Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan membahas mengenai teori stakeholder, teori legitimasi,

terori keagenan dan penjelasan dari variabel-variabel independen yaitu ukuran

perushaaan, kepemilikan saham publik, profitabilitas, likuiditas, dan leverage,

serta pengertian mengenai variabel dependen yaitu pengungkapan tanggung jawab

sosial perusahaan. Terdapat juga tinjauan penelitian terdahulu, hubungan antara

variabel yang digambarkan dalam kerangka pemikiran dan perumusan hipotesis.

A. Landasan Teori

1. Teori Stakeholder

Stakeholder merupakan semua pihak baik dari internal maupun

eksternal yang memiliki hubungan baik bersifat mempengaruhi maupun

dipengaruhi, bersifat langsung maupun tidak langsung oleh perusahaan

(Hadi, 2011: 93). Menurut Freeman dalam (Mardikanto, 2014: 68)

stakeholder adalah kelompok atau individu yang dapat memengaruhi

atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi. Teori stakeholder

menjelaskan mengenai suatu pendekatan yang didasarkan atas bagaimana

mengamati, mengidentifikasi dan menjelaskan secara analitis tentang

berbagai unsur yang dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan dan

tindakan untuk menjalankan aktivitas usaha (Azheri, 2011: 119)

Teori stakeholder ini mengasumsikan bahwa semakin kuat

11
12

hubungan korporasi bisnis, akan semakin baik. Begitupun sebaliknya,

semakin buruk hubungan korporasi, akan semakin sulit. Menurut Jones,

Thomas, dan Andrew (1999) dalam Nor Hadi (2011: 94) menyatakan

bahwa teori stakeholder mendasarkan diri pada beberapa asumsi,

diantaranya:

a. The corporation has relationship with many constituenty groups

(stakeholder) that effect and are affected by its decisions (Freeman,

1984)

b. The theory is concerned with nature of these relationship in trems of

both processes and outcomes for the firm and its stakeholder.

c. The interests of all (legitimate) stakeholder have intrinsic value, and

so set of intersests is assumed to dominate the other (Clakson, 1995;

Donaldson & Preston 1995).

d. The theory focuses on managerial decission making (Donaldson &

Preston 1995)

Menurut Azheri (2011: 113) berdasarkan kedekatan pihak-pihak

yang memiliki keterkaitan dengan perusahaan, maka stakeholder dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Kelompok Primer

Kelompok ini terdiri atas pemilik modal atau saham (owners),

kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur, dan pesaing atau

rekanan.

b. Kelompok Sekunder
13

Dalam kelompok sekundar terdiri atas pemerintah setempat,

pemerintah asing, kelompok sosial, media masa, kelompok

pendukung, masyarakat pada umumnya dan masyarakat setempat.

Sedangkan menurut ODA (Official Development Assistence) dalam

Azheri (2011: 113), jika dilihat dari sisi kebijakan, program, dan proyek

pemerintah (publik), stakeholders dapat dikelompokkan menjadi tiga,

yaitu:

a. Primary Stakeholders.

Yang dimaksud dengan Primary Stakeholder disini adalah

stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung

dengan suatu kebijakan, kegiatan, program, dan/atau proyek tertentu.

Ada beberapa pihak yang harus ditempatkan sebagai penentu utama

dalam proses pengambilan keputusan, diantaranya:

1) Masyarakar dan tokoh masyarakat.

Masyarakat adalah mereka yang diidentifikasi akan memperoleh

manfaat dan/atau akan terkena dampak (kehilangan tanah dan

kemungkinan kehilangan mata pencaharian) dari suatu kegiatan

tertentu. Sedangkan tokoh masyarakat adalah anggota

masyarakat yang oleh masyarakat ditokohkan pada suatu wilayah

tertentu dan sekaligus dianggap sebagai pihak yang dapat

mewakili aspirasi masyarakat.

2) Pihak Manajer Publik

Suatu lembaga atau bahan publik yang memiliki tanggung jawab


14

untuk mengambil dan mengimplementasikan suatu keputusan.

b. Secondary Stakeholdes.

