Anda di halaman 1dari 38

RANGKUMAN PENGANTAR FARMAKOLOGI

ILMU DASAR KEPERAWATAN 2

Dosen Pengampu:

Ns. Dini Rudini S.Kep.,M.Kep

Di Susun Oleh:

Nadila Trifani

G1B120042

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

TAHUN AJARAN 2021


FARMAKOLOGI

Sejarah Obat

Zaman Purba

 daun/akar tanaman→dicoba (empiris) →pengalaman →turun-temurun (tradisional).

Racun untuk obat

 strichnin & kurare (racun panah suku indian & afrika) →relaksan otot.
 Nitrogen mustard (gas racun PD I) →sitostatika/anti kanker.

Obat nabati

Yg digunakan : rebusan/ekstrak →khasiat berbeda (asal tanaman, waktu panen, cara


pembuatannya →kurang memuaskan Isolasi zat aktif dalam tanaman

mis : morfin dari Papaver somniferum.

digoksin dari Digitalis lanata.

vinkristin & vinblastin dari Vinea rosea.

Obat kimia sintetis (awal abad XX)

1. aspirin

2. sulfanilamid (1935)

3. penisillin (1940)

setelah tahun 1945 ilmu kimia, fisika, & farmasi/kedokteran berkembang


pesat→±500 obat baru/th →perubahan di bidang farmakoterapi.

farmakon (obat) ; logos (ilmu) Adl ilmu yg mempelajari interaksi antara obat dengan
system biologik (MH/organisme). perkembangan jaman → cabang - cabang ilmu tersendiri
yg slg mendukung

FARMAKOGNOSI

 pengetahuan & pengenalan obat yg berasal dari tanaman (mineral & hewan) & zat
aktifnya.
BIOFARMASI

meneliti pengaruh formulasi obat terhadap efek terapetiknya

FARMAKOKINETIK

 mempelajari proses biologic yg dialami oleh obat /nasib obat pd manusia sehat /
pasien (MH / organisme mempengaruhi obat) nasib obat dalam tubuh : A D M E

FARMAKODINAMIK

 mempelajari efek yang terjadi pd manusia / respon yg terjadi terhadap pemberian obat
(obat mempengaruhi organisme)

TOKSIKOLOGI

 pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh (termasuk farmakodinamik
karena efek terapetik berhubungan dg efek toksik)

FARMAKOTERAPI

 mempelajari penggunaan obat untuk pencegahan dan pengobatan penyakit/gejalanya.


Penggolongan obat

Obat Bebas (OB)

- obat dijual bebas di pasaran

- dapat dibeli tanpa resep dokter

- pada kemasan & etiket OB ditandai dengan lingkaran hijau bergaris tepi
hitam.

- con: parasetamol tab/sir, contrexyn tab, adelisyn drop, dll.

Obat Bebas Terbatas (OBT)

- obat yg sebenarnya termasuk dalam obat keras daftar “W” (“Waarschuwing” = peringatan).
- diperuntukkan bagi jenis penyakit yg pengobatannya dianggap telah dapat ditetapkan
sendiri oleh rakyat & tidak begitu membahayakan (bila mengikuti aturan pakainya), dijual
dipasaran/dibeli tanpa resep dokter, harus diserahkan dalam bungkusan aslinya (mencegah
pemalsuan/penukaran), dg tanda peringatan.

- pada kemasan OBT tertera lingkaran biru bergaris tepi hitam.

- con : intunal F, CTM, Neozep F, dll.

III. Obat Keras & Psikotropika

Obat Keras (Daftar G = “Gevaarlijk”)

Obat yg hanya boleh dibeli di apotek dg resep dokter

Dapat diulang tanpa resep baru jika prescriber mencantumkan “iter” pada resep asli.

Pada kemasan obat keras tertera huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi
hitam.

Con : antibiotika, hormon, obat suntik (semua).

Psikotropika (UU RI no.5 th. 1997)

Adalah zat/obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yg berkhasiat


psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yg menyebabkan perubahan
khas pada aktivitas mental & perilaku.

Cont. psikotropika :

Gol. I (26 zat), a.l. : Lisergida (LSD)

Gol. II (14 zat), a.l. : Amfetamin (Benzedrine)

Gol.III (9 zat), a.l. : Flunitrazepam (Rohypnol)

Gol. IV (60 zat), a.l. : Alprazolam (Xanax), Bromazepam


(Lexotan), Diazepam (Valisanbe, Valium), Fenobarbital (Luminal),
Klobazam (Frisium), dll.
IV. Narkotika (UU RI no.22 th.1997)

Adalah zat/obat yg berasal dari tanaman/bukan tanaman baik sintetis maupun semi
sintetis yg dapat menyebabkan penurunan/perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri & menimbulkan ketergantungan.

Cont narkotika :

Gol. I (26 bahan), a.l. : Papaver Somniferum L., kokain, heroin.

Gol. II (87 zat/sediaan), a.l. : metadon, morfina, petidina.

Gol. III (14 zat/sediaan), a.l. : etilmorfin, kodein.

Farmaceutical Availability (FA)

Kecepatan melarut (dissolution rate) & jumlah obat yg melarut secara in vitro yg
dibebaskan oleh obat dari tempat pemberiannya & tersedia untuk diabsorpsi.

Untuk obat yg tahan asam lambung, urutan kecepatan melarut dari berbagai bentuk sediaan
obat secara menurun, dg urutan sbb :

larutan, suspensi, serbuk, kapsul, tablet film coated, dragee, tablet enteric coated,
tablet kerja panjang (retard, sustained released, zero order control/ZOC.

B. Bioavailabilitas (BA)

Persentase obat yg secara utuh diabsorpsi tubuh dari suatu dosis tertentu yg diberikan
& tersedia, untuk melakukan efek terapetiknya.

FARMAKOKINETIK

MH mempengaruhi obat Proses yg dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi,
metabolisme, ekskresi.

Eliminasi : metabolisme & ekskresi.


1.a. ABSORBSI

proses penyerapan obat dari tempat pemberian ke sirkulasi darah sistemik.

Cara absorpsi obat/ mekanisme transport :


1. difusi pasif / sederhana/ non ionic

ciri – ciri :

1. arah transport searah dg perbedaan kadar / gradient kadar

C1 > C2

C1 = C2 = transport berhenti

yg dapat menembus membran obat bebas Zat lipofil lebih mudah larut daripada zat hidrofil.

C1 & C2 = kadar obat yg dapat menembus membrane

a). keadaan setimbang tercapai jika kadar obat yg dapat menembus membrane di ke-2 sisi
membrane sama.

