atas batasan tersebut akan mendorong
pentingnya analisis perilaku organisasi dengan memperhatikan lingkungan
Teori legitimasi pada dasarnya menekankan bahwa perusahaan memiliki
kontrak implisit dengan masyarakat untuk melaksanakan kegiatannya sesuai
dengan prinsip yang dijunjung dalam masyarakat. Jika suatu perusahaan telah
memenuhi kontak implisit dengan stakeholder, stake holder akan bertindak
sebagaimana yang diinginkan perusahaan. Namun apabila kontak implisit dengan
stakeholder tidak dipenuhi, maka kontak ini akan memungkinkan untuk berubah
menjadi suatu hal yang eksplisit dan akan menimbulkan biaya yang lebih tinggi
bagi perusahaan atau organisasi (Shocker dan Sethi (1974) dalam Ghozali dan
Chariri (2007)).
Harapan masyarakat terhadap perilaku perusahaan dapat bersifat implisit dan
eksplitist (Deegan, 2006). Bentuk dari kontrak sosial secara eksplisit adalah

7
Universitas Kristen Petra
persyaratan legal, sedangkan bentuk implisitnya adalah harapan masyarakat yang
tidak tercantum dalam peraturan legal (uncodified community expectation).
Legitimasi organisasi cenderung untuk tidak bersifat stabil namun juga
bervariasi, hal ini tergantung dari keadaan stakeholder dan juga kelompok budaya
yang ada di lingkungan sekitar perusahaan. Oleh karena itu semua bergantung
pada persepsi organisasi mengenai tingkat legitimasi yang ada untuk membentuk
"legitimation strategy" perusahaan.
Dowling & Pfeffer (1975) menyarankan empat strategi legitimasi yang dapat
diadopsi oleh organisasi apabila menghadapi "legitimacy gap". Legitimacy Gap
ini terjadi ketika kinerja perusahaan tidak lagi sesuai dengan harapan dari publik
dan stakeholder. Gap ini harus dapat diidentifikasi dan dikontrol. Menurut
O’Donovan (2002) saat perbedaan ini terjadi maka hal yang perlu dilakukan oleh
perusahaan adalah mengevaluasi nilai sosial dan melakukan penyesuaian dengan
nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat. Maka dalam upaya untuk memulihkan
dan mempertahankan legitimasinya, organisasi dapat melakukan :
1. mengubah output, metode, dan tujuan agar sesuai dengan harapan
publik dan menginformasikan kepada publik terkait perubahan yang
ada.
2. tidak mengubah output, metode, dan tujuan, tetapi menunjukkan
kesesuaian output, metode, dan tujuan melalui pendidikan dan
informasi
3. mencoba untuk mengubah persepsi publik yang relevan dengan
menghubungan diri dengan simbol-simbol yang memiliki status
legitimasi yang tinggi.
4. mencoba untuk mengubah harapan masyarakat dengan menyelaraskan
dengan output organisasi, metode, dan tujuan.

2.2 Teori Stakeholder


Konsep dari Teori Stakeholder ini mulai diakui dan popular setelah terbitnya
literatur yang berjudul Strategic Management: A Stakeholder Approach oleh
Freeman (1984) meskipun istilah ini pertama kali muncul pada tahun 1963 oleh
Stanford Research Institutes.

8
Universitas Kristen Petra
Teori Stakeholder menyoroti kebutuhan untuk melayani semua stakeholder
terlepas dari kepentingan mereka dalam suatu organisasi (Gilbert dan
Rasche,2008). Teori ini juga menunjukkan bahwa hubungan dengan stakeholder
dapat dikelola secara efektif dan manajemen bisnis yang sukses didasarkan pada
hubungan dan praktik kolaborasi dengan stakeholdernya (Sarikaya,2011).
Teori Stakeholder menurut Freeman dan Reed adalah sekelompok orang atau
individu yang diidentifikasikan dapat mempengaruhi kegiatan perusahaan dan
juga dapat dipengaruhi oleh kegiatan perusahaan. Freeman,2001 menyatakan
bahwa semua stakeholder mempunyai hak untuk memperoleh informasi mengenai
aktivitas perusahaan yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan mereka.
Teori Stakeholder sering diidentifikasi sebagai suatu dasar tertentu, dari segi
kekuatan dan kepentingan stakeholder terhadap issu, posisi, dan pengaruh yang
dimiliki oleh mereka (Grimble & Wellard, 1996).
Clarkson (1995) membagi pemangku kepentingan / stakeholder menjadi dua
kelompok, yaitu primary stakeholder dan secondary stakeholder.
1. Primary stakeholder kelompok-kelompok, yang tanpa partisipasinya
secara berkelanjutan, perusahaan tidak akan bisa bertahan. Pemegang
saham dan investor, karyawan, konsumen, supplier, pemerintah dan
organisasi publik lain merupakan kelompok-kelompok yang termasuk
primary stakeholder.
2. Secondary stakeholder merupakan kelompok-kelompok yang
mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan, namun tidak terlibat
dalam aktivitas transaksi dengan perusahaan dan tidak berpengaruh secara
langsung terhadap keberlangsungan perusahaan. Secondary Stakeholder
adalah aparatur pemerintah, special interest group, media massa, dan
masyarakat yang ada di sekitar perusahaan.

