Anda di halaman 1dari 63

MODAL INTELEKTUAL, KINERJA KEUANGAN

DAN NILAI PERUSAHAAN DIMATA INVESTOR

Usulan Penelitian Untuk Tesis

Diajukan oleh :
Nama : Maradewi Ayu Kumalasari
NIM : 12030119410008

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pergerakan dunia bisnis saat ini, cenderung mengarah kepada perkembangan era

ekonomi baru yang menitik beratkan pengetahuan sebagai aktiva tidak berwujud

(intangible assets). Kemampuan suatu perusahaan di bidang ilmu pengetahuan dan

teknologi menjadi salah satu faktor daya saing yang sangat penting untuk kondisi saat ini.

Sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan telah menciptakan nilai tambah dan

keunggulan bersaing pada perusahaan modern. Oleh karena itu, aset tidak berwujud

(intangible aset) menggantikan aset berwujud (tangible aset) menjadi fokus utama

perusahaan dalam dunia bisnis. Perusahaan dan para pelaku bisnis mulai menyadari

bahwa kemampuan bersaing tidak hanya terletak pada kepemilikan aset berwujud, tetapi

lebih pada pengetahuan, inovasi, sistem informasi, pengelolaan organisasi dan sumber

daya manusia yang dimilikinya. Dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi,

maka akan diperoleh bagaimana cara menggunakan sumber daya lainnya secara efisien

dan ekonomis yang nantinya akan memberikan keunggulan kompetitif dalam dunia

bisnis.

Pulic (1998) (dalam Hamdan 2017) juga mengemukakan bahwa keberhasilan

suatu bisnis bergantung pada kemampuan pemanfaatan pengetahuan. Hal ini juga

didukung oleh Bambang dan Soewarno (2020) bahwa pengetahuan sebagai salah satu

bentuk aset tidak berwujud menjadi sumber baru kinerja keuangan. Walaupun
pengetahuan ini tidak terlihat langsung, namun berbagai manfaat akan diperoleh, seperti

menjadi sumber daya baru untuk keberhasilan suatu bisnis dalam mencapai keunggulan

kompetitif perusahaan dalam persaingan dunia binisi. Untuk investor, keunggulan

kompetitif pada suatu bisnis dijadikan sebagai alat ukur serta tolak ukur dalam melakukan

penilaian terhadap suatu bisnis. Penilain ini pada dasarnya untuk menilai menilai

kelayakan dan kinerja bisnis, apakah perusahaan mampu memberikan keuntungan dari

investasi yang telah dilakukan.

Menurut Guthrie dan Petty (2000) (dalam Weqar, et.al. 2020), salah satu

pendekatan yang digunakan dalam penilaian dan pengukuran knowledge aset (aset

pengetahuan) adalah Intellectual Capital (IC). Modal intelektual ini mengarah pada

modal-modal non fisik, tidak berwujud (intangible asets) dan tidak kasat mata (invisible).

Modal intelektual merupakan sumber daya berbasis pengetahuan yang berfungsi untuk

meningkatkan kinerja dan kemampuan bersaing perusahaan serta memberikan nilai

dibanding perusahaan lain. Pandangan ini sejalan dengan pendapat Forte, et.al. (2019)

bahwa modal intelektual sebagai modal berbasis pengetahuan yang terdiri dari

sekumpulan sumber daya tak berwujud yang terutama terkait dengan pengetahuan dan

keterampilan karyawan, kompetensi, sistem informasi, basis data, paten, merek dan

hubungan pelanggan. Modal intelektual memberikan dasar untuk menghasilkan informasi

yang diperlukan untuk membuat strategi dan keputusan operasi mengenai kemampuan

kunci perusahaann. Jadi, modal intelektual merupakan aset tidak berwujud yang memiliki

peran terpenting dalam era bisnis modern karena sebagai alat penggerak untuk

menciptakan nilai tambah dan kekayaan perusahaan. Chowdhury et. al. (2019)
menambahkan jika modal intelektual tidak hanya sebagai penggerak dan sumber daya

penting dalam penciptaan nilai dan pengembangan perusahaan yang berkelanjutan tetapi

juga sebagai sumber inovasi dan sebagai kunci dalam pertumbuhan laba. Oleh karena itu,

untuk menghadapi perubahan yang cepat dan persaingan pasar yang semakin ketat,

organisasi harus terus berinovasi dalam pengetahuan dan pengembangan keterampilan

karyawannya kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang yang bersumber dari

intelektualitas sumber daya.

Fenomena model intelektual (IC) di Indonesia mulai berkembang setelah Ikatan

Akuntan Indonesia (IAI) merevisi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.

19 tentang aktiva tidak berwujud pada tanggal 13 Oktober 2000. Di dalam PSAK No19

dijelaskan bahwa aktiva tidak berwujud adalah aktiva non-moneter yang dapat

diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam

menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau

untuk tujuan administratif. Jadi, modal intelektual adalah aset tidak berwujud berupa

sumber daya informasi serta pengetahuan yang berfungsi untuk meningkatkan

kemampuan bersaing serta dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Meskipun sudah

diperkenalkan sejak tahun 2000 melalui PSAK 19, namun dalam dunia bisnis belum

dikenal secara luas dan banyak perusahaan belum menerapkan model intelektual dalam

menjalankan bisnisnya. Kenyataanya, di Indonesia sendiri masih banyak dari para pelaku

bisnis yang tidak menyadari akan semakin pentingnya aspek Intellectual Capital, namun

secara rasa atau secara intangible terasa sekali bahwa IC itu adalah penting dan sangat

penting namun tidak terformulasi secara nyata ataupun secara kasat mata. Bambang dan
Soewarno (2020) dalam penelitiannya di Indonesia juga melihat hal ini disebbakan oleh

banyak kandungan aktiva tidak berwujud (intangible asset) pada modal intelektual,

sehingga menimbulkan kesulitan untuk melakukan pengelolaan, pengukuran dan

pelaporannya. Hal ini diperkuat dengan penelitian Madyan (2019) implementasi modal

intelektual merupakan sesuatu yang masih baru dilingkungan bisnis global tidak

terkecuali bagi Indonesia, hanya beberapa negara maju saja yang telah mulai menerapkan

konsep ini, seperti Australia, Amerika dan negara-negara Skandinavia.

Selama lebih dari 10 tahun terakhir, terlihat jelas bagaimana pola pengukuran nilai

bisnis telah beralih. Beberapa perusahaan besar dan kecil menyadari nilai modal

intelektual sebagai komponen penting bagi keberlanjutan perusahaan. Biasanya nilai

suatu bisnis diukur berdasarkan aset yang berwujud atau tangible, yaitu bentuk fisik yang

bisa disentuh dan dilihat, misalnya uang tunai, inventaris kantor, mesin, dan gedung.

Tetapi seirirng perkembangan zaman, pola pengukuran seperti itu telah memudar,

digantikan dengan pengukuran nilai bisnis berdasarkan aset yang tidak berwujud atau

intangible, yang tidak berbentuk tapi sangat bernilai, misalnya properti intelektual

perusahaan, merknya, atau sumber daya manusianya. Oleh karena itu, berbagai sektor

perusahaan harus memulai mengenali dan menerapkan model intelektualnya untuk

keberlangusan hidup perusahaannya dan meningkatkan kinerja keuangan serta nilai

perusahaan.

Ousama, et.al. (2019) menyebutkan bahwa sektor perbankan menjadi salah satu

sektor yang berbasis pengetahuan tinggi (highly knowledge based industry) sehingga

penting bagi pelaku industri ini untuk terus memperkuat organisasinya melalui modal
intelektualnya. Selain itu, sektor perbankan juga mempunyai peranan yang sangat penting

dalam menjaga stabilitas perekonomian suatu negara. Ketentuan tersebut diatur pada

Pasal 23D Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yang menyatakan bahwa negara

memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan

independensinya diatur tersendiri didalam undang-undang. Dalam melakukan usahanya,

bank berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi

utama bank adalah sebagai penghimpun dana masyarakat dan sebagai penyalur dana

masyarakat. Di dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan dijelaskan bahwa bank bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan

nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas

nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

Tarigan, et.al. (2019) menyebutkan bahwa modal intelektual itu mencakup

pengetahuan dan keterampilan dari semua tingkatan organisasi dan telah menjadi sumber

daya baru yang penting dalam ekonomi baru saat ini menggantikan modal fisik dan

keuangan. Adanya modal intelektual ini menjadikan perusahaan memiliki wawasan yang

lebih luas dari pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan yang dimilikinya untuk

menciptakan kesejahteraan, membantu dalam menganalisis permasalahan dan peka

terhadap situasi yang terjadi. Dalam kondisi ini, perlunya pengelolaan asset intelektual

untuk dapat meningkatkan daya saing perusahaan. Hal inilah yang perlu disadari oleh top

management dan pemilik perusahaan, bahwa aset yang sebenarnya itu adalah manusia

bukan aset yang berwujud. Namun, Xu dan Jingsuo (2020) mengemukakan, pada

kenyataannya sebagaian perusahaan dan pelaku bisnis memandang modal intelektual


hanya sebelah mata dan hanya peduli pada profitabilitas atau hasil akhir laporan

keuangan.

Kemungkinan besar suatu perusahaan meningkatkan hasil laba setinggi-tingginya

untuk menarik minat para investor agar berinvestasi tanpa melibatkan modal intelektual

didalamnya yang mengakibatkan penyajian laporan keuangan tersebut kurang maksimal.

Pengungkapan intellectual capital dalam laporan tahunan perusahaan bermanfaat sebagai

informasi mengenai cara untuk memperoleh keunggulan kompetitif guna meningkatkan

daya saing melalui ide, inovasi dan strategi yang bersumber dari modal intelektual.

Tetapi, Ousama, et.al. (2019) menyatakan bahwa disisi lain laporan keuangan juga sering

gagal dalam melaporkan modal intelektual sebagai proporsisi yang signifikan, sehingga

dapat berisiko kehilangan keunggulan kompetitif dan kalah bersaing. Meskipun kesulitan

membuat modal intelektual bagian dari pelaporan arus utama aset, kesadaran akan

pentingnya modal intelektual semakin meluas.

Edvinsson dan Malone (1997) (dalam Ousama, et.al. 2019) menambahkan bahwa

modal intelektual merupakan aset tidak berwujud yang tidak tercantum secara eksplisit di

neraca perusahaan, tetapi berdampak positif terhadap kinerja perusahaan. Namun, modal

intelektual atau sumber daya manusia kurang mendapat perhatian utama dari pemimpin

utama, karena dari sudut pandangan tradisional melihat bahwa aset yang berharga bagi

perusahaan berupa aset berwujud (tanah, tenaga kerja dan modal) yang dianggap sebagai

penentu seberapa baik kinerja keuangan perusahaan. Banyak para pemimpin perusahaan

kurang menyadari bahwa keuntungan yang diperoleh organisasi sebenarnya berasal dari

modal intelektual, hal ini disebabkan aktivitas perusahaan lebih dilihat dari perspektif
bisnis semata. Pada realitanya modal intelektual dapat digunakan organisasi untuk

menciptakan kinerja yang diharapkan dan sebagai alat evaluasi kinerja karyawan untuk

menciptakan karyawan yang survive dalam persaingan didunia bisnis. Salah satu upaya

yang perlu dilakukan yaitu dengan mengadakan program-program pelatihan untuk

meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan, serta menambah pengalaman karyawan

untuk memupuk aset berwujud yang nantinya dapat mencapai tujuan perusahaan yaitu

meningkatkan profitabilitas perusahaan. Ini menunjukan bahwa pengelolaan modal

intelektual secara baik, akan mampu meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.

Perusahaan yang mampu memanfaatkan modal intelektualnya secara efisien,

maka nilai pasarnya akan meningkat. Adanya pemanfaatan dan pengelolaan modal

intelektual yang baik, akan mencerminkan hasil kinerja keuangan perusahaan yang baik

juga. Pentingnya kinerja keuangan ini mengacu pada seberapa baik perusahaan

menggunakan asetnya untuk menghasilkan pendapatan, biasanya dievaluasi melalui

analisis laporan keuangan. Dimana, investor menjadikan kinerja keuangan ini sebagai

salah satu sumber informasi dalam pengambilan keputusan dalam berinvestasi. Investor

menilai kinerja keuangan seperti sebuah usaha yang telah dilakukan oleh perusahaan

untuk mengukur keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba, sehingga dapat

melihat prospek, pertumbuhan dan potensi perkembangan baik perusahaan dengan

mengandalkan sumber daya yang ada.

