Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ISLAM, MASALAH HARTA, DAN JABATAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Alislam dan Kemuhammadiyahan II


Dosen Pengampu: Muh. Amin Parakassi, S.Ag., M.H.I

Oleh Kelompok 12

Indri Wahyu Nurvitasari Sunaryo NPM. 20110710 27

Nurfianti NPM. 20110710 71

Rifkiyanto S. Darise NPM. 20110710 28

KELAS 6B

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALU

2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Puji dan syukur hanya kepada Allah


SWT, karena atas berkat Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik dan tepat waktu. Salawat dan Salam selalu tercurah kepada Baginda Rasulullah
Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada
Bapak Dosen yang telah membantu memberikan arahan dan bimbingannya sehingga makalah ini
dapat diselesaikan.

Kami menyadari bahwa makalah yang berjudul Islam, Masalah Harta, dan Jabatan ini
masih sangat terbatas, baik dari segi metodelogi penulisan, isi dan literatur penulisan makalah
ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
menyempurnakan makalah ini dan untuk penulisan makalah berikutnya.

Demikian penulisan makalah ini kami buat dengan sebenarya. Semoga dapat bermanfaat
bagi siapa pun yang membacanya. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan atas makalah ini.
Atas saran yang diberikan kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.

Palu, 12 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1


A. Latar Belakang ................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 2
C. Tujuan Pembahasan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................... 3
A. Pengertian Harta ............................................................................................................... 3
B. Pengertian Jabatan ............................................................................................................ 4
C. Pandangan Islam Mengenai Harta .................................................................................... 4
D. Harta dan Jabatan Sebagai Amanah dan Karunia Allah SWT ......................................... 5
E. Kewajiban Mencari Nafkah .............................................................................................. 6
F. Sikap Terhadap Harta dan Jabatan ................................................................................... 7
G. Pendayagunaan Harta dan Jabatan di Jalan Allah SWT .................................................. 8
BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 9
A. Kesimpulan ...................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fitrah manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara lahiriyah


maupun batiniah. Hal ini mendorong manusia untuk senantiasa berupaya memperoleh
segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan lahiriyah identik
dengan terpenuhinya kebutuhan dasar (basic needs) berupa sandang, pangan dan papan.
Tapi manusia tidak berhenti sampai disitu, bahkan cenderung terus berkembang
kebutuhan - kebutuhan lain yang ingin dipenuhi. Segala kebutuhan itu seolah - olah bisa
terselesaikan dengan dikumpulkannya harta sebanyak - banyaknya.

Istilah harta atau Al-Mal dalam Al-Qur’an maupun Sunnah tidak dibatasi dalam


ruang lingkup makna tertentu, sehingga pengertian Al-Mal sangat luas dan selalu
berkembang. Kriteria harta menurut para ahli Fiqih terdiri atas: pertama, memiliki unsur
nilai ekonomis. Kedua, unsur manfaat atau jasa yang diperoleh dari suatu barang. Nilai
ekonomis dan manfaat yang menjadi kriteria harta ditentukan berdasarkan urf (kebiasaan/
adat) yang berlaku di tengah masyarakat. As-Suyuti berpendapat bahwa istilah Mal hanya
untuk barang yang memiliki nilai ekonomis, dapat diperjualbelikan, dan dikenakan ganti
rugi bagi yang merusak atau melenyapkannya.

Dengan demikian tempat bergantungnya status Al-Mal terletak pada nilai


ekonomis (Al-Qimah) suatu barang berdasarkan urf. Besar kecilnya Al-Qimah dalam
harta tergantung pada besar kecilnya manfaat suatu barang. Faktor manfaat menjadi
patokan dalam menetapkan nilai ekonomis suatu barang. Maka manfaat suatu barang
menjadi tujuan dari semua jenis harta.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian harta?

2. Apakah pengertian jabatan?

3. Bagimanakah pandangan Islam terhadap harta?

4. Harta dan jabatan sebagai amanah dan karunia Allah SWT?

5. Bagaimanakah sikap terhadap harta dan jabatan?

6. Bagaimanakah pendayagunaan harta dan jabatan di jalan Allah SWT?

C. Tujuan Pembahasan

1. Memahami pengertian harta.

2. Memahami pengertian jabatan.

3. Memahami pandangan Islam terhadap harta.

4. Memahami harta dan jabatan sebagai amanah dan karunia dari Allah SWT.

5. Memahami sikap terhadap harta dan jabatan.

6. Memahami pendayagunaan harta dan jabatan di jalan Allah SWT.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Harta

Harta dalam bahasa Arab disebut Al-Mal, yang menurut bahasa berarti condong,
cenderung, atau miring.  Al-Mal juga diartikan sebagai segala sesuatu yang
menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik dalam bentuk materi, maupun
manfaat. Harta merupakan salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani
kehidupan di dunia ini. Selain itu, harta juga merupakan perhiasan kehidupan dunia,
sebagai cobaan (fitnah), sarana untuk memenuhi kesenangan, dan sarana untuk
menghimpun bekal bagi kehidupan akhirat. Fungsi harta adalah untuk menopang
kehidupan manusia karena tanpa harta kehidupan manusia tidak akan tegak.