Bagi perusahaan Stakeholder memegang peranan yang penting dan dapat


mempengaruhi penerapan sistem manajemen perusahaan. Keberadaan Stakeholder
dapat mempengaruhi pemakaian berbagai sumber ekonomi yang digunakan dalam
aktivitas perusahaan (Ghozali dan Chairi,2007). Oleh karena itu Teori Stakeholder
akan membantu perusahaan untuk mengendalikan pengaruh stakeholder tersebut.
Alasan perusahaan perlu untuk memperhatikan kepentingan stakeholder, yaitu :

9
Universitas Kristen Petra
1. isu lingkungan melibatkan berbagai kepentingan berbagai kelompok alam
masyarakat yang dapat menganggu kualitas hidup mereka
2. era globalisasi telah mendorong produk-produk yang diperdagangkan
harus bersahabat dengan lingkungan
3. para investor dalam menanamkan modalnya cenderung untuk memilih
perusahaan yang memiliki dan mengembangkan kebijakan dan program
lingkungan.
4. lembaga swadaya masyrakat dan pecinta lingkungan semakin berani
mengkritik perusahaan yang kurang peduli terhadap lingkungan.

Dalam perkembangannya, kegunaan teori stakeholder dapat dibagi


menjadi 2 kategori yaitu secara strategis dan moral (Frooman, 1999). Fungsi
strategis berfokus pada bagaimana manajemen bertanggung jawab kepada
stakeholdernya atas pengambilan keputusan dan pengalokasian sumber daya
perusahaan (Mainardes, Alves, & Raposo, 2011). Sedangkan fungsi moral
menekankan pada bagaimana penyeimbangan atas keingnan dari para stakeholder
(Mainardes, Alves, & Raposo, 2011).
Perusahaan dalam persepsi teori stakeholder memiliki tanggung jawab yang
lebih terhadap lingkungan dan sosial dari pada stockholdernya (Radin, 2007).
Oleh karena itu penerapan dari teori Stakeholder akan membantu perusahaan
untuk menghadapi tekanan yang muncul dari pemerintah dan masyarakat umum.
Hal ini ditunjukan ketika perusahaan menerapkan teori stakeholder, maka
manajemen perusahaan dituntut agar bisa mengetahui, menganalisa, dan
memeriksa karakteristik dalam segi ekonomi, sosial serta lingkungan dari individu
yang dipengaruhi maupun mempengaruhi perusahaan (Clarkson, 1995). Dengan
terciptanya hubungan yang harmonis antara perusahaan dan para stakeholder dari
perusahaan tersebut, maka perusahaan dapat mencapai kesuksesannya untuk
jangka panjang / sustainability.
Dalam upaya penciptaan nilai bagi perusahaan, manajemen harus dapat
mengelola seluruh sumberdaya perusahaan. Sumber daya perusahaan dapat dalam
bentuk human capital, physical capital dan structural capital. Dengan semakin
baiknya pengelolaan perusahaan atas sumber daya yang dumiliki makan akan
menciptakan value added bagi perusahaan dan hal ini akan membawa dampak

10
Universitas Kristen Petra
pada harga saham perusahaan serta meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.
Serangkaian hal ini dilakukan semata-mata untuk kepentingan stakeholdernya.

2.3 NEP : Teori Perilaku atas Lingkungan


Dalam prakteknya persepsi serta perilaku manajerial terhadap isu-isu
lingkungan memiliki implikasi terhadap praktek lingkungan dan strategi yang
diambil. Perilaku manajer sangat penting dalam kaitannya untuk membentuk
tujuan serta dampak terhadap tindakan yang akan diambil selanjutnya. (Sharma
(2000); Banerjee (2001) dalam Rodriguez et.al (2013). Sikap atau perilaku
dianggap merupakan sesuatu yang penting yang akan berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan serta alokasi sumber daya terhadap kasus tertentu terkait
dengan isu manajemen lingkungan (Bansal and Roth (2000) dalam Rodriguez et.
al (2013)).
Perilaku manajer yang dibahas adalah perilaku manajer terkait dengan isu
lingkungan yang biasa disebut dengan “belief system”. Di mana dalam penelitian
ini akan dilihat bagaimana perilaku manajer terhadap isu manajemen lingkungan
yang terjadi dalam lingkup bisnisnya. Apakah para manajer memberikan perilaku
yang positif atau negative berdasarkan isu lingkungan yang terjadi.
Salah satu alat ukur atas environmental belief system yang paling banyak
diterapkan adalah Skala NEP (New Ecological Paradigm). Skala NEP pertama
kali dikembangkan oleh Dunlap dan Van Liere pada tahun 1978 dan terbagi
menjadi tiga dimensi, yaitu, keseimbangan alam, antroposentrisme, dan
keterbatasan untuk bertumbuh. Paradigma ini digunakan untuk memprediksi
environmental attitudes dan mengukur pergerseran sikap manusia dari pandangan
dominan menjadi pandangan lingkungan. The New Ecological Paradigm adalah
skala yang digunakan untuk menilai pandangan seseorang atas dunia ekologis.
Pandangan dunia ini yang akan membentuk perilaku dan tindakan masyarakat atas
lingkungan. Untuk mencapai perubahan atas perilaku masyarakat ini maka sangat
penting untuk mendapatkan informasi tentang kenyakinan dan nilai yang
mempengaruhi mereka dalam mengambil keputusan. Penelitian telah
membuktikan bahwa seseorang yang telah mencapai skor pre-ecological dalam
NEP cederung untuk melakukan tindakan yang mingkatkan lingkungan hidup