Selain itu, Brooking (1996), Edvinsson dan Malone (1997) dan Stewart (1997)

dalam (Ousama, et.al. 2019) juga menyebutkan bahwa modal intelektual merupakan

modal dan sumber daya tidak berwujud (misalnya: pengetahuan, pengalaman, filosofi
manajemen, merek, sistem dan sumber daya manusia) yang mendukung penciptaan nilai

perusahaan. Pandangan ini sejalan dengan Forte, et.al. (2019) yang menyatakan dalam

konteks ekonomi saat ini, sumber daya model intelektual dianggap sebagai pendorong

fundamental untuk proses penciptaan nilai perusahaan dan penentu utama keunggulan

kompetitif yang berkelanjutan, peluang pertumbuhan dan nilai pasar. Sardo dan Zelia

(2018) juga menyatakan modal intelektual menjadi sumber daya kunci untuk proses

penciptaan nilai perusahaan dan untuk menciptakan keunggulan kompetitif yang

berkelanjutan. Modal intelektual akan menjadi konsep yang baik apabila diterapkan oleh

perusahan, sehingga mampu meningkatkan kepercayaan investor terhadap perusahaan

tersebut dan akan berimbas pada investasi yang meningkat bagi perusahaan sehingga

mampu memberikan keuntungan bagi perusahaan tersebut dengan peningkatan pada nilai

perusahaannya. Jadi, dengan adanya modal intelektual mampu memberikan informasi

kepada investor dalam pemilihannya berinvestasi, sehingga investor mampu memberikan

penghargaan lebih kepada perusahaan yang mampu mengolah modal intelektualnya

secara optimal dengan memberikan nilai yang lebih tinggi pada perusahaan tersebut.

Disisi lain, harapan penerapan model intelektual juga dapat menjadikan perusahaan lebih

kompetitif dalam menciptakan ide-ide yang kreatif dan inovatif, terutama dalam

memasarkan produknya untuk meningkaykan nilai perusahaan.

Modal intelektual mampu menghasilkan peningkatan nilai organisasi dan

dimaksudkan untuk membolehkan perusahaan mendapatkan keuntungan dari peluang

yang ada lebih baik dari yang didapatkan para pesaing dan memberikan peningkatan

penghasilan dimasa depan. Secara garis besar, modal intelektual ini memiliki pengaruh
besar dalam pembentukan laporan keuangan yang berimplikasi pada kinerja keuangan

dan nilai perusahaan. Jadi, perusahaan yang mampu memanfaatkan modal intelektualnya

secara efektif dan efisien, akan meningkatkan kinerja perusahaan dan keuangannya yang

berdampak pada meningkatnya nilai perusahaan. Meningkatnya kinerja keuangan dan

nilai perusahaan ini sangat penting dalam pengambilan keputusan bagi pihak internal

maupun eksternal, salah satunya adalah investor dalam berinvestasi. Pengetahuan,

pengalaman dan keterampilan ini akan membuahkan hasil ide, inovasi dan strategi untuk

bersaing dengan bisnis dunia. Jika perusahaan mampu mengelola ide, inovasi dan strategi

secara baik yang notabennya sulit untuk ditiru dan digandakan, sehingga kedua hal itu

akan memberikan nilai lebih untuk perusahaan. Pengungkapan modal intelektual perlu

untuk dilakukan oleh suatu perusahaan juga dikarenakan adanya permintaan transparansi

yang meningkat di pasar modal, sehingga informasi modal intelektual membantu investor

menilai kemampuan perusahaan dengan lebih baik. Dengan demikian, modal intelektual

diyakini dapat berperan penting dalam peningkatan kinerja keuangan dan nilai

perusahaan.

Penelitian sebelumnya mengenai pengaruh modal intelektual terhadap kinerja

keuangan telah dilakukan oleh Ousama, et.al. (2019) di sektor perbankan Islam pada

negara-negara Gulf Cooperation Council (GCC). Mereka menggunakan 93 sampel

Perbankan Syariah (2011-2013) yang beroperasi Bahrain, Qatar, Arab Saudi dan UEA.

Selama 10 tahun terakhir, ekonomi negara-negara GCC telah melihat pertumbuhan yang

cepat berkisar dari 5 hingga 6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Lembaga

keuangan Islam di negara-negara GCC belajar banyak dari rekan-rekan mereka dalam
sistem konvensional dan melihat sistem dan layanan mereka meningkat sepanjang tahun.

Lembaga keuangan ini semakin besar dan lebih global dengan teknik dan keterampilan

yang lebih canggih dalam cara mereka melakukan bisnis. Oleh karena itu, lembaga

keuangan Islam di negara-negara GCC ini mencoba membuktikan pentingnya modal

intelektual untuk mewujudkan kinerja keuangan mereka. Pada kenyataannya, penelitian

ini memberikan bukti bahwa perusahaan yang dapat mengelola modal intelektual dengan

baik dapat memperbaiki, menciptakan dan meningkatkan kinerja keuangannya. Dimana

modal intelektual ini memiliki karakteristik yang unik dan tidak mudah ditiru oleh

perusahaan lain, sehingga dapat menciptakan keunggulan bersaing dalam dunia bisnis.

Penelitian serupa dan berbeda obyek dilakukan oleh Sardo, et.al. (2018) mencoba

meneliti Perusahaan Eropa (Austria, Belgia, Denmark, Finlandia, Prancis, Jerman,

Yunani, Irlandia, Italia, Belanda, Portugal, Spanyol, Swedia dan Inggris) dengan

menganalisis modal intelektual terhadap kinerja keuangan dengan sampel 2.044

perusahaan non-keuangan (2004-2015). Hasil penelitian tersebut menegaskan bahwa

modal intelektual berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Uni Eropa (UE) mengakui

bahwa inovasi dan faktor manusia dalam modal intelektual sebagai pendorong utama

pertumbuhan masa depan negara dan perusahaan serta perkembangan individu.

Walaupun dalam kenyataannya lingkungan inovasi di Uni Eropa masih tergolong lemah.

Oleh karena itu, Uni Eropa (UE) menetapkan pertumbuhan cerdas sebagai salah satu

prioritas utama dalam strategi Eropa 2020 yaitu pertumbuhan ekonomi yang didasarkan

pada inovasi dan pengetahuan. Ini sangat penting dikala itu, karena modal intelektual
merupakan sumber daya kunci untuk proses penciptaan keunggulan kompetitif yang

berkelanjutan dan meningkatkan kinerja keuangan, nilai perusahaan.

Pandangan tersebut serupa dengan penelitian Chowdhury, et.al. (2018) yang

meneliti pengaruh modal intelektual terhadap kinerja keuangan di Bangladesh dengan

340 observasi (2004-2015) pada perusahaan tekstil yang terdaftar di Bursa Efek Dhaka

(DSE). Penelitian tersebut juga mengemukakan bahwa modal intelektual berpengaruh

terhadap kinerja keuangan. Dimana kemampuan penciptaan nilai modal intelektual dapat

bervariasi karena perbedaan kemajuan teknologi jika dibandingkan dengan negara maju.

Menyelaraskan modal intelektual dengan strategi dan pelaporan keuangan dapat memberi

stakeholders mempunyai akses yang lebih besar terhadap informasi dan transparansi yang

lebih besar untuk pengambilan keputusan yang lebih berguna, merumuskan kerangka

pengukuran aset tak berwujud yang unggul dan meningkatkan kinerja dan relevansi

perusahaan di pasar modal melalui simetri informasi dan biaya modal yang lebih rendah.

Meskipun, tidak secara konsisten menghasilkan hasil yang menguntungkan, modal

intelektual yang dirancang dan diimplementasikan dengan baik khusus untuk sifat

perusahaan / industri dan negara, dapat menjelaskan peningkatan kinerja keuangan.

Berdasarkan hasil beberapa penelitian yang berkaitan dengan modal intelektual

yang dilakukan oleh Xu dan Jingsuo (2020), Xu dan Feng (2020), Soewarno dan

Bambang (2020), Xu dan Binghan (2019), Mulyasari dan Etty (2019), Forte, et.al. (2019),

Tarigan, et.al. (2019), Ozkan (2017) dan Nuryaman (2017) menemukan bukti bahwa

modal intelektual berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Namun, dalam penelitian

Weqar, et.al. (2020) di India menunjukkan bahwa pemodal intelektual tidak


mempengaruhi kinerja keuangan. Disatu sisi India masih dalam tahap dasar dalam hal

modal intelektual, artinya masih banyak pengusaha dan pengusaha di India masih

memandang dan menggunakan sumber daya fisik untuk mengembangkan usaha mereka.

Selain itu, sebagian besar orang dan pemegang saham di India tidak mengetahui modal

intelektual dan pentingnya dalam mendapatkan keunggulan kompetitif. Dimana, para

pimpinan perusahaan kurang bertanggung jawab atas pemanfaatan sumber daya

struktural secara optimal untuk mencapai profitabilitas dan produktivitas yang diinginkan

dan tidak ada pelatihan dan pengembangan untuk karyawan, serta manajemen yang

kurang tepat. Alasan utama di balik kecenderungan ini mungkin tidak ada pengungkapan

modal intelektual dalam laporan keuangan perusahaan. Begitu juga dengan penelitian

Dzenopoljac, et.al. (2017) menggambarkan hasil yang terbatas dan beragam untuk

asosiasi modal intelektual dan kinerja keuangan di Afrika Selatan dan kawasan Arab,

dimana kinerja perusahaan sebagian besar dipengaruhi oleh aset fisik.

Pada topik berikutnya, selain berpengaruh terhadap kinerja keuangan, modal

intelektual juga berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Pada tema berbeda, Suryani dan

Alvin (2020) menemukan bahwa modal intelektual mempengaruhi nilai perusahaan

melalui keunggulan kompetitif yang mendorong peningkatan kinerja perusahaan. Hal

tersebut dapat diartikan bahwa perusahaan yang memiliki nilai perusahaan yang tinggi

dapat diperoleh dengan pengoptimalan modal modal intelektual pada setiap perusahan

yang akan mampu meningkatkan kinerja peursahaan.

Mengacu pada penelitian sebelumnya, penelitian ini memfokuskan pada

pemenuhan research gap dan memberikan studi empiris yang berkaitan dengan pengaruh
modal intelektual pada kinerja keuangan dengan memfokuskan penelitian pada

perusahaan – perusahaan di negara berkembang khusunya perusahaan perbankan

diIndonesia, dengan meneliti hubungan antara modal intelektual, kinerja keuangan dan

nilai perusahaan. Peneliti beralasan bahwa penelitian yang terkait terhadap pentingnya

pengelolaan modal intelektual untuk mencapai keunggulan kompetitif dalam perusahaan

kurang mendapatkan perhatian, sehingga pencapaian kinerja keuangan dan nilai

perusahaan kurang maksimal. Penelitian empiris mengenai modal intelektual terhadap

kinerja keuangan dan nilai perusahaan sudah dapat di buktikan oleh beberaoa peneliti

baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Hingga saat ini, penelitian tersebut belum

memberikan hasil yang konsisten. Uraian di atas memberikan indikasi bahwa penelitian

pada area ini masih penting untuk dilakukan untuk memberikan gambaran teoritis yang

lebih jelas perihal model hubungan antara variabel-variabel di atas.

1.2 Rumusan Masalah

Pelaku ekonomi tidak lagi memandang badan usaha berdasarkan aset tak

berwujud dan finansial aset, tetapi juga didasarkan pada aset tidak berwujud yang dapat

mempengaruhi kelangsungan hidupnya dan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif

dengan mempertimbangkan modal intelektual. Penerapan pengelolaan modal intelektual

di Indonesia mulai berkembang setelah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) merevisi

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 19 tentang aktiva tidak berwujud

pada tanggal 13 Oktober 2000. Dalam skenario saat ini, modal intelektual telah diakui

sebagai aset perusahaan yang vital karena teknik pengukuran kinerja konvensional tidak

mampu mengukur dimensi kinerja perusahaan yang tidak berwujud. Ini merupakan
tantangan, terutama bagi perusahaan yang digerakkan oleh pengetahuan, untuk mengukur

dampak barang tak berwujud pada kinerja keuangan mereka. Manajemen perusahaan

perlu mengimplementasikan modal intelektual untuk mencapai keunggulan kompetitif

yang dapat meningkatkan kinerja keuangannya. Apabila kinerja keuangan meningkat

yang ditandai dengan kenaikan profitabilitas, maka hal ini akan menarik perhatian

investor sehingga meningkatkan nilai perusahaan. Oleh karena itu, pentingnya

pengetahuan modal intelektual dalam kelangsungan hidup perusahaan sangat berarti.