Jenis stakeholders yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara

langsung terhadap suatu kebijakan, program, proyek, tetapi memiliki

kepedulian (concern) dan keprihatinan, sehingga mereka turut

bersuara dab berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan

legal pemerintah. Yang termasuk secondary stakeholders

diantaranya:

1) Lembaga (Aparat) pemerintah di suatu wilayah tetapi tidak

memiliki tanggung jawab secara langsung.

2) Lembaga pemerintah yang memiliki kaitan denga isu, tetapi tidak

berwenang secaa langsung dalam pengambilan keputusan.

3) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) setempat yaitu LSM yang

peduli terhadap CSR, termasuk organisasi massa terkait.

4) Perguruan Tinggi yaitu kelompok akademis yang memiliki

pengaruh penting dalam pengambilan keputusan yang dilakukan

pemerintah.

5) Pengusaha (badan usaha) terkait.

c. Key Stakeholdes yaitu stakeholders yang berwenang seacra legal

untuk melakukan pengambilan keputusan. Key Stakeholders yang

dimaksud disini adalah unsur eksekutif sesuai dengan levelnya,

legistalif, dan instansi yang berkaitan.


15

2. Teori Legitimasi

Menurut Hadi (2011: 87) mengatakan bahwa legitimasi masyarakat

menjadi faktor strategis bagi perusahaan untuk mengembangkan

perusahaan kedepan. Hal itu dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk

mengonstruksi strategi perusahaan, terutama yang berkaitan dengan

memosisikan diri ditengah-tengah masyarakat yang semakin maju.

O’Donovan (2002) dalam Hadi (2011: 87) legitimasi organisasi dapat

dipandang sebagai sesuatu yang dicari perusahaan dari masyarakat atau

sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan. Dengan

demikian, legitimasi merupakan suatu manfaat atau sumber daya

potensial bagi perusahaan untuk keberlangsungan perusahaan (going

concern).

Deegan, Robin, dan Tobin (2002) dalam Hadi (2011: 89)

menyatakan legitimasi dapat diperoleh manakala terdapat kesesuaian

antara keberadaan perusahaan yang tidak mengganggu atau sesuai

(congruen) dengan eksistensi sistem nilai yang ada dalam masyarakat

dan lingkungan. Dengan adanya respon positif dari masyarakat

diharapkan dapat menambah nilai perusahaan sehingga laba yang

diperoleh perusahaan menjadi meningkat. Hal tersebut dapat menjadi

dorong atau bantuan bagi investor dalam pengambilan keputusan

berinvestasi.

Teori legitimasi memberikan perspektif yang lebih komprehensif

dalam pengungkapan CSR. Teori ini menjelaskan bahwa dalam


16

pengungkapan CSR, perusahaan harus melakukannya sebaik mungkin

agar aktivitas dan kinerja perusahaan dapat diterima oleh masyarakat.

Perusahaan cenderung menggunakan kinerja berbasis sosial dan

pengungkapan informasi lingkungan agar dapat melegitimasi aktivitas

perusahaan di mata masyarakat. Pengungkapan berbasis sosial yang

dilakukan perusahaan selain memberi dampak sosial dan lingkungan

dapat juga digunakan sebagai alat manajerial untuk menghindari konflik

sosial dan lingkungan (Sukenti et al., 2017)

3. Teori Keagenan

Teori keagenan menjelaskan mengenai hubungan yang terjadi

antara para pemegang saham dengan pihak manajemen. Hubungan

tersebut akan terjadi kapan pun pihak pemegang saham akan

mempekerjakan pihak manajemen untuk mewakili kepentingan-

kepentingannya (Ross et al., 2015: 12). Pihak pemilik atau pemegang

saham merupakan pihak yang menyertakan modalnya ke dalam

perusahaan tersebut, sedangkan manajer merupakan pihak yang ditunjuk

pemegang saham dan diberi wewenang untuk mengambil keputusan

dalam mengelola perusahaan. Para pemilik menunjuk manajemen dengan

harapan agar manajemen bertindak sesuai kepentingan yang diinginkan

pemilik. Pemisahan yang terjadi antara pihak pemegang saham dengan

pihak pengelola (manajemen) memungkinkan munculnya perbedaan

kepetingan diantar keduanya (Sudana, 2011: 11)


17

Menurut Jensen dan Meckling dalam (Sudana, 2011: 11)

menyatakan bahwa pihak pemilik dapat menjamin pihak manajemen

akan mengambil keputusan yang tepat hanya jika diberikan insentif yang

cukup memadai dan manajemen merupakan pihak yang minoritas. Selain

dengan pemberian insentif, para pemilik juga dapat melakukan

monitoring dengan melakukan pengauditan pada laporan keuangan

secara berkala, penunjukan komisaris independen dan lain sebagainya.

