Anda di halaman 1dari 5

Nama: Sola Grace Lasmaria Sihite

Kelas: AB 4E
NIM: 1905092061
Mata Kuliah: Perpajakan

1. Jelaskan dengan lengkap tentang Bentuk Usaha Tetap (BUT)


Jawab:
Bentuk usaha tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan subjek pajak luar
negeri (non-resident taxpayer) baik orang pribadi (nature person) atau badan (legal person)
untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Merujuk Pasal 2 Ayat (5) Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan, bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia.
Batasan waktu sebanyak 183 hari dalam satu tahun diterapkan apabila anatara
Indonesia dan negara asal perusahaan tersebut tidak memiliki tax traety atau Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Akan tetapi, apabila antara Indonesia dengan negara asal perusahaan tersebut
terdapat tax treaty atau P3B maka batasan waktu sebagai BUT yang berlaku mengikuti
perjanjian yang disepakati kedua negara tersebut.
Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) telah mengalami perubahan sebanyak
empat kali, yang mana Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 menjadi regulasi induk dari
perubahan yang telah dibuat. Sementara, UU 36/2008 merupakan perubahan keempat atau
terbaru bagi kiblat perpajakan penghasilan di negeri ini.
BUT masuk dalam kategori subjek pajak luar negeri dan merupakan wajib pajak
(WP) badan, di samping subjek pajak lainnya yang juga dipungut pajak penghasilan, seperti
orang pribadi, perseroan terbatas (PT), yayasan, serta badan usaha milik negara (BUMN) dan
BUMD.
Alasan Mengapa ketentuan BUT dilakukan adalah:
BUT dibuat untuk perusahaan penanaman modal asing yang menjadi wajib pajak
dalam negeri (resident taxpayer). Hal ini terjadi seiring bertambahnya investor asing di
Indonesia yang masuk menggunakan pola joint venture dengan bekerja sama dengan
perusahaan asing lainnya maupun perusahaan lokal.
Untuk menghindari pengenaan pajak berganda atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh oleh penduduk dari negara treaty partner di Indonesia, pemerintah melakukan
pengujian keberadaan suatu BUT perusahaan dari negara treaty partner tersebut di Indonesia
sebagai kriteria untuk menentukan apakah Indonesia memiliki hak untuk memajaki
penghasilan tersebut.
Sesuai pasal 2 ayat (6) UU 36/2008, tempat tinggal orang pribadi atau tempat
kedudukan badan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya.

Bentuk Usaha Tetap yang menjadi subjek pajak:


Pada Pasal 2 Ayat (5) UU 36/2008, pemerintah menyebutkan bahwa bentuk usaha
tetap yang menjadi subjek pajak penghasilan terdiri saat ini dari 16 bentuk usaha, yakni:
1. Tempat kedudukan manajemen.
2. Cabang perusahaan.
3. Kantor perwakilan.
4. Gedung kantor.
5. Pabrik.
6. Bengkel.
7. Gudang.
8. Ruang untuk promosi dan penjualan.
9. Pertambangan dan penggalian sumber alam.
10. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi.
11. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan
12. Proyek konstruksi, instalasi, atau perakitan.
13. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang
dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
14. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas.
15. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di
Indonesia.
16. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi eklektronik untuk menjalankan kegiatan
usaha melalaui internet.

Revisi UU terbaru tentang PPh ini juga menegaskan bahwa BUT merupakan subjek
pajak yang perlakuan perpajakannnya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Hal ini
tertuang dalam Pasal 2 ayat (1a) yang baru saja ditambahakn dalam pasal 2 antara ayat 1 dan
2.

Perbedaan perlakuan perpajakan dibandingkan dengan wajib pajak dalam negeri


lainnya:

• BUT tidak dapat menikmati tax treaty Indonesia dengan negara treaty partner lainnya
karena ia bukan penduduk Indonesia.
• Laba bersih setelah pajak yang diterima atau diperoleh suatu BUT dikenakan branch
profit tax.

Besar penghasilan kena pajak BUT:


Besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi WP dalam negeri dan BUT ditentukan
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan. Berdasarkan Pasal 6 Ayat (1) UU 36/2008 pengurang biaya dari
penghasilan bruto termasuk:

• Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha,
seperti biaya pembelian bahan, biaya yang berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
termasuk upah, gaji, biaya perjalanan, hingga premi asuransi.
• Penyusunan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun.
• Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
• Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagihm dan memelihara
penghasilan.
• Kerugian selisih kurs mata uang asing.
• Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
• Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
• Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
• Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
• Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia
yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
• Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
• Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pamerintah
• Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Cara menghitung penghasilan kena pajak:


PKP bagi wajib pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dalam suatu tahun pajak dihitung dengan cara
mengurangkan penghasilan dikurangi biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan, laba,
serta penghasilan bruto yang dikurangi penghasilan tidak kena pajak.