Penelitian ini memberikan studi empiris, melalui pertanyaan :

1. Apakah modal intelektual secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja

keuangan ?

2. Apakah modal intelektual secara signifikan berpengaruh terhadap nilai

perusahaan ?

3. Apakah kinerja perusahaan secara signifikan berpengaruh terhadap nilai

perusahaan ?

4. Apakah model intelektual secara signifikan berpengaruh terhadap nilai

perusahaan dengan kinerja keuangan sebagai variabel intervening ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian untuk

menganalisis dan memperoleh bukti secara empiris mengenai pengaruh model intelektual

terhadap nilai perusahaan dengan kinerja keuangan sebagai variabel intervening. Dalam

memahami penelitian ini, tujuan penelitian ini yaitu :


1. Untuk menguji dan memberikan bukti empiris mengenai pengaruh modal

intelektual terhadap kinerja keuangan.

2. Untuk menguji dan memberikan bukti empiris mengenai pengaruh modal

intelektual terhadap nilai perusahaan.

3. Untuk menguji dan memberikan bukti empiris mengenai pengaruh kinerja

perusahaan terhadap nilai perusahaan.

4. Untuk menguji dan memberikan bukti empiris mengenai pengaruh model

intelektual terhadap nilai perusahaan dengan kinerja keuangan sebagai

variabel intervening.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi baik secara teoritis

maupun praktis, yaitu :

1. Teoritis

Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi pada

sektor dan studi pembangunan berkelanjutan terutama pada perusahaan sektor

perbankan khususnya di Indonesia.

2. Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dan

digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi :

1. Perbankan, hasil penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan

tingkat modal intelektual untuk meningkatkan kinerja keuangan dan

nilai perusahaan.
2. Investor, hasil penelitian ini diharapkan mampu digunakan sebagai

bahan acuan atau pertimbangan investor dalam pengambilan keputusan

investasi perusahaan dimasa depan.

3. Masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan

pentingnya pengetahuan modal intelektual dalam meningkatkan kinerja

keuangan dan nilai perusahaan.

1.5 Sistimatika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah yang digunakan untuk

mengetahui fenomena yang terjadi dan ketidakkonsistenan hasil penelitian

sebelumnya dan perbedaan perspektif dari beberapa teori yang berkaitan

dengan topik, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan

sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi mengenai telaah teori yang digunakan sebagai dasar acuan

penelitian, telaah penelitian sebelumnya utnuk menunjukkan pemahaman

peneliti terhadap perkembangan penelitian sesuai dengan isu yang diteliti dan

kerangka pemikiran teoritis yang mencakup, serta pengembangan hipotesis

penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi mengenai disain penelitian, populasi dan sampling penelitian,

variabel dan definisi operasional, lokasi dan waktu penelitian, prosedur

pengumpulan data dan teknik analisis.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi mengenai data penelitian, hasil penelitian dan pembahasan hasil

penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini dan keterbatasan,

serta saran untuk penelitian-penelitian selanjutnya.


BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1 Telaah Teori

2.1.1 Teori Pemangku Kepentingan (Stakeholder Theory)

Istilah stakeholder dalam definisi klasik adalah definisi Freeman dan Reed (1983,

p.91) yang menyatakan bahwa stakeholder adalah “Any identifiable group or individual

who can affect the achievement of an organization’s objective, or is affected by the

achievement of an organization’s objective”. Berdasarkan teori stakeholder, manajemen

organisasi diharapkan untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder.

Teori ini menyatakan bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk disediakan informasi

tentang bagaimana aktivitas organisasi mempengaruhi mereka (sebagai contoh melalui

polusi, sponsorship, inisiatif pengamanan, dan lain-lain), bahkan mereka memilih untuk

tidak menggunakan informasi tersebut dan bahkan ketika mereka tidak dapat secara

langsung memainkan peran yang konstruktif dalam kelangsungan hidup organisasi

(Deegan,2004).

Dalam konteks untuk menjelaskan tentang konsep modal intelektual, teori

stakeholder harus dipandang dari kedua bidangnya, baik bidang etika (moral) maupun

bidang manajerial. Bidang etika berargumen bahwa seluruh stakeholder memiliki hak

untuk diperlakukan secara adil oleh organisasi, dan manajer harus mengelola organisasi

untuk keuntungan seluruh stakeholder, Deegan (2004). Penciptaan nilai (value creation)
dalam konteks ini adalah dengan memanfaatkan seluruh potensi yang dimiliki perusahaan,

baik karyawan (human capital), aset fisik (physical capital), maupun structural capital.

Pengelolaan yang baik atas seluruh potensi ini akan menciptakan value added bagi

perusahaan yang kemudian dapat mendorong kinerja keuangan perusahaan untuk

kepentingan stakeholder. Bidang manajerial dari teori stakeholder berpendapat bahwa

kekuatan stakeholder untuk mempengaruhi manajemen korporasi harus dipandang

sebagai fungsi dari tingkat pengendalian stakeholder atas sumber daya yang dibutuhkan

organisasi, Watts dan Zimmerman (1986). Ketika para stakeholder berupaya untuk

mengendalikan sumber daya organisasi, maka orientasinya adalah untuk meningkatkan

kesejahteraan mereka. Kesejahteraan tersebut terwujud dengan semakin tingginya return

yang dihasilkan organisasi.

2.1.2 Teori Legitimasi (Legitimacy Theory)

Teori legitimasi berhubungan erat dengan stakeholder. Teori legitimasi

menyatakan bahwa organisasi secara berkelanjutan mencari cara untuk menjamin operasi

mereka berada dalam batas dan norma yang berlaku di masyarakat (Deegan, 2004).

Menurut Deegan (2004), dalam perspektif teori legimitasi, suatu perusahaan akan secara

sukarela melaporkan aktifitasnya jika manajemen menganggap bahwa hal ini adalah yang

diharapkan komunitas. Teori legitimasi bergantung pada premis bahwa terdapat “kontrak

sosial” antara perusahaan dengan masyarakat dimana perusahaan tersebut beroperasi.

Teori legitimasi sangat erat berhubungan dengan pelaporan IC dan juga erat

hubungannya dengan penggunaan metode content analysis sebagai ukuran dari pelaporan

tersebut. Perusahaan sepertinya lebih cenderung untuk melaporkan IC mereka jika


mereka memiih kebutuhan khusus untuk melakukannya. Hal ini mungkin terjadi ketika

perusahaan menemukan bahwa perusahaan tersebut tidak mampu melegistimasi statusnya

berdasarkan tangibles assets yang umumnya dikenal sebagai simbol kesuksesan

perusahaan.

Berdasarkan kajian tentang teori stakeholder dan teori legitimacy, dapat

disimpulkan bahwa kedua teori tersebut memiliki penekanan yang berbeda tentang pihak-

pihak yang dapat mempengaruhi luas pengungkapan informasi di dalam laporan

keuangan perusahaan. Teori stakeholder lebih mempertimbangkan posisi para

stakeholder yang dianggap powerfull. Sedangkan teori legitimasi menempatkan persepsi

dan pengakuan publik sebagai dorongan utama dalam melakukan pengungkapan suatu

informasi di dalam laporan keuangan.

2.1.3 Teori Sinyal (Signalling Theory)

Teori sinyal menjelaskan bagaimana sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada

pihak-pihak yang berkepentingan. Bamberg dan Spremann (1989) dalam bukunya

mengemukakan jika penerapan teori sinyal Spence (1973) mengenai pasar keuangan

dikembangkan oleh Ross (1977). Ross (1977) merupakan orang pertama yang meneliti

keputusan keuangan sebagai sinyal. Bamberg dan Spremann (1989) melihat signalling

theory sebagai “a characteristic feature of the signalling theory is the condition that

information is regarded as authentic, only if the better informed individual has no

incentive to signal fraudulently”. Teori sinyal memuat informasi yang dianggap dapat

dipercaya, informasi yang lebih baik membuat individu tidak memiliki insentif untuk

melakukan kecurangan sinyal.


Truco (2015) berpendapat jika in firms, signalling theory is this based on the

information asymmetry between investors and firms. Adanya asimetri informasi antara

investor dan perusahaan dikarenakan manajer lebih mengetahui informasi internal dan

prospek perusahaan dimasa yang akan datang dibandingkan para investor. Menurut Wolk

et al. (2001), pemberian sinyal oleh manajer kepada stakeholders dapat mengurangi

informasi asimetri. Terkait dengan hal tersebut, selain dapat mengurangi informasi

asimetri, sinyal dapat dijadikan suatu pandangan investor terhadap prospek perusahaan.

Jama’an (2008) berpendapat, signalling theory mengemukakan tentang bagaimana

seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan.

Adanya informasi tersebut dapat digunakan stakeholders untuk menilai perusahaan dalam

kondisi baik atau buruk. Informasi yang diterima stakeholders dapat berupa sinyal good

news ataupun bad news.

Menurut Brigham et.al. (2014. P.528) signal adalah “An action taken by a firm’s

management that provides clues to investors about how management views the firm’s

prospects”. Pada teori sinyal, signal merupakan cara perusahaan dalam memberikan

sinyal atau pertanda kepada para pengguna informasi yang diungkapkan perusahaan.

Signaling theory memberikan pandangan bahwa perusahaan akan memberikan

pengungkapan informasi lebih banyak secara sukarela daripada yang seharusnya untuk

memberikan sinyal yang positif, sehingga perusahaan cenderung meningkatkan informasi

yang diberikan pada stakeholders dengan melakukan pengungkapan dalam laporan

tahunan. Investor akan memberikan penilaian yang lebih terhadap perusahaan yang

memiliki intellectual capital yang tinggi. Perusahaan mengungkapkan modal intelektual


pada laporan keuangan dalam rangka memenuhi kebutuhan informasi investor, serta

meningkatkan nilai perusahaan. Sinyal positif dari organisasi diharapkan akan

mendapatkan respon positif dari pasar, hal tersebut dapat memberikan keuntungan bagi

perusahaan serta memberikan nilai yang lebih tinggi bagi perusahaan. Teori sinyal

mengurangi asimetri informasi dengan pemberian sinyal yang dimiliki oleh pihak yang

memiliki banyak informasi kepada pihak lain untuk merubah reputasi perusahaan.

Menurut Brigham et.al. (2014, p.527) asimetri informasi adalah “The situation where

managers have different (better) information about firm’s prospects than do investors”.

Pengungkapan informasi intellectual capital (intellectual capital disclosure/ICD)

dalam laporan tahunan perusahaan merupakan sinyal kepada (calon) investor tentang aset

tak berwujud yang dimiliki oleh perusahaan. Untuk memberikan informasi yang sama

kepada masyarakat maka pihak manajemen perusahaan harus memberi sinyal agar

masyarakat mengetahui kondisi perusahaan dan percaya bahwa apa yang ingin

disampaikan perusahaan adalah benar. Informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan

sangat penting bagi para stakeholder karena informasi memberikan gambaran keadaan

perusahaan pada masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. Informasi tersebut

sangat bermanfaat bagi para investor dalam menganalisis serta mengambil keputusan

investasi. Perusahaan dapat mengungkapkan modal intelektual sebagai salah satu sumber

daya perusahaan pada laporan keuangan demi kebutuhan informasi investor dan demi

meningkatkan nilai perusahaan. Peningkatan nilai perusahaan dapat terjadi jika sinyal

positif dari perusahaan mendapatkan respon positif dari pasar, sehingga menghasilkan

keuntungan kompetitif bagi perusahaan dan nilai yang lebih tinggi bagi perusahaan.
2.1.4 Modal Intelektual (Intellectual Capital)

2.1.4.1 Pengertian Modal Intelektual (Intellectual Capital)

Intellectual Capital merupakan asset yang tidak mempunyai wujud dalam bentuk

sumber daya informasi dan juga pengetahuan yang fungsinya untuk peningkatan

kemampuan bersaing serta bisa meningkatkan kinerja perusahaan. Stewart (1997)

mengemukakan bahwa :

Intellectual capital is the sum of everything everybody in a company knows that


gives it a competitive edge. Intellectual capital is intellectual material- knowledge,
information, intellectual property, experience-that can be put to use to creat
wealth.

