Anda di halaman 1dari 9

Nama : Khofifah Fitria Adejuna

Nim : 18026039

Tugas : Ringkasan Dan Kliping Kebudayaan Jepang Di Indonesia

Ringkasan
Indonesia adalah salah satu target utama Jepang dalam Perang Dunia II, karena koloni
itu memiliki sumber daya yang penting dalam upaya perang Jepang, terutama karet dan
minyak bumi. Indonesia saat itu adalah pengekspor minyak di dunia, setelah Amerika
Serikat, Iran, dan Rumania. Pada 17 Desember 1941, pasukan Jepang mendarat di Miri, pusat
produksi minyak di Sarawak (pesisir utara Kalimantan), yang berdekatan dengan wilayah
Indonesia. Setelah menduduki koloni Inggris ini, kemudian pasukan Jepang melancarkan
serangan pada 11 Januari 1942 ke wilayah Kalimantan bagian Indonesia, dan mendarat di
Tarakan (sekarang di provinsi Kalimantan Utara). Setelah Singapura ditaklukkan Jepang pada
5 Februari 1942, koloni Inggris ini dijadikan batu locatan untuk menyerang Indonesia. Pada
13-15 Februari 1942, Jepang memulai serangan di arah barat ini, dengan menyerang pulau
Sumatera, terutama kota Palembang.

Pemerintah Belanda, dibantu oleh Inggris, Amerika Serikat dan Australia, berupaya
melawan, dalam komando American-British-Dutch-Australian Command (ABDACOM).
Namun, Belanda mengalami kekalahan dalam pertempuran laut di Laut Jawa pada 27
Februari 1942, dengan 5 kapalnya tenggelam, dan menewaskan pemimpin angkatan laut
Hindia Belanda, Karel Doorman. Dengan kemenangan laut ini, tentara Jepang bisa mendarat
di Jawa dan dengan mudah mengalahkan pasukan Belanda dibawah pimpinan Jenderal Hein
ter Poorten.

Pada 7 Maret 1942, kekalahan Belanda tidak terhindarkan, dengan Cilacap di tangan
Jepang. Surabaya sedang mulai diserang, sementara pasukan Jepang dengan cepat
mengepung Bandung dari utara dan barat. Pada 8 Maret 1942, Gubernur Belanda, Dr. A.W.L.
Tjarda Van Starkenborgh Stachouwer dan Jenderal Ter Poorten, bertemu dengan Panglima
Jepang, Letnan Jenderal Hitoshi Imamura di Kalijati (di Subang, Jawa Barat) menyerah
kepada Jepang, dengan resmi mengakhiri penguasaan Belanda di Indonesia.
Kebudayaan bangsa Jepang banyak terpengaruh kebudayaan Cina. Akan tetapi, di
antara keduanya terdapat perbedaan. Beberapa budaya Jepang yang khas adalah canoya
(upacara minum teh); judo jieijitsu dan karate; ikebana (seni tata kebun dan merangkai
bunga); kabuki (sendratari); jokeri (sandiwara boneka).

Di bidang agama Jepang mengenal Shintoisme yang menunjukkan perpaduan antara


penyembahan kepada Dewa Matahari (Amaterazu) dan pemujaan arwah nenek moyang.
Agama Shinto hanya dipeluk khusus oleh penduduk Jepang. Di setiap rumah di Jepang
terdapat altar. Oleh penduduk Jepang altar digunakan sebagai tempat pemujaan Shinto yang
mengajarkan bahwa Tenno adalah penjelmaan Dewa Matahari. Jepang disebut juga Negeri
Matahari Terbit. Di samping agama Shinto, di Jepang terdapat juga agama lain, yaitu Islam,
Kristen, dan Katolik. Akan tetapi, penganut agama-agama tersebut relatif kecil. Pendledik
separ .as,a beknji keras., berdisiplin tinggi. dan pantang menyerah.