11
Universitas Kristen Petra
sedangkan seseorang yang mencapai skor anti-ekologi cederung untuk melukan
tindakan yang kurang meningkatkan lingkungan hidup. Menurut Robert B.
Bechtel, 1999 , New Ecological Paradigm adalah kepercayaan di mana manusia
merupakan bagian dari alam sehingga dalam penggunaanya harus juga
mempertimbangkan masalah lingkungan. NEP memandang ekosistem sebagai
sumberdaya yang ada di bumi sebagai hal yang memiliki nilai mereka sendiri dan
bukan hanya sekedar menjadi bawahan dan tunduk kepada manusia. NEP ingin
menciptakan hubungan yang lebih harmonis antara manusia dan alam.
Berikut merupakan 5 dimensi yang digunakan oleh Dunlap dan Van Liere
(2000) untuk membagi skala NEP menjadi beberapa kategori tersendiri :
1. The fragility of nature’s balance: Keyakinan bahwa aktivitas manusia
berdampak pada keseimbangan alam
2. The possibility of an ecocrisis : keyakinan bahwa manusia merupakan
penyebab utama kerusakan lingkungan secara fisik
3. Rejection of exemptionalism : Keyakinan bahwa manusia tidak dibebaskan
dari kendala alam
4. The reality of limits to growth: keyakinan bahwa bumi memiliki sumber
daya yang terbatas
5. Antianthropocentism : keyakinan bahwa manusia memiliki hak untuk
memodifikasi dan mengendalikan lingkungan
Sedangkan indikator yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan
hasil penelitian dari Cummings (2005) yang diapositivekan dari Dunlap dan Van
Liere (2000).
1. Karyawan yang pekerjaannya memiliki dampak yg signifikan terhadap
lingkungan wajib memiliki pendidikan tentang lingkungan. (Employee
whose work has a significant impact on the environment should undertake
mandatory environmental education)
2. Perusahaan manufaktur harus memiliki komite lingkungan yang terpisah,
yang secara khusus bersamgkutan dengan pengelolaan lingkungan
(Manufacturing organizations should have a separate environmental
committee, specifically concerned with environmental management)

12
Universitas Kristen Petra
3. Pajak Lingkungan atau karbon bisa menjadi faktor penting untuk mencapai
pengurangan (mengurangi) gas rumah kaca. (Environmental or carbon
taxes would be an important way of achieving reductions in greenhouse
gases)
4. Pemerintah harus mengurangi subsidi sumber daya sebagai cara untuk
melestarikan dan menjaga sumber daya alam dan lingkungan.
(Governments should reduce resources subsidies as a way of conserving
natural resources and maintaining the environment )
5. Undang-undang Perdagangan harus ditekankan pada negara-negara yang
tidak menaati/mengikuti Perjanjian Lingkungan International. (Trade
sanctions should be imposed on countries not complying with international
environmental agreements)
6. Kepentingan yang bersangkutan dengan Lingkungan secara internasional
seharusnya menjadi bagian dari kepentingan linkungan secara nasional,
bukan sebaliknya. (International environmental concerns should be
subordinates to national environmental concerns)
7. Organisasi yang ada seharusnya menggunakan standar internasional
sebagai patokan kinerja lingkungan ketika tidak ada persyaratan/kewajiban
secara national. (Organization should use international standards for
environmental performance as a benchmark, when there are no national
requirements)
8. Keuntungan utama dari standar lingkungan secara internasional, contohnya
ISO 14000, adalah keuntungan finansial untuk organsisasi yang
bersangkutan. (The primary benefit of international environmental
standards like ISO 14000 is the financial benefits they bring to
organizations )
9. Pemerintah nasional seharusnya mempertahankan pengendalian pusat atas
hukum dan undang-undang lingkungan. (The national government should
maintain central control over environmental regulations and
requirements)