Roos, et. al. (1997, p.24) menyatakan bahwa :

Intellectual capital will include all the processes and the assets which are not
normally shown on the balance sheet, as well as all the intangible assets which
modern accounting methods consider (mainly trademarks, patent and brands).

Bontis (1998) melihat model intelektual sebagai “Intellectual capital is therefore the

pursuit of effective use of knowledge as opposed to information”. Dalam penelitiannya

Williams (2001) mengemukakan bahwa :

The enhanced value of a firm attributable to assets, generally of an intangible


nature, resulting from the company’s organizational function, processes and
information technology networks, the competency and efficiency of its employees
and its relationship with is customer. Intellectual capital assets are developed
from (a) the creation of new knowledge and innovation; (b) application of present
knowledge to present issues and concerns that enhance employees and customers;
(c) packaging, processing and transmission of knowledge and (d) the acquisition
of present knowledge created through research and learning.

Bukh et. al. (2005) dalam jurnalnya mendefinisikan modal intelektual sebagai :

Intellectual capital is defined as knowledge resources, in the form of employees,


customers, processes or technology, which the company can mobilize in its value
creation processes.
Sangkala (2006, p.7) menjelaskan modal intelektual dalam bukunya Intellectual Capital

Manajemen sebagai :

“Pengertian modal intelektual tidak hanya terkait dengan materi intelektual yang
terdapat dalam diri karyawan perusahaan seperti pendidikan dan pengalaman.
Modal intelektual juga terkait dengan materi atau aset perusahaan yang berbasis
pengetahuan, atau hasil dari proses pentransformasian pengetahuan yang dapat
berwujud aset intelektual perusahaan”.

Sedangkan Menurut Choudhury (2010) dalam jurnalnya menyatakan bahwa:


Intellectual capital includes assets such as brands, customer relationships,
patents, trademarks and of course knowledge. The growing discrepancy between
market value and book value of a corporation is largely attributed to intellectual
capital, the intangibles of business that underpin future growth.
Selanjutnya Suryana (2011:5) mengemukakan bahwa :

Modal intelektual dapat diwujudkan dalam bentuk ide-ide sebagai modal utama
yang disertai pengetahuan, kemampuan, keterampilan, komitmen, dan tanggung
jawab sebagai modal tambahan. Ide merupakan modal utama yang akan
membentuk modal lainnya.

Alipour (2012) dalam jurnalnya mendefinisikan modal intelektual sebagai :

Intellectual capital (IC) as a group of knowledge assets owned or controlled by


organisation which significantly impact value creation mechanisms for the
organization stakeholder”

Moeheriono (2012, p.305) dalam bukunya Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi


mendefinisikan intellectual capital, sebagai :

Intellectual Capital adalah pengetahuan (knowledge) dan kemampuan (ability)


yang dimiliki oleh suatu kolektivitas sosial, seperti sebuah organisasi komunitas
intelektual, atau praktik profesional serta intellectual capital mewakili sumber
daya yang bernilai tinggi dan berkemampuan untuk bertindak yang didasarkan
pada pengetahuan”.

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas sampai pada pemahaman

penulis bahwa Intellectual Capital atau modal intelektual merupakan modal utama yang

berasal dari pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh suatu organisasi, termasuk
keterampilan, dan keahlian karyawan di dalamnya serta teknologi atau proses

pentransformasian pengetahuan tersebut sehingga dapat berwujud aset intelektual yang

akan membentuk modal lainnya yang bernilai tinggi yang dapat menciptakan nilai bagi

sebuah perusahaan. Modal intelektual tidak hanya terkait dengan materi intelektual yang

terdapat di dalam diri karyawan perusahaan seperti pendidikan dan pengalaman. Modal

intelektual juga terkait dengan materi atau aset perusahaan yang berbasis pengetahuan,

atau hasil dari proses transformasi pengetahuan yang dapat berwujud aset intellectual

capital perusahaan. Modal intelektual adalah pengembangan dari penciptaan pengetahuan

baru dan inovasi, penerapan ilmu pengetahuan dan persoalan terkini yang penting

ditingkatkan oleh karyawan dan pelanggan, serta kemasan, proses, dan transmisi

pengetahuan yang mana perolehan pengetahuan ini diciptakan melalui penelitian dan

pembelajaran.

Salah satu definisi intellectual capital yang banyak digunakan adalah yang

ditawarkan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)

yang menjelaskan modal intelektual sebagai nilai ekonomi dari dua kategori aset tidak

berwujud: (1) organizational (structural) capital dan (2) human capital. Lebih tepatnya,

organizational (structural) capital mengacu pada hal distribusi dan rantai pasokan.

Sedangkan, human capital meliputi sumber daya manusia di dalam organisasi (yaitu

sumber daya tenaga kerja/karyawan) dan sumber daya eksternal yang berkaitan dengan

organisasi, seperti konsumen dan supplier. Definisi yang diajukan OECD menyajikan

cukup perbedaan dengan meletakkan modal intelektual sebagai bagian terpisah dari dasar

penetapan intangible asset secara keseluruhan suatu perusahaan. Dengan demikian


terdapat item-item intangible asset yang secara logika tidak membentuk bagian dari

modal intelektual suatu perusahaan. Salah satunya adalah reputasi perusahaan. Reputasi

perusahaan mungkin merupakan hasil sampingan (atau suatu akibat) dari penggunaan

intellectual capital secara bijak dalam perusahaan, tapi itu bukan merupakan bagian dari

modal intelektual Sardo dan Zelia (2018).

Modal intelektual umumnya diidentifikasikan sebagai perbedaan antara nilai

pasar perusahaan (bisnis perusahaan) dan nilai buku dari aset perusahaan tersebut atau

dari financial capital. Lebih lanjut, Edvinsson dan Malone (1997) mengidentifikasikan

modal intelektual sebagai nilai yang tersembunyi (hidden value) dari bisnis. Terminologi

“tersembunyi” disini digunakan untuk dua hal yang berhubungan. Pertama, khususnya

aset intelektual atau aset pengetahuan adalah aset tidak terlihat secara umum seperti

layaknya aset tradisional. Kedua,aset semacam itu biasanya tidak terlihat pula pada

laporan keuangan. Secara umum, diasumsikan bahwa peningkatan dan digunakannya

pengetahuan dengan lebih baik akan menyebabkan pengaruh yang bermanfaat bagi

kinerja perusahaan (Ousama, 2019). Berkaitan dengan asumsi tersebut, karakter tak

berwujud dan dinamis dari pengetahuan dan kesenjangan kesepakatan para ahli atas

definisi pengetahuan menyebabkan halangan besar. Namun, kebanyakan dibedakan

dalam tiga kategori pengetahuan. Menurut Boekestein (2006) dalam jurnalnya

menyatakan bahwa tiga kategori pengetahuan tersebut adalah sebagai berikut:

Mostly, three knowledge-categories are distinguished, namely knowledge related


to employees (human capital), knowledge related to customers (customer or
relational capital) and knowledge related to the company only (structural or
organizational capital). Together these constitute the intellectual capital of the
company.
Modal intelektual merupakan suatu paradigma baru yang sebelumnya lebih

menekankan pada physical capital (modal fisik) namun seiring perkembangan teknologi

informasi dan ilmu pengetahuan yang pesat, telah memicu tumbuhnya ketertarikan dalam

intellectual capital. Intellectual capital adalah perangkat yang diperlukan untuk

menemukan peluang dan mengelola ancaman dalam kehidupan. Banyak pakar yang

mengatakan bahwa modal intelektual ini sangat besar perannya dalam menambah nilai

suatu kegiatan, termasuk dalam mewujudkan kemandirian suatu daerah. Berbagai

organisasi, lembaga dan strata sosial yang unggul dan meraih banyak keuntungan atau

manfaat karena mengembangkan sumber daya atau kompetensi manusianya. Modal

intelektual yang sedang menjadi pembicaraan oleh pelaku bisnis merupakan hal yang

perlu diperhatikan agar perusahaan dapat bertahan dalam persaingan bisnis yang ketat

seperti saat ini. Modal intelektual yang merupakan intangible assets perusahaan harus

diperlakukan sama dengan physical capital dan financial capital agar semua sumber daya

dapat diberdayakan sebagai mana mestinya guna mencapai kemenangan dalam

persaingan bisnis. Adanya efisiensi dalam penerapan modal intelektual mampu

menciptakan produktivitas yang tinggi bagi para pegawai. Selain itu, jika modal

intelektual merupakan sumber daya yang terukur untuk peningkatan competitive

advantages, akan memberikan kontribusi terhadap kinerja keuangan perusahaan.

Pada umumnya, para peneliti mengidentifikasikan komponen intellectual capital

menjadi tiga bagian meliputi human capital, structural (organizational) capital dan

costumer (relational) capital. Moeheriono (2012, p.305) menyatakan bahwa :


Intellectual capital terdiri dari tiga elemen utama, yaitu human capital (modal
manusia), structural capital atau organizational capital (modal organisasi), dan
relational capital atau costumer capital (modal pelanggan).

Sementara itu Sangkala (2006, p.39) mengelompokkan intellectual capital ke dalam dua

komponen, yaitu human capital dan structural capital. Bontis et. al. (2000) dalam

jurnalnya menyatakan bahwa “Generally, researchers in the field have identified three

main constructs of IC that include: human capital, structural capital and customer

capital”. Sedangkan menurut Choudhury (2010) dalam jurnalnya berpendapat bahwa :

Intellectual capital can be defined as the ‘economic value’ of three categories of


intangible assets of a company-that includes human capital, organisational
capital and social capital collectively.

Pires dan Alves (2011) dalam jurnalnya mengidentifikasi modal intelektual sebagai

berikut:

Intellectual capital (IC) to include knowledge, competencies, experience and


employees skills (human resources); the research and development activities,
routines, procedures, the organization’s systems and databases and intellectual
property rights (activities and organizational resources); and resources related
to external relations with customers, suppliers and partners in research and
development (relational resources).

Komnenic et. al. (2012) dalam jurnalnya menyatakan bahwa : “Intellectual capital of a

firm is not just knowledge. It consists of human, organizational and relational capital”.

Sedangkan International Federation of Accountant atau IFAC (1998) mengklasifikasikan

intellectual capital dalam tiga kategori, yaitu : organizational capital, relational capital,

dan human capital. Organizational Capital meliputi a) intellectual property dan b)

infrastructure assets.
Tabel 2.1 Klasifikasi Intelectual Capital
Organizational Capital Relational Capital Human Capital
Intellectual Property : Brands Know-how
Patens Customers Education
Copyrights Customers loyalty Vocational
Design rights Backlog orders Qualification
Trade Secret Company names Work-related
Trademarks Distribution Knowledge
Service marks channels Work-related
Infrastructure Assets : Bussiness Competencies
Management philosophy collaboration Enterpreneurial
Corporate culture Licensing spirit,
Management Processes agreements innovativeness,
Information systems Favourable Proactive
Networking systems Contracts and reactive abilities,
Financial relations Franchising Changebility
agreements Psycometric
Valuation
Sumber: International Federation of Accountant atau IFAC (1998)

Berikut ini definisi dari masing-masing komponen modal intelektual, di

antaranya:

1. Human Capital

Moeheriono (2012, p.305) mendefinisikan human capital (modal manusia)

sebagai berikut:

Human capital merupakan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang


mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi
terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki orang-orang yang ada dalam
perusahaan tersebut”.

Sedangkan menurut Sangkala (2006, p.40) Human capital (modal manusia)

merupakan refleksi dari pendidikan, pengalaman, pengetahuan, intuisi dan keahlian”.