2. b). Kecepatan transport tergantung konsentrasi obat.

3. kecepatan penetrasi / difusi untuk elektrolit lemah dipengaruhi oleh pH lingkungan.

HA→H(+) + A(-) HA : elektrolit lemah

α<1 α : derajat ionisasi

4. kecepatan penetrasi / difusi dipengaruhi :

luas permukaan tempat difusi ( Φ ) = A

tebal membran (h)

koefisien partisi dari senyawa (kp) =


kelarutan obat dalam lemak : kelarutan obat dalam air

perbedaan kadar (C1 – C2)

koefisien difusi (D)

kecepatan penetrasi = D x kp x A x (C1 – C2)

2. Transport Aktif

a. melawan gradient kadar

b. membutuhkan energi

c. membutuhkan protein carier di membran sel untuk mengangkut zat hidrofil.

d. Setelah melewati membran, obat dilepas kembali

e. bersifat spesifik (jk ada senyawa serupa dg molekul terjadi kompetisi)

f. berjalan searah

walaupun C1<C2, jalannya tetap dari C1 ke C2 krn ada C (carier).

g. Kecepatan transport tidak tergantung konsentrasi obat.

Contoh : glukosa, as. Amino, as. Lemak, vit. B1, B2, & B12.

3. Difusi Terfasilitasi

a. hampir sama dg transport aktif

b. perlu carier

c. arahnya searah

d. sifat spesifik

e. perlu energi

f. tidak melawan gradient


4. Transport konvektif (transport yg mengikuti aliran medium)

a. mirip difusi pasif,molekul obat melalui pori – pori kecil (mis : dinding kapiler) mengikuti
aliran membran

b. dipengaruhi oleh :

besarnya molekul

kecepatan aliran medium

muatan (ion bermuatan berlawanan dg di dinding pori dapat melewatinya & mengikuti
aliran).

Con : air & zat hidrofil dg BM < 200 (alkohol).

5. Transport pasangan ion

obat (+) R (-) → {obat} (+) {R} (-) → Netral difusi pasif.

pembentukan pasangan ion dapat terjadi antara obat dg komponen membran (pori)→
transport konvektif

6. Pinositosis / fagositosis

~ senyawa yg larut dalam lipid dapat menembus membran dg baik→ engulting (ditelan)

~ vaksin polio aktif p.o ,melalui fagositosis.


1.b. DISTRIBUSI

Adalah penyebaran obat secara merata ke seluruh jaringan tubuh melalui peredaran
darah menuju ke tempat kerjanya dalam sel (CIS).

Proses distribusi dipengaruhi oleh faktor :

Sifat fisika kimiawi

- makin lipofil, makin mudah menembus membran sel shg cepat terdistribusi
ke CIS.

- hati-hati pd wanita hamil trimester 2 & 3 karena potensial menembus


plasenta.

- obat lipofob terdistribusi hanya pd CES.

- con. Obat lipofil : sulfonamid, levodopa (dapat menembus CCS),


streptomisin.

1.c. METABOLISME / BIOTRANSFORMASI

adl proses perubahan struktur kimia obat yg terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh
enzim.pada dasarnya obat merupakan senyawa asing tidak diinginkan tubuh ,tubuh berusaha
merombak senyawa tsb menjadi metabolit yg lebih hidrofil agar mudah diekskresikan melalui
ginjal. Obat →p.o. & rektal (sebagian) →diabsorpsi dari usus →sistem pembuluh porta (vena
portae) →hati →biotransformasi →peredaran umum →jantung →seluruh tubuh →BA turun.
obat →sublingual, intrapulmonal, transkutan, parenteral/injeksi, & rektal (sebagian) →
peredaran umum →jantung →seluruh tubuh →penurunan BA tidak signifikan karena obat
tidak mengalami biotransformasi di hepar.

Jalur reaksi biotransformasi

Reaksi fase I / perombakan

- reaksi oksidasi dg enzim oksidatif cytokrom P450 di hati.

- reaksi reduksi.

- reaksi hidrolisa
- metabolit menjadi lebih polar/hidrofil, in aktif, aktif, kurang aktif.

Reaksi fase II / penggabungan / konjugasi

- konjugasi molekul obat / metabolit fase I dg molekul endogen.

- reaksi asetilasi dg asam asetat

- reaksi sulfatasi dg asam sulfat

- reaksi glukuronidasi dg asam glukuronat

- metilasi dg gugus metil asam amino / metionin

- metabolit lebih polar / hidrofil, in aktif (kecuali pro drug).

Faktor yg mempengaruhi kecepatan biotransformasi

 Konsentrasi obat

Kecepatan biotransformasi bertambah bila konsentrasi obat meningkat.

2. Fungsi hati

Gangguan fungsi hati, biotransformasi dapat menjadi lebih cepat / lebih lambat sehingga efek
obat lebih lemah / lebih kuat dari yg diharapkan.

3. Usia

-Bayi baru lahir (neonati), semua enzim hati belum terbentuk sempurna → biotransformasi
lebih lambat (terutama pembentukan glukuronida).

adapula obat yg metabolismenya > cepat pada anak daripada orang dewasa, shg dosisnya
dinaikkan seperlunya berdasarkan ukuran kadar plasma.

cont: fenitoin (antiepileptic), fenobarbital,karbamazepin, valproat, etosuksimid.

lansia / geriatric
kemunduran pada banyak proses fisiologi (fungsi ginjal, filtrasi glomeruli, jumlah
total air tubuh & albumin serum <<<, enzim hepatic <<<) shg menyebabkan terhambatnya
biotransformasi shg berefek kumulasi & keracunan.

cont: digoxin, propranolol, fenilbutazon , kecuali fenitoin yg dimetabolisme lebih


cepat shg efeknya singkat.

4. variasi genetic

1. asetilasi (fs. II , reaksi pembentukan amida)

- INH - prokainamid

- sulfonamide - dapson

2. oksidasi (hidroxilasi) (fs. I)

- debrisoquin / debrisokina

asetilator : - cepat : orang kulit putih (Eskimo, jepang)

- lambat : orang kulit hitam

cont :

pemberian INH / isoniazid

toksisitas obat / INH pada fenotipe asetilator :

INH → neuropati perifer → asetilator lambat

INH → kerusakan hepar → asetilator cepat

5. Penggunaan obat lain


-Induksi enzim : bila obat lipofil menstimulir pembentukan & aktifitas enzim
hati/mikrosomal, maka biotransformasi & ekskresi obat lainnya dipercepat shg durasi &
efeknya dipersingkat.

