Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fraud (kecurangan) hingga saat ini menjadi hal yang fenomenal baik di nergara
berkembang maupun di negra maju. Fraud hampir di seluruh sektor pemerintah maupun
swasta. Kasus Fraud semakin marak di Indonesia terjadi di berbagai perusahaan baik
berskala kecil maupun besar. Lembaga Transparency Internasional Indonesia (TII)
melansir Indonesia berada di empat negara terbawah dalam urutan tingkat korupsi.
Berdasarkan hasil survey, keadaan Indonesia memburuk dibandingkan survey 2 tahun
lalu. Dalam suvey yang dilakukan TII Indonesia menempati urutan 118 dalam urutan
negara terkorup dan Indonesia berada di bawah Thailand (urutan 88) dan Filipina (urutan
108) (Tempo.co, Juli 2013).
Salah satu kasus fraud di Indonesia yang marak terjadi adalah kasus wabah korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil tersangka Kepala Kantor
Kementerian Agma Kabupaten Gresik, Muhammad Muafaq Wirahadi dan anggota
panitia pelaksana seleksi jabatan pimpinan tinggi kementerian agama pada sekretaris
jendral Muhammad Amin dalam perkara jual beli jabatan, Senin 15 April 2019. Amin
dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka anggota DPR RI 2014-2019
Romahurmuziy alias Romy dalam penyidikan suap mengenai jual beli jabatan di
lingkungan Kementerian Agama 2018-2019. Ketua Umum PPP (Partai Persatuan
Pembangunan), Romahurmuziy (RMY) diduga menerima uang Rp. 300 juta dalam
praktik jual-beli jabatan dilingkungan Kementerian Agama.
Oleh karena itu, auditor sebagai pihak yang berkompeten harus mempunyai
keahlian untuk mendeteksi kecrangan (fraud). Pengungkapan lebih lanjut untuk
penyidikan dalam kasus tindak pidana tersebut diserahkan pada auditor forensik yang
lebih berwenang. Auditor forensik akan menggunakan suatu aplikasi audit lain selain
audit biasa yang digunakan para auditor laporan keuangan untuk menggungkapkan
kecurangan (Fraud) yaitu Audit Forensik. Audit forensik digunakan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), Kepolisian, Badan Kementerian untuk menggali informasi
selama proses pelaksanaan audit kecurangan (fraud audit) atau audit investigasi.
Kecurangan (fraud) adalah suatu tindakan yang disengaja (intentional) oleh suatu
individu atau lebih dalam manajemen, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola,
karyawan, atau pihak ketiga yang melibatan penggunaan tipu muslihat untuk
memperoleh suatu keuntungan secara tidak adil atau melanggar hukum (Tunggal (2014
: 3). Kecurangan terjadi antara lain disebabkan karena adanya tekanan, kesempatan untuk
melakukan kecurangan, kelemahan sistem dan prosedur serta adanya pembenaran
terhadap tindakan kecurangan tersebut. Biasanya kecurangan tidak mudah ditemukan.
Kecurangan biasanya ditemukan karena kebetulan maupun karena suatu usaha yang
disenagaja. Dengan demikian manajemen perlu berhati-hati terhadap kemungkinan
timbulnya kecurangan yang terjadi di perusahaan yang dikelolanya (Arens et al, 2010 :
432).
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Bribery and Corruption Schemes (Skema Penyuapan dan Korupsi)