Bontis et al., (2001) dalam jurnalnya menyebutkan :


Human Capital is defined as the combined knowledge, skill, innovativeness and
ability of the company’s individual employees to meet the task at hand. It also
includes the company’s values, culture and philosophy.
Komnenic et al.,(2012) mengemukakan human capital sebagai :

Human capital involves not only tacit and explicit knowledge of employees. It
also includes employee’s competencies and capabilities is terms of structuring
and applying knowledge and skills to perform certain activities.

Berdasarkan definisi tersebut maka dapat diketahui bahwa human capital

(modal manusia) bersumber dari pengetahuan, pengalaman, keahlian dan keterampilan

yang dimiliki oleh orang-orang yang tergabung dalam suatu perusahaan. Human

Capital merupakan life blood dari modal intelektual yang di dalamnya terdapat unsur

inovasi dan pengembangan. Bontis (1998) mendefinisikan human capital sebagai :

Human capital is important because it is a source of innovation and strategic


renewal, whether it is from brainstorming in a research lab, daydreaming at
the office, throwing out old files, re-engineering new processes, improving
personal skills or developing new leads in a sales rep’s little black book.

Human capital merupakan tempat bersumbernya pengetahuan yang sangat

berguna, keterampilan, dan kompetensi dalam suatu organisasi atau perusahaan.

Human Capital mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan

solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang yang ada

dalam perusahaan tersebut. Jika perusahaan berhasil dalam mengelola pengetahuan

karyawannya, maka hal itu dapat meningkatkan human capital. Human capital ini

yang nantinya akan mendukung structural capital dan customer capital / relational

capital.
2. Structural Capital / Organizational Capital

Structural capital atau Organizational capital (modal organisasi) didefinisikan

oleh Moeheriono (2012, p.306) sebagai berikut:

Structural capital atau organizational capital merupakan kemampuan


organisasi atau perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas dan strukturnya
yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang
optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan.

Sangkala (2006, p.47) menyebut Structural capital atau Organizational capital adalah

sebagai berikut:

Bentuk kekayaan yang nyata bagi perusahaan, yang berfungsi sebagai tempat
dimana seluruh hasil aktifitas penciptaan nilai yang dihasilkan oleh modal
manusia tersimpan dan sebagai infrastruktur bagi modal manusia untuk
menjalankan aktifitas penciptaan nilai.

Selanjutnya definisi Structural Capital menurut Bontis et al., (2001) dalam jurnalnya

adalah sebagai berikut:

Structural Capital is the hardware, software, databases, organizational


structure, patents, trademarks and everything else of organizational capability
that supports those employees’ productivity.

Komnenic et al., (2012) dalam jurnalnya menyatakan bahwa:

Organizational capital is the extension and manifestation of human capital in


the form of codified knowledge, innovation, organizational structure,
corporate culture, intellectual property, business processes and physical and
financial structure of a firm..
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat diketahui bahwa structural capital

atau organizational capital menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi

aktifitas operasionalnya sehari-hari dan merupakan infrastruktur yang mendukung

modal manusia untuk menjalankan aktifitas penciptaan nilai secara optimal. Menurut

Bontis (1998) dalam jurnalnya menyatakan bahwa “Structural capital is the critical
link that allows intellectual capital to be measured at an organizational level”.

Structural capital juga digunakan sebagai sarana penunjang dari human capital yang

menyediakan fasilitas pendukung untuk menghasilkan kinerja karyawan yang optimal,

Ousama (2019). Sumber daya ini akan melekat pada perusahaan seiring dengan

aktifitas operasional yang dilakukannya. Seorang karyawan atau individu dapat

memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, tetapi jika tidak didukung dengan sistem

perusahaan yang memadai maka akan sangat sulit untuk mengoptimalkan sumber daya

intelektual yang dimiliki perusahaan, Sawarjuwono dan Kadir (2003).

3. Customer Capital / Relational Capital

Moeheriono (2012, p.306) mendefinisikan Relational capital atau Costumer

capital (modal pelanggan) sebagai berikut:

Relational capital atau Costumer capital (modal pelanggan) merupakan


hubungan yang harmonis yang dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya,
baik yang berasal dari pemasok yang andal dan berkualitas, berasal dari
pelanggan yang loyal dan merasa puas akan pelayanan perusahaan yang
bersangkutan, berasal dari hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun
dengan masyarakat sekitar.

Sedangkan menurut Bontis (2000) dalam jurnalnya, customer capital yaitu “The

knowledge embedded in the marketing channels and customer relationships that an

organisation develops through the course of conducting business”. Selanjutnya definsi

relational capital menurut Komnenic et.al. (2012) dalam jurnalnya adalah “Relational

capital is the ability to build quality relationships with external stakeholders:

customers, suppliers, investors, state and society in general”. Chen et al., (2009)

dalam jurnalnya mengemukakan hal berikut:


Customer capital that behaves as an intermediary bridge in the process of
intellectual capital is the main determining factor in transformation of
intellectual capital to market value and as a result organizational business
performance.

Berdasarkan definisi tersebut maka dapat diketahui bahwa relational capital

atau costumer capital (modal pelanggan) merupakan suatu kemampuan untuk

membangun suatu hubungan yang terjalin dengan baik antara perusahaan dengan

investor, pelanggan, pemasok, pemerintah, ataupun masyarakat. Modal pelanggan

merupakan association network yang dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya,

Sawarjuwono dan Kadir (2003). Hal ini berarti, perusahaan harus mampu menjaga

hubungan dengan pihak-pihak eksternal agar pengelolaan sumber daya intelektual,

khususnya customer capital dapat dimanfaatkan secara optimal.

2.1.5 Kinerja Keuangan (Financial Performance)

Perusahaan pada umumnya memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai dalam

usaha untuk memenuhi kepentingan para anggotanya. Keberhasilan dalam mencapai

tujuan perusahaan merupakan prestasi manajemen. Penilaian prestasi atau kinerja suatu

perusahaan diukur karena dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan baik untuk

pihak internal maupun eksternal. Menurut Irham Fahmi (2012) kinerja keuangan adalah:

Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana
suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan- aturan
pelaksanaan keuangan secara baik dan benar.

Mulyadi (2007) mendefinisikan kinerja keuangan, sebagai “penentuan secara periodik

efektifitas operasional suatu organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar,


dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya”. Sedangkan pengertian kinerja keuangan

menurut Jumingan (2009, p.239) adalah sebagai berikut:

Gambaran kondisi keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu baik menyangkut
aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana, yang biasanya diukur dengan
indikator kecukupan modal, likuiditas dan profitabilitas”.

Syafarudin (2003, p.96) menyatakan bahwa :

Kinerja keuangan mengukur sampai sejauh mana prestasi, peningkatan, posisi,


atau performance dari nilai perusahaan yang diukur melalui laporan keuangan
baik melalui neraca maupun laba rugi yang dibutuhkan oleh pihak yang
berkepentingan.

Berdasarkan definisi-definisi di atas sampai pada pemahaman penulis bahwa

kinerja keuangan merupakan penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu

organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang ditetapkan

sebelumnya serta memberikan gambaran kondisi keuangan perusahaan pada suatu

periode tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana,

yang biasanya diukur dengan indikator kecukupan modal, likuiditas dan profitabilitas

untuk mengukur sampai sejauh mana prestasi, peningkatan, posisi, atau performance dari

nilai perusahaan yang diukur melalui laporan keuangan baik melalui neraca maupun laba

rugi yang dibutuhkan oleh pihak yang berkepentingan. Masalah keuangan merupakan

salah satu masalah yang sangat vital bagi perusahaan dalam perkembangan bisnis

disemua perusahaan. Salah satu tujuan utama didirikannya perusahaan adalah untuk

memperoleh keuntungan yang maksimal. Namun berhasil tidaknya perusahaan dalam

mencari keuntungan dan mempertahankan perusahaannya tergantung pada manajemen

keuangan. Perusahaan harus memiliki kinerja keuangan yang sehat dan efisien untuk

mendapatkan keuntungan atau laba. Penilaian kinerja keuangan merupakan salah satu
cara yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen agar dapat memenuhi kewajibannya

terhadap para penyandang dana dan juga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

oleh perusahaan. Jumingan (2009).

Menurut Irham Fahmi (2012, p.3) menyatakan bahwa ada 5 (lima) tahap dalam

menganalisis kinerja keuangan suatu perusahaan secara umum sebagai berikut:

1. Melakukan review terhadap data laporan keuangan. Review dilakukan dengan


tujuan agar laporan keuangan yang dibuat tersebut dengan penerapan kaedah
yang berlaku umum dalam akuntansi sehingga dengan demikian hasil laporan
keuangan dapat dipertanggungjawabkan.
2. Melakukan perhitungan. Penerapan metode perhitungan disini adalah
disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan yang sedang dilakukan sehingga
hasil dari perhitungan tersebut akan memberikan suatu kesimpulan sesuai
dengan analisis yang diinginkan.
3. Melakukan perbandingan terhadap hasil hitungan yang telah diperoleh. Dari
hasil hitungan yang sudah diperoleh tersebut kemudian dilakukan
perbandingan dengan hasil hitungan dari berbagai perusahaan lainnya. Metode
yang umum dipergunakan untuk melakukan perbandingan ini ada dua, di
antaranya ;
a. Time series analysis, yaitu membandingkan secara antar waktu atau antar
periode dengan tujuan itu nantinya akan terlihat secara grafik.
b. Cross sectional approach, yaitu melakukan perbandingan terhadap hasil
hitungan rasio-rasio yang telah dilakukan antara satu perusahaan dan
perusahaan lainnya dalam ruang lingkup yang sejenis yang dilakukan secara
bersamaan.
4. Melakukan penafsiran (interpretation) terhadap berbagai permasalahan yang
ditemukan. Pada tahap ini analisis melihat kinerja keuangan perusahaan adalah
setelah dilakukan ketiga tahap tersebut selanjutnya dilakukan penafsiran untuk
melihat apa-apa saja permasalahan dan kendala-kendala yang dialami oleh
perbankan tersebut.
5. Mencari dan memberikan pemecahan masalah (solution) terhadap berbagai
permasalahan yang ditemukan. Pada tahap terakhir ini setelah ditemukan
berbagai permasalahan yang dihadapi maka dicarikan solusi guna memberikan
suatu input atau masukan agar apa yang menjadi kendala dan hambatan selama
ini dapat terselesaikan”.

Pengukuran kinerja keuangan dapat dilihat pada analisis laporan keuangan. Salah

satu analisis laporan keuangan yang paling umum digunakan adalah analisis rasio
keuangan. Brigham et. al. (2014, p.101-102) membagi rasio menjadi 5 kategori,

diantaranya sebagai berikut:

1. Liquidity ratios, which give us an idea of the firm’s ability to pay off debts that
are maturing within a year.
2. Asset management ratios, which give us an idea how efficiently the firm is
using its assets.
3. Debt management ratios, which give us an idea of how the firm has financed
its assets as well as the firm’s ability to repay its long-term debt.
4. Profitability ratios, which give us an idea of how profitably the firm is operating
and utilizing its assets.
5. Market value ratios, which bring in the stock price and give us an idea of what
investors think about the firm and its future prospects”.

Irham Fahmi (2012:15) mengemukakan bahwa analisis rasio sebagai berikut:

1. Rasio Likuiditas, yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan


dalam membayar hutang-hutang jangka pendeknya. Meliputi cash ratio,
current ratio, acid test ratio atau quick ratio.
2. Rasio Leverage, yang digunakan untuk mengukur seberapa besar kebutuhan
dana perusahaan yang dibiayai oleh hutang. Meliputi debt to total assets ratio,
debt to equity ratio dan time interest earned.
3. Rasio Aktivitas, yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam
memanfaatkan sumber dananya. Meliputi inventory turnover, receivable
turnover, fixed assets turnover dan other assets turnover.
4. Rasio Profitabilitas, yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan
dalam mendapatkan keuntungan. Meliputi profit margin, Return On Investment
(ROI), Return on Equity (ROE), Return on Assets (ROA) dan Earning PerShare
(EPS).

Menurut Brigham et. al. (2014, p.111), “Profitability ratios a group of ratios that show

the combined effects of liquidity, assets management, and debt on operating results”.

