Anda di halaman 1dari 30

2.

1 Landasan Teori
2.1.1 Signalling Theory (Teori Sinyal)
Teori sinyal (signaling theory) merupakan salah satu teori pilar dalam
memahami manajemen keuangan. Secara umum, sinyal diartikan sebagai isyarat
yang dilakukan oleh perusahaan (manajer) kepada pihak luar (investor). Sinyal
tersebut dapat berwujud berbagai bentuk, baik yang secara langsung dapat diamati
maupun yang harus dilakukan penelaahan lebih mendalam untuk dapat
mengetahuinya. Apapun bentuk atau jenis dari sinyal yang dikeluarkan, semuanya
dimaksudkan untuk menyiratkan sesuatu dengan harapan pasar atau pihak
eksternal akan melakukan perubahan penilaian atas perusahaan. Artinya, sinyal
yang dipilih harus mengandung kekuatan informasi (information content) untuk
dapat merubah penilaian pihak eksternal perusahaan (tatang a gumanti 2009).
Teori Sinyal berakar pada teori akuntansi pragmatik yang memusatkan
perhatiannya kepada pengaruh informasi terhadap perubahan perilaku pemakai
informasi. Salah satu informasi yang dapat dijadikan sinyal adalah pengungkapan
yang dilakukan oleh suatu emiten. Pengungkapan informasi ini nantinya dapat
mempengaruhi naik turunnya harga sekuritas perusahaan emiten tersebut.
Pengungkapan informasi akuntansi dapat memberikan sinyal bahwa perusahaan
mempunyai prospek yang baik (good news) atau sebaliknya sinyal buruk (bad
news) di masa mendatang (sri rokhlinasari 2009).
Secara umum, teori sinyal berkaitan dengan pemahaman tentang
bagaimana suatu sinyal sangat bernilai atau bermanfaat sementara sinyal yang lain
tidak berguna. Teori sinyal mencermati bagaimana sinyal berkaitan dengan
kualitas yang dicerminkan di dalamnya dan elemen-elemen apa saja dari sinyal
atau komunitassekitarnya yang membuat sinyal tersebut tetap meyakinkan dan
menarik. Selain itu, teori ini juga mencermati apa yang akan terjadi manakala
sinyal yang diisyaratkan tidak sepenuhnya meyakinkan atau seberapa besar yang
ketidakyakinan yang dapat ditoleransi sebelum sinyal tersebut menjadi tidak
bermakna sama sekali (tatang a gumanti 2009).
Dalam literatur ekonomi dan keuangan, teori sinyal dimaksudkan untuk
secara eksplisit mengungkapkan bukti bahwa pihak-pihak di dalam lingkungan
perusahaan (corporate insiders, yang terdiri atas officers dan directors) umumnya
memiliki informasi yang lebih bagus tentang kondisi perusahaan dan prospek
masa depan dibandingkan dengan pihak luar, misalnya investor, kreditor, atau
pemerintah, bahkan pemegang saham. Dengan kata lain, pihak perusahaan
mempunyai kelebihan penguasaan informasi daripada pihak luar yang memiliki
kepentingan dengan perusahaan. Kondisi dimana satu pihak memiliki kelebihan
informasi sementara pihak lain tidak dalam teori keuangan disebut dengan
ketimpangan informasi (information asymmetry).
Menurut (Septia, 2015) isyarat atau signal adalah suatu tindakan yang
diambil perusahaan untuk memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana
manajemen memandang prospek perusahaan. Sinyal ini berupa informasi yang
menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat
ini maupun masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan.
Informasi yang dikeluarkan perusahaan penting karena memiliki pengaruh dalam
pengambilan keputusan investasi.
Dalam teori sinyal, profitabilitas dapat menjadi sinyal positif atau negatif
bagi investor tergantung besarnya laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Laba
akuntansi memiliki hubungan positif dengan fluktuasi harga saham. Apabila
terjadi kenaikan laba maka hal tersebut merupakan sinyal positif, sebaliknya
apabila terdapat penurunan laba atau bahkan rugi maka hal terseut merupakan
sinyal negatif (Vitarini & Siswanto, 2017).
Dalam kondisi yang dialami perusahaan baik sedang mengalami kenaikan
laba atau mengalami penurunan laba, maka pihak manajer diharapkan dapat
memberikan informasi yang sama kepada semua pihak menenai keadaan yang
sedang dialami perusahaan. Tindakan manajer dalam memberikan informasi yang
sama ini bertujuan agar para investor yang akan menanamkan atau telah
menanamkan sahamnya kepada suatu perusahaan dapat melihat prospek
perusahaan tersebut dan informasi ini dapat digunakan investor untuk
mempertimbangkan dalam mengambil keputusan mengenai modal investasinya
(Rachmawati & Pinem, 2013).
2.1.2 Agency Theory
Teori agensi menggambarkan perusahaan sebagai suatu titik temu antara
pemilik perusahaan (principal) dengan manajemen (agent). Jensen dan Meckling
menyatakan bahwa hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak yang terjadi
antara manajer (agent) dengan pemilik perusahaan (principal). Wewenang dan
tanggung jawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas
persetujuan Bersama (sri rokhlinasari).
Konflik kepentingan dalam hubungan keagenan. Terjadinya konflik
kepentingan antara pemilik dan agen karena kemungkinan agen bertindak tidak
sesuai dengan kepentingan prinsipal, sehingga memicu biaya keagenan (agency
cost). Teori agensi mampu menjelaskan potensi konflik kepentingan diantara
berbagai pihak yang berkepentingan dalam perusahaan tersebut. Konflik
kepentingan ini terjadi dikarenakan perbedaan tujuan dari masing-masing pihak
berdasarkan posisi dan kepentingan terhadap perusahaan. Sebagai agen, manajer
bertanggungjawab secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik
(principal), namun demikian manajer juga menginginkan untuk selalu
memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua
kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan di mana masing-masing pihak
berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang
dikehendaki (sri rokhlinasari).
Pada teori agensi juga dijelaskan mengenai masalah asimetri informasi
(information asymmetry). Asimetri informasi antara manajemen (agent) dengan
pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk
melakukan tindakan oportunis seperti manajemen laba (earnings management)
mengenai kinerja ekonomi perusahaan sehingga dapat merugikan pemilik
(pemegang saham). Dengan adanya masalah agensi yang disebabkan karena
konflik kepentingan dan asimetri informasi ini, maka perusahaan harus
menanggung biaya keagenan (agency cost). Agency cost merupakan biaya yang
dikeluarkan oleh prinsipal untuk biaya pengawasan terhadap agen, pengeluaran
yang mengikat oleh agen, dan adanya residual loss. Adanya penyimpangan antara
keputusan yang diambil agen dan keputusan yang akan meningkatkan
kesejahteraan prinsipal akan menimbulkan kerugian atau pengurangan
kesejahteraan prinsipal, nilai uang yang timbul dari adanya penyimpangan
tersebut disebut residual loss.
Perusahaan yang melakukan pengungkapan informasi tanggung jawab sosial
dalam hal ini adalah corporate environmental disclosure memiliki tujuan untuk
membangun image positif terhadap perusahaan dan mendapatkan perhatian dari
masyarakat. Dalam rangka memberikan informasi pertanggungjawaban sosial
perusahaan memerlukan biaya, sehingga laba yang dilaporkan dalam tahun
berjalan menjadi lebih rendah. Ketika perusahaan menghadapi biaya pengawasan
dan biaya kontrak yang rendah dan visibilitas politis yang tinggi akan cenderung
untuk mengungkapkan informasi pertanggungjawaban sosial. Jadi pengungkapan
informasi pertanggungjawaban sosial berhubungan positif dengan kinerja sosial,
kinerja ekonomi dan visibilitas politis dan berhubungan negatif dengan biaya
pengawasan dan biaya kontrak (biaya keagenan).
Berdasarkan teori agensi, perusahaan yang menghadapi biaya pengawasan
dan biaya kontrak yang rendah cenderung akan melaporkan laba bersih rendah
atau dengan kata lain akan mengeluarkan biaya-biaya untuk kepentingan
manajemen salah satunya biaya yang dapat meningkatkan reputasi perusahaan di
mata masyarakat. Kemudian sebagai wujud pertanggungjawaban, manajer sebagai
agen akan berusaha memenuhi seluruh keinginan pihak prinsipal dengan
melakukan corporate environmental disclosure sebagai tindakan CSR. Corporate
environmental disclosure merupakan sinyal yang dapat mengalihkan perhatian
pemegang saham dari pengawasan manipulasi laba atau isu-isu lainnya dan
sebagai hasilnya harga saham di pasar modal akan meningkat seiring
meningkatnya kepercayaan pemegang saham terhadap transparansi informasi
yang diungkapkan oleh perusahaan.
2.1.3 Pecking Order Theory
Pecking Order Theory mampu menjelaskan preferensi perusahaaan dalam
menentukan struk tur modal optimal. Teori ini menyatakan bahwa terdapat tata
urutan keputusan pendanaan perusahaan dalam menentukan struktur modal
optimal, yaitu memilih sumber internal kemudian sumber dana eksternal, dengan
urutan utang terlebih dahulu dan sekuritas ekuitas sebagai alternatif terakhir.
Sumber dana initernal yang dimaksud adalah laba ditahan dan cadangan
depresiasi aktifa tetap. Perusahaan lebih menyukai dana internal karena tidak
perlu mengungkapkan sejumlah informasi kapada pihak eksternal berupa
prospektus perusahaan (cahyani niswandari 2013).
Pecking order theory mengasumsikan bahwa perusahaan bertujuan untuk
memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham. Teori ini dikenalkan pertama
kali oleh Donaldson pada tahun 1961 sedangkan penamaan pecking order theory
dilakukan oleh Myers (1984) dalam (cahyani niswandari 2013). Teori
menyatakan bahwa perusahaan lebih menyukai internal financing yaitu
pendanaan dari hasil operasi perusahaan yang berwujud laba ditahan. Apabila
diperlukan pendanaan eksternal maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas
paling aman terlebih dahulu yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian
diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi, baru akhirnya apabila masih
belum mencukupi akan menerbitkan saham baru. Jadi urutan penggunaan sumber
pendanaan dengan pengacu pada Pecking order theory adalah internal fund (dana
internal), debt (hutang) dan equity (ekuitas). Dana internal lebih disukai dari dana
eksternal karena dana internal memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu
“membuka diri lagi” dari sorotan pemodal luar. Di samping itu pengaruh
asimetrik informasi dan biaya penerbitan saham cenderung mendorong perilaku
pecking order (Pangeran, 2010).
Pecking order theory berfokus pada motivasi manajer korporat bukan pada
prinsip-prinsip penilaian pasar modal (Pangeran, 2010). Pecking order theory
mendasarkan pada asimetri informasi. Para manajer memiliki informasi superior.
Para manajer diyakini memiliki informasi awal yang lebih baik. Oleh karena itu
pasar mempelajari perilaku manajer. Asumsi asimetrik informasi menyiratkan
bahwa para manajer mengembangkan dan menemukan kesempatan baru investasi
yang menarik dengan NPV positif namun mereka tidak dapat menyampaikan
informasi tersebut dengan baik kepada pemegang saham luar karena pernyataan
manajer tidak dipercayai oleh investor (cahyani niswandari 2013).
Preferensi pendanaan eksternal Pecking Order Theory berdasarkan asumsi
asimetri informasi, bahwa manajer tahu lebih banyak daripada investor luar
tentang profitabilitas dan prospek perusahaan. Maka investor mungkin tidak dapat
menilai nilai sebenarnya dari penerbitan sekuritas baru oleh perusahaan. Investor
terutama enggan membeli saham biasa yang baru diterbitkan, karena mereka
khawatir bahwa saham baru itu ternyata dihargai terlalu tinggi serta manajemen
memandang penerbitan saham biasa sebagai sumber pendanaan yang relative
mahal.
Hirarki keputusan pendanaan Pecking Order Theory yang dikemukakan
Myers dan Majluf (1984) dalam devita dan arif 2017 adalah perusahaaan
menggunakan pendanaan internal pertama kali karena dianggap pendanaan
internal mempunyai biaya yang murah. Pendanaan kedua adalah pendanaan
eksternal yaitu menerbitkan utang dan pilihan terakhir dengan penerbitan saham.
Karena saham dianggap sebagai biaya yang paling mahal dan paling berisiko.
Model Pecking Order dalam menentukan pendanaan perusahaa menjelaskan
bahwa ketika arus kas internal perusahaan tidak cukup untuk mendanai investasi
real dan dividen, perusahaan akan menerbitkan utang. Sekuritas tidak akan
diterbitkan kecuali biaya financial distress perusahaan tinggi dan perusahaan
hanya dapat menerbitkan junk debt. Pecking order theory menjelaskan mengapa
perusahaan yang sangat menguntungkan pada umumnya mempunyai hutang yang
lebih sedikit. Hal ini terjadi bukan karena perusahaan tersebut mempunyai target
debt ratio yang rendah, tetapi disebabkan karena perusahaan memang tidak
membutuhkan dana dari pihak eksternal (devita dan arif 2017).

