Disusun Oleh:
Martina : Ugipa
Angkatan : 2016
Disusun Oleh:
KATA PENGANTAR…………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN
1.3.TUJUAN PENULISAN
1.4.MANFAATPENULISAN
2.1.KAJIAN TEORITI
2.2.KERANGKA BERPIKIR
2.3.METODOLOGI PENULISAN
BAB III.PEMBAHASAN
4.1.KESIMPULAN
4.2.SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Hak merupakan unsur normatif yang melakat pada diri setiap manusia sejak manusia
masih dalam kandungan sampai akhir kematiannya. Di dalamnya tidak jarang menimbulkan
gesekan – gesekan antar individu dalam upaya pemenuhan HAM pada diri sendiri. Hal inilah
yang kemudian bisa memunculkan pelanggaran HAM seseorang individu terhadap individu lain,
kelompok terhadap individu, ataupun sebaliknya.
Setelah reformasi tahun 1998, indonesia mengalami kemajuan dalam bidang penegakan
HAM bagi seluruh warganya. Istrumen- instrumen HAM pun didirkan sebagai upaya menunjang
komitmen penegakan HAM yang lebih optimal. Namun sering dengan kemajuan ini,
pelanggaran HAM kemudian juga sering terjadi di sekitar kita. Untuk itulah kami menyusun
makalah yang berjudul “ pelanggaran HAK Asasi Manusia di Indonesia”, untuk memberikan
informasi tentang apa itu pelanggaran HAM.
1.2 RumusanMasalah
Dalam penulisan makalah ini kami membuat beberapa rumusan masalah yang menjadi pokok
pembahasan. Rumusan masalah dapat membatasi pembahasan agar tidak melebar.Adapun
Rumusan masalah yang kami tetapkan adalah:
Metodologi penulisan merupakan tempat dan waktu untuk menunjukkan suatu insiden yang
terjadi,lebih khusus lagi pada pelanggaran HAM diberbagai daerah di tanah Papua. Berkaitan
dengan metodologi penulisan ini ditinjau menjadi pemngutan dalam pelanggaran HAM di tanah
Papua adalah Hal negative yang dilakukan oleh pihak /oknum tertentu, berdasarkan hal ini kasus
yang terjadi di tanah Papua adalah sebagaiberikut:
a. Kasus era 1960-1969
Peristiwa Manokwari (28 Juli 1965), perlawanan Ferry Awom dan Mandacan di
Manokwari yang menelan banyak korban di pihak rakyat sipil. Reaksi atas pelawanan yang
dilakukan oleh gerilyawan Tentara Nasional Indonesia melancarkan operasi militer dengan nama
operasi sadar dilakukan di dua daerah yakni Manakwari dan Sorong, operasi tersebut
menewaskan ratusan rakyat sipil dan dilakukan penangkapan masal kemudian dibebaskan setelah
PEPERA pada tahun 1970. Perlakuan kebiadaban lain, yakni anak perempuan umur 14 tahun
ditangkap jadikan budak seks. Kasus lain yakni Kamis, 3 Maret 1968, Kampung Wodu dibakar.
Semua rumah masyarakat dan harta benda, gedung gereja, dan gedung sekolah semua dibakar.
Hewan peliharaan ditembak dan dimusnahkan (ELSAM Papua, 2012).
Lokasi lain, di Paniai Raya saat itu yakni (Kab.Paniai, Kab. Dogiyai dan Kab. Deiyai) 1 Mei
1963, rakyat mengahancurkan lapangan pesawat terbang di Enarotali dan Waghete, pada operasi
tersebut menewaskan banyak rakyat sipil. Perempuan dijadikan budak seks bagi tentara, harta
kekayaan mereka pun dimusnahkannya.
Pada periode ini, pelanggaran HAM besar lainya, penyerahkan tanah adat tanpa
sepengetahuan pemilik atau penjaga tanah adat. Seperti PT.Freeport Indonesia.
b. Kasus 1969 sampai 1998.