-Con : interaksi induktor (rifampisin, griseofulvin, terbinavin, fenobarbital, fenitoin,


karbamazepin, pirimidon) vs pil anti hamil. Terjadi kegagalan pil KB shg kadar estrogen
harian ditingkatkan >±50 mikrogram.

-Inhibisi enzim : obat yg dapat menghambat / menginaktifkan kerja enzim hati.

con. Inhibitor : simetidin, clotrimazol, mikonazol, ketokonazol, ekonazol, alkohol,


eritromisin, jus grape fruit, flavonoid (dalam the, bawang putih, sayur, apel, anggur merah).

1.d. EKSKRESI

Adalah pengeluaran obat dari dalam tubuh dalam bentuk aktif / metabolit.

Organ terpenting : ginjal, gangguan fungsi ginjal mk dosis dikurangi atau interval / waktu
minum obat diperpanjang.

ada beberapa cara lain :

 kulit , bersama keringat

ex: paraldehid, bromida

2.paru – paru, melalui pernapasan

ex : alkohol, paraldehid, anastetika (kloroform, halotan, siklopropan)

3.empedu

-obat dikeluarkan aktif oleh hati & empedu (fenolftalein = pencahar)

- siklus entero hepatic : obat tiba di usus & empedu →absorpsi→ eksistensi obat panjang →
durasi lama →induksi enzim → metabolit polar → ekskresi.

Lanj…

3. empedu

-obat dikeluarkan aktif oleh hati & empedu (fenolftalein = pencahar)


- siklus entero hepatic : obat tiba di usus & empedu →absorpsi→ eksistensi obat panjang →
durasi lama →induksi enzim → metabolit polar → ekskresi.

4.ASI : penting untuk bayi → keracunan

cont : alkohol, obat tidur, nikotin/rokok, alkaloid lain (pH ASI < 6,7 lebih rendah pH darah
7,4).

obat-obat dalam jumlah besar diekskresi melalui ASI

cont : penisilin (sensitisasi), kloramfenikol, INH, ergotamine,antikoagulan, antitiroid,


karena system enzim neonatus belum sempurna.

5. usus : diresorpsi usus keluar dg tinja

cont: sulfasuksidin, neomisin, sediaan Fe

3. empedu

-obat dikeluarkan aktif oleh hati & empedu (fenolftalein = pencahar)

- siklus entero hepatic : obat tiba di usus & empedu →absorpsi→ eksistensi obat
panjang → durasi lama →induksi enzim → metabolit polar → ekskresi.

4. ASI : penting untuk bayi → keracunan

cont : alkohol, obat tidur, nikotin/rokok, alkaloid lain

(pH ASI < 6,7 lebih rendah pH darah 7,4).

obat-obat dalam jumlah besar diekskresi melalui ASI

cont : penisilin (sensitisasi), kloramfenikol, INH, ergotamine,antikoagulan, antitiroid,


karena system enzim neonatus belum sempurna.

5. usus : diresorpsi usus keluar dg tinja

cont: sulfasuksidin, neomisin, sediaan Fe


 mekanisme ekskresi pada ginjal :

1.filtrasi glomeruli (pasif)

obat & metabolit larut dalam plasma melintasi dinding glomeruli secara pasif dengan
ultrafiltrat.

2. transport aktif

 tubuli mensekresi zat aktif tertentu (ion asam organis : penicillin, vitamin C, asam
salisilat, probenesid). sekresi dibantu enzim pengangkut → kompetisi

 ex : penisilin dg probenesid (obat encok) berkompetisi (enzim pengangkutnya) →


ekskresi antibiotic lambat → efek antibiotic lama/panjang.

1.e. konsentrasi Plasma

 Untuk menilai obat (baru) secara klinis, ditetapkan dosis & skema penakaran tepat,
perlu keterangan farmakokinetik, khususnya : kadar obat di tempat kerja (target site)
& dalam darah, perubahan kadar tersebut dalam waktu tertentu.

 Besarnya efek obat tergantung pd konsentrasinya di tempat kerja yg berhubungan erat


dg konsentrasi plasma.

 Konsentrasi obat dalam plasma, nilainya lebih kurang sama dg konsentrasi dalam
darah, dapat diukur dg alat modern dg keseksamaan 0,001 mg.

 Kurva konsentrasi – waktu, berguna pd pemberian obat yg dosis terapinya


sempit/dosis terapi dekat dg dosis toksis (ex : digoksin), pd fungsi ginjal / hati
terganggu shg eliminasi obat diperlambat, pd kasus keracunan (ex : barbital, salisilat).

1.f. Waktu Paruh = Plasma Half Life = t½ (eliminasi)

 Adalah waktu yg dibutuhkan untuk mengubah jumlah obat dalam tubuh menjadi
separuhnya selama eliminasi (metabolisme & ekskresi).

 Kecepatan eliminasi obat & plasma t½ tergantung pd kecepatan biotransformasi &


ekskresi.

 Fungsi organ eliminasi penting, karena pd kerusakan hati / ginjal t½ dapat meningkat
20 kali.
 Cara pemberian obat menentukan nilai t½ .

 Plasma Half Life = t½ (eliminasi) merupakan ukuran lamanya efek obat, maka t½
bersama kurva konsentrasi-waktu sebagai dasar untuk menentukan regimen dosis obat
& frekuensi pemberian obat yg rasional (berapa kali sehari sekian mg).

 Obat dg t½ panjang (>24 jam), pemberiannya 1 dd (digoksin).

 Obat dg t½ pendek & cepat dimetabolisme, regimennya 3 – 6 dd (oksitosin infus tetes


kontinu).

II. FARMAKODINAMIKA

 mempelajari efek yg terjadi pada manusia/respon yg terjadi terhadap pemberian obat


(obat mempengaruhi organisme).

 ex : parasetamol → analgetik/antipiretik

 Efek obat timbul karena interaksi antara molekul obat dg reseptor pd sel organisme.

 Hasil interaksi : perubahan biokimia & fisiologi pd jaringan, organ / sistem


organisme.

 Obat pd umumnya memodifikasi fungsi tubuh yg sudah ada, mis : stimulasi / depresi.

 Obat tidak membuat fungsi / efek baru.

 Interaksi obat-reseptor →hipotesis : gembok & anak kunci.

mekanisme kerja obat

1. secara fisis

 ex : diuretic osmosis (manitol & sorbitol) & laksansia osmotik (Mg & Na-sulfat).