Sedangkan menurut I Made Sudana (2011:22):

Rasio Profitabilitas ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan


laba dengan menggunakan sumber-sumber yang dimiliki perusahaan seperti,
aktiva , modal, atau penjualan perusahaan.

Rasio profitabilitas mempunyai tujuan dan manfaat, tidak hanya bagi pemilik

usaha atau manajemen saja, tetapi juga bagi pihak yang memiliki hubungan atau
kepentingan dengan perusahaan. Tujuan rasio profitabilitas bagi perusahaan, maupun

bagi pihak luar menurut Kasmir (2012, p.197), yaitu :

1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu
periode tertentu.
2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang.
3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
5. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik
modal pinjaman maupun modal sendiri.

Rasio Profitabilitas, yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan

dalam mendapatkan keuntungan di antaranya:

1. Return On Investment (ROI)

Pengertian ROI menurut Munawir (2002, p.89) adalah :

Salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat
mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan
dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan dan untuk
menghasilkan keuntungan.

Return On Investment (ROI), dapat digunakan dalam menganalisis kinerja keuangan,

dimana dalam analisis laporan keuangan mempunyai arti yang penting sebagai salah

satu teknik analisis yang biasanya digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk

mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan.

2. Return On Asset (ROA)

Pengertian ROA menurut Selamet Riyadi (2006, p. 156):

Return on Assets (ROA) adalah rasio yang menunjukkan perbandingan antara


laba sebelum pajak dengan total asset bank, rasio ini mengukur tingkat efisiensi
pengelolaan asset yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan. Semakin
tinggi ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank
sehingga semakin tinggi tingkat ROA menunjukkan tingkat efesiensi suatu
bank. Laba sebelum pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional sebelum
pajak. Sedangkan rata-rata total asset adalah rata-rata volume usaha atau
aktiva.”

Menurut Mamduh M. Hanafi (2009, p.159):

ROA mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan


menggunakan total aset (kekayaan) yang dipunyai perusahaan setelah
disesuaikan dengan biaya-biaya untuk mendanai aset tersebut. Variasi dalam
perhitungan ROA, disamping perhitungan seperti sebelumnya, adalah dengan
memasukan biaya pendanaan. Dividen yang merupakan biaya pendanaan
dengan saham analisis ROA tidak diperhitungkan. Biaya bunga ditambahkan
ke laba yang diperoleh perusahaan.

Laba bersih (net income) merupakan ukuran pokok keseluruhan keberhasilan

perusahaan. Laba atau kurangnya laba mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk

mendapatkan pinjaman dan pendanaan ekuitas, posisi likuiditas perusahaan dan

kemampuan perusahaan untuk berubah. Jumlah keuntungan (laba) yang diperoleh

secara teratur serta kecenderungan atau trend keuntungan yang meningkat merupakan

suatu faktor yang sangat penting yang perlu mendapat perhatian penganalisa didalam

menilai profitabilitas suatu perusahaan.

3. Return On Equity (ROE)

Return On Equity (ROE) merupakan salah satu alat utama investor yang digunakan

dalam menilai kelayakan suatu saham. Dalam perhitungan secara umum ROE

dihasilkan dari pembagian laba dengan ekuitas selama satu tahun terakhir. Hubungan

antara harga saham seharusnya (nilai intrinsik) atau nilai perusahaan dengan return on

equity (ROE) adalah positif, yaitu semakin besar hasil yang diperoleh dari equity,

semakin besar harga saham atau nilai perusahaan, Kodrat dan Herdinata (2009 p.32).

Menurut Mamduh M. Hanafi (2009, p.84) “ROE merupakan rasio yang mengukur

kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu.”


Brigham et. al. (2014, p.113) mengemukakan ROE sebagai “The ratio of net income

to common equity; measures the rate of return on common stockholders’ investment”.

4. Earning Per Share (EPS)

Komponen penting pertama yang harus diperhatikan dalam analisis perusahaan adalah

laba per lembar saham atau lebih dikenal sebagai Earning Per Share (EPS) (Tandelilin,

2010:373). EPS merupakan perbandingan antara laba bersih setelah bunga dan pajak

dengan jumlah saham beredar. Hasil ini menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan

yang dibagikan kepada seluruh pemegang saham. Laba bersih setelah bunga dan pajak

adalah laba tahu berjalan yang terdapat dalam laporan laba rugi komprehensif suatu

perusahaan. Jumlah saham beredar adalah jumlah saham yang dipegang oleh investor,

termasuk saham yang dimiliki oleh eksekutif perusahaan dan masyarakat investor

umum.

2.1.6 Nilai Perusahaan (Firm Value)

Perusahaan merupakan bagian dari suatu badan usaha yang memiliki fungsi untuk

mencapai tujuan dalam menghasilkan barang dan jasa. Setiap perusahaan memiliki suatu

tujuan yang berbeda, Margaretha (2005) dalam bukunya Teori dan Aplikasi Manajemen

Keuangan berpendapat jika tujuan perusahaan ialah memaksiumumkan kekayaan atau

nilai perusahaan pagi para pemegang saham. Fuad, dkk (2006) menambahkan jika tujuan

perusahaan berorientasi pada perolehan keuntungan, umumnya akan memfokuskan

kegiatannya untuk meningkatkan nilai perusahaan hingga mencapai maksimum karena

laba merupakan tolok ukur keberhasilan suatu perusahaan. Jadi, tujuan utama perusahaan

ialah memaksimalkan laba untuk meningkatkan nilai perusahaan.


Nilai perusahaan menurut Gitman (2006, p.352) “the actual amount per share of

common stock that would be received if all the firm’s assets were sould for their market

value”. Agus Sartono (2010, p.487) mengemukakan nilai perusahaan sebagai :

Nilai Perusahaan adalah nilai jual sebuah perusahaan sebagai suatu bisnis yang
sedang beroperasi. Adanya kelebihan nilai jual diatas nilai likuidasi adalah nilai
dari organisasi manajemen yang menjalankan perusahaan itu.

Menurut Martono dan Harjito (2010, p.13) :

Memaksimumkan nilai perusahaan disebut sebagai memaksimumkan


kemakmuran pemegang saham (stakeholder wealth maximation) yang dapat
diartikan juga sebagai memaksimumkan harga saham biasa dari perusahaan
(maximizing the price of the firm’s common stock).

Sedangkan I Made Sudana (2011, p.8) berpendapat bahwa:

“Tujuan normatif suatu perusahaan yaitu memaksimalkan nilai perusahaan atau


kekayaan bagi para pemegang saham yang dalam jangka pendek bagi perusahaan
go public tercermin pada harga pasar saham perusahaan yang bersangkutan di
pasar modal”.

Memaksimalkan nilai perusahaan dinilai lebih tepat sebagai tujuan, karena :

1. Memaksimalkan nilai perusahaan berarti memaksimalkan nilai sekarang dari semua

keuntungan yang akan diterima oleh pemegang saham dimasa yang akan datang atau

berorientasi jangka panjang.

2. Mempertimbangkan faktor resiko.

3. Memaksimalkan nilai perusahaan lebih menekankan pada arus kas dari pada sekedar

laba menurut pengertian akuntansi.

4. Memaksimalkan nilai perusahaan tidak mengabaikan tanggung jawab sosial.


Fakhruddin (2008) menambahkan jika :

Peningkatan laba merupakan salah satu faktor penting bagi terciptanya


keunggulan daya saing perusahaan secara berkelanjutan dan pada akhirnya akan
berdampak pada peningkatan harga saham. Peningkatan harga saham merupakan
wujud apresiasi investor terhadap kinerja perusahaan serta keyakinan akan
peningkatan kinerja ke depan yang tentunya memberikan nilai tambah bagi
perusahaan.

Peningkatan nilai perusahaan dapat menggambarkan kesejahteraan pemilik

perusahaan, sehingga pemilik perusahaan akan mendorong manajer agar bekerja lebih

keras dengan menggunakan berbagai intensif untuk memaksimalkan nilai perusahaan.

Selain itu, nilai perusahaan menjadi salah satu aset yang dimiliki perusahaan, karena bagi

stakeholders nilai perusahaan tersebut dapat menentukan kelangsungan hidup perusahaan

tersebut. Besley dan Brigham dalam Mardiyanto (2009) mengemukakan proses

terbentuknya nilai perusahaan, adalah sebagai berikut:


Faktor Pasar

(1). Kondisi Ekonomi


(2). Peraturan Pemerintah
(3). Persaingan
(Domestik dan Asing)

Faktor Perusahaan Faktor Investasi

(1). Operasi (Pendapatan (1). Pendapatan atau


dan Beban) Tabungan
(2). Keputusan Pendanaan (2). Usia atau Gaya Hidup
(3). Keputusan Investasi (3). Tingkat Bunga
(4). Kebijakan Deviden (4). Preferensi Risiko

Arus Kas Bersih Tingkat Imbal Hasil

Nilai perusahaan
𝑛
𝐶𝐹𝑛
PV =
(1 + 𝑘)2
𝑖=1

Gambar 2.1
Proses Terbentuknya Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan terbentuk karena adanya interaksi hubungan antar kondisi pasar,

kinerja internal perusahaan dan perilaku investor. Secara langsung, kondisi pasar

diperekonomian akan mempengaruhi kinerja internal perusahaan dan perilaku investor

dalam menilai perusahaan tersebut. Faktor-faktor kinerja perusahaan dapat menentukan

besarnya arus kas yang dihasilkan. Disisi lain, faktor-faktor yang mempengaruhi

keputusan investor untuk menanamkan modalnya di sektor rill atau finansial juga dapat
menentukan besarnya imbal hasil yang diterima oleh investor. Pada akhirnya, ketiga

hubungan tersebut dapat menentukan nilai suatu perusahaan yang tercermin dari harga

saham. Salah satu hal yang dipertimbangkan oleh investor dalam melakukan investasi

adalah nilai dari perusahaan dimana investor tersebut akan menanamkan modalnya. Nilai

perusahaan juga dapat diartikan sebagai nilai dari laba yang diperoleh dan diharapkan

pada masa yang akan datang yang dihitung pada masa sekarang dengan

memperhitungkan tingkat risiko dan tingkat bunga yang tepat.

Tujuan utama perusahaan yaitu memaksimumkan nilai perusahaan, ini digunakan

sebagai pengukur keberhasilan perusahaan karena dengan meningkatnya nilai perusahaan

berarti meningkatnya kemakmuran pemilik perusahaan atau para pemegang saham,

Brigham (2010). Memaksimalkan nilai pasar perusahaan sama dengan memaksimalkan

harga pasar saham. Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat

keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang

tinggi nilai perusahaan juga tinggi dan dengan otomatis return perusahaan pun akan tinggi

pula. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja

perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan dimasa depan.

Weston dan Copelan (2008:244) mengelompokkan pengukuran nilai perusahaan

terdiri dari:

1. Price Earning Ratio (PER)

Price Earning Ratio (PER) adalah perbandingan antara harga saham perusahaan

dengan earning per share dalam saham. PER adalah fungsi dari perubahan kemampuan

laba yang diharapkan di masa yang akan datang. Semakin besar PER, maka semakin
besar pula kemungkinan perusahaan untuk tumbuh sehingga dapat meningkatkan nilai

perusahaan.

Harga Pasar Per Lembar Saham


Price Earning Ratio (PER) =
Laba Per Lembar Saham

2. Price to Book Value (PBV)

Price to Book Value (PBV) mengambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai

buku saham suatu perusahaan. Makin tinggi rasio ini, berarti pasar percaya akan

prospek perusahaan tersebut. PBV juga menunjukan seberapa jauh suatu perusahaan

mampu menciptakan nilai perusahaan yang relatif terhadap jumlah modal yang

diinvestasikan.

Harga Pasar Per Lembar Saham


Price to Book Value (PBV) =
Nilai Buku Per Lembar Saham

3. Tobin’s Q

Salah satu alternatif yang digunakan dalam menilai nilai perusahaan adalah dengan

menggunakan Tobin’s Q. Tobin’s Q ini dikembangkan oleh professor James Tobin,

Weston dan Copeland (2004). Rasio ini merupakan konsep yang sangat berharga

karena menunjukkan estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil pengembalian

dari setiap dolar investasi incremental. Tobin’s Q dihitung dengan membandingkan

rasio nilai pasar saham perusahaan dengan nilai buku ekuitas perusahaan.