Di saat kedua pihak berusaha untuk mengurangi konflik keagenan

yang ada, justru dapat menimbulkan biaya keagenan. Biaya keagenan

(agency cost) mengacu pada biaya-biaya yang muncul dari benturan

kepentingan antara para pemegang saham (pemilik) dengan pihak

pengelola (manajemen). Menurut Ross et al. (2015: 12) biaya keagenan

dapat berupa dua jenis :

a. Biaya keagenan tidak langsung adalah berupa hilangnya sebuah

kontrak atau perjanjian.

b. Biaya keagenan langsung, biaya ini memiliki dua bentuk, yaitu:

1) Berupa pengeluaran perusahaan yang mendatangkan manfaat

bagi manajemen tetapi menjadi beban untuk pemegang saham.

2) Berupa beban-beban yang muncul dari adanya kebutuhan untuk

memantau tindakan-tindakan pihak manajemen.

Konflik yang terjadi antara pemegang saham dengan pihak

manajemen akan menjadi sangat besar saat kepemilikan manajer

terhadap perusahaan semakin kecil. Manajer akan berusaha untuk


18

memaksimalkan kepentingan pribadinya dibandingkan kepentingan

perusahaan. Sebaliknya, jika kepemilikan manajer sangat besar maka

manajer akan semakin produktif dalam mengoptimalkan nilai perusahaan

dengan begitu biaya keagenan dan pengawasan akan menjadi rendah.

Manajer akan melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial

perusahaan untuk meningkatkan image perusahaan, meskipun harus

mengorbankan sumber daya untuk melakukan aktivitas tersebut

(Rindawati dan Asyik, 2015 dalam Suwito, 2017)

4. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR)

Bowem (1953) dalam Mardikanto (2014: 86) mendefinisikan CSR

merupakan suatu kewajiban pengusaha untuk merumuskan kebijakan,

membuat keputusan atau mengikuti garis tindakan yang diinginkan

dalam hal tujuan dan nilai-nilai masyarakat. Kemudian oleh Davis (1960)

definisi tersebut diperbaharui menjadi keputusan dan tindakan bisnis

yang diambil dengan alasan, atau setidaknya sebagian, melampaui

kepentingan ekonomi atau teknis langsung perusahaan.

Menurut Budimanta et al., (2008) dalam Mardikanto (2014: 94)

mendefinisikan tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR merupakan

suatu komitmen perusahaan untuk membangun kualitas kehidupan yang

lebih baik bersama dengan para pihak yang terkait, utamanya masyarakat

di sekelilingnya dan lingkungan sosial tempat perusahaan berada, yang

dilakukan secara terpadu dan berkelanujutan.


19

Sesungguhnya tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan

terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar dapat memberikan manfaat

baik secara sosial (social consequences) maupun ekonomi (economic

consequences). Meskipun hal tersebut memiliki manfaat secara sosial

(social consequences) maupun ekonomi (economic consequences),

ternyata banyak perusahaan yang memandang bahwa tanggung jawab

sosial perusahaan bukan merupakan suatu kewajiban.

Pada akhir 2010, tepatnya 1 November 2010 dirilislah ISO 26000

tentang International Guidance for Social Responsibility. Dengan

dirilisnya ISO 26000 ini menyadarkan banyak pihak bahwa tanggung

jawab sosial perusahaan bukan semata-mata menjadi kewajiban korporat,

tetapi telah menjadi tanggung jawab semua pihak, baik lembaga private

maupun lembaga publik, individu maupun entitas, organisasi yang

mengejar laba atau yang menamakan dirinya nir-laba.

Menururt Mardikanto (2014: 132) manfaat CSR tidak hanya

dirasakan oleh pemerintah dan korporasi, tetapi juga oleh masyarakat,

a. Manfaat CSR Bagi Masyarakat.