13
Universitas Kristen Petra
10. Polusi di sebuah negara akan memberi dampak langsung terhadap
kondisi keuangan dan sosial di negara lainnnya. (Pollution in one country
will have direct financial and social effects in another country )
11. Organisasi seharusnya mempertimbangkan pandangan komunitas lokal
ketika memutuskan hal-hal yang mempengaruhi lingkungan.
(Organizations should procure the views of local communities when
making decisisons affecting the environment)
12. Manajer harus berkompromi dengan stakeholders dalam kebijakan-
kebijakan lingkungan dan pembuatan keputusan. (Manager should
compromise with stakeholder groups on environmental policy and
process decisions)
13. Tanggung jawab dalam melaksanakan/ mengimplementasikan
manajemen/ pengelolaan lingkungan dalam suatu organisai seharusnya
bergantung sepenuhnya dengan senior manager. (Responsibility for
implementing environmental management within organizations should
rest entirely with senior managers)
14. Perusahaan manufaktur semestinya diharuskan untuk mempertahankan
daftar data statistik tentang tingkatan-tingkatan emisi polusi
(Manufacturing organizations should be required maintain a register of
statistical data on the levels of pollution emissions)
15. Perundangan-undangan seharusnya diberlakukan untuk memberikan hak
terhadap manajer untuk mempertimbangkan kepentingan-kepentingan
lain selain kepentingan shareholders dalam membuat keputusan dalam
organisasi tanpa mengkhawatirkan persilisihan hukum (litigasi).
(Legislation should be enacted to give manager the right to consider
interest other than those of shareholders in making organizational
decisions, without the fear of litigation)
16. Setiap perusahaan manfukatur harus mempublikasikan mengenai laporan
lingkungan secara terpisah, untuk melengkapi laporan keuangan.
(Organizations in manufacturing and natural resource industries should
publish a separate environmental report to accompany the financial
statements)

14
Universitas Kristen Petra
17. Kinerja lingkungan dari sebuah perusahaan harus di verifikasi oleh
auditor independen. (Organizational environmental performance should
subject to independent verification by auditors)
18. Peraturan lingkungan harus diterapkan dengan sama oleh perusahaan
lokal maupun perusahan asing. (Local companies should be exposed to
the same degree of environmental compliance requirements as foreign
companies in my country)
Menurut Dunlap (2000) keuntungan dari menggunakan NEP adalah bahwa
skor dari NEP memberikan ukuran yang konsisten dan valid dalam mengukur
paradigma lingkungan di semua kelompok yang telah disurvei.

2.4 Kinerja Keuangan


Kinerja (performance) diartikan sebagai prestasi yang dicapai perusahaan
dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan
tersebut (Sugiarso dan Winarni, 2005). Prawirosentono (1997) dalam Wahdikorin
(2010) menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya untuk mencapai
tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan
sesuai dengan moral dan etika

Kinerja keuangan adalah hasil keputusan berdasarkan penilaian terhadap


kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Kinerja keuangan digunakan
manajemen sebagai salah satu alat untuk untuk mengelola sumber daya yang
dipercayakan pada perusahaan (Febryani dan Zulfadin,2003). Menurut Sawir,
2000, Kinerja Keuangan dari sebuah perusahaan akan tercermin melalui laporan
keuangannya yang bisa terlihat dalam bentuk neraca, perhitungan laba rugi, dan
laporan posisi keuangan atau perpindahan modal. Neraca merupakan laporan yang
memberikan informasi mengenai jumlah dari harta, hutang, dan modal pada suatu
waktu tertentu.
Neraca akan memberikan informasi mengenai sumber pendanaan dan
penggunaan dana perusahaan. Sisi kiri disebut dengan aktiva yaitu sisi
penggunaan dana perusahaan dan sisi kanan yaitu pasiva menunjukkan sumber

15
Universitas Kristen Petra
dana yang digunakan untuk membiayai investasi perusahaan, baik jangka pendek
maupun panjang. Laporan laba rugi merupakan laporan mengenai pendapatan,
biaya, dan laba pada periode tertentu. Penyusunan laporan laba rugi dibagi
menjadi dua pendekatan, yaitu pendekatn kontribusi dan fungsional. Pendekatan
kontribusi membagi biaya menjadi biaya variabel dan biaya tetap. Sedangkan
pendekatan fungsional memberikan informasi mengenai biaya – biaya yang
dikeluarkan oleh setiap fungsi utama dalam perusahaan. Dalam pengukuran laba
perusahaan, pendekatan fungsional berfungsi untuk memberikan informasi
mengenai penyimpangan-penyimpangan yang terjadi terhadap target laba
perusahaan. Laporan perubahan posisi keuangan merupakan laporan yang
berperan dalam pengungkapan informasi atas seberapa besar dan ke mana saja
dana digunakan serta dari mana sumber dana tersebut didapatkan. Oleh karena itu
laporan perubahan posisi keuangan ini akan berguna untuk menganalisa apa saja
yang telah dilakukan perusahaan terhadap dana yang dimilikinya serta untuk
menunjukkan kondisi perusahaan apakah maju atau mengalami kesulitan
keuangan. (Sawir, 2000)
Menurut Leland dan Pyle, 1977 suatu organisasi dipersepsikan memiliki
kesinambungan keuangan yang bagus jika memiliki tren penjualan yang
meningkat. Dengan semakin meningkatnya jumlah penjualan, maka
kesinambungan keuangan suatu organisasi juga semakin bagus.
Sebuah organisasi juga dipersepsikan memiliki kesinambungan keuangan
yang bagus jika fasilitas atau infrastruktur yang dimiliki oleh suatu organisasi
semakin baik. Suatu organisasi dipersepsikan memiliki kesinambungan keuangan
yang bagus jika jumlah karyawan dalam sebuah organisasi meningkat. Dengan
menambah menambah jumlah karyawan tetap menunjukkan bahwa kondisi
keuangan organisasi tersebut sedang bagus. Yang terakhir suatu organisasi
dipersepsikan memiliki kesinambungan keuangan yang bagus jika imbalan yang
diberikan kepada para karyawan meningkat. Dengan menambah imbalan
karyawan menunjukkan bahwa kondisi keuangan organisasi sedang bagus.
Menurut Lopez, Peon, dan Ordas (2005), Kinerja Keuangan perusahaan
perusahaan dapat di nilai menggunakan beberapa indikator berikut ini :
1. Tingkat Kepuasan terkait Profitabilitas Finanical (Financial Profitability)