(EMV+D)
Tobin’s Q =
(EBV+D)

Keterangan:

Q : nilai perusahaan
EMV : closing price saham x jumlah saham yang beredar

D : nilai buku dari total hutang

EBV : nilai buku dari total asset

Brigham dan Houston (2006) menambahkan berbagai indikator dalam penilaian

nilai perusahaan dengan menggunakan :

1. Price Earning Ratio (PER)

Price Earning Ratio (PER) ialah analisa yang menggambarkan apresiasi pasar

terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.

2. Price Book Value Ratio (PBV)

Price Book Value (PBV) ialah analisa yang menggambarkan seberapa besar pasar

menghargai nilai buku saham suatu perusahaan.

3. Market Book Ratio (MBR)

Market Book Ratio (MBR) hampir sama dengan Price Earning Ratio (PER), bedanya

hanya pada penyebut yang digunakan. Market Book Ratio (MBR) ialah analisa yang

mengukur harga saham relatif terhadap nilai buku ekuitasnya saham biasa.

4. Dividend Yield Ratio

Dividend Yield (DY) atau imbal hasil dividen ialah analaisa yang digunakan untuk

mengukur jumlah dividen per saham relatif terhadap harga pasar yang dinyatakan

dalam persentase.
5. Dividend Payout Ratio (DPR)

Dividend Payout Ratio (DPR) atau rasio pembayaran dividen atau sering disebut

payout ratio ialah analisa yang mengukur perbandingan dividen per saham terhadap

laba per saham yang dinyatakan dalam persentase.

Menurut Irham Fahmi (2013, p.138), rasio penilaian nilai perusahann terdiri atas :

1. Earning Per Share (EPS)

Earning Per Share atau pendapatan per lembar saham adalah pemberian keuntungan

yang diberikan kepada pemegang saham dari setiap lembar yang dimiliki.

Pendapatan Setelah Pajak


Earning Per Share (EPS) =
Jumlah Saham yang Beredar

2. Price Earning Ratio (PER) atau Rasio Harga Laba

Rasio Harga Laba diperoleh dari harga pasar saham biasa dibagi dengan laba per

lembar saham (Earning Per Share) sehingga semakin tinggi rasio ini akan

mengindikasikan bahwa kinerja perusahaan juga semakin membaik.

𝑀𝑎𝑟𝑘𝑒𝑡 𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒 𝑝𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒


Price Earning Ratio (PER) =
𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒

3. Price Book Value (PBV)

Rasio ini menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu

perusahaan. Makin tinggi rasio ini berarti pasar makin percaya akan prospek

perusahaan tersebut.

𝑀𝑎𝑟𝑘𝑒𝑡 𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒 𝑝𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒


Price Book Value (PBV) =
𝐵𝑜𝑜𝑘 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 𝑝𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒
Nilai perusahaan dapat diukur melalui nilai harga saham di pasar, berdasarkan

terbentuknya harga saham perusahaan di pasar yang merupakan refleksi penilaian oleh

publik terhadap kinerja keuangan perusahaan secara riil, dalam buku Manajemen

Keuangan Harmono (2013). Nilai perusahaan dapat diukur dengan suatu rasio yang

disebut rasio penilaian. Menurut I Made Sudana (2011) dalam bukunya Manajemen

Keuangan Perusahaan Teori dan Praktik, rasio penilaian adalah suatu rasio yang terkait

dengan penilaian kinerja saham perusahaan yang telah diperdagangkan di pasar modal

(go public).

Nilai perusahaan dalam penelitian ini diukur menggunakan rasio Price to Book

Value (PBV). PBV menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham

suatu perusahaan Margaretha (2005). Rasio PBV merupakan perbandingan antara harga

saham dengan nilai buku ekuitas. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa pasar

semakin percaya akan prospek perusahaan tersebut. Rasio harga saham terhadap nilai

buku perusahaan atau Price Book Value (PBV) menunjukkan tingkat kemampuan

perusahaan menciptakan nilai relatif terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. PBV

dipilih sebagai ukuran nilai perusahaan karena menggambarkan besarnya penghargaan

yang diberikan pasar atas modal intelektual yang dimiliki perusahaan. Menurut Irham

Fahmi (2012:138) Price Book Value dinyatakan sebagai berikut :

𝑀𝑎𝑟𝑘𝑒𝑡 𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒 𝑝𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒


Price Book Value (PBV) =
𝐵𝑜𝑜𝑘 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 𝑝𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒

Sumber : Irham Fahmi (2012:138)


Rasio ini mengukur penilaian pasar keuangan terhadap manajemen dan organisasi

perusahaan selagi going concern. Nilai buku saham mencerminkan nilai historis dari

aktiva perusahaan. Perusahaan yang dikelola dengan baik dan beroperasi secara efisien

dapat memiliki nilai pasar yang lebih tinggi dari pada nilai buku asetnya, I Made Sudana

(2011, p. 24). Price Book Value mengaitkan total kapitalisasi pasar perusahaan dengan

dana para pemegang saham. Rasio ini membandingkan nilai di pasar saham dalam

perusahaan. Rasio ini merupakan persepsi para investor tentang kinerja perusahaan dilihat

dari laba, kekuatan neraca, likuiditas, dan pertumbuhan.

Menurut Damodaran (2001) PBV mempunyai beberapa keunggulan sebagai

berikut :

1. Nilai buku mempunyai ukuran nilai yang relatif stabil yang dapat diperbandingkan

dengan harga pasar. Investor yang kurang percaya dengan metode discounted cash

flow dapat menggunakan price book value sebagai perbandingan.

2. Nilai buku memberikan standar akuntansi yang konsisten untuk semua perusahaan.

PBV dapat diperbandingkan antara perusahaan- perusahaan yang sama sebagai

petunjuk adanya under atau overvaluation.

3. Perusahaan-perusahaan dengan earning negatif, yang tidak bisa dinilai dengan

menggunakan price earning ratio (PER) dapat dievaluasi menggunakan PBV.


2.2 Telaah Penelitian Sebelumnya

Tablel 2.1
Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti
No. Judul Variabel Hasil
dan Tahun
1. Xu dan The Interrelationship between Independen : Modal intelektual
Jingsuo (2020) Intellectual Capital and Firm Modal Intelektual berpengaruh terhadap
Performance : Evidence From kinerja perusahaan.
China’s Manufacturing Sector Dependen :
Kinerja Perusahaan
2. Xu dan Feng The Impact of Intellectual Capital on Independen : Modal intelektual
(2020) Firm Performance: A Modified and Modal Intelektual berpengaruh terhadap
Extended Vaic Model kinerja perusahaan.
Dependen :
Kinerja Perusahaan
3. Weqar, et.al. Measuring the Impact of Intellectual Independen : Modal intelektual
(2020) Capital on the Financial Modal Intelektual berpengaruh terhadap
Performance of the Finance Sector kinerja keuangan
of India Dependen :
Kinerja Perusahaan
4. Mulyasari dan Intellectual Capital, Competitive Independen : Modal intelektual
Etty (2019) Advantage, Financial Modal Intelektual berpengaruh terhadap
Performance and Company Value kinerja keuangan
Among Banking Industries in Dependen :
Indonesia Nilai Perusahaan Modal intelektual
berpengaruh terhadap
Moderasi : nilai perusahaan.
Kinerja Keuangan
Keunggulan Modal intelektual
Kompetitif tidak berpengaruh
langsung terhadap
nilai perusahaan.
5. Ousama, et.al. The Association Between Intellectual Independen : Modal intelektual
(2019 Capital and Financial Performance Modal Intelektual berpengaruh terhadap
in The Islamic Banking Industry an kinerja keuangan
Analysis of The GCC Banks. Dependen :
Kinerja Keuangan
6. Forte, et.al. The Impact of Intellectual Capital on Independen : Modal intelektual
(2019) Firms’ Financial Performance and Modal Intelektual berpengaruh terhadap
Market Value : Empirical Evidence kinerja keuangan
From Italian Listed Firms. Dependen :
Kinerja Keuangan Modal intelektual
Nilai Pasar berpengaruh terhadap
nilai pasar.
7. Sardo, et.al. Intellectual Capital, Growth Independen : Modal intelektual
(2018) Opportunities and Financial Modal Intelektual berpengaruh terhadap
Performance in European Firms : kinerja keuangan.
Dynamic Panel Data Analysis. Dependen :
Kinerja Keuangan
Nilai Pasar Modal intelektual
tidak berpengaruh
Moderasi : langsung terhadap
Peluang nilai perusahaan.
Pertumbuhan
8. Chowdhury, Impact of Intellectual Capital on Independen : Modal intelektual
et.al. (2018) Financial Performance: Evidence Modal Intelektual berpengaruh terhadap
from the Bangladeshi Textile Sector kinerja keuangan.
Dependen :
Kinerja Keuangan
9. Ozkan (2017) Intellectual Capital and Financial Independen : Modal intelektual
Performance: A Study of the Turkish Modal Intelektual berpengaruh terhadap
Banking Sector. kinerja keuangan.
Dependen :
Kinerja Keuangan
10. Nuryaman The Influence of Intellectual Capital Independen : Modal intelektual
(2017) on The Firm's Value with The Modal Intelektual berpengaruh terhadap
Financial Performance as Intervening kinerja keuangan.
Variable Dependen :
Nilai Perusahaan Modal intelektual
berpengaruh terhadap
Moderasi nilai perusahaan
Kinerja Keuangan

2.3 Kerangka Pemikirian Teoritis

Berdasarkan uraian landasan teoritis diatas, dalam bagian ini akan dijelaskan dan

digambarkan tentang kerangka pemikiran teoritis, serta pemahaman dan penelitian

sebelumnya yang bertujuan untuk mengkaji lebih penerapan modal intelektual sebagai

tonggak utama dalam persaingan bisnis yang unggul dan kompetitif. Penelitian ini

mencoba menganalisis pengaruh modal intelektual terhadap kinerja keuangan dan nilai

perusahaan dan dampak kinerja keuangan dan nilai perusahaan. Dengan tema yang

berbeda, peneliti mencoba menganalisis pengaruh modal intelektual terhadap nilai

perusahaan melalui variabel mediasi kinerja keuangan.


Kinerja Keuangan
(Y1)

Modal Intelektual Nilai Perusahaan


(X1) (Y2)

Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual penelitian, maka

penjelasan pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen dan hipotesis

adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh Modal Intelektual terhadap Kinerja Keuangan

Teori stakeholder memberikan argumen bahwa seluruh stakeholder memiliki

hak untuk diperlakukan secara adil dan manajer harus mengelola organisasi untuk

keuntungan seluruh stakeholder. Dalam konteks untuk menjelaskan tentang konsep

modal intelektual, teori stakeholder dapat dipandang dari dua bidang yaitu bidang etika

dan bidang manajerial. Bidang etika berargumen bahwa seluruh stakeholder memiliki

hak untuk diperlakukan secara adil oleh organisasi dan manajer harus mengelola

organisasi untuk keuntungan seluruh stakeholder. Aspek etika akan terpenuhi jika

manajer mampu mengelola perusahaan dalam proses penciptaan nilai. Penciptaan nilai

dalam konteks ini adalah dengan memanfaatkan seluruh potensi yang dimiliki
perusahaan, baik karyawan (human capital), aset fisik (physical capital), maupun

structural capital.

Tarigan, et.al. (2019) mengemukakan bahwa pengelolaan yang baik atas

seluruh potensi ini akan menciptakan value added bagi perusahaan yang kemudian

dapat mendorong kinerja keuangan perusahaan untuk kepentingan stakeholder. Selain

itu, jika modal intelektual merupakan sumber daya yang terukur untuk peningkatan

competitive advantages, maka modal intelektual akan memberikan kontribusi terhadap

kinerja keuangan perusahaan, Bambang dan Soewarno (2020).