Penyuapan dan korupsi merupakan tindak pidana fraud yang dapat terjadi pada
semua entitas baik sektor swasta maupun sektor publik. Skema penyuapan merupakan
suatu hal persembahan, menerima atau memberikan baik berupa uang dan sejenisnya
yang dapat merubah atau mempengaruhi kebijakan yang telah ditetapkan berdasarkan
peraturan yang telah ada. Skema korupsi di tandai dengan adanya seseorang di dalam
entitas (karyawan atau manajer) yang bekerja sama kepada pihak di luar perusahaan
dalam konflik kepentingan yang menguntungkan pelaku dan merugikan perusahaan atau
lainnya.
Korupsi adalah kejahatan kerah putih yang paling tua. Skema korupsi ditandai oleh
seseorang didalamnya (pejabat / petugas / karyawan perusahaan) yang tidak sah dan tidak
dapat dibenarkan memanfaatkan pekerjaannya atau karakternya guna mendapatkan
keuntungan untuk dirinya dan orang lain dengan melanggar kewajiban dan hak orang
lain, pihak internal entitas tersebut bekerjasama dengan pihak luar perusahaan / entitas.
Aktivitas terkait hal ini biasanya disembunyikan dari manajemen dan auditor. Jika
persetujuan dicari dan didapat, penipu awalnya akan melakukan bisnis secara etis, tetapi
seiring dengan berjalannya waktu dan persetujuan tidak ditinjau atau diperbarui,
penipuakan mulai terlibat dengan bantingan atau skema korupsi lainnya. Jadi kunci untuk
mendeteksi skema korupsi adalah untuk mencari transaksi pihak terkait yag tidak
diungkapkan atau tidak dikenal, khususnya hubungan antara diungkapkan seorang
karyawan di dalam entitas dan seseorang atau beberapa kelompok diluar entitas yang
melakukan bisnis dengan entitas objek.
Bribery (Penyuapan) dapat didefinisikan sebagai korban, memberi, menerima, atau
meminta apapun nnilai untuk mempengaruhi tindakan atau keputusan bisnis resmi. Tapi
penyuapan juga lazim dalam dunia bisnis ketika kontrak dan pengaturan terlibat. Korupsi
penyuapan sering disamakan dengan pajak / fee. Sebagaimana dengan pajak, uang suap
(bribes) tidak masuk ke negara. Namun ada perbedaan antara suap dengan pajak. Uang
suap melibatkan biaya transaksi, karena dalam suap ada unsur ketidakpastian (sudah
menyogok, belum tentu mendapatkan apa yang diharapkan), dan adanya unsur
kerahasiaan (jangan sampai ada orang yang tahu). Penyuapan juga memiliki persamaan
dengan melobi (lobbying) dalma bentuk sumbangan kampanye pemilihan umum atau
“beli pengaruh” dengan cara lain. Dalam hal penyuapan, yang mendapatkan manfaat
adalah perusahaan yang memberikan suap. Dalam hal melobi, semua perusahaan dalam
bisnis yang sama diuntungkan. Dalam penyuapan, pertimbangan manfaat-biaya
diputuskan oleh pejabat yang menerima suap, secara perorangan. Perusahaan yang
menyuap mempertimbangkan manfaat dan biaya dari sudut pandang perusahaan itu
sendiri.
Kecurangan pengadaan adalah bagian dari skema penyuapan dan korupsi yang
pada dasarnya memanipulasi proses suatu kontrak dalam pengadaan barang dan jasa
tersebut untuk mendapatkan keuntungan. Namun terkadang dalam berbagai kasus skema
suap dan korupsi sulit mendeteksi ketika skema tersebut dilakukan secara bersama-sama
atau berjamaah tetapi kecurangan (fraud) pengadaan barang dan jasa dapat terbagi
menjadi tiga kategori yaitu:
1. Kolusi antara karyawan dan vendor, hal yang demikian misalnya hadiah, penawaran
kecurangan.
2. Vendor fraud terhadap perusahaan, hal yang demikian misalnya kecurangan terhadap
perusahaan dengan mengganti barang dengan kualitas rendah.
3. Kolusi antara beberapa vendor, hal demikian misalnya vendor berkolusi untuk
menaikkan harga barang dan jasa secara artifisial dalam tawaran atau proposal.

