AHMAD SAPUTRA
NIM:03180007
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
Ahmad Saputra
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Korupsi bukan hal yang baru bagi bangsa Indonesia. Tanpa disadari, korupsi muncul
dari kebiasaan yang dianggap lumrah dan wajar oleh masyarakat umum. Seperti memberi
hadiah kepada pejabat/pegawai Negeri atau keluarganya sebagai imbal jasa sebuah
pelayanan.
Korupsi telah dianggap sebagai hal yang biasa, dengan dalih “sudah sesuai prosedur”.
Koruptor tidak lagi memiliki rasa malu dan takut, sebaliknya memamerkan hasil
korupsinya secara demonstratif.Politisi tidak lagi mengabdi kepada konstituennya. Partai
Politik bukannya dijadikan alat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat banyak,
melainkan menjadi ajang untuk mengeruk harta dan ambisi pribadi. Padahal tindak
pidana korupsi merupakan masalah yang sangat serius, karena tindak pidana korupsi
dapat membahayakan stabilitas dan keamanan Negara dan masyarakat, membahayakan
pembangunan sosial, politik dan ekonomi masyarakat, bahkan dapat pula merusak Nilai-
nilai Demokrasi serta moralitas bangsa karena dapat berdampak membudayanya tindak
pidana korupsi tersebut. Sehingga harus disadari meningkatnya tindak pidana korupsi
yang tidak terkendali akan membawa dampak yang tidak hanya sebatas kerugian Negara
dan perekonomian Nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak
hak ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi tidak dapat lagi digolongkan
sebagai kejahatan biasa (ordinary crimes) melainkan telah menjadi kejahatan luar biasa
(extra-ordinary crimes). Sehingga dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat
dilakukan “secara biasa”,tetapi dibutuhkan “cara-cara yang luar biasa” (extra-ordinary
crimes).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan
resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah pemerintahan rentan korupsi
dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda- beda dari yang paling ringan dalam bentuk
penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai
dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah
kleptokrasi, yang arti harfiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura
bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
KPK juga merupakan lembaga yang independen dan bebas dari pengaruh dalam
melaksanakan tugasnya, seperti yang tercantum pada Pasal 3 Undang- Undang Republik
Indonesia Nomor 30 Tahun 2002. Mereka para koruptor bisa dikatakan pemberani,
karena tidak takut dengan sanksi yang akan mereka dapatkan. Sanksi dibuat agar
memberikan efek jera dan tidak akan mengulangi korupsi lagi. Dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 telah dijelaskan mengenai sanksi-sanksi
dalam berbagai macam tindak korupsi. Pada kenyataannya masih saja banyak ditemukan
kasus korupsi, seakan-akan mereka tidak takut dengan hukuman atau sanksi yang akan
mereka dapat setelah terbukti sebagai koruptor nantinya. Hukuman dan sanksi yang telah
dirumuskan untuk para pelaku korupsi rasanya hanya dianggap sebagai angin lalu saja.
Karena hal tersebut muncul gagasan mengenai hukuman mati bagi koruptor untuk
memberikan efek jera, namun gagasan tersebut menimbulkan pro dan kontra. Kondisi
Negara yang menderita kerugian akibat kasus korupsi sangat memprihatinkan. Ketika
upaya pemberantasan korupsi dengan membebankan sanksi yang berat kepada koruptor
belum juga mampu membuat korupsi lenyap, maka upaya pencegahan mulai
dipertimbangkan. Karena mencegah lebih baik dari pada mengobati. Selain itu bila hanya
menekankan pada hukuman yang diberikan pada koruptor tidak akan ada habisnya. Kasus
korupsi akan selalu muncul, dari generasi ke generasi.
Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat dirumuskan beberapa manfaat dan tujuan
penulisan penting sebagai berikut:
PEMBAHASAN
Kata “korupsi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti penyelewengan atau
penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi
atau orang lain. Perbuatan korupsi selalu mengandung unsur “penyelewengan” atau dis-
honest (ketidakjujuran).
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” atau “corruptus”. Selanjutnya
dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang
lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt”
(Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda). Arti kata korupsi
secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap,
tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
Korupsi merupakan penyakit moral, oleh karena itu penanganannya perlu dilakukan
secara sungguh-sungguh dan sistematis dengan menerapkan strategi yang komprehensif.
Presiden melalui inpres no 5 tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi
menyatakan langkah-langkah efektif dalam memberantas korupsi adalah sebagai :
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Korupsi adalah suatu tindakan memperkaya diri yang secara langsung merugikan
negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua
aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek
penggunaan uang Negara untuk kepentingannya. Adapun penyebabnya antara lain,
ketiadaan dan kelemahan pemimpin, kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme,
penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras,
kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya
manusia, serta struktur ekonomi. Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang
diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara. Oleh karena itu,
korupsi adalah musuh bersama yang harus dibasmi bukan dilestarikan, karna korupsi
bukan budaya.
3.2. SARAN
Dengan penulisan makalah ini, penulis mengharapkan kepada pembaca agar dapat
memilih manfaat yang tersirat didalamnya dan dapat dijadikan sebagai kegiatan motivasi
agar kita tidak terjerumus oleh hal-hal korupsi. Karena korupsi bisa berawal dari hal-hal
kecil yang dianggap sepele.
DAFTAR PUSTAKA
Ermansjah Djaja, 2010, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Jakarta, Sinar Grafika.
hal. 3
Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Yang Bersih Dan Bebas Dari
Kolusi, Korupsi Dan Nepotisme.