Dalam Al-Qur’an bahwa harta adalah perluasan hidup. Pada Al-Qur’an surah Al-
Khafi (46) dan surah An-Nisa (14) dijelaskan bahwa kebutuhan manusia terhadap harta
sama dengan kebutuhan manusia terhadap anak atau keturunan, maka kebutuhan harta
adalah kebutuhan yang mendasar. Manusia bukan pemilik mutlak terhadap harta.
Kepemilikan manusia terhadap harta dibatasi oleh hak - hak Allah SWT. Ini terlihat dari
kewajiban manusia mengeluarkan sebagian kecil hartanya untuk berzakat dan ibadah
lainnya. Cara - cara pengambilan manfaat harta mengarah pada kemakmuran bersama,
pelaksanaannya dapat diatur oleh masyarakat melalui wakil - wakilnya. Harta perorangan
boleh digunakan untuk umum, dengan syarat pemiliknya mendapat imbalan yang wajar,
masyarakat tidak boleh mengganggu dan melanggar kepentingan pribadi, selama tidak
merugikan orang lain dan masyarakat. Karena pemilik boleh untuk memindahkan hak
miliknya kepada orang lain, misalnya dengan cara menjualnya, menghibahkannya, dan
sebagainya.

3
B. Pengertian Jabatan

Menurut bahasa, jabatan artinya sesuatu yang dipegang, sesuatu tugas yang


diemban. Semua orang yang punya tugas tertentu, kedudukan tertentu atau terhormat
dalam setiap lembaga atau institusi lazim disebut orang yang punya jabatan. Dalam Al-
Qur’an banyak ayat yang menggambarkan tentang jabatan, baik yang menunjukkan
kebaikan seperti ayat - ayat tentang Nabi Yusuf maupun yang menunjukkan keburukan
seperti ayat - ayat tentang Fir’aun, Qarun dan sebagainya. Dalam surat Al-Haqqah, Allah.
SWT menyatakan bahwa pejabat yang tidak beriman itu di Akhirat kelak akan
mengatakan bahwa lepas sudah jabatannya (yang sewaktu di dunia ia miliki). Hakikat
harta dan dan jabatan adalah merupakan amanah dan karunia Allah SWT. Disebut
sebagai amanah Allah SWT karena harta dan jabatan tersebut didapat bukan semata
-mata karena kehebatan seseorang, tetapi karena berkah dan karunia dari Allah SWT,
juga sejatinya bukan dimaksud untuk kesenangan pribadi pemiliknya, tetapi juga buat
kemaslahatan orang lain. Karena harta dan jabatan adalah amanah, maka harus dijaga dan
dijalankan atau dipelihara dan dilaksanakan dengan benar, sebab satu saat akan
dipertanggung - jawabkan di hadapan Allah SWT. Harta dan jabatan yang halal serta
digunakan dengan baik akan membawa manfaat dan berkah, sedangkan harta dan jabatan
yang disalah gunakan atau diperoleh dengan cara yang tidak halal akan menjadi fitnah
bahkan musibah.

C. Pandangan Islam Mengenai Harta

Pandangan Islam mengenai harta dapat diuraikan sebagai berikut: Pertama,


pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah Allah SWT.
Kepemilikan oleh manusia bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah
mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya (QS Al-Hadid: 7). Dalam
sebuah Hadits riwayat Abu Daud, Rasulullah bersabda: “Seseorang pada Hari Akhir nanti
pasti akan ditanya tentang empat hal: usianya untuk apa dihabiskan, jasmaninya untuk
apa dipergunakan, hartanya darimana didapatkan dan untuk apa dipergunakan, serta
ilmunya untuk apa dipergunakan’’. Kedua, status harta yang dimiliki manusia adalah
sebagai berikut: Harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah

4
pemegang amanah karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada. Harta
sebagai perhiasan dunia. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia dalam
(Q.S. Al-Kahfi: 46). Harta sebagai cobaan. Sesungguhnya hartamu dan anak -anakmu
hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah SWT-lah pahala yang besar dalam (Q.S.At-
Taghaabun: 15). Harta sebagai perhiasan hidup. Dijadikan indah pada (pandangan)
manusia kecintaan pada apa - apa yang diingini, yaitu: wanita - wanita, anak - anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang - binatang ternak, dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah SWT-lah tempat kembali
yang baik (surga) dalam (Q.S.Ali-Imron: 14). Harta sebagai bekal ibadah. Dan
infaqkanlah sebagian apa yang Allah SWT telah memberi rezeki kepadamu sebelum
maut mendatangimu dalam (Q.S. Al- Munafiqun: 10).