Perhatian perusahaan terhadap masyarakat dapat berupa kontribusi

peningkatan kualitas hidup masyarakat. Dapat juga dengan cara lain

yaitu dengan melakukan aktivitas-aktivitas serta pembuatan

kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan,

kualitas hidup dan kompetensi masyarakat berbagai bidang. Semua

itu semata-mata untuk mengembangkan masyarakat sehingga


20

sasaran untuk mencapai kesejahteraan tercapai.

b. Manfaat CSR Bagi Pemerintah.

Manfaat yang dapat pemerintah rasakan dari CSR adalah mengatasi

masalah sosial, seperti kemiskinan, rendahnya kualitas pendidikan,

minimnya akses kesehatan dan lain sebagainya. Terciptanya

hubungan antara pemerintah dan perusahaan dapat meringankan

tugas pemerintah dalam menciptakan kesejahteraan untuk rakyatnya.

c. Manfaat CSR Bagi Korporasi

Terdapat beberapa manfaat CSR bagi perusahaan, diantaranya

mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra perusahaan,

serta mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial dan

mereduksi risiko bisnis perusahaan.

5. Ukuran perusahaan (size)

Menurut Ross et al. (2013) dalam Rivandi et al. (2017) ukuran

perusahaan merupakan gambaran skala produksi atau indikator yang

menunjukkan besarnya nilai kekayaan yang dimiliki oleh sebuah

perusahaan. Pengungkapan informasi yang dilakukan perusahaan dalam

laporan keuangan juga dapat dipengaruhi oleh skala ukuran perusahaan.

Semakin besar ukuran suatu perusahaan biasanya akan memiliki aktivitas

yang semakin banyak dan kompleks; memberi dampak yang semakin

besar kepada masyarakat; jumlah shareholder yang dimiliki semakin

banyak, serta akan mendapatkan perhatian yang lebih dari publik. Oleh
21

karena itu, besarnya ukuran perusahaan akan memberikan tekanan yang

besar juga kepada perusahaan untuk melakukan pengungkapan informasi

yang lebih.

6. Kepemilikan Saham Publik

Kepemilikan saham publik (public shareholding) merupakan

saham suatu perusahaan yang kepemilikannya dimiliki oleh publik atau

masyarakat. Yang dimaksud publik disini adalah pihak individu atau

institusi yang memiliki saham di bawah 5% (<5%) yang keberadaannya

berada di luar manajemen serta tidak memiliki hubungan istimewa

dengan perusahaan. Semakin besar saham yang dimiliki publik atau

masyarakat maka semakin banyak pula pihak yang membutuhkan

informasi tentang perusahaan sehingga informasi yang diungkapan juga

harus semakin banyak. Dengan banyaknya informasi yang diungkapkan

membuat investor memperoleh informasi yang luas mengenai tempat

berinvestasi serat dapat memantau aktivitas manajemen, sehingga

kepentingan dalam perusahaan dapat terpenuhi (Na’im dan Rakhman,

2005 dalam Aini, 2015).

7. Profitabilitas

Menurut Sirait (2017: 139) profitabilitas yaitu kemampuan

perusahaan untuk memperoleh laba secara komprehensif, mengkonversi

penjualan menjadi keuntungan dan arus kas. Dalam Fahmi (2017: 135)

menjelaskan bahwa rasio ini mengukur efektivitas manajemen secara


22

keseluruhan yang ditujukan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang

diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan maupun investasi.

Semua kebijakan yang dipilih manajeman semata mata suatu upaya untuk

meningkatkan nilai perusahaan, salah satunya melalui pengelolaan

kepemilikan aset perusahaan untuk memaksimalkan laba yang diperoleh.

Semakin tingginya tingkat profitabilitas suatu perusahaan maka semakin

tinggi pula tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan

karena hal tersebut dapat mempertinggi kepercayaan perusahaan untuk

melakukan pengungkapan kepada masyarakat.

8. Likuiditas

Menurut Darminto dan Julianty (2008: 82) likuiditas perusahaan

mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka

pendeknya kepada kreditor jangka pendek. Kreditor jangka pendek lebih

tertarik pada aliran kas dan manajemen modal kerja dibandingkan

seberapa besar keuntungan perusahaan yang diperoleh dan dilaporkan.