16
Universitas Kristen Petra
suatu ukuran dalam persentase yang digunakan untuk menilai sejauh mana
perusahaan mampu menghasilkan laba pada tingkat yang dapat diterima
2. Tingkat Kepuasan Terkait Pertumbuhan Penjualan (growth in sales)
Pertumbuhan penjualan mencerminkan manifestasi keberhasilan investasi
periode masa lalu dan dapat dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan masa
yang akan datang.
3. Tingkat Kepuasan Terkait Pertumbuhan Keuntungan (Growth in profit)
Pertumbuhan keuntungan merupakan kombinasi dari profitabilitas dan
pertumbuhan, lebih tepatnya kombinasi dari Profitabilitas Ekonomi dan
Pertembuhan dari Free Cash Flow perusahaan.
4. Tingkat Kepuasan Terkait Margin Penjualan (Sales Margins)
Margin penjualan menggambarkan presentase dari total pendapatan
penjualan perusahaan setelah dikurangi oleh biaya langsung yang terkait
dengan produksi barang dan jasa yang dijual oleh perusahaan.

2.5 Signalling Theory


Konsep dari Teori Signalling pertama kali dipelajari dalam konteks
pekerjaan dan pasar produk oleh Akerlof dan Arrow, kemudian berkembang
menjadi Teori Equilibrium oleh Spence yang mengatakan bahwa perusahaan yang
baik dapat membedakan diri dari perusahaan yang buruk dengan mengirimkan
sinyal yang kredibel tentang kualitas perusahaan untuk pasar. Sinyal ini akan
bersifat kredibel jika perusahaan lain tidak dapat meniru perusahaan yang baik
dengan mengirimkan sinyal yang sama.
Signalling theory pada dasarnya berfungsi untuk mengurangi informasi
asimetri yang timbul antara dua pihak. (Spence,1973). Pengusaha cenderung
untuk kurang mendapatkan informasi mengenai kualitas dari kandidat calon
karyawan mereka. Oleh karena itu para calon karyawan cenderung untuk memberi
signal atas kualitas mereka serta mengurangi informasi asimetri yang timbul.
Sinyal ini diduga dapat diandalkan karena kandidat yang berkualitas rendah akan
cenderung tidak mampu untuk menjalani tingkat pendidikan yang tinggi.
Teori ini memiliki asumsi dasar bahwa manajer dan pemegang saham
tidak memiliki akses informasi perusahaan yang sama sehingga menimbulkan

17
Universitas Kristen Petra
yang namanya asymmetric information. Dengan kurangnya informasi yang
diperoleh pemegang saham dapat menyebabkan rendahnya harga yang diberikan
pemegang saham pada perusahaan. Oleh karena itu salah satu solusi untuk
meminimalkan adalah dengan memberikan sinyal kepada pemegang saham
berupa laporan keuangan yang dapat dipercaya sehingga akan mengurangi
ketidakpastian prospek perusahaan yang akan datang datang (Wolk et.al., 2000)

2.6 Customer Satisfaction


Hakikatnya pelanggan dalam membeli dan menggunakan suatu produk atau
jasa adalah dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan yang ada
dalam dirinya. Setelah pelanggan membeli dan menggunakan suatu produk atau
jasa, yang mereka rasakan selanjutnya adalah satisfaction atau dissatisfaction.
Satisfaction muncul di saat produk atau jasa dianggap telah memenuhi kebutuhan
dan harapan pelanggan sedangkan dissatisfaction merupakan kondisi sebaliknya
(Supriyono, 2008).
Kotler (2000) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai perasaan senang
ataupun kecewa yang dirasakan oleh pelanggan sebagai hasil dari perbandingan
antara kinerja sebuah produk dengan harapan atau ekspektasi pelanggan. Dengan
demikian dapat diartikan bahawa kepuasan konsumen merupakan persamaan
antara ekspektasi konsumen dengan hasil produk atau jasa yang diberikan oleh
perusahaan untuk memenuhi harapan dari konsumen.
Customer Satisfaction atau kepuasan pelanggan merupakan keseluruhan hasil
perilaku pelanggan yang meliputi Customer Loyalty dan Customer Commitment
(Donio, Massari, & Passinate, 2006), Customer Retentions (Elgaraihy,2014), dan
Positive Transfused Speech (Cronin, Brady, & Hult, 2000; Brady & Robertson,
2001)
Akbari, Rostami, dan Veismoradi (2013) mendefinisikan customer
satisfaction sebagai reaksi emosional pelanggan yang timbul atas interaksi yang
terjadi dengan organisasi penyedia layanan atau produk yang digunakan oleh
pelanggan. Akbari et. al. (2013) juga membagi customer satisfaction menjadi 7
indikator pengukuran yang didasarkan dalam perspektif manajer perusahaan yaitu,