D. Harta dan Jabatan Sebagai Amanah dan Karunia Allah SWT

Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menggambarkan tentang jabatan, baik yang
menunjukkan kebaikan seperti ayat - ayat tentang Nabi Yusuf maupun yang
menunjukkan keburukan seperti ayat - ayat tentang Fir’aun, Qarun dan sebagainya.
Dalam surah Al-Haqqah Allah SWT menyatakan bahwa pejabat yang tidak beriman itu di
Akhirat kelak akan mengatakan bahwa lepas sudah jabatannya (yang sewaktu di dunia ia
miliki).

Hakikat harta dan dan jabatan adalah merupakan amanah dan karunia Allah SWT.
Disebut sebagai amanah Allah SWT karena harta dan jabatan tersebut didapat bukan
semata - mata karena kehebatan seseorang, tetapi karena berkah dan karunia dari Allah
SWT, juga sejatinya bukan dimaksud untuk kesenangan pribadi pemiliknya, tetapi juga
buat kemaslahatan orang lain. Karena harta dan jabatan adalah amanah, maka harus
dijaga dan dijalankan atau dipelihara dan dilaksanakan dengan benar, sebab satu saat
akan dipertanggung-jawabkan di hadapan Allah SWT. Itu sebabnya maka Al-Qur’an dan
Hadits selalu mengingatkan bahwa harta itu juga merupakan cobaan atau fitnah, seperti
Firman Allah SWT pada Surat Al-Anfal.

5
E. Kewajiban Mencari Nafkah

Pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha atau mata pencaharian yang halal
dan sesuai dengan aturan-Nya dalam (Al-Baqarah: 267) ‘’Sesungguhnya Allah SWT
mencintai hamba-Nya yang bekerja. Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah
yang halal untk keluarganya maka sama dengan mujahid di jalan Allah SWT’’ (HR
Ahmad). ‘’Mencari rezeki yang halal adalah wajib setelah kewajiban yang lain’’ (HR
Thabrani). ‘’Jika telah melakukan sholat subuh janganlah kalian tidur, maka kalian tidak
akan sempat mencari rezeki’’ (HR Thabrani).

Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah kamu di muka bumi


dan carilah karunia Allah SWT (Al-Jumuah: 10). “...dan mohonlah kepada Allah SWT
sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah SWT Maha mengetahui segala sesuatu.
(An-Nisa: 32). Demikianlah karunia Allah SWT, diberikan-Nya kepada siapa yang
dkehendaki-Nya, dan Allah SWT mempunyai karunia yang besar (Al- Jumu’ah: 4).
Dilarang mencari harta, berusaha atau bekerja yang melupakan mati (At-Takatsur: 1-2),
melupakan Zikrullah/mengingat Allah SWT (Al-Munafiqun: 9), melupakan sholat dan
zakat (An-Nuur: 37), dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja
(l-Hasyr: 7). Dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba (Al-
Baqarah: 273-281), perjudian, jual beli barang yang haram (Al-Maidah: 90-91), mencuri
merampok (Al-Maidah: 38), curang dalam takaran dan timbangan (Al-Muthaffifin: 1-6),
melalui cara - cara yang batil dan merugikan (Al-Baqarah: 188), dan melalui suap
menyuap (HR Imam Ahmad).

Dalam mencari dan memprolaeh harta, Amir Syarifudin menegaskan secara


perinci sebagai berikut: Islam tidak membatasi kehendak seseorang dalam mencari dan
memperoleh harat selama yang denikian tetap dilakukan dalam prinsip umum yang
berlaku, yaitu halal dan baik.  Hal ini berarti Islam tidak melarang seseorang untuk
mencari kekayaan sebanyak mungkin. Karena bagaimanapun yang menentukan kekayaan
yang dapat diperoleh seseorang adalah Allah SWT sendiri. Disamping itu, dalam
pandangan Islam harta itu bukanlah tujuan, tetapi merupakan alat untuk
menyempurnakan kehidupan dan untuk mencapai keridhaan Allah SWT.

6
F. Sikap Terhadap Harta dan Jabatan

Disebabkan harta dan jabatan itu adalah merupakan amanah dari Allah SWT,
maka kita harus bersikap hati - hati terhadapnya. Bila terhadap harta kita wajib berupaya
dan berusaha mencarinya karena harta merupakan kebutuhan kita sebagai bahagian dari
modal hidup, namun bukan demikian halnya tentang jabatan. Jabatan itu merupakan
amanah. Oleh karena itu, kita tidak harus ambisus untuk memperolehnya.