 Mekanisme kerja laksansia osmotik : diabsorpsi sangat lambat oleh usus → proses
osmosis → menarik air disekitarnya → volume isi usus >> besar → rangsangan
mekanis pada dinding usus → peristaltik >> → feses keluar

2. secara kimiawi
 ex : antasida lambung (Na-bikarbonat, Al & Mg-hidroksida) mengikat kelebihan asam
lambung melalui reaksi netralisasi kimiawi.

 zat-zat khelasi (chelator), mengikat ion-ion logam berat (Cu, Hg, Pb, Zn) pada
molekulnya dg ikatan kimiawi khusus → membentuk kompleks shg tidak toksik
&mudah diekskresi. mis : EDTA (Na-edetat) & penisilamin

3.mengganggu proses metabolisme

 ex : probenesid (obat encok) menyaingi penisilin dan derivatnya pada sekresi tubular
→ ekskresi penisilin lambat → efek diperpanjang.

 Antibiotik mengganggu pembentukan dinding sel, sintesa protein / metabolisme


DNA/RNA bakteri.

4. kompetisi

 untuk reseptor spesifik & enzim

RESEPTOR

 Adalah molekul (protein) di permukaan / di dalam sitoplasma sel yg mengenal &


mengikat molekul spesifik, menghasilkan efek khusus pada sel.

 Hubungan dosis & respon

- Obat + Reseptor ↔OR→efek

- ikatan obat dg reseptor →ikatn ion, hidrogen, hidrofobik, van der Walls,
kovalen, atau campuran →reversibel.

- semakin besar dosis obat →semakin besar efeknya pada tubuh.

- efek maksimal (bahkan stagnan) bila semua reseptor sudah diduduki oleh
molekul obat.

AGONIS

 Suatu obat yg efeknya menyerupai senyawa endogen.


 Obat yg bisa “pas” menduduki reseptor & mengaktifkan reseptor tsb shg
menghasilkan efek farmakologis.

 Ex : salbutamol →agonis β2

petidin →agonis opioid

dopamin →agonis dopamine

ANTAGONIS

 Obat yg struktur kimianya mirip dg suatu hormon, yg mampu menduduki sebuah


reseptor yg sama tapi tidak mampu mengaktifkan reseptor tsb shg tidak menimbulkan
efek farmakologis & menghalangi ikatan reseptor dg agonisnya secara kompetitif shg
kerja agonis terhambat.

 Con :

 Beta-blockers (propranolol, metoprolol) →menghambat reseptor beta pd saraf


simpatik/adrenergik.

 antihistaminika →memblokir reseptor H1

 Simetidin/ranitidin(H2-antagonis) →memblokir reseptor H2 (di lambung).

 Allopurinol (enzim blockers) →merebut tempat xantin di enzim xantinoksidase shg


sintesa xantin/asam urat dihambat.

EFEK TERAPEUTIS

1. Terapi Kausal : penyebab penyakit ditiadakan (pemusnahan kuman, virus, parasit). Ex


: antibiotika, fungisida, dll.

2. Terapi Simptomatis : gejala penyakit diobati & diringankan, penyebab yg lebih


mendalam tidak dipengaruhi (mis : kerusakan organ / saraf). Ex : analgetika,
antihipertensi.

3. Terapi Substitusi : obat menggantikan zat lazim yg dibuaut oleh organ tubuh yg sakit.
Ex : insulin (DM), karena produksi insulin oleh sel β pd pankreas berkurang.

 Efek terapeutis obat tergantung faktor :


1. Cara & bentuk pemberian obat

2. Sifat fisiko kimiawi (A,D,M,E)

3. Kondisi fisiologi pasien (fungsi hati, ginjal, usus, peredaran darah)

Faktor individual (ras, kelamin, luas permukaan tubuh).

PLASEBO

 Pengobatan dg sugesti/kepercayaan terhadap tenaga kesehatan & obat yg diberikan.

 Obat plasebo tidak mempunyai kegiatan farmakologis, hanya untuk


menyenangkan/menenangkan pasien yg menurut diagnosa dokter tidak ada kelainan
organis atau untuk menguatkan moral pasien yg tidak dapat disembuhkan lagi.

 Zat in aktif dalam plasebo : laktosa + kinin + pewarna.

 Efek nyata plasebo pd obat tidur, analgetik, obat asma, obat kuat.

PERMASALAHANOBAT
(EFEK OBAT YG TAK DIINGINKAN = ADVERSE DRUG REACTION)

Reaksi obat yg tidak diinginkan

 setiap efek yg tidak dikehendaki yg merugikan / membahayakan pasien (adverse


reaction) dari suatu pengobatan.

Istilah penting yg perlu diketahui :

1.Efek Samping

 efek suatu obat yg tidak diinginkan untuk tujuan terapi dg dosis yg dianjurkan. obat
yg ideal adalah yg bekerja cepat, selektif, untuk tempat tertentu & hanya berkhasiat
terhadap penyakit tertentu tanpa aktivitas lain. pada suatu saat ES dapat sebagai efek
utama.

 Con :

a. Asetosal, ES : mengencerkan darah (merintangi penggumpalan trombosit), bermanfaat


untuk prevensi sekunder infark otak / jantung.
b. Promethazin (antihistamin), ES : efek sedatif, dikembangkan sbg psikofarmaka gol.
Klorpromazin.

2. Efek Tambahan / Sekunder

 efek tidak langsung akibat efek utama obat. cont : penggunaan antibitika (A.B)
spectrum luas / fungistatik mengganggu bakteri usus yg memproduksi vitamin, tjd
defisiensi vitamin, diberi vit. B komplek.

3. Idiosinkrasi

 efek abnormal dari obat terhadap seseorang, disebabkan kelainan faktor genetik pada
pasien yg bersangkutan. ex : pengobatan malaria dg primaquin / pentaquin (pada
orang kulit hitam afrika) menyebabkan anemia hemolitik.

4. ALERGI

 Reaksi khusus antara antigen dari obat dg antibodi tubuh.

 Umumnya timbul pada dosis sangat kecil & tidak dapat dikurangi dg menurunkan
dosis.

 Contoh zat alergen : penisillin topikal, makromolekul (protein asing), heparin, vaksin,
anestesi lokal (prokain), obat dg struktur kimia sama dapat terjadi alergi silang, mis :
derv. Penisilin & derv. Sefalosporin.

 Gejala alergi : urtikaria & rash (kulit),

hebat : -demam, serangan asma, shock anafilaktik.

-steven johnsonsyndrome (erythema bernanah ganas,demam,


fotosensibilisasi, mortalitas tinggi).

-anemia aplastis (kloramfenikol).

5. Fotosensitisasi

 sangat peka terhadap cahaya akibat penggunaan obat secara local / p.o.

 ex : tetrasiklin & derivatnya (p.o.)