2.1.4 Bird In Hand Theory


Teori ini merupakan opini yang berlawanan dari Irrelevance Theory yang
diperkenalkan oleh Modigliani & Miller (1961), menyatakan bahwa dividen
berpengaruh secara signifikan terhadap nilai suatu perusahaan dan perkiraan ini
13 dinamakan bird in hand theory. Teori ini diperkenalkan pertama kali oleh
Lintner (1956) dan menjadi dasar bagi seluruh pembelajaran yang mengklaim
bahwa nilai perusahaan dipengaruhi secara positif oleh pembayaran dividen.
Namun, menurut Miller & Modigliani (1961), teori bird in hand ini hanya cocok
digunakan untuk pasar ‘sempurna dan lengkap’ (complete and perfect market),
dimana investor bertindak sesuai dengan gagasan perilaku rasional.
Teori ini kemudian dikembangkan menjadi konsep ‘bird in hand’, karena
sesuai dengan peribahasa nya yang mengartikan bahwa ‘seekor burung dalam
genggaman lebih berarti daripada dua ekor burung dalam semak.’ ‘Seekor burung
dalam genggaman’ melambangkan pembayaran dividen dari suatu saham, dimana
hal tersebut menjadi preferensi bagi investor. Hal tersebut lebih baik
dibandingkan dengan ‘two in the bush’ yang mewakilkan capital gain yang belum
pasti akan diperoleh walaupun memiliki prospek dengan nilai yang tinggi.
Dalam hal finansial, investor lebih ingin melakukan investasi yang dapat
memberikan current dividend daripada dividen yang diberikan di masa depan dan
menahan laba yang diperoleh perusahaan. Salah satu alasan mengapa para
investor lebih memilih untuk memegang cash dibandingkan dengan future capital
gains adalah umumnya para investor tersebut adalah menolak adanya suatu resiko
(risk averse). Teori bird in hand mengatakan bahwa memperoleh cash dividend
saat ini dapat mengurangi resiko yang berhubungan dengan ketidakpastian terkait
deferred income (capital gain).

Teori bird in the hand theory merupakan teori yang dikembangkan oleh
Myron Gordon dan John Lintner. Berdasarkan teorinya para investor lebih
menyukai keuntungan dalam bentuk dividen, dibandingkan capital gain. Sesuai
dengan penjelasan Ayu Afrilia Dwiyanto 2019 bird in the hand theory, adanya
kebijakan dividen memiliki pengaruh positif terhadap harga saham. Maksudnya
adalah jika pembagian dividen perusahaan tinggi, maka akan mempengaruhi
harga saham perusahaan tersebut yang tinggi pula.