18
Universitas Kristen Petra
1. Organisasi kami terkenal dan terpercaya dalam menyediakan layanan yang
tepat dan melakukan tugasnya dengan baik. (Our organization is famous to
provide proper services and doing its duty well)
2. Organisasi kami selalu berusaha untuk mempresentasikan layanan-layanan
baru untuk pelanggan.( Our organization is always trying to presentation
new services to customer)
3. Kami tahu kebutuhan pelanggan kami.( We know our customers' needs)
4. Kami menanggapi kebutuhan pelanggan lebih baik daripada organisasi lain
(We respond to customers' needs better than other organizations.)
5. Pelanggan kami merasa puasa terhadap layanan kami.( Our customers
feeling satisfaction to receipt our services)
6. Kepuasan pelanggan kami berasal dari sikap para penjual atau personil
perusahaan.(Our customers are satisfying of personnel manner)
7. Relasi dan komunikasi kami dengan pelanggan bersifat jangka
panjang(Our relation and communication with customers is long time)
Menurut Arasli et al.(2005) dalam Alafi dan Al sufy (2012), kepuasan
pelanggan menghasilkan berbagai macam perilaku seperti retensi pelanggan
(customer retention), komitmen pelanggan, ikatan yang saling menguntungkan
antara pelanggan dan penyedia layanan, peningkatan toleransi pelanggan terhadap
kegagalan suatu produk atau jasa, word-of-mouth yang positif mengenai
perusahaan, menarik pelanggan baru, penurunan biaya, dan meningkatnya
profitabilitas perusahaan.

2.7 Penelitian Terdahulu


Perusahaan pada masa sekarang ini secara signifikan mulai untuk berinvestasi
pada bidang Corporate Social Responsibility yang menyangkut pada tanggung
jawab sosial perusahaan atas lingkungan sekitarnya (Luo & Bhattacharya, 2006).
Kesediaan perusahaan untuk mulai melakukan pengungkapan atas isu
lingkungan ini didukung karena dengan kepedulian perusahaan atas lingkungan
merupakan salah satu sumber untuk bisa mencapai keunggulan kompetitif
dibandingkan kompetitornya (Porter & Kramer, 2006). Menurut McGuire,
Sundgren, Schneeweis (1988), Perusahaan yang melakukan investasi pada

19
Universitas Kristen Petra
praktek Environmental Management dapat meningkatkan hubungan perusahaan
dengan stakeholdernya dan bahwa imbalan atas praktek lingkungan yang
dilakukan cenderung lebih besar daripada biaya yang akan dikeluarkan dalam
jangka panjang.
Pada penelitian ini, peneliti ingin mengkaji lebih lanjut mengenai Beberapa
penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya terkait dengan isu
lingkungan dilakukan oleh Cummings (2008) yang meneliti mengenai perilaku
manajer terhadap isu lingkungan di China dan Indonesia. Namun penelitian ini
terlalu berfokus pada customer attitude daripada managerial attitude dan belum
banyak membahas mengenai kinerja keuangan perusahaan hanya sebatas pada
masalah legalitas dan hukum. Penelitian juga dilakukan oleh Rauwald dan
Moore (2002) pada Republik Domincans dan Amerika Serikat ditemukan bahwa
ada perbedaan perilaku yang signifikan terhadap isu lingkungan di mana
Republik Dominicans lebih menunjukkan sifat pro-environmental daripada
Amerika Serikat dengan digunakannya alat ukur NEP (New Environmental
Paradigm).
Bhattacharyya,2011 melakukan penelitian mengenai survei atas perilaku
manajer perusahaan di India terhadap 16 kunci masalah pengelolaan lingkungan.
Penelitian ini ingin melihat apakah perbedaan perilaku responden di India
ditandai / didukung oleh tingkat perkembangan dan perbedaan sikap mereka
terhadap manajemen lingkungan. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan di antara responden yang ada dan menunjukkan sikap
yang positif atas isu lingkungan.
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Flannery dan Mau (1986) yang
menemukan bahwa manager di Amerika Serikat dalam pengambilan
keputusannya berdasarkan pada etika dari konsekuensi tindakan yang di ambil.
Rosjek (2001) berpendapat bahwa setidaknya di satu negara berkembang yaitu
Slovenia dalam penelitian ini merasakan bahwa perilaku manajer berbeda
terhadap manajemen lingkungan dipengaruhi oleh ukuran perusahaan dan umur.
Chung dan Poon (1998) meneliti perbedaan sikap penduduk pada 3 wilayah
di China yaitu Guangzhou, Dongguan, dan Yuanzhou terhadap daur ulang
limbah dengan menggunakan skala NEP sebagai alat ukur perilaku lingkungan