Allah SWT menyuruh menikmati hasil usaha bagi kepentingan hidup di dunia.
Namun dalam memanfaatkan hasil usaha itu ada beberapa hal yang dilarang untuk
dilakukan oleh setiap Muslim:

1. Israf yaitu berlebih - lebihan dalam memanfaatkan harta meskipun untuk kepentingan
hidup sendiri. Makan dan minumlah tetapi jangan berlebih - lebihan. Sesungguhnya
Allah SWT tidak senang kepada orang yang berlebih - lebihan (Q.S.Al-A’raf: 31).

2. Tabdzir (boros) dalam arti menggunakan harta untuk sesuatu yang tidak diperlukan
dan menghambur - hamburkan untuk sesuatu yang tidak bermanfaat. Janganlah kamu
menghambur - hamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya pemboros -
pemboros itu adalah saudara - saudara setan, dan setan itu adalah sangat kafir (ingkar)
terhadap Tuhannya (Q.S.Al-Isra’: 26 - 27).

Khalifah itu wajib menjalankan hukum Allah SWT dan Rasulnya, baik terhadap amal
dirinya sendiri maupun terhadap jalannya pemerintahan. Bagi yang mempunyai
kompetensi atau keahlian dan mempunyai visi misi yang maslahat kelak dalam
jabatannya, maka boleh meminta jabatan dengan ketentuan bahwa ia juga tidak boleh
terlalu percaya akan keahliannya. Sebaliknya jabatan atau menjaga amanah bagi yang
tidak punya kompetensi atau keahlian, oleh Allah SWT disebut sebagai perilaku zhalim
dan bodoh, sebagaimana Firman Allah SWT pada Surah Yusuf ayat 54 dan 55 serta Surat
Al-Ahzab ayat 72 yang artinya: Dan Raja berkata: "Bawalah Yusuf kepada-Ku, agar aku
memilih Dia sebagai orang yang rapat kepadaku". Maka tatkala raja telah bercakap
-cakap dengan Dia, Dia berkata: "Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang
yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi kami". Berkata Yusuf: "Jadikanlah

7
aku bendaharawan negara (Mesir), Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai
menjaga, lagi berpengetahuan". Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan
amanat kepada langit, bumi dan gunung - gunung, Maka semuanya enggan untuk
memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat
itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.

G. Pendayagunaan Harta dan Jabatan di Jalan Allah SWT

“…dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu
sebelum datang kematian kepada salah seorang diantara kamu, lalu ia berkata: "Ya Rabb-
ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang
menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang - orang yang saleh? (Al-
Munafiqun: 10). Apabila harta telah dibelanjakan di jalan Allah SWT, maka
kebaikan/pahalanya akan mengalir terus sehingga dapat dikatakan sebagai aset yang
permanen, terutama bila yang dibelanjakan itu bertahan lama zatnya atau yang disebut
sebagai wakaf, ini sesuai dengan sabda NabiS AW yang berbunyi: “Dari Abu Hurairahra
berkata, Nabi saw bersabda: Apabila manusia telah meninggal dunia maka terputuslah
(pahala) amalnya kecuali dari 3 hal, yaitu: ilmu yang dimanfaatkan, sedekah yang
mengalir untuknya dan anak soleh yang mendoakan untuk kebaikannya (HR Ad-Darimi
dan Tirmidzi). 

Jabatan juga harus digunakan secara baik dan penuh amanah, sebab di hari
Akhirat kelak jabatan itu akan dipertanggungjawabkan, sebagaimana firman Allah SWT
dalam Surat Al-Israk ayat 13 dan 34 yang berbunyi: “(13)…dan tiap - tiap manusia itu
telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya.
Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka.
(34) Dan penuhilah janji sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggunganjawabnya.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa harta dan jabatan


adalah hal yang menjadi prioritas manusia di dunia, namun kembali pada sebuah hadist
yang menjelaskan bahwa dunia adalah ladang Akhirat. Bekerjalah untuk tetap dapat
hidup di dunia menambah amalan di akhirat kelak. Karena harta dan jabatan adalah
amanah dari yang maha kuasa.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ghazaly, dkk. 2010. Fiqih Muamalat. Jakarta: Kencana

Muslich, Ahmad Wardi. 2010. Fiqih Muamalat. Jakarta: Amzah

Rasjid, Sulaiman. 1990. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Biru

Syarifudin, Amir. 2003. Garis - Garis Besar Fiqih. Bogor: Kencana

10

Anda mungkin juga menyukai