Menurut Ayu Afrilia Dwiyanto 2019 bird in the hand theory memaparkan
tentang investor yang menghendaki pembayaran dividen tinggi dari keuntungan
perusahaan. Para investor menganggap bahwa memilih memiliki satu burung dara
ditangan, dibandingkan seribu burung dara di udara. Artinya para investor lebih
menyukai pembagian dividen yang tinggi dikarenakan adanya suatu kepastian,
dibandingkan dengan capital gain. Banyak investor mempercayai teori ini karena
Ketika pembayaran dividennya tinggi, maka dapat menghasilkan harga saham
yang tinggi pula. Dalam penelitian ini bird in the hand theory digunakan pada
variabel kebijakan dividen

2.1.5 Dividend Signaling Theory


Menurut Amalia dan kartika (2017) dividend signalling theory ini
diperkenalkan oleh Ross (1977) dan dikembangkan lagi oleh Bhattacharya
(1979). Teori ini menyatakan bahwa dividen dapat dijadikan isyarat bagi para
investor sebagai tandabahwa perusahaan mampu mencetak laba yang diinginkan
dan dapat membagikan dividen pada setiap investor karena memiliki arus kas
yang baik. Hal ini juga menggambarkan bahwa perusahaan tersebut memiliki
prospek yang baik. Hal ini sulit dilakukan untuk perusahaan yang memiliki
prospek buruk karena tidak memiliki arus kas yang baik.

Ross (1977) dalam ratna 2017 berpendapat bahwa manajer adalah


seseorang yang dapat mengetahui informasi secara lengkap tentang arus kas
perusahaan. Manajer akan menciptakan signal atau isyarat yang jelas dan terbaik
mengenai masa depan perusahaan. Menurut (Ratna 2017) kebijakan dividen
merupakan kegiatan untuk menentukan seberapa besar jumlah laba yang akan
dibagikan kepada pemegang saham atau investor dan juga menentukan seberapa
besar laba yang akan ditahan untuk digunakan sebagai investasi perusahaan. Sama
hal nya dengan pernyataan (kristian dan viriani 2021) menyatakan bahwa
kebijakan dividen merupakan kebijakan yang berhubungan dengan penentuan
seberapa besar laba yang akan dijadikan dividen dan seberapa besar laba ditahan
yang dilakukan untuk kepentingan perusahaan.

Menurut (I Putu Pande 2017) profitabilitas adalah kemampuan perusahaan


untuk mencetak laba yang berhubungan dengan penjualan, aset dan modal.
Dengan meningkatnya profitabilitas, kelangsungan hidup suatu perusahaan dalam
jangka panjang akan lebih terjamin. Semakin besar nilai profitabilitas semakin
baik karena dengan semakin tingginya nilai profitabilitas mencerminkan bahwa
perusahaan mampu mencetak laba yang besar dari modal yang digunakan.

2.1.6 Tobin’s Q

Salah satu alternatif yang digunakan dalam menilai perusahaan adalah dengan
menggunakan Tobin’s Q. Tobin’s Q ini dikembangkan oleh professor James
Tobin. Rasio ini merupakan konsep yang sangat berharga karena menunjukkan
estimasi pasar keuangan saat ini tentang tentang hasil pengembalian dari setiap
dolar investasi inkremental. Tobin’s Q dihitung dengan membandingkan rasio
nilai pasar saham perusahaan dengan nilai buku ekuitas perusahaan. Rumusnya
sebagai berikut:

EMV + D
Q=
EBV + D

Keterangan:

Q = Nilai Perusahaan

EMV = Nilai Pasar Ekuitas

EBV = Nilai Buku Dari Total Aktiva

D = Nilai Buku Dari Total Hutang

EMV diperoleh dari hasil perkalian harga saham penutupan pada akhir tahun
(clossing price) dengan jumlah saham yang beredar pada akhir tahun. EBV
diperoleh dari selisih total asset perusahaan dengan total kewajibannya.

2.2 Definisi Konsep dan Review Penelitian Terdahulu


2.2.1 Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara
maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga
saham, maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham. Untuk mencapai nilai
perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para
professional. Para professional diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris
(Cecilia et al., 2015).
Nilai perusahaan adalah persepsi investor terhadap suatu perusahaan yang
dikaitkan dengan harga saham perusahaan, apabila nilai perusahaan semakin
tinggi maka semakin besar juga kemakmuran yang diterima oleh pemegang saham
(Dolontelide & Wangkar, 2019). Tujuan utama perusahaan adalah untuk
meningkatkan kemakmuran para pemegang saham melalui peningkatan nilai
perusahaan (Sunandes, 2015).
Nilai perusahaan dapat direfleksikan melalui 5 cara, yaitu : 1) Nilai nominal
adalah nilai yang tercantum secara formal dalam anggaran dasar perseroan. 2)
Nilai pasar adalah harga yang terjadi dari proses tawar-menawar di pasar saham.
3) Nilai intrinsic adalah nilai yang mengacu pada perkiraan nilai riil suatu
perusahaan. 4) Nilai buku adalah nilai perusahaan yang dihitung dengan dasar
konsep akuntansi. 5) Nilai likuidasi adalah nilai jual seluruh aset perusahaan
setelah dikurangi semua kewajiban yang harus dipenuhi (Tri Purwani & Oktavia,
2018).
Nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh investor
apabila perusahaan dijual. Nilai perusahaan dapat diukur dengan nilai pasar
berdasarkan harga saham di akhir tahun (Dramawan, 2015). Jadi, nilai perusahaan
menggambarkan kondisi perusahaan selama perusahaan beroperasi yang dapat
tercermin dari harga saham perusahaan. Artinya, tingginya harga saham
mencerminkan nilai perusahaan dan sebaliknya. Semakin tinggi nilai perusahaan
akan semakin meningkatkan kemakmuran para pemegang sahamnya yang
tercermin dari tingginya pembagian dividen per lembar sahamnya. Oleh karena
itu, informasi mengenai nilai perusahaan penting bagi investor untuk mengetahui
saham mana yang memiliki kinerja dan prospek yang baik (Puspitaningtyas,
2017).
2.2.1.1 Indikator Price to Book Value (PBV)
Price to Book Value Ratio (PBV) merupakan rasio yang menunjukkan hasil
perbandingan antara harga pasar per lembar saham dengan nilai buku per lembar
saham. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat harga saham apakah
overvalued atau undervalued. Semakin rendah nilai PBV suatu saham maka
saham tersebut dikategorikan undervalued, dimana sangat baik untuk investasi
jangka panjang. Namun rendahnya nilai PBV juga dapat mengindikasikan
menurunnya kualitas dan kinerja fundamental emiten. Oleh sebab itu, nilai PBV
juga harus dibandingkan dengan PBV saham emiten lain dalam industri yang
sama. Apabila terlalu jauh perbedaannya maka sebaiknya perlu dianalisis lebih
lanjut (Hery, 2016). Secara sistematis PBV dapat dihitung dengan rumus:
harga pasar per lembar saham
PBV =
nilai buku saham
Alasan dalam penelitian menggunakan Price to Book Value (PBV) sebagai alat
pengukuran nilai perusahaan. PBV dipilih dikarenakan dalam beberapa penelitian
terdahulu PBV digunakan sebagai alat pengukuran nilai perusahaan. Alasan
lainnya dikarenakan PBV dinilai paling dapat menggambarkan nilai perusahaan.
Pengukuran nilai perusahaan menggunakan PBV dinilai tepat karena instrumen
penghitungan PBV adalah perbandingan antara harga saham dengan nilai buku
saham. Harga saham akan naik apabila permintaan akan saham suatu perusahaan
meningkat yang disebabkan beberapa faktor seperti, tingginya tingkat pembagian
dividen, tingginya profit yang dihasilkan dan tingginya tingkat likuiditas
perusahaan.
2.2.2 Profitbilitas

(Bukit, 2012) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa profitabilitas adalah


kemampuan yang dimiliki suatu perusahaan untuk memperoleh keuntungan atau
laba melalui penawaran produknya kepada konsumen. Profitabilitas adalah suatu
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan atau laba melalui
efisiensi penggunaan modal serta asset yang dimilikinya.

Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan


yang diperoleh dari hasil penjualan dan kegiatan investasi dalam upaya
meningkatkan nilai pemegang saham. Perusahaan yang mampu meningkatkan
perolehan labanya, maka perusahaan tersebut dikategorikan menguntungkan
dimasa yang akan datang, sehingga akan banyak investor yang tertarik untuk
menanamkan dananya untuk membeli saham perusahaan tersebut. Hal ini akan
mendorong peningkatan harga saham perusahaan. Kenaikan harga saham
mencerminkan bahwa nilai perusahaan juga naik. Oleh karena itu, semakin tinggi
profitabilitas yang dihasilkan suatu perusahaan, maka semakin tinggi pula nilai
perusahaan (Yahdiyani & Suryono, 2017).