6. Efek toksik
 bila obat digunakan dalam dosis yg tinggi menunjukkan gejala toksik. bila dosis
dikurangi, efek toksik berkurang. (pembahasan toksikologi)

7. Efek teratogen

 efek obat pada dosis terapetik untuk ibu dapat mengakibatkan cacat pada janin.

 Con : talidomid →focomelia

tetrasiklin →mengganggu pertumbuhan tulang & gigi.

8. Toleransi

 peristiwa dimana dosis obat harus dinaikkan terus-menerus untuk mencapai efek yg
sama.

a). toleransi bawaan (primer), terdapat pada sebagian orang / binatang

b). toleransi sekunder / perolehan = habituasi = kebiasaan

habituasi (menurut WHO) : suatu gejala ketergantungan psikologik terhadap suatu obat dg
ciri-ciri :

 keinginan untuk selalu menggunakan obat

 tak ada / sedikit kecenderungan untuk menaikkan dosis

 menimbulkan beberapa ketergantungan psikis

 sesuatu efek yg merugikan (individu)

 bila dihentikan gangguan emosi

ex : merokok (nikotin)

c). toleransi silang

 timbul karena obat-obat mempunyai struktur kimia serupa / derivatnya.

ex : fenobarbital & butobarbital

9. Adiksi
 pemberian obat yg menyebabkan toleransi,jika dihentikan mendadak menimbulkan
sindrom gejala putus obat (withdrawal syndrome)

 menurut WHO

ketergantungan rohaniah & jasmaniah terhadap suatu obat,

ciri-ciri :

 adanya dorongan untuk selalu menggunakan obat tsb

 adanya kecenderungan kenaikan dosis

 timbul ketergantungan rohaniah & diikuti ketergantungan badaniah

 menimbulkan kerugian terhadap masyarakat / individu sendiri

 penghentian penggunaan obat tsb menimbulkan efek hebat secara jasmani & rohani
(abstinensi)

ex : abuse narkotika (morfin, kokain, ganja)

10. Tachifilaksis

 peristiwa berkurangnya respon terhadap aksi obat pada pengulangan dalam dosis yg
sama. Respon mula-mula tidak dapat diperoleh meskipun dosisnya diperbesar.

 ex : efdrin (TM) untuk glaucoma

11. Kumulasi

 fenomena pengumpulan obat dalam badan sebagai hasil pengulangan penggunaan


obat & diabsorpsi lebih cepat dibanding ekskresinya. adanya akumulasi obat , pada
pengulangan dg dosis terapi dapat terjadi efek toksik.

 ketr : no. 4,8,9,10,11efek-efek yg tidak dikehendaki pada pengulangan / perpanjangan


penggunaan obat

12. resistensi bakteri

 suatu keadaan dimana kemoterapetik untuk penyakit infeksi kuman tidak bekerja lagi
terhadap kuman tertentu yg memiliki daya tahan kuat & resisten thd obat tsb.
13. kombinasi obat

 penggunaan 2 obat / > sbg campuran / bersama-sama pada waktu bersamaan dapat
menimbulkan efek sbb :

13.1. Antagonisme

 Efek obat I dikurangi/ditiadakan oleh obat II khasiat farmakologinya berlawanan. Ex :


adrenalin vs histamin.

 Adrenalin :- sbg bronkodilator pd asma

- untuk terapi shock (memperkuat kerj jantung & melawan hipotensi).

 Histamin :- kontraksi otot polos bronchi

- vasodilatasi semua pembuluh shg TD turun.

13.1.a. Antagonisme kompetitif reversibel

Persaingan reversibel antara 2 obat untuk menduduki reseptor yg sama.

Ex : morfin, metadon vs nalokson, nalorfin pd reseptor opioid.

13.2.b. Antagonisme kompetitif ireversibel

Persaingan ireversibel antara beberapa logam berat (Cu, Hg, Pb, Zn) pada molekul
obat yg sama.

Ex : zat chelasi (penisilamin / dimetilsistein) berikatan dg logam berat pd keracunan


logam berat.

13.3.Sinergisme

 Kerja sama antara 2 obat yg menghasilkan efek sbb :

13.3.a. adisi (sumasi / penambahan)

 ex : asetosal & parasetamol ; trisulfa (sulfadiazine, sulfamerazin, sulfametazin)

 campuran obat / obat yg diberikan bersama menimbulkan efek yg merupakan jumlah


dari efek @ obat secara terpisah pada px.
13.3.b. Potensiasi (peningkatan potensi)

 Kombinasi ke-2 obat saling memperkuat shg menghasilkan efek yg melebihi jumlah
obat a + obat b.

 Ex : - estrogen + progesteron (kombinasi dg efek sama).

- kotrimoksazol (sulfametoksazol & trimetoprim)

- tiamin/piridoksin dg NSAIDs (kombinasi dg efek beda).

14. Interaksi obat

 Pemberian ≥2 obat pd pasien menimbulkan interaksi obat dalam tubuhnya.

 Efek @ obat saling mengganggu &/ timbul ES yg tidak diinginkan.

 Cara – cara interaksi obat

14.1. interaksi kimiawi

 Obat berinteraksi dg obat lain secara kimiawi.

 Ex : - fenitoin vs Ca²+.

- tetrasiklin vs logam valensi dua (Ca²+, Mg²+, Al²+, Fe²+).

14.2. kompetisi dg protein plasma

 Ex : analgetik (salisilat, fenilbutazon, indometasin) dapat mendesak ikatan warfarin


dg protein plasma →perdarahan.

14.3. Inhibisi enzim

 Bila obat (A) mengganggu / menghambat fungsi hati/enzim hati, shg eliminasi obat
(B) diperlambat akibatnya efek obat B meningkat / toksik.

 Obat (A) memacu pembentukan enzim hati sehingga mempercepat eliminasi obat (B)
& menyebabkan efek obat (B) berkurang.

 Mempengaruhi farmakokinetika obat.

A. Absorpsi
-obat diikat/diadsorpsi oleh makanan shg absorpsinya di usus akibatnya
efeknya .

-ex :

1. makanan kaya serat vs levastatin (penghambat kolesterolsintetase).

2. sayuran kaya vit. K (bayam, brokoli) vs antikoagulansia, maka vit.K


menurunkan efek antikoagulansia.

3. tetrasiklin vs susu/makanan banyak mengandung Ca terjadi ikatan


khelat shg absorpsi tetrasiklin turun.

B. Biotransformasi

 Makanan menghalangi biotransformasi obat shg kadar obat dalam plasma meningkat,
mengakibatkan efek toksik.