2.2. Detecting Bribery and Corruption (Pendeteksian Suap dan Korupsi)


Kasus suap dan korupsi merupakan kasus yang tidak dapat dilakukan dengan cara
individu tunggal melainkan dilakukan secara teroganisir, bersama-sama atau kelompok.
Sehingga fakta sederhana tersebut mengidentifikasikan semakin banyak mulut yang
harus diam, semakin besar kemungkinan auditor forensik diberi petunjuk ketika salah
satu pelaku fraud telah terjerat tindak pidana suap dan korupsi yang akan membongkar
atau mendeteksi pihak-pihak siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut.
Tujuan dilakukannya pendeteksian korupsi adalah untuk membantu organisasi
dalam rangka menciptakan keadaan yang sehat dan menguntungkan di dalam lingkungan
dengan mencegah terjadinya kerugian yang lebuh besar akibat korupsi. Dalam hal
pendeteksian biasanya lebih berkaitan dengan aset dan laporan keuangan organisasi.
Deteksi korupsi yang harus dilakukan yaitu dengan melakukan investigasi, dimana
investigasi yang dilakukan harus melihat laporan keuangan dengan transaksi yang
dilakukan dan investigasi pidana dengan melihat modus atau niat dari pelaku korupsi.
Selain mendapatkan keterangan dari pelaku yang telah terjerat dalam kasus tindak
pidana suap dan korupsi, auditor forensik dapat mendeteksi dengan cara mencari red
flags yang terjadi pada pelaku fraud seperti:
a. Dokumentasi yaitu penyidik dapat menginvestigasi dan memeriksa dokumen-
dokumen yang terkait seperti suatu kontrak perjanjian dan transaksi faktur yang
sudah sesuai dengan prosedur atau peraturan yang telah ditetapkan.
b. Hubungan antara bidder dan vendor yaitu dalam perjanjian antara bidder dan
vendor tidak memiliki hubungan relasi yang dapat merubah suatu kebijakan
dengan adanya konflik kepentingan dalam kontrak yang telah disetujui seperti
hubungan suami istri, anak, saudara, dan keluarga antara bidder dan vendor yang
dapat merekayasa suatu kemenangan dalam pemilihan tender vendor.
c. Pihak terkait yaitu pada kontrak antara bidder dan vendor penyidik harus
mengetahui secara pasti dalam suatu kontrak siapa-siapa saja yang terlibat. Pihak-
pihak yang terlibat tersebut merupakan pihak yang sudah seharusnya terlibat
dalam pengadaan barang dan jasa, sehingga pengadaan barang dan jasa tersebut
terbebas dari konflik kepentingan yang mengambil kesempatan atau celah dari
pengadaan barang dan jasa tersebut.
d. Persyaratan yaitu penyidik harus mengetahui dan memahami kontrak pengadaan
barang dan jasa antara bidder dan vendor sudah sesuai dengan prosedur, syarat
dan ketentuan yang telah diatur.