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba yang


dihasilkan dari pendapatan investasi, penjualan, aset, dan modal saham tertentu
(Novari & Lestari, 2016). Laba adalah tingkat keuntungan bersih yang dihasilkan
perusahaan pada saat perusahaan menjalankan operasinya. Peningkatan jumlah
laba yang dihasilkan mencerminkan prospek perusahaan dalam menjalankan
operasinya juga tinggi, sehingga harga saham akan ikut meningkat tercermin dari
nilai perusahaan yang semakin meningkat juga (Kurniawan & Putra, 2019).

Menurut (Sari & Handayani, 2016) profitabilitas merupakan rasio untuk


untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan dan juga
memberikan ukuran tingkat efektifitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini
ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi,
intinya adalah bahwa rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan.

Profitabilitas yang meningkat menunjukkan kinerja perusahaan yang


semakin baik, sehingga dapat menunjukkan kepercayaan kepada para investor
yang akan menghasilkan keuntungan yang besar. Profitabilitas yang meningkat
juga menunjukkan perusahaan bekerja dengan efisien dan efiktif dalam
memperoleh laba setiap tahunnya. Pertimbangan akan profitabilitas penting untuk
melihat apakah perusahaan tersebut dapat memberikan imbalan atau return yang
besar saat berinvestasi (Kusumawati & Rosady, 2018).

Profitabilitas sendiri merupakan salah satu analisis rasio keuangan. Rasio-


rasio keuangan digunakan untuk menganalisis atau mengevaluasi kinerja
perusahaan berdasarkan laporan keuangan untuk mengetahui tingkat kesehatan,
atau tingkat risiko dan tingkat keuntungan (profitabilitas) perusahaan.
Profitabilitas dapat diukur dari berbagai macam, seperti: laba operasi, laba bersih,
tingkat pengembalian investasi atau aktiva, serta tingkat pengembalian ekuitas
pemilik (Sunandes, 2015).

(Hermuningsih, 2012) dalam penelitiannya mengatakan bahwa profitabilitas


akan mempengaruhi kebijakan para penanam modal atau investor. Kemampuan
menghasilkan laba dari suatu perusahaan akan menarik investor untuk
menanamkan modalnya ke perusahaan. Namun jika profitabilitas suatu
perusahaan rendah maka akan menyebabkan para investor tersebut menarik
dananya..
(Dayal & Singh, 2016) dalam penelitiannya mengatakan bahwa tujuan dari
suatu perusahaan adalah menghasilkan laba, untuk membuat perusahaan tersebut
lebih mudah dalam mengidentifikasi laba yang diperolehnya, perusahaan perlu
memperhatikan modal yang diinvestasikan pada suatu produk, biaya operasional,
penjualan, harga pokok penjualan dan lain sebagainya.

(Costuleanu et al., 2014) dalam penelitiannya mengatakan bahwa


profitabilitas merupakan salah satu indeks yang paling penting dalam aktivitas
perekonomian perusahaan karena menunjukkan kapasitas dari suatu perusahaan
dalam memperoleh atau menghasilkan laba. (Hamidy et al., 2015) dalam
penelitiannya menghasilkan bahwa Profitabilitas memiliki kemampuan dalam
memediasi struktur modal dengan nilai perusahaan. Sehingga jumlah profitabilitas
yang diperoleh perusahaan juga mencerminkan nilai perusahaan. (Rico Andika &
Sedana, 2019) dalam jurnal penelitiannya mengatakan bahwa profitabilitas yang
tinggi akan menghasilkan pengembalian dana yang besar sehingga dapat menarik
minat para investor untuk investasi. Pengembalian dana yang besar (return) ke
perusahaan akan memperkecil kebutuhan perusahaan akan dana eksternal yang
berupa hutang.

Berikut ini merupakan jenis rasio profitabilitas yang dapat digunakan


(Hanafi, 2011):

Net Profit Margin (NPM)


Merupakan rasio yang digunakan untuk menghitung sejauh mana kemampuan
perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Profit
margin yang tinggi menunjukan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang
tinggi pada tingkat penjualan tertentu. NPM merupakan rasio perbandingan antara
laba bersih setelah pajak dengan penjualan.
Return On Asset (ROA)
ROA menggambarkan sejauh mana kemampuan aset-aset yang dimiliki
perusahaan untuk dapat mengahasilkan laba. Rasio ini diperoleh dengan membagi
laba sebelum bunga dan pajak dengan jumlah aset perusahaan.
Return On Equity (ROE)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba
berdasarkan modal saham tertentu Rasio ini membandingkan laba bersih setelah
pajak dengan modal.
2.2.2.1 Indikator Return On Aseet (ROA)
Menurut (Kasmir, 2014) return on aseet adalah bagian analisis rasio
profibilitas. Rasio antara laba bersih yang berbanding terbalik dengan keseluruhan
aktiva untuk menghasilkan laba. Yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah
aktiva yang digunakan dalam perusahaan. Dengan kata lain return on asset dapat
didefinisikan sebagai rasio yang menunjukkan seberap banyak laba yang bias
diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan.
Aset atau aktiva yang dimaksud dalam return on asset (ROA) adalah total
dari harta yang dimiliki perusahaan yang diperoleh dari modal sendiri ataupun
modal asing yang kemudian diubah menjadi aktiva perusahaan dan digunakan
untuk kelangsungan perusahaan. Jika profitabilitas perusahaan baik maka para
pemegang saham dapat melihatnya dari kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dari penjualan dan investasi perusahaan yang akan berdampak
pada meningkatnya nilai perusahaan (Hamidah, Ahmad, et al., 2015).

Return on assets dapat dihituung menggunakan rumus:

lababesih
ROA =
total aset

Alasan dipilihnya Return On Asset (ROA) adalah karena ROA digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen keuangan dalam memperoleh keuntungan
secara keseluruhan. Semakin besar ROA keuangan, semakin besar pula tingkat
keuntungan yang dicapai perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi
keuangan tersebut dan segi penggunaan aset.

Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik prduktivitas aset dalam memperoleh
keuntungan bersih. Dengan mengetahui ROA kita dapat menilai apakah
perusahaan telah efisien dalam menggunakan aktivanya dalam kegiatan operasi
untuk menghasilkan keuntungan. Laba bersih (net income) merupakan ukuran
pokok keseluruhan keberhasilan perusahaan. ROA dapat membantu perusahaan
yang telah menjalankan praktik akuntansi dengan baik untuk mengukur efisiensi
penggunaan modal yang menyeluruh terhadap setiap hal yang mempengaruhi
keadaan keuangan perusahaan sehingga dapat diketahui posisi perusahaan
terhadap industri.