Disatu sisi likuiditas juga merupakan indikator tolak ukur investor dalam

menilai perusahaan. Dari tingkat likuiditas ini investor juga akan

memperoleh banyak pandangan mengenai kompetensi keuangan

perusahaan dan kemampuan perusahaan untuk tetap kompeten jika

terjadi masalah (Van Horne dan Wachowich, 2005: 206). Oleh karena itu

perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas yang tinggi kemungkinan

akan lebih banyak melakukan pengungkapan CSR.


23

9. Leverage

Menurut Fahmi (2017: 127) leverage berguna untuk mengukur

seberapa besar perusahaan dibiayai dengan utang. Penggunaan utang

yang terlalu tinggi akan membahayakan perusahaan karena perusahaan

akan masuk dalam kategori extreme leverage (utang ekstrem) yaitu

perusahaan terjebak dalam tingkat utang yang tinggi dan sulit untuk

melepaskan beban utang tersebut. Leverage sangat berarti bagi

perusahaan, jika tingkat leverage tinggi kemungkinan perusahaan akan

melakukan pelanggaran perjanjian kredit sehingga perusahaan akan

berusaha melaporkan profit yang lebih tinggi. Tingginya tingkat leverage

ini akan berdampak terhadap pengungkapan tanggung jwab sosial

perusahaan karena keinginan untuk melaporkan laba yang lebih tinggi

maka perusahaan akan mengurangi biaya yang mereka keluarkan

termasuk biaya untuk melakukan tanggung jawab sosial perusahaan

(Robiah & Erawati, 2017)

B. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan telah banyak

dilakukan seperti yang dijelaskan di bawah ini.

Wahyuningsih dan Madar (2018) meneliti tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi pengungkapan corporate social responsibility, dengan

varibael size, leverage, dan profitabilitas terhadap pengungkapan CSR pada


24

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode

2010-2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa size, leverage, dan

profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial

perusahaan

Herawati (2015) meneliti tentang pengaruh kepemilikan institusional,

dewan komisaris independen, profitabilitas, size perusahaan, dan umur

perusahaan terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Sampel

yang digunakan sebanyak 90 perusahaan pertambangan yang telah terdaftar di

Bursa Efek Indonesia (BEI) sampai dengan tahun 2013. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa variabel kepemilikan institusional dan dewan komisaris

independen tidak berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social

responsibility, sedangkan profitabilitas, size perusahaan dan umur perusahaan

secara parsial berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social

resposibility.

Robiah dan Erawati (2017) meneliti tentang pengaruh leverage, size,

dan kepemilikan manajemen terhadap corporate social responsibility

disclosure pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) periode 2013-2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap CSRD. Sedangkan

leverage dan kepemilikan manajemen tidak berpengaruh signifikan terhadap

CSRD.

Aini (2015) meneliti tentang pengaruh karakteristik perusahaan

terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan sampel


25

adalah perusahaan yang terdaftar di indeks LQ45 BEI periode Agustus 2014.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa leverage dan profitabilitas berpengaruh

terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Sedangkan

kepemilikan saham publik, likuiditas dan pertumbuhan perusahaan tidak

berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

Kamil dan Herusetya (2012) meneliti tentang pengaruh karakteristik

perusahaan terhadap luas pengungkapan kegiatan corporate social

responsibility dengan variabel penelitian adalah profitabilitas, likuiditas,

solvabilitas, dan ukuran perusahaan. Sampel yang digunakan sebanyak 82

firm years dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(BEI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh

positif terhadap luas pengungkapan CSR. Sedangkan profitabilitas, likuiditas,

dan solvabilitas tidak terbukti berpengaruh pada pengungkapan CSR.

Sari (2012) meneliti tentang pengaruh tipe industri (profile), ukuran

perusahaan (size), profitabilitas, leverage, dan pertumbuhan perusahaan

(growth) terhadap corporate social responsibility disclosure. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa profile, size, dan profitabilitas berpengaruh signifikan

terhadap corporate social responsibility disclosure. Sedangkan secara

simultan profile, size, profitabilitas, leverage dan growth berpengaruh

terhadap corporate social responsibility disclosure.