2.3. Preventing Bribery and Corruption (Pencegahan Penyuapan dan Korupsi)


Beberapa penelitian seperti LaSalle (2007) menyatakan bahwa dengan memahami
dan menggunakan fraud triangle (tekanan, kesempatan dan rasionalisasi) dalam beberapa
situasi bisa menghasilkan penilaian risiko menjadi lebih baik. Artinya, apabila fraud
triangle dipelaari dengan baik dan dapat dipahami serta diimplementasikan, maka
kecurangan (fraud) dapat dihindari atau diminimalisir. Sejalan dengan penelitian
Mackevicius dan Giriunas 92013) yang menyatakan bahwa pengungkapan suatu
kecurangan yang telah dilakukan secara baik dan hati-hati dengan menyembunyikan
secara baik, ternyata dapat dianalisis dengan fraud triangle terutama dalam melakukan
evaluasi risiko.
Dengan menggunakan fraud triangle sebagai dasar pencegahan korupsi, maka yang
harus dilakukan adalah sbb :
1. Apabila yang menjadi faktor pendorong adalah tekanan (pressure), maka yang
harus dilakukan adalah dengan menghilangkan tekanan. Tekanan yang terjadi
biasanya karena keuangan (financial) maupun non keuangan (non-financial). Maka
upaya pencegahannya dengan penegakkan hukum (sanksi).Hukuman yang
diberikan biasanya berupa surat peringatan untuk pengembalian aset yang
dikorupsi, penundaan kenaikan pangkat / jabatan, dll seuai dengan ketentuan
perundangan yang berlaku
2. Apabila yang menjadi faktor pendorongnya adalah kesempatan (opportunity),
maka upaya pencegahan yang dilakukan adalah perbaikan sistem pengendalian
intern (SPI). Cara ini dimana sistem pengendalian intern dengan proses dan
prosedur yang bertujuan untuk mencegah korupsi, maka dirancang dan
dilaksanakan untuk tujuan pencegahan dan menghalangi terjadinya korupsi
(membuat efek jera). Kesempatan dapat mudah diminimalisir melalui proses,
prosedur dan kontrol sertaupaya deteksi secara dini terhadap korupsi.
3. Apabila yang menjadi faktor pendorongnya adalah rasionalisasi, maka pencegahan
yang harus dilakukan adalah peningkatan moral dan etika dari setiap pegawai
sehingga lebih berintegritas. Dengan perubahan moral dan etika yang semakin
baik, maka diharapkan pegawai dapat berpikir lebih baik dan jernih, serta tidak
mencari pembenaran terhadap tindakan korupsi yang akan dilakukan. Upaya untuk
meningkatkan moral dan etika pegawai dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti menandatangani pakta integritas dan membudayakan tidak ada toleransi
terhadap korupsi dengan cara membuat spanduk (banner) atau stiker atau pin
dengan tulisan, seperti : zona anti korupsi, anti suap, no tips dll yang diberlakukan
pada beberapa instansi pemerintah.
Pada dasarnya pencegahan penyuapan dan korupsi dapat dilakukan dengan baik
jika entitas menerapkan kebijakan sebagai berikut:
a. Pada pencegahan penyuapan dan korupsi dapat dilakukan dengan pengawasan
yang tepat atas fungsi suatu kontrak pengadaan barang dan jasa. Jika sebuah
entitas beringinan mencoba mencegah penyuapan dan korupsi, kegiataan
pencegahaan harus mencakup pemeriksaan dokumentasi kontrak pengadaan
barang dan jasa baik secara teratur dalam bentuk kertas dan elektronik. Kontrak
pengadaan barang dan jasa sudah sesuai dengan prosedur yang telah di tetapkan
dan tidak ada pelanggaran tindak pidana yang dilakukan dapat dilihat dari
pemeriksaan secara rutin terhadap dokumentasi kontrak pengadaan barang dan
jasa.
b. Mencegah atau menolak seorang karyawan untuk menerima hadiah dari seseorang
yang memiliki suatu kepentingan seringkali sulit terjadi dan apalagi
menghentikannya. Sehingga cara terbaik untuk mencegah aktivitas penyuapan dan
korupsi adalah dengan melakukan rotasi karyawan, khususnya karyawan yang
bertugas dalam kerjasama dengan vendor lain.
c. Kebijakan etika dan moralitas dapat membantu mencegah perilaku dalam
melakukan penyuapan dan korupsi. Etika yang baik seperti kejujuran dalam diri
seseorang akan dapat mencegah suatu penyuapan dan korupsi pada entitas
tersebut.
d. Budaya organisasi yang baik akan kejujuran dan pemahaman tentang bahayanya
penyuapan dan korupsi yang berdampak bukan hanya pada perusahaan melainkan
kepada pelaku yang berangkutan. Oleh karna itu, entias harus meciptakan budaya
organisasi sedemikian rupa yang anti terhadap penyuapan dan korupsi sehingga
berdampak pada mencegah seseorang ketika dihadapkan untuk melakukan
penyuapan dan korupsi.