 Ex.1: antidepresiva MAO inhibitors (fenelzin, moclobemida) vs makanan banyak


mengandung amin / tiramin (keju, avokad, anggur, bir, produk ragi, hati ayam,
coklat), menyebabkan senyawa amin dalam makanan tidak bisa diuraikan lagi oleh
monoaminoksidase karena sudah dihambat oleh MAO inhibitors shg kadar amin
dalam plasma meningkat & akibatnya terjadi hipertensi hebat.

 Ex.2. : antagonis Ca (amlodipin, nifedipin) vs grapefruit juice, minuman tsb


menghambat enzim sitokrom P450 pd dinding usus shg BA antagonis Ca meningkat
& menyebabkan hipotensi hebat, takikardi, dll.

C. Ekskresi

 Makanan kaya protein (daging, telur, ikan), roti, cake dapat menurunkan pH urin (urin
menjadi asam) shg mengurangi reabsorpsi tubular obat basa lemah (mis : morfin) yg
mengakibatkan ekskresinya diperpanjang.

 Obat-obat yg meningkatkan kebutuhan terhadap vitamin tertentu :

1.pil KB, INH, penisilamin, hidralazin →meningkatkan kebutuhan


piridoksin / vit. B6.

2.salisilat & tetrasiklin →menaikkan kebutuhan vit. C


3.parafin (laxadin) →menurunkan absorpsi vit. Larut lemak shg
kebutuhannnya meningkat.

15. Kontra Indikasi

 Kondisi patologis dimana obat tidak boleh digunakan.

ex : gangguan fungsi hati (parasetamol, ketokonazol).

gangguan fungsi ginjal (gentamisin).

16. inkompatibilitas farmakologis

 terjadi diluar tubuh / sebelum obat diberikan

 dua obat / > dicampur dalam satu wadah / obat suntik dalam cairan infuse

 ditandai perubahan fisika kimia (yg tak terlihat)

ex : * penisilin dinonaktifkan oleh aminoglikosid

* gentamicin diinaktivasi oleh karbenisilin

* amfoterisin B mengendap dalam larutan fisiolagis (NaCl)/


larutan ringer (RL).

 kadangkala ada manfaatnya : heparin / antikoagulan (asam) dihambat dg pemberian


protamin (basa) = antidot spesifik terhadap overdosis heparin.

BENTUK SEDIAAN OBAT (BSO)

 Faktor yg mempengaruhi pemilihan BSO

1. Faktor obat

- rasa obat pahit, amis, tidak enak →kapsul, emulsi, dragee.

- obat dirusak asam lambung (terutama jika diberikan p.o)→tablet salut


enterik, parenteral, suppositoria, tablet sublingual, tablet buccal.

2. Faktor penderita

- bayi & anak →sirup, pulveres (p.o)


- tidak sadar/pingsan, tidak kooperatif/gila →parenteral, rektal
(suppositoria, enema).

- tingkat ekonomi →harga tablet/kapsul berbeda dg sirup.

3. Faktor penyakit

- gawat/emergency →parenteral, aerosol, nebulizer.

- letak penyakit →mis : mata (TT, ZM), telinga (TT).

-penyakit kronis & frekuensi pemakaian yg sering →mis: peny. Jantung


(SR, oros, CR).

Fungsi BSO dari sisi biofarmasetika

1. Melindungi agar zat aktif tidak rusak oleh udara, kelembaban/cahaya →tablet salut.

2. Melindungi zat aktif tidak dirusak asam lambung jk digunakan per oral →tablet
salut enterik, tab.sub lingual, tab.buccal.

3.Menutupi / menghilangkan rasa pahit, rasa & bau yg tidak enak dari obat →kapsul,
tablet salut, sirup.

4. membuat serbuk yg tidak larut / tdk stabil dalam larutan dibuat serbuk yg tidak
larut & terdispersi dalam air (suspensi).

5. mencampur cairan seperti minyak agar terdispersi dalam larutan air menjadi
emulsi, melindungi rasa & bau tak enak dari minyak (emulsi minyak ikan).

6. Memudahkan penggunaan obat untuk pengobatan setempat shg diperoleh efek


maksimal di tempat yg diobati →TM/ZM, TT, tetes hidung, salep/cream untuk kulit.

7.Agar obat mudah masuk dalam lubang badan, yaitu :

- rektum →suppositoria, enema.

- vaginal →insert/suppositoria vaginal, douche

- mata →TM,ZM, dll.


8. Mengatur pelepasan obat yg teliti, tepat, aman shg diperoleh efek yg lama & teratur
(tab/kaps SR, CR, Oros).

9. agar obat dapat segera masuk dalam peredaran darah / jaringan badan (injeksi i.v. ;
i.m.)

10. memperoleh aksi obat yg optimal dalam saluran pernapasan (inhalasi / aerosol)

11. membuat sediaan obat yg berupa larutan, dimana obatnya larut dalam zat
pembawa yg dinginkan.

Klasifikasi BSO berdasarkan konsistensinya

1. BSO Padat

pulvis, pulveres, tablet, tab.salut (gula, film,enteric), tab.lepas lambat, tab.


Effervescent, tab.sublingual. Tab. Bukal, tab. Kunyah, tab. Hisap, kapsul, tab.
Vaginal, suppositoria, ovula, pil, implan.

2. BSO Semi Padat

salep, cream, jel, pasta, oculenta, linimenta, sabun.

3. BSO Cair

larutan, eliksir, sirup, suspensi, emulsi, obat tetes, infusa, kolutorium,


gargarisma, lotio, enema, vaginal douche, vaksin, imunoserum, infus i.v., injeksi,
inhalasi, aerosol.

BSO PADAT

1. PULVIS (serbuk tidak terbagi)

 Campuran homogen & kering bahan obat yg dihaluskan, untuk pemakaian dalam/p.o.

 Con : lacto-b, smecta.

2. PULVERES (puyer, serbuk yg terbagi)


 serbuk yg dibagi dalam bobot sama (300-500 mg), dibungkus menggunakan bahan
pengemas yg cocok untuk sekali minum, digunakan untuk obat dalam / p.o.

 Kelebihan : berupa unit dose (sekali minum), dosis untuk bayi/anak > tepat, disolusi >
cepat dibanding tab/kaps, mudah diberikan untuk bayi/anak.

 Kekurangan : rasa obat tidak enak/pahit, dapat merangsang mukosa mulut/sal.GI.