Xu dan Jingsuo (2020) menggunakan 150 perusahaan yang terdaftar di bursa

efek Singapore sebagai sampel penelitian untuk melihat pengaruh modal intelektual

terhadap kinerja keuangan perusahaan. Hasilnya konsisten dengan penelitian Xu dan

Jingsuo (2020) bahwa modal intelektual berhubungan positif dengan kinerja

perusahaan. Xu dan Jingsuo (2020) dalam jurnalnya menyatakan bahwa :

If the higher the value of a company’s IC the higher is the company’s future
performance, then logically, the rate of growth of IC will also correlate with
future performance.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bambang dan Soewarno (2020) menunjukkan

bahwa modal intelektual berpengaruh positif pada kinerja keuangan. Mereka

mengungkapkan bahawa semakin efisien perusahaan mengelola sumber daya

intelektual (physical capital, human capital dan structural capital) yang dimiliki

perusahaan akan memberikan hasil yang meningkat yang ditunjukkan dari

peningkatan kinerja keuangan perusahaan. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh

Forte, et.al. (2019), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa modal intelektual


berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Forte, et.al. (2019) dalam

jurnalnya menyatakan bahwa pemanfaatan modal intelektual secara efektif dan efisien

akan berkontribusi signifikan terhadap pencapaian keunggulan kompetitif dan

selanjutnya akan tercermin dalam kinerja perusahaan yang baik. Jadi dapat

disimpulkan bahwa jika modal intelektual dikelola dengan baik oleh perusahaan maka

dapat meningkatkan kinerja perusahaan.

Hasil dari penelitian Ozkan (2017) menunjukkan bahwa, modal kapital

berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Ozkan (2017) dalam

jurnalnya menyatakan bahwa semakin baik perusahaan dalam mengelola intellectual

capital maka akan memberikan hasil yang meningkat pada kinerja keuangan

perusahaan, dimana dalam mengelola intellectual capital yang baik ditunjukkan oleh

perusahaan dengan adanya kondisi aktivitas kinerja yang sehat, adanya komunikasi

yang baik antara karyawan maupun manager, serta karyawan menjalankan Job

Description dengan baik dan efektif dan perusahaan menerapkan sistem evaluasi untuk

mengarahkan tujuan atau target perusahaan tercapai.

H1 : Modal intelektual berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan

2. Pengaruh Modal Intelektual terhadap Nilai Perusahaan

Intellectual capital atau modal intelektual merupakan suatu paradigma baru

yang sebelumnya lebih menekankan pada physical capital (modal fisik) namun seiring

perkembangan teknologi informasi dan ilmu pengetahuan yang pesat, telah memicu

tumbuhnya ketertarikan dalam intellectual capital. Dari perspektif stratejik,

intellectual capital dapat digunakan untuk menciptakan dan menggunakan knowledge


untuk memperluas nilai perusahaan, Chen, et.al. (2018).

Para pemegang saham akan lebih menghargai perusahaan yang mampu

menciptakan nilai karena dengan penciptaan nilai yang baik, maka perusahaan akan

lebih mampu untuk memenuhi kepentingan seluruh stakeholder. Sebagai salah satu

stakeholder perusahaan, para investor di pasar modal akan menunjukkan apresiasi atas

keunggulan modal intelektual yang dimiliki perusahaan dengan berinvestasi pada

perusahaan tersebut. Pertambahan investasi tersebut akan berdampak pada naiknya

nilai perusahaan. Dalam modal intelektual, penciptaan nilai dilakukan dengan

memaksimalkan pemanfaatan unsur-unsur modal intelektual yaitu human capital,

physical capital, maupun structural capital, Tan, et.al. (2018).

Chen et. al. (2018) menggunakan model Pulic (VAICTM) untuk menguji

hubungan antara intellectual capital dengan nilai pasar dan kinerja keuangan

perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa intellectual capital berpengaruh secara

positif terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan. Bahkan Chen et. al.

(2018) juga membuktikan bahwa intellectual capital dapat menjadi salah satu

indikator untuk memprediksi kinerja perusahaan di masa mendatang. Dari hasil

penelitian Chen et. al. (2018) diketahui bahwa investor cenderung akan membayar

lebih tinggi atas saham perusahaan yang memiliki sumber daya intelektual yang lebih

dibandingkan terhadap perusahaan dengan sumber daya intelektual yang rendah.

Harga yang dibayar oleh investor tersebut mencerminkan nilai perusahaan.


Penelitian yang dilakukan oleh Sirojudin dan Nazaruddin (2019) menemukan

bahwa modal intelektual berpengaruh positif secara signifikan terhadap nilai

perusahaan. Sirojudin dan Nazaruddin (2019) dalam jurnalnya menyatakan bahwa:

Semakin tinggi modal intelektual yang dimiliki perusahaan ternyata


berpengaruh pada nilai perusahaan. Dalam hal ini investor akan memberikan
nilai yang lebih tinggi pada perusahaan yang memiliki sumber daya intelektual
yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki sumber daya
intelektual yang rendah, nilai yang diberikan oleh investor kepada perusahaan
tersebut akan tercermin dalam harga saham perusahaan.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Tayyem dan Hamzah (2020)

berhasil membuktikan bahwa modal intelektual berpengaruh langsung pada nilai

perusahaan. Tayyem dan Hamzah (2020) dalam jurnalnya menyatakan bahwa pasar

telah memberikan penilaian yang lebih tinggi pada perusahaan yang memiliki modal

intelektual yang lebih tinggi. Secara teori, kekayaan intelektual yang dikelola secara

efisien oleh perusahaan akan meningkatkan apresiasi pasar terhadap nilai pasar

perusahaan sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Pengelolaan dan

penggunaan modal intelektual secara efektif terbukti mampu meningkatkan nilai

perusahaan yang dalam penelitian ini diukur dengan rasio price to book value (PBV).

Madyan (2019) dalam penelitiannya memperoleh hasil bahwa bahwa Value

Added Human Capital (VAHC), Value Added Capital Employed (VACE) dan

Structural Capital Value Added (SCVA) secara simultan (bersama-sama) berpengaruh

signifikan terhadap nilai perusahaan. Madyan (2019) dalam jurnalnya menyatakan

bahwa nilai pasar perusahaan dapat meningkat apabila kekayaan intelektual yang

dimiliki perusahaan dikelola dengan baik. Investor cenderung akan memberikan


apresiasi lebih terhadap perusahaan yang mampu mengelola modal intelektual karena

hal tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut akan mampu menciptakan

nilai tambah bagi perusahaannya dan secara tidak langsung akan meningkatkan

kesejahteraan para pemegang sahamnya”.

H2 : Modal Intelektual berpengaruh signifikan dengan Nilai Perusahaan.

3. Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaa

Nilai perusahaan dapat diukur melalui nilai harga saham di pasar, berdasarkan

terbentuknya harga saham perusahaan di pasar, yang merupakan refleksi penilaian

oleh publik terhadap kinerja keuangan perusahaan secara riil dalam ungkapan

Harmono (2013, p.50). Hubungan antara harga saham seharusnya (nilai intrinsik) atau

nilai perusahaan dengan return on asset (ROA) adalah positif, yaitu semakin banyak

hasil yang diperoleh dari asset, semakin besar harga saham atau nilai perusahaan.

Menurut Fakhruddin (2018) peningkatan laba merupakan salah satu faktor penting

bagi terciptanya keunggulan daya saing perusahaan secara berkelanjutan dan pada

akhirnya akan berdampak pada peningkatan harga saham. Peningkatan harga saham

merupakan wujud apresiasi investor terhadap kinerja perusahaan serta keyakinan akan

peningkatan kinerja ke depan yang tentunya memberikan nilai tambah bagi

perusahaan.

Dimensi-dimensi konsep profitabilitas dapat menjelaskan kinerja manajemen

perusahaan. Konsep profitabilitas ini dalam teori keuangan sering digunakan sebagai

indikator kinerja fundamental perusahaan mewakili kinerja manajemen. Umumnya


dimensi profitabilitas memiliki hubungan kausalitas terhadap nilai perusahaan dalam

Harmono (2003, p.110).

Sunarsih dan Mendra (2018) dalam jurnalnya menyatakan bahwa:

Pasar akan memberikan penilaian yang lebih tinggi kepada perusahaan yang
memiliki kinerja keuangan yang meningkat, kinerja keuangan yang meningkat
akan direspon positif oleh pasar sehingga meningkatkan nilai perusahaan.

Yuskar dan Dhia Novita (2019) dalam penelitiannya menemukan bahwa kinerja

keuangan yang di proksikan dengan ROE dan EPS berpengaruh positif terhadap nilai

perusahaan yang dihitung dengan Price to Book Value (PBV). Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa return on asset (ROA) dan earning per share (EPS) berpengaruh

terhadap nilai perusahaan. Hal ini menandakan bahwa tingkat pengembalian masih

menjadi suatu tolak ukur bagi investor untuk menilai suatu perusahaan apakah berada

dalam good performance atau tidak.

Sudibya dan Restuti (2017) dalam jurnalnya menyatakan bahwa semakin tinggi

kinerja keuangan yang biasanya dilihat dengan rasio keuangan, maka semakin tinggi

pula nilai perusahaan. Melalui rasio-rasio keuangan tersebut dapat dilihat tingkat

keberhasilan manajemen perusahaan mengelola aset dan modal yang dimilikinya

untuk memaksimalkan nilai perusahaan.

H3 : Kinerja Keuangan berpengaruh signifikan terhadap Nilai Perusahaan

4. Pengaruh modal intelektual terhadap nilai perusahaan dengan kinerja keuangan

sebagai variabel intervening

Pengaruh Langsung Modal Intelektual terhadap Nilai Perusahaan


Berdasarkan Resources Based Theory (RBT), sebuah perusahaan dipersepsikan

sebagai kumpulan aset maupun kemampuan berwujud dan tidak berwujud dalam Firer

dan Williams (2003). Teori ini menjelaskan bahwa nilai perusahaan yang baik

menunjukan kemampuan perusahaan dalam menggunakan aset berwujud maupun tidak

berwujud yang dimiliki oleh perusahaan atau intellectual ability secara efektif dan

efisien. Dalam teori stakeholder, pasar akan memberikan nilai yang lebih tinggi

terhadap perusahaan dengan penggunaan aset maksimal.

Menurut Tayyem dan Hamzah (2020) perusahaan yang mampu mengelola aset

perusahaan secara maksimal akan mampu menciptakan value added dan berpengaruh

terhadap peningkatan niai perusahaan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang

dilakukan Tan et. al. (2018), yang menunjukan bahwa intellectual capital berpengaruh

positif terhadap nilai perusahaan. Dengan demikian modal intelektual berpengaruh

positif secara langsung terhadap nilai perusahaan.

H2a : Modal Intelektual memiliki pengaruh langsung terhadap Nilai Perusahaan.

Pengaruh Tidak Langsung Modal Intelektual terhadap Nilai Perusahaan

Berdasarkan Resource Based Theory (RBT) terdapat asumsi dimana

perusahaan dapat bersaing secara konpetitif apabila perusahaanm tersebut dapat

mengelola dan menggunakan sumber daya yang sesuai dengan kemampuan yang

dimilikinya. Hal tersebut akan berjalan dengan baik apabila pemanfaatan sumber daya

yang dimiliki oleh perusahaan didukung oleh kemampuan intelektual perusahaan yang

baik pula. Ketika sumber daya dikelola secara efektif dan efisien maka dapat
mendorong peningkatan kinerja bagi perusahaan yang nantinya akan direspon positif

oleh stakeholder salah satunya investor.

Belkaoui (2003) berpendapat bahwa investasi perusahaan dalam intellectual

capital yang disajikan dalam laporan keuangan, dihasilkan dari peningkatan selisih

antara nilai pasar dan nilai buku. Jadi, jika misalnya pasarnya efisien, maka investor

akan memberikan nilai yang tinggi terhadap perusahaan yang memiliki intellectual

capital lebih besar. Selain itu, jika intellectual capital merupakan sumber daya yang

terukur untuk peningkatan competitive advantages, maka intellectual capital akan

memberikan kontribusi terhadap kinerja keuangan serta meningkatkan nilai

perusahaan. Dengan demikian, modal intelektual berpengaruh positif secara tidak

langsung terhadap nilai perusahaan.

H2b : Modal Intelektual tidak memiliki pengaruh langsung terhadap Nilai

Perusahaan.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Disain Penelitian

3.2 Populasi dan Sampling Penelitian

3.3 Variabel Penelitian dan Difinisi Operasional Variabel

3.4 Instrumen Penelitian

3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.6 Prosedur Pengumpulan Data

3.7 Teknik Analisis

Anda mungkin juga menyukai