2.4. Hubungan Antara Fraud dan Pencucian Uang


Baik fraud dan pencucian uang adalah suatu tindak kejahatan hasil penipuan. Sebuah
dana yang diperoleh dari hasil penipuan biasanya disebut pencucian uang. Fraud dan
pencucian uang merupakan dua hal yang berbeda. Pencucian uang telah didefinisikan
dalam beberapa cara, tetapi pada dasarnya, pencucian uang adalah proses yang dilakukan
oleh fraudster dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan kegiatan kriminal
mereka yang sering dicapai melalui serangkaian transaksi keuangan dan melalui berbagai
produk keuangan.
The Financial Action Task Force (FATF) of the Organization for Economic
Cooperation and Development (OECD) mendefinisikan pencucian uang sebagai : Suatu
tindakan yang dilakukan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana
atau harta kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar uang
atau harta kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal.
FATF adalah badan antar pemerintah yang dibentuk bersama dengan OECD dengan
mandat untuk mengembangkan kebijakan untuk memerangi tindak pencucian uang.
Peran utamanya adalah untuk memantau pengembangan strategi AML di negara-negara
anggota dan juga berupaya untuk mendidik anggota dan bukan anggota tentang risiko
pencucian uang di tingkat nasional dan internasional. Program FATF penting lainnya
adalah inisiatif Non-Cooperative Countries and Territories (NCCT). Tujuan dari program
ini adalah untuk mengidentifikasi bukan anggota yang memiliki sistem dan kontrol
AML-nya kurang bagus sehingga mereka dapat menimbulkan risiko bagi lembaga
keuangan yang bersangkutan.
Proses pencucian uang terdiri dari setidaknya tiga tahap berbeda yaitu penempatan,
pelapisan, dan integrasi. Tahap-tahap ini sering disebut sebagai money-laundering triad.

Penempatan (Placement)
Tahap pertama dari pencucian uang adalah menempatkan (mendepositokan) uang
haram tersebut ke dalam system keuangan (financial system). Pada tahap placement
tersebut, bentuk dari uang hasil kejahatan harus dikonversi untuk menyembunyikan asal-
usul yang tidak sah dari uang itu. Misal, hasil dari perdagangan narkoba uangnya terdiri
atas uang-uang kecil dalam tumpukan besar dan lebih berat dari narkobanya, lalu
dikonversi ke dalam denominasi uang yang lebih besar. Lalu di depositokan kedalam
rekerning bank, dan dibelikan ke instrument-instrumen moneter seperti cheques, money
order, dll.

Pelapisan (Layering)
Layering atau heavy soaping, dalam tahap ini pencuci berusaha untuk memutuskan
hubungan uang hasil kejahatan itu dari sumbernya, dengan cara memindahkan uang
tersebut dari satu bank ke bank lain, hingga beberapa kali. Dengan cara memecah-mecah
jumlahnya, dana tersebut dapat disalurkan melalui pembelian dan penjualan investment
instrument, mengirimkan dari perusahaan fiktif yang satu ke perusahaan fiktif yang lain.
Para pencuci uang juga melakukan dengan mendirikan perusahaan fiktif, bisa membeli
alat-alat transportasi seperti pesawat dan alat-alat berat lainnya dengan atas nama orang
lain.