 Hal-hal yg diperhatikan pada pembuatan pulveres :

1. Assesment resep (prinsip 6T, 1W : tepat pasien, dignosa, obat, indikasi, dosis &
waspada ES).

2. Hitung kembali dosis obat (umur, BB, BSA)

3. Jika ada interaksi obat, hubungi prescriber.

4. Obat yg seharusnya tidak boleh digerus :

- sediaan lepas lambat (SR, CR, Oros).

- tablet salut, terutama salut enterik.

- Obat dg IT sempit.

5. Mortir & stemper untuk menggerus obat dalam (p.o) tidak boleh untuk meracik obat
luar.

6. Jika obat yg dicampur lebih dari 2, gerus satu-persatu, obat yg jumlahnya lebih sedikit
gerus dulu.

7. Selalu menjaga kebersihan.

Tablet hisap / Lozenges

 Adalah tablet yg dapat melarut / hancur perlahan dalam mulut. Dibuat dg bahan dasar
beraroma dan manis.

 Tujuan : untuk pengobatan iritasi lokal / infeksi mulut / tenggorokan, dapat juga
mengandung bahan aktif untuk absorpsi sistemik setelah ditelan.
 Sinonim : - pastiles (lozenges dg zat tambahan gelatin & gliseri/ tablet hisap- Troches
(tablet hisap kempa).

Tablet Kunyah

 Penggunaannya harus dikunyah, memberikan residu dg rasa enak dalam rongga


mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit/tidak enak.

 Biasanya digunakan dalam formulasi tablet untuk anak, multivitamin, antasida,


antibiotika tertentu.

KAPSUL

 Adalah sediaan padat yg terdiri dari obat dalam cangkang keras/lunak yg dapat
melarut.

 Cangkang kapsul dibuat dari gelatin dg/tanpa zat tambahan lain.

 Kapsul cangkang keras diisi : serbuk, butiran/granul, bahan semi padat/cairan, kapsul,
tablet kecil.

 Kapsul cangkang lunak diisi : cairan, suspensi, pasta.

PIL / PILLULAE

 Sediaan padat berupa massa bulat, mengandung satu / > bahan obat, untuk pemakaian
oral, berat ≤ 60 mg (granul), ≥ 300 mg (boli).

OVULA

 sediaan padat yg digunakan melalui vagina , umumnya berbentuk telur , dapat


melarut, melunak / meleleh pada suhu tubuh. Ex : Vagistin ovula.

SUPPOSITORIA

 Bentuk sediaan padat yg digunakan dg cara dimasukkan melalui lubang / celah pd


tubuh (rektum, vagina, saluran urin), umumnya berbentuk terpedo, dapat melarut,
melunak / meleleh pd suhu tubuh, memberikan efek lokal / sistemik.

IMPLAN / PELLET
 tablet dg d = 2 – 3 mm, bentuk kecil, silindris, steril, panjang 8 mm, berisi obat dg
kemurnian tinggi (dg atau tanpa bahan eksipien), dibuat secara pengempaan atau
pencetakan, pemakaian secara implantasi dalam jaringan tubuh (s.c / dg bantuan
injektor khusus / sayatan bedah), untuk memperoleh pelepasan obat secara
berkesinambungan dalam jangka waktu lama, digunakan untuk pemberian hormon
(testosteron / estradiol).

Ex : Implanon

BSO SEMI PADAT

1. salep / unguenta

sediaan setengah padat yg mudah dioleskan & digunakan sebagai obat luar,
untuk pemakain topikal pd kulit / selaput lendir).

2. krim / cremores

 sediaan setengah padat, berupa emulsi, mengandung 1 / > bahan obat terlarut /
terdispersi dalam bahan dasar yg sesuai , digunakan sebagai emolien / untuk
pemakain luar pd kulit.

3. jelly / gel

 salep yg lebih halus, umumnya cair, mengandung sedikit lilin / tanpa lilin, digunakan
pada membran mukosa, sebagai pelicin / dasar salep campuran sederhana minyak &
lemak dg titik lebur rendah.

BSO CAIR

1. Potio : bentuk sediaan cair yg diminum.

2. Lotio : bentuk sediaan cair untuk pemakaian luar.

ELIKSIR

larutan yg mempunyai rasa & bau sedap, selain mengandung obat juga zat
tambahan seperti : gula (sirup gula, sorbitol, gliserin, sakarin), zat warna, zat pewangi,
zat pengawet; untuk obat dalam; pelarut utama : etanol (5 – 10%) untuk mempertinggi
kelarutan obat.
SIRUP

Sediaan cair berupa larutan , mengandung sakarosa dg kadar tidak kurang dari
64% dan tidak lebih dari 66,0%.

ex : sirup simpleks (sirup bukan obat)

SUSPENSI

 sediaan yg mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus & tidak larut,
terdispersi dalam cairan pembawa.

 Syarat suspensi :

- zat yg terdispersi halus tidak boleh cepat mengendap.

- suspensi tidak boleh terlalu kental.

Suspensi digunakan sbg :

- suspensi oral, con : amoxicilin dry sirup.

- suspensi tetes telinga (bagian luar).

- suspensi steril untuk injeksi, con : suspensi kortison asetat steril,


ampisilin steril untuk suspensi.

EMULSI

 sediaan yg mengandung bahan obat cair / larutan obat, terdispersi dalam cairan
pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi / surfaktan yg cocok.

OBAT TETES / GUTTAE

 sediaan cair berupa larutan suspensi / emulsi, untuk obat dalam / luar, digunakan dg
cara meneteskan menggunakan penetes yg menghasilkan tetesan setara dg tetesan yg
dihasilkan penetes baku yg disebutkan FI.

GUTTAE ORIS / TTS MULUT

 obat tetes untuk mulut dg cara mengencerkan lebih dulu dg air, untuk dikumur-kumur,
bukan untuk ditelan.
a. guttae auriculars / tetes telinga

obat tetes untuk telinga dipakai dg meneteskan obat ke dalam telinga

b. guttae nasals / tetes hidung

dipakai dg cara meneteskan obat ke dalam rongga hidung

c. guttae opthalmicae / tetes mata

sediaan steril berupa larutan / suspensi, digunakan untuk mata dg cara meneteskan
obat pada selaput lendir mata disekitar bola mata & kelopak mata.

INFUSA

 sediaan cair yg dibuat dg cara menyari/mengekstraksi simplisia nabati dg air pada


T=90°C selama 15 menit.

KOLUTORIUM / obat cuci mulut

 larutan pekat dalam air yg mengandung bahan deodorant, antiseptic, analgetik local /
astringen.

ENEMA

 sediaan larutan yg dimasukkan dalam rectum dan usus besar dan akan merangsang
pengeluaran feses, volume enema 500 – 1500 ml.