2.2.3 Leverage
Leverage digambarkan untuk melihat sejauh mana aktivitas operasional
perusahaan dibiayai oleh hutang atau modal sendiri. Leverage dapat dikatakan
bahwa suatu rasio keuangan yang mengukur seberapa banyak perusahaan dibiayai
dengan menggunakan hutang. Penggunaan hutang mendapat tanggapan positif
karena hutang dapat melunasi kewajiban perusahaan yang memiliki hutang
dimasa yang akan datang (Wiagustini, 2010).
Menurut (Hanafi, 2011) menyatakan bahwa penggunaan hutang tersebut
diharapkan akan mendapat respon positif oleh pihak luar, jadi hutang merupakan
tanda atau sinyal positif untuk meningkatkan perusahaan dimata investor.
Penggunaan hutang yang terlalu banyak dianggap tidak sehat karena dapat
menurunkan laba. Nilai hutang yang tinggi memberikan dampak negatif bagi
investor pada nilai perusahaan. Hal ini karena tingginya tingkat hutang dapat
mempengaruhi ketertarikan para investor pada perusahaan. Pemenuhan kebutuhan
dana dapat diperoleh dari sumber internal maupun external perusahaan.
Perusahaan yang melakukan sumber internal adalah sumber dana yang dihasilkan
sendiri oleh perusahaan yaitu laba ditahan. Sebaliknya perusahaan yang
melakukan sumber external adalah dana yang berasal dari kreditur dan investor.
Pendanaan yang berasal dari kreditur adalah pendanaan yang berasal dari modal
asing.
(Glover & Hambusch, 2014) dalam penelitiannya mengatakan bahwa jika
perusahaan terlalu terfokus pada pembayaran beban tetap atau biaya operasi
perusahaan, maka dapat berakibat buruk kepada kelangsungan perusahaan
tersebut karena tidak ada jaminan bahwa pembayaran biaya tetap yang dilakukan
juga akan meningkatkan perolehan laba atau meningkatnya penjualan pada suatu
produk yang ditawarkan. Oleh karena itu pihak manajerial harus benar-benar
mempertimbangkan hal tersebut sebelum menerapkannya di perusahaan.
2.2.3.1 Indikator Debt To Equity Ratio (DER)
Rasio leverage membandingkan antara keseluruhan beban utang dengan aset
atau ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. Hal tersebut dapat menggambarkan
perbandingan antara banyaknya aset yang dimiliki oleh pemegang saham dengan
banyaknya aset yang dimiliki oleh kreditur. Jika kreditur memiliki lebih banyak
aset maka dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut memiliki tingkat leverage
yang tinggi. Sebaliknya, jika pemegang saham lebih banyak memiliki aset maka
dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut memiliki tingkat leverage yang
rendah. Rasio ini digunakan untuk membantu manajemen ataupun investor untuk
lebih memahami tingkat risiko struktur modal pada perusahaan. Semakin tinggi
rasio leverage, maka semakin tinggi kewajiban perusahaan (Hamidah, Ahmad, et
al., 2015). Rasio leverage dihitung menggunakan Debt to Equity Ratio (DER)
yaitu:

total liability
DER =
total equity

Alasan memilih DER untuk menghitung rasio leverage dikarenakan DER


menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mengelola aktivanya dan berapa
besar bagian dari aktiva tersebut yang didanai oleh utang. Selain itu, DER
umumnya digunakan dalam laporan keuangan perusahaan go public yang
dipublikasikan. Berdasarkan fenomena atau uraian tersebut, yang menunjukkan
bahwa hasil penelitian mengenai pengaruh rasio keuangan terhadap harga atau
return saham masih sangat bervariatif. Melihat laba dan leverage masih menjadi
pusat perhatian yang penting bagi investor.
2.2.4 Ukuran Perusahan

(Nuraina, 2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa semakin besar


perusahaan maka juga memiliki pemegang kepentingan yang lebih luas
dibandingkan perusahaan yang kecil. Pemegang kepentingan tersebut nantinya
juga berhak membuat suatu kebijakan perusahaan yang tentunya akan berdampak
kepada investor. (Prasetia et al., 2014) dalam penelitiannya mengemukakan
bahwa ukuran perusahaan yang besar membuat pihak manajemen menjadi leluasa
dalam penggunaan asset yang ada di perusahaan. (Dewi & Wirajaya, 2013) dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa ukuran perusahaan merupakan skala suatu
perusahaan yang diukur melalui total penjualan, total aktiva ataupun laba yang
diperolehnya setiap periode.

(Nino et al., 2016) dalam penelitian nya juga mengemukakan bahwa ukuran
perusahaan menunjukkan besar atau kecilnya kekayaan atau asset yang dimiliki
oleh suatu perusahaan. Semakin besar total aktiva, total penjualan ataupun laba
yang dimiliki maka akan semakin besar pula ukuran perusahaannya. Total aktiva
merupakan suatu hak perusahaan yang digunakan untuk kegiatan produksi dan
operasi di dalam perusahaan.

(Juliantika & Dewi, 2016) dalam jurnalnya menyebutkan bahwa ukuran


perusahaan yang besar tidak dapat menjadi jaminan kelangsungan hidup suatu
perusahaan maupun kelancaran kegiatan operasional suatu perusahaan. Oleh
karena itu ukuran perusahaan tidak dapat menjadi jaminan dalam memunculkan
minat kreditor maupun investor untuk memberikan pendanaan kepada perusahaan.
Ukuran perusahaan adalah suatu indikator dimana suatu perusahaan dapat
diklasifikasikan sebagai perusahaan besar atau kecil berdasarkan total aktiva, rata-
rata total aktiva, total penjualan, dan rata-rata total penjualan (Widiastari & Yasa,
2018).

Menurut (Dolontelide & Wangkar, 2019) setiap perusahaan memiliki


ukuran yang berbeda-beda, semakin besar ukuran suatu perusahaan maka semakin
besar pula modal yang dikeluarkan perusahaan tersebut. Sebaliknya semakin kecil
ukuran suatu perusahaan maka semakin kecil pula modal yang dikeluarkan
perusahaan tersebut. Jika perusahaan memiliki aset besar berarti perusahaan
tersebut dianggap telah memiliki kinerja yang baik. Dan jika perusahaan memiliki
aset besar berarti perusahaan tersebut mampu membuat perusahaan lebih stabil
dibandingkan perusahaan dengan aset kecil, karena perusahaan yang memiliki
aset besar memiliki kontrol yang lebih baik terhadap kondisi pasar, sehingga
mampu menghadapi persaingan ekonomi (Lumoly et al., 2021).
(Rachmawati & Widyawati, 2015) menyatakan bahwa ukuran perusahaan
yang besar menunjukkan perusahaan mengalami perkembangan sehingga investor
akan merespon positif dan nilai perusahaan akan meningkat. Pangsa pasar relatif
menunjukkan daya saing perusahaan lebih tinggi dibanding pesaing utamanya.
Investor akan merespon positif sehingga nilai perusahaan akan meningkat. Ukuran
perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang dapat
dinyatakan dengan total aset atau total penjualan bersih.

2.2.4.1 Indikator Log Asset


Intensitas Aset Tetap adalah aktivitas investasi yang dilakukan oleh suatu
perusahaan yang berkaitan dengan investasinya dalam bentuk aset tetap. Intensitas
Aset Tetap dapat menunjukan bagaimana efsiensi suatu perusahaan dalam
menggunakan aset tetap yang dimilikinya untuk menghasilkan penjualan. Hampir
semua aset tetap mengalami penyusutan dan biaya penyusutan dapat mengurangi
jumlah pajak yang dibayar perusahaan (d). Menurut (Henny and Febrianti
(2016) Intensitas aset tetap perusahaan dalam penelitian ini dapat dihitung dengan
cara total aset tetap yang dimiliki perusahaan dibandingkan dengan total aset
perusahaan, atau dapat dirumuskan sebagai berikut:

Intensitas Aset T etap = (T otal Aset T etap)/(T otal Aset)

Intensitas aset tetap dapat mempengaruhi beban pajak perusahaan karena


adanya beban depresiasi yang melekat pada asset tetap. Beban depresiasi yang
timbul atas kepemilikan aset tetap akan mempengaruhi pajak perusahaan, hal ini
dikarenakan beban depresiasi akan bertindak sebagai pengurang pajak. Aset
adalah kekayaan yang mempunyai manfaat ekonomi berupa benda berwujud
maupun benda tak berwujud yang dapat dikuasai oleh yang berhak akibat
transaksi menurut Nafarin dalam Darmadi (2013). Aset juga dapat
menggambarkan ukuran perusahaan karena jumlah aset yang dimiliki oleh
perusahaan berbanding lurus dengan ukuran perusahaan.
Aset pada perusahaan dibagi menjadi dua, yaitu aset lancar dan aset tetap.
Aset lancar (current asset) adalah aset perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan
dan mempunyai umur ekonomis paling lama satu tahun dalam siklus kegiatan
perusahaan yang normal. Aset tetap ( fixed asset ) adalah asset yang dimiliki oleh
perusahaan yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun dalam siklus
kegiatan yang normal (mutia dianti afifah 2020).