Integrasi (Integration)
Pelaku memasukkan kembali dana yang sudah kabur asal usulnya ke dalam harta
kekayaan yang telah tampak sah baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam
berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan untuk membiayai
kegaiatan bisnis yang sah ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana
mereka.
Dua karakteristik penting yang membedakan pencucian uang dengan fraud. Yang
pertama adalah bahwa karena fenomena saluran, pencucian uang jauh lebih kecil
kemungkinannya mempengaruhi laporan keuangan daripada skema fraud yang luas.
Oleh karena itu, sangat tidak mungkin prosedur audit laporan keuangan akan
mengidentifikasi atau bahkan menemukan indikasi kemungkinan pencucian uang.
Perbedaan penting kedua adalah bahwa kegiatan fraud biasanya mengakibatkan
hilangnya sebuah aset atau pendapatan dari bisnis, sedangkan pencucian uang sebenarnya
dapat menciptakan pendapatan fee yang signifikan karena bisnis dapat membebankan
biaya untuk transaksi yang memungkinkan hasil terlarang untuk menjauhkan dari sumber
mereka.
Meskipundemikian, banyak kekurangan kontrol yang dapat menyebabkan kerentanan
penipuan juga dapat menyebabkan kerentanan pencucian uang — yaitu, risiko kegiatan
kriminal tidak terdeteksi. Yang menonjol di antara ini adalah sebagai berikut :
- Kurangnya lingkungan kontrol yang kuat
- Kurangnya fungsi kepatuhan regulasi yang kuat
- Kurangnya pedoman etika dan standar perusahaan yang jelas, tidak dikomunikasikan
dengan baik, sertakurangnya program pelatihan terkait pencucian uang
- Kurangnya program kepatuhan audit internal yang kuat
- Laporan pemeriksa atau auditor sebelumnya, nota kesepahaman, dan tindakan
administratif dan penegakan hukum di masa lalu yang menyebutkan masalah
kepatuhan, kontrol kekurangan, atau masalah kompetensi dan / atau integritas
manajemen
- Pendapatan signifikan yang berasal dari atau aset atau liabilitas yang terkait dengan
yurisdiksi berisiko tinggi
- Aktivitas transfer dana elektronik yang sangat tinggi dari dan ke yurisdiksi berisiko
tinggi — dengan kontrol yang tidak memadai
- Kurangnya pemeriksaan latar belakang pada karyawan baru
- Sistem keamanan software yang jarang atau tidak ada sama sekali
2.5. Variasi Dampak Pencucian Uang Pada Perusahaan
Baik fraud maupun pencucian uang dapat mengakibatkan kegiatan kriminal. Fraud dan
pencucian uang memberikan dampak yang sama bagi perusahaan dan lembaga keuangan
yang mana akan mempengaruhi reputasi perusahaan dan lembaga keuangan. Sebagai
contoh yaitu ketertarikan media pada kasus Enron, WorldCom, dan fraud besar-besaran
lainnya dalam beberapa tahun terakhir merupakan indikasi dari reaksi publik terhadap
kasus tersebut. Setiap kali ada kasus semacam itu, perusahaan akan langsung menerima
dampak negatifnya seperti penurunan harga saham dan hilangnya kekuatan perusahaan
dalam menciptakan brand image.
Tindak Pidana Pencucian Uang dianggap sebagai suatu kejahatan luar biasa yang
dilakukan oleh organisasi kejahatan atau para penjahat yang sangat merugikan
masyarakat. Antara lain merongrong sektor swasta dengan danpak yang sangat besar,
merongrong integritas pasar keuangan, dan mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah
terhadap kebijakan ekonominya. Selain itu TPPU juga dinilai akan menimbulkan
ketidakstabilan ekonomi, mengurangi pendapatan negara dari sektor pajak,
membahayakan upaya-upaya privatisasi perusahan negara yang dilakukan oleh
pemerintah dan mengakibatkan rusaknya reputasi negara dan menyebabkan biaya sosial
yang tinggi.
Ada tiga alasan pokok praktek pencucian uang diperangi dan dinyatakan sebagai tindak
pidana, menurut mantan kuasa hukum Presiden yang diwakili Mualimin Abdi:
- Pengaruh praktek pencucian uang terhadap sistem keuangan dan ekonomi diyakini
berdampak negatif terhadap perekonomian dunia. Misalnya, dampak negatif terhadap
efektivitas penggunaan sumber daya dan dana.
- Dengan ditetapkannya praktek pencucian uang sebagai tindak pidana akan
memudahkan para penegak hukum untuk menyita hasil praktek pencucian uang yang
sebelumnya sulit disita. Antara lain karena aset susah dilacak atau sudah dipindah-
tangankan kepada pihak ketiga.
- Dengan ditetapkannya praktek pencucian uang sebagai tindak pidana dan kewajiban
pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan bagi penyedia jasa keuangan, maka
akan memudahkan penegak hukum menyelidiki kasus pencucian uang hingga ke
pokok-pokok yang ada dibelakangnya.