 Sediaan larutan yg dimasukkan ke dalam rektum untuk memperoleh efek lokal /


absorpsi sistemik dari obatnya.

VAGINAL DOUCHE

 larutan dalam air yg disemprotkan ke dalam vagina (dg alat khusus), sebagai
antiseptic / pembersih.

1INFUS I.V. / infundibilia

 sediaan steril berupa larutan / emulsi, bebas pirogen, isotonis terhadap darah,
disuntikkan langsung ke dalam vena dalam larutan / volume relatif banyak.
VAKSIN

 sediaan mengandung antigen dapat berupa kuman mati, kuman inaktif / kuman hidup
yg dilumpuhkan virulensinya tanpa merusak potensi antigennya, untuk kekebalan
aktif & khas terhadap infeksi kuman / toksinnya.

IMUNOSERUM

 sediaan cair / kering beku,mengandung immunoglobulin khas dari pemurnian serum


hewan yg telah dikebalkan, khasiat : menetralkan toksin kuman / bisa ular / mengikat
kuman / virus / antigen lain yg sama dg yg digunakan pada pembuatannya.

WATER FOR INJECTION

 air yg disuling 2x, untuk melarutkan sediaan injeksi yg berupa serbuk.

INJEKSI

 Sediaan steril yg disuntikkan dg cara merobek jaringan ke dalam kulit / melalui


selaput lendir.

RUTE / CARA PEMBERIAN OBAT

1. Tujuan terapi / efek yg diinginkan

a. Efek lokal : topikal, intravaginal, rektal, intranasal, intraokuler,


inhalasi / intrapulmonal.

b. Efek sistemik : oral, sublingual, bukal, parenteral, implantasi s.c.,


rektal.

2. Sifat obat

a. obat merangsang mukosa mulut / mudah rusak oleh asam lambung /


obat menjadi inaktif oleh asam lambung & sal. G.I. →sublingual (ISDN),
parenteral (inj. Insulin), rektal (aminofilin rektal).
b. Obat tidak diabsorpsi oleh usus (mis : streptomisin) → parenteral (injeksi
i.m).

3. Kondisi pasien & penyakit

- pasien tidak sadar/tidak kooperatif →parenteral / rektal.

- pasien kondisi gawat →parenteral (i.v.).

- pasien sulit / tidak mampu menelan →hindari p.o.

- penyakit kronis yg memerlukan efek obat cepat →sublingual pd serangan


angina.

Klasifikasi Rute / Cara Pemberian Obat Berdasarkan Tujuan Terapi / Efek Yg


Diinginkan

EFEK SISTEMIK

A. ORAL

 Disebut juga cara interal (intran = usus, melibatkan usus).

 Tempat pemberian : mulut

 Tempat absorpsi : mukosa usus (duodenum)

 Keuntungan pemberian oral : mudah dilakukan oleh pasien sendiri relative aman &
murah aman, jika toksis obat dapat :

a. dimuntahkan langsung
b. digunakan emetic / carbo adsorben
c. murah
d. pasien dapat melakukan sendiri
e. tanpa alat khusus
f. Efektif / praktis

BSO yg bisa diberikan oral / p.o :


a. Tablet
b. Kapsul
c. Larutan
d. Sirup
e. Eliksir
f. Suspense
g. Gel
h. Serbuk
PARENTERAL
Artinya pemberian obat yg tidak melibatkan usus/sal. GI. Tempat pemberian :
selain melalui saluran (melalui injeksi).
keuntungan pemberian parenteral :
 menghindari obat dirusak / menjadi inaktif dalam saluran G.I
 bila obat sedikit diabsorpsi dalam sal. G.I hingga obat tidak cukup
untuk meninggalkan respon
 dikehendaki efek obat yg cepat, kuat, & sempurna dalam keadaan
gawat
 diperoleh kadar obat yg sudah ditentukan (i.v), karena sedikit sekali
dosis obat yg berkurang
 dapat diberikan pada pasien yg sulit menelan / tidak suka diberi obat
melalui oral.
kerugian pemberian parenteral :
 efek toksiknya sukar dinetralkan bila terjadi kesalahan pemberian obat
 karena dikehendaki steril, sediaan injeksi lebih mahal
 pasien tidak dapat memakai sendiri, perlu bantuan tenaga ahli &
peralatan khusus (tidak ekonomis)
 dibutuhkan cara aseptis, timbul rasa nyeri

EFEK LOKAL
A. Topikal / Epikutan / Transdermal
Tempat pemberian : permukaan kulit
Keuntungan : memberi efek lokal, aksinya lama
pada tempat yg sakit, sedikit diasorpsi jika terjadi absorpsi dapat melalui :
a. transeluler : menembus sel
b. Difusi : masuk melalui celah sel
c. kelenjar minyak
B. Konjungtival
Tempat pemberian : konjungtiva / selaput mata
Cara pemberian : dioleskan pd membran mukosa mata, efek lokal.
BSO : contact lens insert, ointment.
C. Intraokular
Tempat pemberian : mata
Cara pemberian : diteteskan pd membran mukosa mata, efek lokal.
BSO : suspensi, larutan.
D. Intra nasal
Tempat pemberian : hidung
Cara pemberian : diteteskan pd lubang hidung, efek lokal.
BSO : larutan, semprot, inhalan, salep.
E. Aural / intraselulaer
Tempat pemberian : telinga
Cara pemberian : diteteskan pd lubang telinga, efek lokal.

BSO : suspensi, larutan.

F. Vaginal
Tempat pemberian : vagina
Cara pemberian : dimasukkan ke dalam lubang vagina, efek lokal

BSO : larutan, ointment, busa emulsi, gel, tablet, insert, suppositoria.

G. Rektal
Tempat pemberian : rektum / anus
Tujuan : memperoleh efek lokal (antihemoroid) & sistemik (asma).
BSO : larutan, ointment, suppositoria, enema.
H. Uretral
Tempat pemberian : uretra
Cara pemberian : dimasukkan ke dalam saluran kencing, efek lokal.
BSO : larutan, suppositoria.
Intrarespiratori
Tempat pemberian : paru-paru
Cara pemberian : disemprotkan dg kanister / inhalasi gas/caira masukparuparu,
BSO : aerosol
Keuntungan : absorpsi cepat ,terhindar dari FPE di hati, pd penyakit paru –
paru (asma bronchial),obat dapat diberikan langsung pada
bronkus.

kerugian : diperlukan alat & metoda khusus yg sulit dikerjakan,


sukar mengatur dosis, obatnya mengiritasi epitel paru-paru

Anda mungkin juga menyukai