2.2.5 Kebijakan Dividen


Kebijakan dividen adalah keputusan yang dilakukan suatu perusahan
mengenai laba yang diperoleh perusahaan, apakah akan dibagikan kepada
pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan
yang akan digunakan sebagai pembiayaan atas investasi di masa yang akan datang
(Putra & Lestari, 2016).
Kemampuan perusahaan dalam membayar dividen berhubungan erat dengan
kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Jika kemampuan perusahaan
dalam memperoleh laba dikategorikan besar, maka kemampuan perusahaan dalam
membayar dividen juga besar. Apabila dividen yang dibayarkan tinggi, maka
harga saham perusahaan tersebut cenderung tinggi sehingga nilai perusahaan juga
tinggi. Sebaliknya apabila dividen yang dibayarkan rendah, maka harga saham
perusahaan tersebut cenderung rendah sehingga nilai perusahaan juga rendah
(Sofia & Farida, 2017).
Dalam dividend irrelevance theory menyatakan bahwa kebijakan dividen
tidak memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan maupun biaya modal karena
nilai perusahaan hanya ditentukan oleh pendapatan yang dihasilan oleh aktivanya.
Sedangkan, dalam the bird in hand theory dan signaling theory menyatakan bahwa
kebijakan dividen akan mempengaruhi atau berdampak pada nilai perusahaan.
Dalam the bird in the hand theory dinyatakan bahwa kenaikan dividen akan
meningkatkan harga saham, karena investor lebih menyukai dividen dibandingkan
capital gain. Kenaikan harga saham pada akhirnya akan berdampak pada
meningkatnya nilai perusahaan (Nainggolan & Listiadi, 2014).
Kebijakan dividen merupakan keputusan mengenai apakah laba yang
diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen
atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa
mendatang (Aditya & Supriyono, 2015).
Dalam teori ini dinyatakan investor lebih menyukai dividen karena memiliki
risiko yang lebih kecil jika dibandingkan dengan capital gain. Sedangkan dalam
signaling theory, pembayaran atas dividen berperan sebagai sinyal bagi investor.
Dividen yang tinggi menandakan perusahaan memiliki kinerja yang baik dan
prospek di masa depan, sehingga meningkatkan apresiasi pasar terhadap saham
(Wahyuni et al., 2013).
2.2.5.1 Indikator DPR
DPR merupakan rasio pengukuran untuk menggambarkan keseluruhan
seberapa besar proporsi pembagian dividen terhadap pemegang saham
(Muhammad Nur Fauzi syuhadak, 2015). DPR yang merupakan keuntungan
perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk tunai (novi
dan khairiyani 2019).
Dividend Payout Ratio (DPR) yaitu presentase laba yang dibayarkan
dalam bentuk dividen). Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan perusahaan
dalam menentukan besarnya laba yang akan dibagikan sebagai dividen antara lain:
profitabilitas, liquiditas, solvabilitas, dan aktivitas. Pertimbangan besarnya suatu
Dividen Payout Ratio (DPR) diduga berkaitan sangat erat dengan sebuah kinerja
manajemen karena kinerja keuangan suatu perusahaan yang cukup bagus dan
tentunya bisa diharapkan untuk menentukan besarnya DPR yang sesuai juga
dengan harapan para pemegang saham yang telah berinvestasi pada perusahaan
tersebut (siti rahayuningtyas 2014).
Rasio DPR dirumuskan sebagai berikut:

deviden per share


DPR=
earning per share

Alasan penelitian ini menggunakan Dividend Payout Ratio (DPR) sebagai


variabel dependen dikarenakan DPR pada hakikatnya adalah menentukan porsi
keuntungan yang akan dibagikan kepada para pemegang saham, dan yang akan
ditahan sebagai bagian dari laba ditahan. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi dividen payout ratio, maka semakin tinggi dividen yang diterima
oleh pemegang saham.
2.2.6 Review Penelitian Terdahulu
1. Peneliti: (Safitri, 2018) pada penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Kepemilikan
Institusional, Profitabilitas Dan Kebijakan Hutang Terhadap Nilai Perusahaan
Dengan Kebijakan Dividen Sebagai Variabel Intervening (Studi pada Perusahaan
Property, Real Estate dan Konstruksi Bangunan yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Periode 2012-2016)”. Dalam penelitiannya mengunakan Metode
Analisis Data: Uji statistik deskriptif, Uji asumsi klasik (uji normalitas, uji
multikolinieritas, uji heteroskedastistas dan uji autokorelasi), Pengujian goodness
of fit (uji koefisien determinasi dan uji statistik F), Pengujian hipotesis (uji
statistik t dan sobel test) dengan Hasil Penelitian: Profitabilitas berpengaruh
positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Profitabilitas berpengaruh positif
dan tidak signifikan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan. Kebijakan
hutang berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan pada
perusahaan. Kebijakan hutang berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
kebiajakan dividen pada perusahaan. Kepemilikan institusional berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan.Kebijakan
dividen berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan pada
perusahaan.
2. Peneliti: (Mayogi & Fidiana, 2016) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh
Profitabilitas, Kebijakan Dividen Dan Kebijakan Utang terhadap Nilai
Perusahaan. Dalam penelitian ini Metode Pengumpulan Data: Teknik
dokumentasi dengan mengambil data sekunder berupa laporan keuangan dan
tahunan yang di dapat dari Bursa Efek Indonesia untuk periode tahun 2011 hingga
periode tahun 2013 pada perusahaan industri manufaktur Variabel” menggunakan
Metode Analisis Data: Metode regresi linier berganda, Uji asumsi klasik (uji
normalitas, uji multikoliniearitas, uji autokorelasi dan uji heterokedastisitas), Uji
hipotesis (nilai statistik T, nilai statistik F dan koefisien determinasinya) hasil
penelitiannya Profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Kebijakan dividen yang diukur dengan DPR berpengaruh terhadap nilai
perusahaan. Kebijakan utang tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
3. Peneliti: (Kusumawati & Rosady, 2018) penelitian ini berjudul: Pengaruh Struktur
Modal dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan dengan Kepemilikan
Manajerial sebagai Variabel Moderasi. Metode Pengumpulan Data: Sampel
diseleksi melalui metode purposive sampling, berdasarkan beberapa kriteria yang
ada diperoleh sampel sebanyak 96 sampel. Data dikumpulkan dengan metode
dokumentasi yang sumbernya dari website Bursa Efek Indonesia (BEI). Metode
Analisis Data: Moderated Regression Analysis (MRA) untuk menganalisis
interaksi (perkalian dua atau lebih variabel) Uji asumsi klasik (uji normalitas, uji
multikolinieritas, uji heterokedastisitas dan ujiautokorelasi) Hasil Penelitian:
Struktur modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
Profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
Kepemilikan manajerial memoderasi pengaruh struktur modal terhadap nilai
perusahaan. Profitabilitas yang di moderasi kepemilikan manajerial berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
4. Peneliti: (Wibowo & Wartini, 2012) Judul: Efisiensi Modal Kerja, Likuiditas dan
Leverage terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Manufaktur di Bei. Metode
Pengumpulan Data: Metode dokumentasi dengan mencatat atau mengumpulkan
data-data yang tercantum pada IDX dan ICMD yang berupa data laporan
keuangan perusahaan, perusahaan manufaktur yang listing di BEI tahun 2008-
2009 Metode Analisis Data: Metode regresi linier berganda Hasil Penelitian:
Efisiensi modal kerja berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas, sehingga
besar kecilnya profitabilitas yang diterima oleh perusahaan manufaktur
dipengaruhi oleh besar kecilnya efisiensi modal kerja dari perusahaan manufaktur.
Leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas, sehingga besar
kecilnya profitabilitas yang diterima oleh perusahaan manufaktur tidak
dipengaruhi oleh besar kecilnya leverage dari perusahaan manufaktur.
5. Peneliti: (Hamidah, Hartini, et al., 2015). Judul: Pengaruh Inflasi, Suku Bunga Bi,
Profitabilitas, dan Risiko Finansial terhadap Nilai Perusahaan Sektor Properti
Tahun 2011-2013.Metode Pengumpulan Data: Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh perusahaan sektor Properti dan Real estat yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) selama periode 2011–2013. Populasi yang dijadikan objek
penelitian berjumlah 52 perusahaan. Sementara itu sampel yang digunakan dalam
penelitian ini ditentukan dengan cara purposive sampling Metode Analisis Data:
Model regresi panel Uji asumsi klasik (statistik deskriptif, uji normalitas, uji
multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi) Uji hipotesis (uji t, uji
dan koefisien determinasi) Hasil Penelitian: ROA (Return On Assets)
berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Ini berarti bahwa jika
ROA naik maka diikuti dengan naiknya nilai perusahaan. DER (Debt to Equity
Ratio) berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Ini berarti
jika DER naik maka nilai perusahaan akan ikut naik.
2.3 Hipotesis
2.3.1 Pengaruh Profitabilitas pada Nilai Perusahaan
Profitabilitas dapat mempengaruhi perusahaan. Apabila profitabilitas
yang dimiliki prusahaan tinggi maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan
tersebut memiliki kinerja keuangan yang baik, sehingga investor pun akan
tertarik untuk melakukan investasi ke perusahaan tersebut. Dengan adanya
investasi dari investor ke perusahaan dapat memberikan dampak positif
sehingga nilai perusahaan menjadi tinggi (dewa ayu dan gede 2017 )
Profitabilitas dapat di ukur menggunakan Return On Equity (ROE).
ROE mencerminkan tingkat pengembalian investasi bagi para pemegang
saham. Semakin tinggi ROE menunjukkan semakin efisiensi perusahaan
menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau keuntungan
bersih (Ardimas dan Wardoyo, 2014). Menurut Kim et al. dan
Kusumawati (dalam Analisa, 2011), tingginya minat investor untuk
menanamkan modalnya pada perusahaan dengan ROE yang tinggi akan
meningkatkan harga saham. Maka, akan terjadi hubungan positif antara
profitabilitas dengan efisiensi perusahaan dan harga saham dimana
tingginya harga saham akan mempengaruhi nilai perusahaan.