20
Universitas Kristen Petra
individu. Hasilnya ditemukan bahwa dukungan atas daur ulang limbah di daerah
pedesaan dan perkotaan di China lebih besar daripada di Hongkong. Atas skala
NEP ditemukan bahwa penduduk pedesaan mendapat skor yang lebih tinggi
dibandingkan dengan penduduk di perkotaan dan mereka cenderung pro
terhadap NEP.
Penelitian lain datang dari Alafi dan Al sufy (2014) yang menghubungkan
mengenai aspek lingkungan terhadap kinerja keuangan di dukung dengan
variabel moderating Customer Satisfaction yang dilakukan di sektor perbankan
di Jordania. Dari hasil penelitian ini ditemukan hubungan yang positif antara ke-
3 variabel yang saling dihubungkan

2.8 Pengembangan Hipotesis


1. Hubungan antara Perilaku Manajer atas isu manajemen lingkungan
dengan Kinerja Keuangan
Perilaku manajer atas isu manajemen lingkungan merupakan variabel yang
diukur menggunakan skala NEP yaitu skala yang menunjukkan sikap pro-
environmental dari seorang individu terhadap lingkungannya (Dunlap
et.all 2000). Menurut Fryxel, 2003 yang meneliti mengenai hubungan
antara perilaku 305 manajer di Guangzhou dan Beijing, China atas isu
lingkungan yang ada dan seberapa besar masalah lingkungan ini dapat
mempengaruhi perbedaan perilaku dan tindakan yang di ambil dalam
organisasi. Hasil penelitian membuktikan bahwa dengan adanya nilai dan
pengetahuan atas lingkungan yang dimiliki oleh manajer maka terdapat
perbedaan yang signifikan atas perilaku manajer terhadap manajemen
lingkungan di organisasi. Hasil yang sama juga dibuktikan oleh penelitian
yang dilakukan oleh Cummings,2005 yang meneliti mengenai perbedaan
perilaku manajer menggunakan skala NEP terhadap manajer di 3 negara
yaitu Australia, China, dan Indonesia.
Nakao et al. (2007) membuktikan secara positif bahwa terdapat hubungan
antara manajemen lingkungan perusahaan terhadap kinerja keuangan dari
perusahaan begitu juga sebaliknya. Klassen dan McLaughlin (1996)
mengungkapkan bahwa peningkatan kinerja atas lingkungan hidup atau

21
Universitas Kristen Petra
kegiatan manajemen lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan dapat
meningkatkan profitabilitas perusahaan melalui cost efficiency dan kinerja
penjualan perusahaan. Penelitian lain mengungkapkan bahwa pengurangan
atas emisi lingkungan terbukti memberikan hasil yang baik terhadap
financial performance suatu perusahaan dihitung dengan menggunakan
pendekatan accounting-based (Hart dan Ahuja 1996). Alafi dan Al sufy
(2014) menyatakan bahwa pada zaman sekarang ini perusahaan mulai
menyelaraskan kebutuhan sosial untuk produk inti dengan menggunakan
manajemen lingkungan sebagai pilihan strategis dan sebagai salah satu
bentuk motivasi bagi manajerial. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Kotler dan Lee (2005), terbukti bahwa perilaku atas lingkungan akan
mengarah ke pada profitabilitas jangka panjang serta memberikan dampak
positif atas kepuasan stakeholder. Hasil empiris pada penelitian yang
dilakukan oleh Earnhart dan Lizal (2010) menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang kuat bahwa kinerja lingkungan yang baik akan membawa
dampak peningkatan terhadap profitabilitas dengan lebih banyak
menurukan biaya dibandingkan menurunkan pendapatan. Menurut
McGuire, Sundgren, Schneeweis 1988, telah ditemukan bahwa kinerja
keuangan merupakan salah satu alasan yang memotivasi perusahaan untuk
memulai praktek pengelolaan lingkungan.
Mountabon, Sroufe, dan Narasimhan (2007) dalam penelitiannya meneliti
mengenai hubungan antara praktek pengelolaan lingkungan terhadap
kinerja perusahaan. Mereka menemukan hasil yang positif dan signifikan
atas praktek pengelolaan lingkungan terhadap kinerja perusahaan. Dalam
penelitian ini peneliti ingin meneliti lebih lanjut atas perilaku manajer
karena seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Rauwald dan Moore
(2002) pada Republik Domincans dan Amerika Serikat ditemukan bahwa
ada perbedaan perilaku manajer yang signifikan atas isu lingkungan yang
terjadi dalam organisasinya.
H1 : terdapat hubungan antara perilaku manajer atas isu manajemen
lingkungan dengan kinerja keuangan