Ahcmad Badjuri (2011) meneliti tentang pengaruh faktor-faktor

fundamental perusahaan (likuiditas, profitabilitas, leverage, kepemilikan

publik, dan ukuran perusahaan) dan mekanisme corporate governance


26

(ukuran dewan komisaris, dewan komisaris independen, kepemilikan

institusional, kepemilikan manajerial, dan komite audit) terhadap

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara

rasio leverage, likuiditas, kepemilikan publik, dewan komisaris, kepemilikan

institusional, kepemilikan manajerial, dan komite audit terhadap CSRD.

Sebaliknya terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dengan adanya

dewan komisaris independen, rasio profitabilitas dan ukuran perusahaan

terhadap CSRD.

Rivandi et al (2017) meneliti tentang pengaruh leverage, profitabilitas,

dan ukuran perusahaan terhadap pengungkapan tanggung jawa sosial

perusahaan dengan pendekatan kausalitas dengan sampel sebanyak 51

perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2010-2014. Hasil penelitian

menunjukkan leverage, profitabilitas, dan ukuran perusahaan berpengaruh

signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

Santoso et al. (2017) meneliti tentang pengaruh kepemilikan saham

publik, ukuran perusahaan dan profitabilitas terhadap corporate social

responsibility disclosure dengan sampel sebanyak 13 perusahaan perbankan

yang terdaftra di BEI periode 2012-2015. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap corporate

social responsibility disclosure. Sedangkan kepemilikan saham publik dan

ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap corporate social

responsibility disclosure
27

Widiastuti et al.(2018) meneliti tentang pengaruh ukuran perusahaan,

tipe industri, growth dan media exposure terhadap pengungkapan tanggung

jawab sosial perusahaan dengan sampel seluruh perusahaan yang terdaftar di

BEI periode 2014-2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran

perusahaan dan tipe industri berpengaruh positif terhadap pengungkapan

tanggung jawab sosial perusahaan. Sedangkan growth berpengaruh negatif

terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan media

exposure tidak memiliki pengaruh terhadap pengungkapan CSR.

C. Kerangka Konseptual

Berdasarkan uraian teoritis dan tinjauan penelitian yang terdahulu,

maka kerangka penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Ukuran Perusahaan (X1)

Kepemilikan Saham
Publik (X2)

Profitabilitas (X3) Pengungkapan


CSR (Y)

Likuiditas (X4)

Leverage (X5)

D. Perumusan Hipotesis

1. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Pengungkapan CSR

Ukuran perusahaan dikaitkan dengan teori keagenan yang mana

perusahaan besar dengan biaya keagenan yang lebih besar akan


28

melakukan pengungkapan informasi yang lebih luas untuk mengurangi

biaya keagenan tersebut. Disisi lain, perusahaan yang besar akan lebih

banyak disorot oleh masyakarat dan pemerintah sehingga perusahaan

cenderung melakukan pengungkapan yang lebih besar untuk mengurangi

biaya politis sebagai wujud tanggungjawab sosial perusahaan

(Wahyuningsih dan Madar, 2018)

Terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa ukuran

perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan CSR, diantaranya

Ahmad dan Antonius (2012), Robiah dan Erawati (2017), Rivandi et al

(2017), Widiastuti et al (2018), Wahyuningsih dan Madar (2018),

Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotetsis yang dirumuskan adalah:

H1: Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap Pengungkapan CSR

2. Pengaruh Kepemilikan Saham Publik terhadap Pengungkapan CSR

Perusahaan yang kepemilikan saham publiknya banyak

menunjukan bahwa perusahaan tersebut memiliki kredibilitas yang tinggi

dimata masyarakat dalam memberikan imbalan berupa deviden yang

sesuai. Selain dapat memberika imbalan yang sesuai, masyarakat juga

akan menganggap bahwa perusahaan dapat beroperasi terus menerus

(going concern) sehingga cenderung akan melakukan pengungkapan

informasi sosial yang lebih luas. Perusahaan yang memiliki kepemilikan

saham publik yang banyak dinilai memiliki tanggungjawab moral yang

lebih besar sehingga melakukan pengungkapan informasi yang lebih luas.