H1 : Profitabilitas berpengaruh terhadap nilai prusahaan

2.3.2 Pengaruh Leverage pada Nilai Perusahaan


Nilai pada perusahaan dapat diukur dengan laverage keuangan
perusahaan. Penggunaan utang pada perusahaan akan beresiko pada
pembiaya bunga yang harus dibayar oleh perusahaan. Semakin besar nilai
laveragenya perusahaan maka semakin tinggi pula biaya bunga hutang yang
harus dibayar oleh perusahana sehingga dapat menurunkan nilai perusahaan
(halim dan selamet 2021).
Pada sebuah perusahaan dikatakan tidak solvable, apabila total hutang
yang dimiliki oleh perusahaan lebih tinggi dari pada total aset yang dimiliki
perusahaan. Semakin tinggi rasio leverage maka menunjukkan semakin
besarnya dana yang disediakan oleh kreditur. Hal ini akan membuat investor
berhati-hati untuk berinvestasi di perusahaan yang rasio leveragenya tinggi
karena semakin tinggi rasio leveragenya semakin tinggi pula resiko
investasinya. Maka, akan terjadi hubungan negatif antara leverage dengan
nilai perusahaan dimana tingginya leverage akan membuat investor berhati-
hati dalam menanamkan modal.
H2 : Leverage berpengaruh pada nilai perusahaan

2.3.3. Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Nilai Perusahaan


Ukuran perusahaan dilihat dari total aset. Besar kecilnya perusahaan
yang nampak pada total aset akan mencerminkan ukuran perusahaan.
Semakin besarnya total aset pada suatu perusahaan semakin besar pula
ukuran perusahaan, maka ada kecenderungan lebih banyak investor yang
memberikan perhatian pada perusahaan tersebut. Hal ini disebabkan karena
perusahaan yang besar cenderung memiliki kondisi yang lebih stabil.
Kestabilan keadaan perusahaan tersebut yang akan menarik perhatian para
investor untuk memiliki saham pada perusahaan tersebut. Kondisi itulah
yang menyebabkan naiknya harga saham perusahaan dipasar modal.
Investor memiliki ekspektasi yang besar terhadap perusahaan yang besar.
Maka, akan terjadi hubungan positif antara ukuran perusahaan dan nilai
perusahaan karena investor menginginkan perusahaan yang besar dan akan
cenderung memiliki kondisi yang stabil (rofiqotus suffah 2016).
H3 : Ukuran perusahaan berpengaruh pada nilai perusahaan

2.3.4 Pengaruh Kebijakan Dividen pada Nilai Perusahaan


Kebijakan dividen merupakan keputusan perusahaan atas laba yang
diperoleh perusahaan. Pembayaran dividen dilihat sebagai signal bahwa
perusahaan memiliki prospek yang baik, karena perusahaan tersebut
dianggap telah mampu memenuhi kebutuhan perusahaan sehingga investor
tidak takut untuk menanamkan modalnya. Sebaliknya, jika dilihat sebagai
prospek perusahaan yang buruk maka akan terjadi penurunan pembayaran
dividen. Pembagian dividen yang tinggi akan membuat investor tertarik
untuk menanamkan modal pada perusahaan tersebut karena berfikir bahwa
earning yang diperoleh akan cepat mengembaikan modal yang telah
ditanam pada suatu perusahaan tersebut. Maka dalam hal ini kebijakan
dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, karena dengan
adanya pembagian dividen yang tinggi akan menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut mampu memenuhi kebutuhan perusahaan dan
mengambalikan modal investor.
H4 : Kebijakan dividen berpengaruh positif pada nilai perusahaan

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, D., & Supriyono, E. (2015). Pengaruh Profitabilitas dan Kepemilikan


Institusional terhadap Nilai Perusahaan dengan Kebijakan Dividen sebagai
Variabel Intervening pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia Periode 2010-2014. Jurnal Manajemen Bisnis, 6(1), 307–
326.

Bukit, R. B. (2012). Pengaruh Struktur Modal terhadap Nilai Perusahaan Melalui


Profitabilitas : Analisis Data Panel Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek
Indonesia. Jurnal Keuangan Bisnis, 4(3), 205–219.

Cecilia, Rambe, S., & Torong, M. Z. B. (2015). Analisis Pengaruh Corporate


Social Responsibility, Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai
Perusahaan pada Perkebunan yang Go Public di Indonesia, Malaysia, dan
Singapura. Simposium Nasional Akuntansi XVIII Medan. 16-19 September,
1–22.

Costuleanu, C. L., Dumitrescu, D., Ignat, G., & Bobitan, N. (2014). Instruments
for the Quantification of Economic Performances of the Enterprise.
Agronomy Series of Scientific Research, 57(2), 275–280.

Dayal, S., & Singh, S. (2016). Profitability and Liquidity Analysis of Bajaj Auto
Ltd. and Hero MotoCorp Ltd. Global Journal of Enterprise Information
System, 8(2), 1–12. https://doi.org/10.18311/gjeis/2016/7088

Dewi, A. S. M., & Wirajaya, A. (2013). Pengaruh Struktur Modal, Profitabilitas


dan Ukuran Perusahaan pada Nilai Perusahaan. E-Jurnal Akuntansi
Universitas Udayana, 4(2), 358–372.

Dolontelide, C. M., & Wangkar, A. (2019). Pengaruh Sales Growth Dan Firm
Size terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Makanan dan Minuman
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal EMBA: Jurnal Riset
Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 7(3), 3039–3048.

Dramawan, I. D. K. A. (2015). Pengaruh Risiko Keuangan dan Pertumbuhan


Penjualan pada Profitabilitas dan Nilai Perusahaan Property. Jurnal Buletin
Studi Ekonomi, 20(2), 158–167.

Glover, K. J., & Hambusch, G. (2014). The Trade-off Theory Revisited: On the
Effect of Operating Leverage. International Journal of Managerial Finance,
10(1), 1–22.

Hamidah, Ahmad, G. N., & Aulia, R. (2015). Effect of Intellectual Capital,


Capital Structure and Managerial Ownership Toward Firm Value of
Manufacturing Sector Companies Listed in Indonesia Stock Exchange (Idx)
Period 2010-2014. JRMSI - Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia, 6(2),
558–578. https://doi.org/10.21009/jrmsi.006.2.04

Hamidah, H., Hartini, H., & Mardiyati, U. (2015). Pengaruh Inflasi, Suku Bunga
Bi,Profitabilitas, dan Risiko Finansial terhadap Nilai Perusahaan Sektor
Properti Tahun 2011-2013. Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia, 6(1),
395–416. https://doi.org/https://doi.org/10.21009/JRMSI.006.1.04

Hamidy, R. R., Wiksuana, I. G. B., & Artini, L. G. S. (2015). Pengaruh Struktur


Modal terhadap Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas sebagai Variabel
Intervening pada Perusahaan Properti dan Real Estate di Bursa Efek
Indonesia. E-Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana, 4(10), 665–
682.