Pada periode setelah Pepera, operasi militer lebih difokuskan untuk menghancurkan sisa-
sisa anggota OPM yang masih bergerilya di hutan-hutan. Orang Papua yang berada di perkotaan
maupun di pedesaan diawasi secara ketat dan harus mendapat ijin dari tentara jika ingin
berpergian. Korban yang pernah ditahan, dapat kembali ditahan tanpa alasan penahanan yang
jelas.
Daerah Sentani –Jayapura tentara di Batalyon 751 yang ditempatkan di Puay, Jayapura
pada 1972 menembak mati 10 penduduk setempat dan 10 warga lainnya dari Telaga Maya
(Sentani, Jayapura). Tentara lainnya kemudian menutupi korban dengan daun dan kayu.
Operasi Tumpas dilakukan 1971-1989 terhadap OPM di Biak Barat dan Biak Utara. Para
saksi melaporkan terjadinya penembakan dan pembunuhan, penyiksaan dan penganiayaan,
perkosaan, dan penculikan. Banyak rakyat sipil korban pembunuhan dan pula Perempuan juga
tidak lepas dari korban tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat militer.
Hasil penelitian Asian Human Rights Commission Human Rights and Peace for Papua
(ICP) (2013) menyebutkan pada tahun 1977–1978 di Pegunungan Tengah Papua Barat
mengalami penindasan yang luar biasa melalui operasi darat maupun udara. Operasi ini yakni
pembunuhan masal (Genosida) yang diabaikan menewaskan 4 juta jiwa lebih mulai dari anak
kecil sampai dewasa. Tidak terlepas dari perbudakan seks, membakar rumah, gereja dan
menghabiskan ternak peliharaan milik rakyat sipil.
Pada tahun 1980, operasi tentara menargetkan Tuan Thadeus Yogi, pada saat banyak
masyarakat di tembak, dipukul dan dipenajarakannya. Pada operasi tersebut rakyat ditahan
sampai dibunuh dengan cara diikat dengan tali digantungkan kemudian besi yang sudah
dipanaskan/dibakar di api sampai merah, lalu mereka masukan besi panas tersebut dari pantat
hingga keluar dimulut. Pembunuhan sadis ini dialami oleh rakyat diberbagai daerah Papua,
mereka diculik dianiaya sampai akhirnya tewas dengan sadis. Pembunuhan terhadap tokoh
antropolog Papua, Arnold Clemens Ap pada 26 April 1984, dia dibunuh kemudian dibuang di
lautan di Jayapura. Masi ada banyak kasus yang terjadi pada periode tahun ini.
Kaitainya dengan operasi militer, pada 1990- an pembunuhan, pembantaian dan korban terus
berjatuhan. Pada tahun 1994 TNI angkatan Darat menangkap 4 orang warga Timika yang
kemudian dinyatakan hilang.
Jadi, disimpulkan bahwa era 1960 an sampai 2000 Akibat penerapan operasi militer,
selama kurun waktu di bawah rejim orde baru, setidaknya telah 100 ribu lebih penduduk asli
Papua terbunuh. Sasaran pembunuhan tidak saja pada orang-orang yang dianggap sebagai tokoh
OPM, tetapi juga terhadap masyarakat Papua yang dianggap sebagai basis kekuatan OPM.
(ELSAM, 2006).
c. Kasus 1999 - 2013
Peristiwa yang terjadi Papua sejak tahun 1999 saat ini telah banyak memakan korban,
baik dari penduduk sipil yang tidak berdosa. Mulai dari Biak berdarah, Wasior berdarah,
Wamena Berdarah, AB berdarah, pebunuhan tokoh presidium Papua Theis H. Eluway,
Pembunuhan 2010, Tuan Kely Kwalik, Pembubaran Paksa KRP II di Jayapura menewaskan
rakyat sipil Papua, Pembunuhan 2012, Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB)
Mako Musa Tabuni, pembunuhan melalui serangan udara 2011 menewaskan tuan Salmon Yogi
dan masih banyak aktivis – aktivis dan rakyat sipil di Papua.
Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia lain yang terus terjadi adalah dilarangnya
kebebasan berekperesi di mimbar bebas. Seperti organ pergerakan (KNPB) yang selalu protes
pelanggaran HAM pada tahun 1969 terkait PEPERA catat hukum internasional ini terus
mengintimidasi sampai dipenjarakan. Lagi pula organ sosial yakni gerakan mahasiswa Papua
bersatu (GEMPAR) ditangkap sampai dipenjarahkan dengan mengenakan pasal palsu menurut
undang – undang yang berlakunya seperti (Longmarc).
Pada tanggal 26 November, 2013 rakyat sipil Papua di Jayapura dinyatakan hilang
belum diketemukan oleh pihak keluarga. Dalam era Otonomi Khusus Papua, penyerahan tanah
adat pun terus berlajut tanpa sepengetahuan penjaga tanah adat, seperti panganisasi (MIFE)
Merauke, Deforestrasi hutang – hutang dan Industrialisasi (Kelapa Sawit) di Papua.
2,5 Instrumen Nasional HAM
1. UUD 1945 : pembukaan UUD 1945, alinea 1-IV; pasal 28A sampai dengan 28 J; Pasal 27
sampai dengan 34
2. UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
3. UU No. 36 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
4. UU No. 32 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
5. UU No. 7 Tahun 1986 tentang Rativikasi Konvensi PBB tentang penghapusan segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan
6. UU No. 8 tahun 1998 tentang pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau
penghukuman lain yang kejam, tidak Manusiawi atau merendahkan Martabat Manusia
7. UU No. 1 Tahun 2000 tentang pengesahan Konvensi ILO nomor 182 mengenaii pelanggaran
dan Tindakan segala Pengahapusan Bentuk – Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak
8. UU No 11 Tahun 2005 tentang pengesahan Kovenan Internasional hak – hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya.
9. UU No. 12 Tahun 2005 tentang Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.
3. 6 . Upaya mengatasi pelanggaran hak asasi manusia
Melihat pelanggaran HAM di Papua terus berlanjut maka upaya mengatasi perlu ada
keterlibatan Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan
di Papua karena (One Man One Vote) masih cacat hukum internasional.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
HAM adalah hak- hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sesuai dengan kiprahnya.
Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita
ingat bahwa Jangan pernah menindas HAM orang lain. Dalam kehidupan bernegara HAM diatur
dan dilindungi oleh perundang – undangan baik nasional maupun undang – undang hak asasi
manusia di Internasional melalui PBB, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang
dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu negara akan digugat
kembali oleh pihak korban. Semua pelanggaran HAM yang telaah terjadi maupun terus terjadi
di Papua merupakan akibat dari pembatasan hak menentukan nasip sendiri bagi rakyat Papua.
Bahan Bacaaan.
Buku Laporan, 2009-2010, “Stop Sudah “Kesaksian Perempuan Papua Korban Kekerasan & Pelanggaran
HAM, 1963-2009.
ELSAM, (2006). Catatan Hak Asasi Manusia Papua, Briefing Paper.
ELSAM, (2013). Masa Lalu yang Tak Berlalu: Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Tanah Papua Sebelum
dan Sesudah Reformasi. International Center for Transitional Justice. Papua.
ICP, (2013). Genosida Yang Diabaikan Pelanggaran HAM di Pegunungan Tengah, Papua, 1977–1978,
Asian.
Kontras, (2010). Kajian HAM Kontras Terhadap Definisi Penyiksaan di Papua. Study Kasus Video
Penyiksaan Youtube.
Catatan : sudah presentasikan di Hari HAM Sedunia 2013 bersama Aliansi Mahasiswa Papua Bogor