29

Terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa profitabilitas

berpengaruh terhadap pengungkapan CSR, diantaranya Lamia dan

Anisma (2014), Rahayu dan Anisyukurlillah (2015), dan Rifqiyah

(2016). Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotetsis yang dirumuskan

adalah:

H2: Kepemilikan Saham Publik berpengaruh terhadap

Pengungkapan CSR

3. Pengaruh Profitabilitas terhadap Pengungkapan CSR

Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang di lakukan

perusahaan bisa jadi karena tingkat profitabilitas perusahaan tersebut.

Tingginya tingkat profitabilitas yang dimiliki perusahaan dapat

menjadikan dorongan bagi perusahaan untuk melakukan pengungkapan

tanggung jawab sosial perusahaan agar mendapat respon positif dari

stakeholders. Sedangkan perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas

rendah akan sangat mempertimbangkan untuk melakukan pengungkapan

CSR, karena khawatir jika mengganggu operasional perusahaan.

Terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa profitabilitas

berpengaruh terhadap pengungkapan CSR, diantaranya Sari (2012),

Sukenti et al (2017), Rivandi et al (2017), Wahyuningsih dan Madar

(2018). Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotetsis yang dirumuskan

adalah:

H3: Profitabilitas berpengaruh terhadap Pengungkapan CSR


30

4. Pengaruh Likuiditas terhadap Pengungkapan CSR

Tingkat likuiditas perusahaan yang tinggi dapat memberikan sinyal

kepada perusahaan lain, bahwa perusahaan mereka lebih baik dibanding

dengan perusahaan lain. Sinyal tersebut ditunjukan dengan cara

memberikan informasi atau melakukan pengungkapan yang lebih luas

mengenai tanggung jawab sosial perusahaan yang mereka lakukan.

Karena perusahan yang sehat secara keuangan memiliki kemungkinan

melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang lebih

banyak dibanding perusahaan dengan tingkat likuiditasnya rendah.

Terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa likuiditas

berpengaruh terhadap pengungkapan CSR, diantaranya Saputro et al

(2013), Rosyadi (2015), Arif dan Wawo (2016), Putri (2017).

Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti merumuskan hipotesis :

H4: Likuiditas berpengaruh terhadap Pengungkapan CSR

5. Pengaruh Leverage terhadap Pengungkapan CSR

Perusahaan yang memiliki tingkat leverage rendah mengartikan

bahwa kemampuan pendanan perusahaan yang berasal dari internal

sangat baik. Sebaliknya jika tingkat leverage perusahaan tinggi

mengartikan bahwa pendanaan perusahaan lebih banyak berasal dari

pihak ekternal (debtholders). Saat tingkat leverage perusahaan tinggi

manajemen akan melakukan peningkatan laba agar tidak menarik

perhatian debtholders sehingga seluruh biaya yang harus dikeluarkan


31

akan berkurang termasuk pengungkapan CSR.

Terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa leverage

berpengaruh terhadap pengungkapan CSR, diantaranya Aini (2015),

Rivandi et al (2017), Putri (2017), Wahyuningsih dan Madar (2018).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti merumuskan hipotesisi:

H5: Leverage berpengaruh terhadap pengungkapan CSR


32

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Nor Hadi 2011


2. Buku Busyra Azheri 2011
3. Buku Tototk Mardikanto 2014
4. Jurnal Rindu Kurnia 2017
5. Jurnal Sukenti, Hidayati & Mawardi 2017
6. Skripsi Pak Wahyono
7. Buku Dwi Prastowo Darminto & Rafka Julianty 2008
8. Buku James C, Van Horne & John M. Wachowich, JR. 2005
9. Buku V Wiratna Sujarweni 2017
10. Buku Irham Fahmi 2017
11. Jurnal Robiah & Erawati 2017
12. Jurnal Pradnyani & Sisdyani 2015
13. Buku Stephen A. Ross et al 2015
14. Jurnal Butar & Sudarsi (2012)
15. Jurnal Jimaksi Sembiring 2005
16. Jurnal Aini 2015
17. Jurnal Achmad badjuri 2011
33

Anda mungkin juga menyukai