Hanafi, M. M. (2011). Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE.

Hermuningsih, S. (2012). Pengaruh Profitabilitas, Size terhadap Nilai Perusahaan


dengan Sruktur Modal sebagai Variabel Intervening. Jurnal Siasat Bisnis,
16(2), 232–242. https://doi.org/10.20885/jsb.vol16.iss2.art8

Hery. (2016). Analisis Laporan Keuangan Integrated and Comprehensive.


Jakarta: Grasindo.

Juliantika, N. L. A. A. M., & Dewi, M. R. (2016). Pengaruh Profitabilitas, Ukuran


Perusahaan, Likuiditas, dan Risiko Bisnis Terhadap Struktur Modal pada
Perusahaan Property dan Realestate. E-Jurnal Manajemen Unud, 5(7), 4161–
4192.

Kasmir. (2014). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Rajawali Pers.

Kurniawan, I. G. E., & Putra, I. N. W. A. (2019). Pengaruh Profitabilitas,


Kebijakan Utang, dan Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal
Akuntasi, 28(3), 1783–1800.
https://doi.org/https://doi.org/10.24843/EJA.2019.v28.i03.p10

Kusumawati, R., & Rosady, I. (2018). Pengaruh Struktur Modal dan Profitabilitas
terhadap Nilai Perusahaan dengan Kepemilikan Manajerial sebagai Variabel
Moderasi. Jurnal Manajemen Bisnis, 9(2), 147–160.
https://doi.org/https://doi.org/10.18196/mb.9259

Lumoly, S., Murni, S., & Untu, V. N. (2021). Pengaruh Likuiditas, Ukuran
Perusahaan dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan (Studi pada
Perusahaan Logam dan Sejenisnya yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Jurnal EMBA, 5(2), 128.
https://doi.org/https://doi.org/10.35794/emba.6.3.2018.20072

Mayogi, D. G., & Fidiana. (2016). Pengaruh Profitabilitas, Kebijakan Dividen dan
Kebijakan Utang terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntasi,
15(1), 1–15. http://jurnalmahasiswa.stiesia.ac.id/index.php/jira/issue/view/47

Nainggolan, S. D. A., & Listiadi, A. (2014). Pengaruh Kebijakan Hutang terhadap


Nilai Perusahaan dengan Kebijakan Dividen sebagai Variabel Moderasi.
Jurnal Ilmu Manajemen, 2(3), 868–879.

Nino, Y., Murni, S., & Tumiwa, J. R. (2016). Analisis Ukuran Perusahaan,
Struktur Modal, Non Performing Loan (NPL), Capital Adequacy Ratio
(CAR), dan Return On Equity (ROE) Terhadap Harga Saham Perusahaan
pada Indeks LQ45. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis
Dan Akuntansi, 4(3), 717–728.

Novari, P. M., & Lestari, P. V. (2016). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Leverage,


Dan dan Profittabilitas terhadap Nilai Perusahaan pada Sektor Properti dan
Real Estate. E-Jurnal Manajemen Unud, 5(9), 5671–5694.

Nuraina, E. (2012). Pengaruh Kepemilikan Institusional dan Ukuran Perusahaan


terhadap Kebijakan Hutang dan Nilai Perusahaan (Studi pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bei). AKRUAL: Jurnal Akuntansi, 4(1), 51-7-.
https://doi.org/https://doi.org/10.26740/jaj.v4n1.p51-70

Prasetia, T. E., Tommy, P., & Saerang, I. S. (2014). Struktur Modal, Ukuran
Perusahaan dan Risiko Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan Otomotif yang
Terdaftar di Bei. Jurnal EMBA, 2(2), 879–889.

Puspitaningtyas, Z. (2017). Efek Moderasi Kebijakan Dividen dalam Pengaruh


Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur. Jurnal Akutntasi,
Ekonomi Dan Manajemen Bisnis, 5(2), 173–180.
https://doi.org/10.30871/jaemb.v5i2.538

Putra, A. N. D. A., & Lestari, P. V. (2016). Pengaruh Kebijakan Dividen,


Likuiditas, Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan.
E-Jurnal Manajemen Unud, 5(7), 4044–4070.

Rachmawati, D., & Pinem, D. B. (2013). Pengaruh Profitabilitas, Leverage dan


Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal EQUITY, 18(1), 1–18.

Rachmawati, D., & Widyawati, D. (2015). Pengaruh Profitabilitas, Leverage dan


Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Ilmu Dan Riset
Akuntansi, 4(4), 1–17.

Rico Andika, I. K., & Sedana, I. B. P. (2019). Pengaruh Profitabilitas, Struktur


Aktiva, dan Ukuran Perusahaan terhadap Struktur Modal. E-Jurnal
Manajemen, 8(9), 5803–5824.
https://doi.org/ttps://doi.org/10.24843/EJMUNUD.2019.v08.i09.p22

Safitri, L. A. (2018). Pengaruh Kepemilikan Institusional, Profitabilitas dan


Kebijakan Hutang terhadap Nilai Perusahaan dengan Kebijakan Dividen
sebagai Variabel Intervening (Studi pada Perusahaan Property, Real Estate
dan Konstruksi Bangunan yang Terdaftar di Bursa Efek Indon. Universitas
Negeri Semarang.

Sari, M. R. P. A., & Handayani, N. (2016). Pengaruh Profitabilitas, Ukuran


Perusahaan dan Leverage, terhadap Nilai Perusahaan Transportasi. Jurnal
Ilmu Dan Riset Akuntasi, 5(9), 1–18.

Septia, A. W. (2015). Profitabilitas, Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan,


dan Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. In Skripsi. Universitas
Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Sofia, D. M., & Farida, L. (2017). Pengaruh Kebijakan Dividen, Kebijakan


Hutang, dan Keputusan Investasi Terhadap Nilai Perusahaan pada Sub
Sektor Perdagangan Besar yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode
2010-2014. JOM FISIP, 4(2), 1–15.

Sunandes, A. (2015). Pengaruh Risiko Keuangan dan Pertumbuhan Perusahaan


terhadap Profitabilitas dan Nilai Perusahaan Pertambangan Batubara Listing
di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Kompilasi Ilmu Ekonomi, 7(1), 24–36.

Tri Purwani, & Oktavia. (2018). Profitabilitas, Leverage, Kebijakan Dividen,


Kepemilikan Institusional dan Growth terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal
EBISTEK: Ekonomika, Bisnis Dan Teknologi, 25(1), 13–25.

Vitarini, T., & Siswanto, E. (2017). Sinyal yang ditimbulkan oleh Informasi Arus
Kas, Laba dan Nilai Tambah Pasar dalam Mendongkar Harga Saham
Perusahaan Consumer Goods di Indonesia. Jurnal Ekonomi Bisnis, 22(1),
27–34.

Wahyuni, T., Ernawati, E., & Murhadi, W. R. (2013). Faktor-Faktor Yang


Mempengaruhi Nilai Perusahaan di Sektor Property, Real Estate & Building
Construction yang Terdaftar di BEI Periode 2008-2012. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya, 2(1), 1–18.

Wiagustini, N. L. P. (2010). Manajemen Keuangan. Denspasar: Udayana


University Press.

Wibowo, A., & Wartini, S. (2012). Efisiensi Modal Kerja, Likuiditas dan
Leverage terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Manufaktur di Bei. Jurnal
Dinamika Manajemen, 3(1), 49–58.
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jdm

Widiastari, P. A., & Yasa, G. W. (2018). Pengaruh Profitabilitas, Free Cash Flow
dan Ukuran_perusahaan. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 23(2),
957–981. https://doi.org/https://doi.org/10.24843/EJA.2018.v23.i02.p06

Yahdiyani, A., & Suryono, B. (2017). Pengaruh Corporate Social Responsibility,


Profitabilitas, Kebijakan Dividen, Ukuran Perusahaan terhadap Nilai
Perusahaan. Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi, 6(7), 1–18.
http://jurnalmahasiswa.stiesia.ac.id/index.php/jira/article/view/1380/1395

Anda mungkin juga menyukai