22
Universitas Kristen Petra
2. Hubungan antara Perilaku Manajer atas isu manajemen lingkungan
dengan Customer Satisfaction
Park (2009) dalam penelitiannya membuktikan adanya hubungan positif
dan signifikan antara perilaku manajer puncak perusahaan terhadap praktik
lingkungan yang dilakukannya serta persepi mereka terhadap keuntungan
yang akan diperoleh dari hasil pengelolaan lingkungan. Perusahaan yang
mengadopsi praktek lingkungan dalam perusahaan cenderung untuk bisa
mengurangi biaya, menghemat sumber daya, kesempatan untuk berinovasi
lebih tinggi, peningkatan retensi dan loyalitas pelanggan, dan juga
meningkatkan kepuasan pelanggan (Kassinis dan Soteriou,2003). Dalam
penelitiannya Kassinis membuktikan bahwa praktek lingkungan secara
positif berhubungan dengan performa perusahaan melalui mediator
kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan.
Menurut Fornell et all 2006 dan Gruca 2005 dalam Bhattacharya kepuasan
pelanggan telah diakui sebagai bagian penting atas strategi perusahaan dan
menjadi pendorong urama profitabilitas jangka panjang perusahaan. Luo
dan Bhattacharya (2006) dalam Alafi (2012) mengemukakan alasan
mengapa inisiatif mengenai isu lingkungan yang dilakukan oleh
perusahaan dapat menyebabkan peningkatan atas kepuasan pelanggan,
salah satunya adalah apabila perusahaan menerbitkan laporan atas
manajemen lingkungan yang baik hal ini akan mempengaruhi perusahaan
dalam membangun persepsi yang diberikan pelanggan serta sikap
pelanggan pada perusahaan, pelanggan cenderung lebih puas terhadap
produk atau layanan dari perusahaan yang diketahui memiliki tanggung
jawab secara sosial yang tinggi atas lingkungan sekitarnya. Luo dan
Bhattacharya juga mengungkapkan bahwa berdasarkan penelitian yang ada
menurut Brown dan Dacin (1997); Gurhan dan Bantra(2004); Sen dan
Bhattacharya (2001) perilaku atas lingkungan yang dilakukan oleh
perusahaan akan menciptakan konteks positif yang menguntungkan
dengan meningkatnya evaluasi serta sikap konsumen terhadap perusahaan.
H2 : terdapat hubungan antara perilaku manajer atas isu manajemen
lingkungan dengan kepuasan pelanggan

23
Universitas Kristen Petra
3. Hubungan antara Customer Satisfaction dengan Kinerja Keuangan

Hubungan antara kepuasan pelanggan terhadap kinerja keuangan telah


banyak diteliti sebelumnya. Hallowell (1996) menyatakan bahwa kepuasan
pelanggan akan berpengaruh kepada loyalitas pelanggan yang nantinya
akan berpengaruh besar kepada profitabilitas perusahaan. Chi dan Gursoy
(2009) menyatakan bahwa pelanggan yang puas seiring berjalannya waktu
akan bersikap loyal terhadap perusahaan dan hal ini menjadi salah satu
faktor pendukung meningkatnya penjualan dan keuntungan finansial
perusahaan.
Kepuasan pelanggan merupakan ukuran bagaimana produk dan layanan
yang disediakan oleh perusahaan mampu memenuhi atau melampaui
harapan dari pelanggan (Ahmed et al. (2011) dalam Saaedi (2014)).
Seiring berjalannya waktu semakin banyak perusahaan atau organisasi
yang menggunakan ukuran kepuasan pelanggan sebagai indikator kinerja
perusahaan (Matzler & Hinterhuber,1998). Maka dari itu dapat
disimpulkan bahwa tingkat kinerja perusahaan yang tinggi dipengaruhi
oleh tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi pula. Penelitian yang
dilakukan oleh Anderson, Claes, dan Rust (1997) mengindikasikan bahwa
kepuasan pelanggan membawa dampak pada meningkatnya Return on
Investment (ROI). Srivastra et al (1998) dalam Williams (2011) juga
mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan yang tinggi akan mengarah
kepada kecepatan cash flow perusahaan, peningkatan volume arus kas, dan
pengurangan resiko yang terkait dengan arus kas perusahaan.
Meskipun banyak tindakan perusahaan yang masih di luar lingkup untuk
mencapai kepuasan pelanggan, kepuasan pelanggan masih cenderung
memainkan peran penting dalam keberhasilan keuangan perusahaan. Oleh
karena itu, penelitian ini menggunakan hipotesis hubungan positif yang
signifikan antara kepuasan pelanggan terhadap kinerja keuangan
H3 : Terdapat hubungan yang positif antara kepuasan pelanggan dengan
kinerja keuangan perusahaan

24
Universitas Kristen Petra

Anda mungkin juga menyukai