2.6. Five Point Program for AML Regulator Business


Program Kepatuhan AML (Anti Money Laudering) adalah metodologi yang
mendefinisikan bagaimana perusahaan memantau akun, mendeteksi dan melaporkan
kejahatan keuangan kepada pihak berwenang terkait. Pada dasarnya, program kepatuhan
menangani risiko pencucian uang yang melekat dan residual yang dihadapi perusahaan.
Untuk mengembangkan program kepatuhan AML yang efektif, perusahaan harus
memahami peran peraturan dalam praktik AML dan apa yang diperlukan dari program
kepatuhan AML.
Program kepatuhan AML perusahaan harus dapat mendeteksi pencucian uang;
penghindaran pajak; penipuan; dan pendanaan teroris melalui rekeningnya. Ini harus
memiliki sistem untuk segera melaporkan kegiatan pencucian uang kepada otoritas terkait
dan juga mengevaluasi profil risiko kliennya. Program harus dikelola oleh petugas
kepatuhan AML yang bertanggung jawab untuk memelihara budaya kepatuhan di setiap
tingkat organisasi.
Saat membuat program kepatuhan anti pencucian uang, organisasi harus
mempertimbangkan faktor-faktor tertentu seperti risiko yang mereka hadapi, undang-
undang anti pencucian uang di wilayah hukum mereka dan kombinasi kegiatan
mencurigakan yang mengindikasikan pencucian uang. Pendekatan yang lebih cocok untuk
pengembangan ini adalah dengan menguraikan pedoman yang kuat untuk
menyederhanakan proses dan menghindari kompromi.
AML terdapat panduan yang berisi komponen utama dari program kepatuhan AML.
Panduan ini juga merupakan ringkasan dari semua langkah yang diperlukan untuk
mengembangkan program ini yaitu:
1. Deteksi Aktivitas Mencurigakan (Detection of Suspicious Activity)
Langkah pertama adalah mendeteksi aktivitas mencurigakan. Tujuan deteksi ini
adalah untuk memiliki sistem untuk deteksi cepat kegiatan yang terkait dengan
pencucian uang. Contoh aktivitas mencurigakan yang mengindikasikan pencucian
uang dan pendanaan teroris adalah: Peningkatan substansial dalam setoran tunai dari
individu atau bisnis apa pun tanpa alasan yang jelas; memberikan informasi minimum
atau fiktif ketika mengajukan permohonan untuk membuka rekening bank.
Berdasarkan Rekomendasi 20 FATF, jika bank memiliki alasan untuk mencurigai
bahwa dana adalah hasil kejahatan keuangan atau terkait dengan pendanaan teroris,
bank harus melaporkan kecurigaannya segera ke Unit Intelijen Keuangan (FIU) yang
relevan.
2. Penilaian Risiko (Risk assessment)
Penilaian risiko memberikan pemahaman penuh tentang berbagai tingkat risiko
yang disajikan oleh pelanggan dan cara menguranginya. Anda dapat menentukan
apakah pelanggan berisiko rendah atau berisiko tinggi dengan mengukurnya dengan
model penilaian. Model penilaian ini harus mempertimbangkan kulminasi faktor risiko
seperti lokasi geografis, PEP, UBO; dan hasil dari proses uji tuntas KYC yang
diperlukan (CDD atau EDD). Proses Uji Tuntas harus dipandu oleh informasi yang
diberikan oleh regulator AML di yurisdiksi perusahaan.