Tarif pajak BUT:


Pemerintah menerapkan tarif pajak sebesar 25% untuk penghasilan kena pajak BUT
yang baru mulai berlaku pada tahun pajak 2010. Tidak hanya si wajib pajak luar negeri, tarif
ini juga berlaku untuk wajib pajak badan dalam negeri.
Hal itu ditegaskan pemerintah dalam perubahan UU PPh Nomor 36/2008 yang
tertuang dalam pasal 17 ayat (2a) UU tersebut.
Sebelumnya tarif pajak bagi BUT dan wajib pajak badan dalam negeri berlaku
progresif sesuai besaran penghasilan kena pajak perusahaan tersebut. Tarif pajak yang
berlaku pada UU PPh Nomor 17/2000 ditetapkan sebesar 10-30%, mulai dari penghasilan
kena pajak Rp50.000.000 hingga Rp100.000.000 ke atas.
Perlu diingat, penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha
tetap di Indonesia dikenai pajak sebesar 20%. Kecuali penghasilan tersebut ditanamkan
kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.

2. Bagaimana menentukan besarnya laba BUT? Jelaskan.

Jawab:

1. Biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan kantor pusat dari usaha atau
kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan
yang dijalankan atau yang dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, serta
biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26
yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara
Bentuk Usaha Tetap dan aset atau kegiatan yang memberikan penghasilan tersebut,
diperbolehkan untuk dibebankan sebagai biaya bagi Bentuk Usaha Tetap.
2. Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya
yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan Bentuk Usaha Tetap, yang besarnya
ditetapkan oleh direktur jenderal pajak.
3. Pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya
adalah:
➢ royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan aset, paten, atau
hak-hak lainnya
➢ imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya
➢ bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.
4. Pembayaran sebagaimana tersebut pada nomor 3 yang diterima atau diperoleh dari
kantor pusat tidak dianggap sebagai Objek Pajak, kecuali bunga yang berkenaan
dengan usaha perbankan.

3. Jelaskan tentang Hubungan Istimewa.


Jawab:

Hubungan Istimewa (Transfer Pricing) adalah :

Hubungan yang terjadi antara dua Wajib Pajak atau lebih yang menyebabkan Pajak
Penghasilan yang terutang diantara Wajib Pajak tersebut menjadi lebih kecil daripada yang
seharusnya terutang.

Pengertian Wajib Pajak yang mempunyai Hubungan Istimewa (Transfer Pricing)


meliputi :

• Hubungan Hubungan Istimewa (Transfer Pricing) antara Wajib Pajak Orang


Pribadi Dalam Negeri dengan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.
• Hubungan Hubungan Istimewa (Transfer Pricing) antara Wajib Pajak Orang
Pribadi Dalam Negeri dengan Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri.
• Hubungan Hubungan Istimewa (Transfer Pricing) antara Wajib Pajak Orang
Pribadi Dalam Negeri dengan Wajib Pajak Badan Dalam Negeri.
• Hubungan Hubungan Istimewa (Transfer Pricing) antara Wajib Pajak Orang
Pribadi Dalam Negeri dengan Wajib Pajak Badan Luar Negeri.
• Hubungan Hubungan Istimewa (Transfer Pricing) antara Wajib Pajak Badan
Dalam Negeri dengan Wajib Pajak Badan Dalam Negeri.
• Hubungan Hubungan Istimewa (Transfer Pricing) antara Wajib Pajak Badan
Dalam Negeri dengan Wajib Pajak Badan Luar Negeri.
• Hubungan Hubungan Istimewa (Transfer Pricing) antara Wajib Pajak Badan
Dalam Negeri dengan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.
• Hubungan Hubungan Istimewa (Transfer Pricing) antara Wajib Pajak Badan
Dalam Negeri dengan Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri.

Hubungan Istimewa (Transfer Pricing) dapat terjadi karena :

• Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling
rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara
Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua
Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang
disebut terakhir.
• Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada
di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung
• Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan
lurus dan/atau ke samping satu derajat

Hubungan Istimewa (Transfer Pricing) dapat juga terjadi diantara Wajib Pajak Orang
Pribadi yang mempunyai hubungan darah atau semenda.Yang dimaksud dengan “hubungan
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat” adalah ayah, ibu, dan anak,
sedangkan “hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan ke samping satu derajat”
adalah saudara.Yang dimaksud dengan “keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu
derajat” adalah mertua dan anak tiri, sedangkan “hubungan keluarga semenda dalam garis
keturunan ke samping satu derajat” adalah ipar.
Selain hal-hal tersebut Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat terjadi karena
ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain yang disebabkan:

1. kepemilikan atau penyertaan modal; atau


2. adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi.

Anda mungkin juga menyukai