3. Internal Controls
Kontrol internal adalah kebijakan yang dirancang untuk mengurangi risiko
pencucian uang dan mendukung kepatuhan terhadap peraturan AML. Lembaga
keuangan diamanatkan oleh FATF, Rekomendasi 18 dan Undang-Undang
Kerahasiaan Bank untuk menempatkan kontrol di tempat untuk berbagi informasi
dalam organisasi untuk tujuan AML. Kontrol internal dapat dilakukan dengan langkah-
langkah berikut:
- Penyaringan Uji Tuntas: Perusahaan harus memasukkan prosedur uji tuntas
mereka untuk memasukkan semua persyaratan kepatuhan bagi pelanggan dan
mitra bisnis.
- Menetapkan Peran dan Tanggung jawab untuk Kontrol Internal dengan menunjuk
petugas kepatuhan AML dan untuk organisasi besar: seorang Petugas Pelaporan
Pencucian Uang (MLRO).
- Melaporkan Aktivitas Mencurigakan: Transaksi keuangan yang mencurigakan
dapat dilaporkan kepada manajemen. Jika kecurigaan berdasarkan alasan yang
masuk akal, MLRO harus melaporkan ke FIU yang sesuai.
- Program pelatihan karyawan harus dirancang untuk memenuhi persyaratan
perusahaan dan harus dijadwalkan sesuai dengan perubahan undang-undang atau
ketika peristiwa kritis terjadi.
Untuk bank dengan cabang asing dan anak perusahaan yang dimiliki mayoritas,
kontrol internal di berbagai departemen harus konsisten. Bank besar dan perusahaan
e-wallet harus menerapkan kontrol internal departemen untuk tujuan anti pencucian
uang.

4. Program Pelatihan Kepatuhan AML (AML Compliance Training Program)


Alasan di balik langkah ini adalah untuk memastikan bahwa karyawan
memahami undang-undang AML, termasuk peran dan kewajiban mereka. Program
pelatihan AML yang ideal bersifat interaktif dan dilakukan secara teratur.
Perusahaan harus memberikan pelatihan tingkat lanjut kepada staf di area yang
rawan risiko AML lebih tinggi. Mereka termasuk staf dengan kontak pelanggan
langsung; tim operasional; staf kepatuhan dan audit; ahli subjek dan manajemen senior.
Topik Pelatihan:
- Informasi pengaturan umum. Termasuk implikasi pencucian uang, dan mengapa
mengidentifikasi dan menghentikan kegiatan seperti itu penting.
- Kerangka hukum dan keuangan. Ini termasuk bagaimana peraturan anti pencucian
uang berlaku untuk perusahaan dan pentingnya kepatuhan staf.
- Tinjauan tentang hukuman karena melanggar undang-undang anti pencucian uang
Cara Melatih:
Pelatihan bisa di tempat, berbasis web, melalui pihak ketiga, atau internal. Lebih
banyak metode pelatihan konvensional seperti:
- Presentasi dan webinar oleh petugas Kepatuhan AML.
- Modul e-learning interaktif yang mengharuskan staf untuk menyelesaikan tes
untuk mengukur pemahaman mereka tentang kebijakan AML.
- Diskusi rutin tentang masalah anti pencucian uang dalam rapat staf tanpa
mengungkapkan informasi sensitif.
- Mengirimkan pembaruan berkala tentang undang-undang anti-pencucian uang
kepada staf.
Program pelatihan AML yang efektif harus mempertimbangkan profil risiko
perusahaan dan jenis layanan yang mereka tawarkan.

5. Independent Audit
Audit independen hanyalah tinjauan menyeluruh atas penilaian risiko dan
program kepatuhan perusahaan oleh auditor independen. Audit diperlukan untuk
memberikan garis besar masalah yang jelas kepada organisasi yang membutuhkan
perhatian mendesak untuk memastikan peraturan dipatuhi.
Regulator keuangan menggunakan audit ini untuk menemukan kasus yang
dianggap sebagai pelanggaran peraturan AML dalam durasi waktu yang dicakup audit.
Audit independen menguji prosedur uji tuntas KYC perusahaan; pelatihan
karyawan; sistem untuk pemantauan berkelanjutan dan sistem untuk
melaporkan kegiatan pencucian uang. Audit independen juga meninjau laporan audit
sebelumnya untuk menilai efektivitas perubahan yang diterapkan.

Anda mungkin juga menyukai