Bidang Sosial mulai berkembangnya tradisi kerja bakti massal melalui


kinrohosi.Munculnya sikap persatuan dan kesatuan dalam mengusir penjajah di Indonesia.
Bangsa Indonesia mengalami berbagai pembaharuan akibat didikkan Jepang yang
menumbuhkan kesadaran dan keyakinan yang tinggi akan harga dirinya. Pembentukan strata
masyarakat hingga tingkat paling bawah yaitu Tonarigami atau Rukun Tetangga (RT).
Bidang BudayaJepang mendirikan Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan) tanggal 1
April 1943 di Jakarta. Fungsi lembaga ini mewadahi aktivitas kebudayaan Indonesia.
KLIPING
SEJARAH KEBUDAYAAN INDOENSIA
“KEBUDAYAAN JEPANG DI INDONESIA”
DISUSUN
O
L
E
H

NAMA : KHOFIFAH FITRIA ADEJUNA


NIM : 18026039
PRODI : INFORMASI,PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN

BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
Sejarah Kebudayaan Struktur Masyarakat (RT/RW)
Awalnya struktur pemerintahan terkecil di Indonesia adalah desa atau dukuh. Hal ini
berubah ketika Jepang datang menjajah Indonesia. Sebagai upaya untuk mengawasi
masyarakat jajahannya di Indonesia, Jepang membagi lagi struktur desa dengan satuan yang
lebih kecil dengan nama Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT). Di Jepang sendiri,
sistem ini sudah dijalankan lebih dahulu dengan nama Tonarigumi.

Berdasarkan buku sejarah Indonesia karya Sartono Kartodirdjo, pada tanggal 8


Januari 1944, Pemerintah Militer Jepang yang menduduki kawasan Nusantara (Indonesia saat
itu) memperkenalkan sistem tata pemerintahan baru yang disebut Tonarigumi (Rukun
Tetangga, RT) dan Azzazyokai (Rukun Kampung, RK/sekarang RW). Pembentukan sistem
ini dulu digagas untuk tujuan merapatkan barisan di antara para penduduk Indonesia,
sekaligus ini berfungsi untuk melakukan pengendalian dan pengawasan pemerintah militer
Jepang terhadap penduduk di suatu wilayah. Rukun Tetangga atau Tonarigumi masing-
masing terdiri dari 10-20 rumah tangga; beberapa Tonarigumi dikelompokan ke dalam Ku
(desa atau bagian kota).

Asosiasi saling-bantuan lingkungan ada di Jepang sejak sebelum zaman Edo. Sistem
ini diresmikan pada tanggal 11 September 1940 oleh perintah dari Kementerian Dalam
Negeri (Jepang) di bawah kabinet Perdana Menteri Fumimaro Konoye. Partisipasi adalah
bersifat wajib. Setiap unit bertanggung jawab untuk mengalokasikan barang dijatah,
mendistribusikan obligasi pemerintah, pemadam kebakaran, kesehatan masyarakat, dan
pertahanan sipil. Masing-masing unit juga bertanggung jawab untuk membantu Gerakan
Mobilisasi Spiritual Nasional, dengan distribusi propaganda pemerintah, dan mengorganisir
partisipasi dalam aksi unjuk rasa patriotik.

Pemerintah juga menemukan tonarigumi berguna untuk pemeliharaan keamanan


publik. Sebuah jaringan informan didirikan menghubungkan setiap asosiasi lingkungan
dengan Polisi guna menemukan pelaku tindak kejahatan perang, politik maupun kriminal.
Tonarigumi juga diterapkan di wilayah yang diduduki oleh Jepang, termasuk Manchukuo,
Mengjiang, dan Pemerintah Jingwei Wang, dan kemudian di wilayah yang diduduki Asia
Tenggara (seperti RT / RW sistem Indonesia) dengan tujuan yang sama. Kemudian dalam
Perang Pasifik, tonarigumi menerima pelatihan dasar bela negara/militer untuk melayani
militer dan sebagai pengamat pergerakan pesawat, perahu dan tentara musuh yang
mencurigakan di pantai maupun di tempat lainnya.
Pada akhirnyapun dimaksudkan bahwa tonarigumi berfungsi sebagai milisi
sekunder/tentara cadangan, dalam kasus invasi musuh. Beberapa tonarigumi mengambil
bagian dalam pertempuran di Manchukuo, dipilih utara dan Karafuto, di hari-hari terakhir
Perang Pasifik. Secara formal akhirnya sistem ini dihapuskan pada tahun 1947 oleh otoritas
pendudukan Amerika, sistem bertahan sampai batas tertentu dalam sistem pemerintahan
Jepang Modern, pemerintah dalam tanggung jawab mereka telah membatasi peran tonarigumi
sebatas untuk kebutuhan administrasi lokal dan koordinasi kegiatan bantuan bencana dan
lingkungan.
Perkembangan Kebudayaan Struktur Masyarakat (RT/RW)

Setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia ternyata sistem Tonarigumi diadopsi oleh


Pemerintah Republik Indonesia dengan nama Rukun Tetangga. Pada masa demokrasi
terpimpin sistem ini berperan dalam mengontrol masyarakat, mengorganisir alur informasi
pemerintah, serta mendukung operasi militer. Pada masa orde baru pemerintah memanfaatkan
sistem ini juga untuk mengontrol keamanan seperti masa-masa sebelumnya, bahkan sampai
pada tujuan politik yang berkuasa. Hingga saat ini sistem RT/RW masih dijalankan dan
mempunyai fungsi administratif terkecil.

Di masa kini, di mata orang awam, RT lebih banyak dipandang sebagai lembaga yang
cuma berfungsi administratif dan melakukan urusan remeh-temeh. Orang hanya ingat RT
ketika butuh surat pengantar untuk membuat KTP, KK, dan surat-surat lainnya. Keberadaan
dan fungsi RT/RW selama ini cenderung kurang terpikirkan, padahal RT/RW merupakan
salah satu komponen utama dalam konsep community-centered local government. Selain itu,
karena kedekatannya dengan warga, Ketua RT/RW bisa dimanfaatkan untuk kepentingan
yang lebih luas dan strategis seperti menjaring aspirasi warga, mendeteksi permasalahan
sosial secara dini (misalnya kasus narkoba, gizi buruk dan issu kesehatan lainnya, bahkan
kemungkinan lingkungan RT/RW dijadikan sebagai sarang teroris).

Pada saat yang bersamaan, peran politis sebagai saluran penyampaian aspirasi warga
juga harus diikuti dengan kemampuan RT/RW untuk melakukan advokasi kebijakan agar
aspirasi warga tersebut bisa diakomodasi pada kebijakan desa / kelurahan atau kebijakan
lembaga supra desa / kelurahan.

Mengingat adanya perkembangan lingkungan kebijakan yang ada dewasa ini, yang
secara langsung berdampak pada tuntutan perlunya pengembangan peran baru RT/RW yang
lebih luas, maka pengembangan kapasitas (capacity building) bagi aktor-aktor ditingkat
RT/RW dipandang memiliki nilai strategis yang tinggi. Dalam hal ini, pengembangan
kapasitas RT/RW diarahkan pada terbangunnya kemampuan dan peran baru, misalnya dalam
hal Pendataan anjing/kucing/kera dalam rangka mengantisipasi rabies; Upaya pencegahan
tindak kriminal (termasuk terorisme) dalam lingkup RT; Patroli ketertiban masyarakat (social
patrol); Peningkatan kesadaran dan partisipasi terhadap kebersihan/lingkungan hidup; Public
campaign dalam mensukseskan agenda politik seperti Pilkada; Mendorong terbentuknya
"knowledgable society" atau "learning society"; Agen pertama dalam proses conflict
resolution; dan sebagainya. Dengan demikian, fungsi RT tidak bersifat tradisional seperti
pencatatan administrasi kependudukan (pindah, lahir/mati, KTP/KK, dll) atau sebagai agen
penjaringan aspirasi (dalam siklus atau proses rakorbang/musrenbang) semata; tetapi jauh
lebih strategis dan dapat menjadi alternatif Pola Kelembagaan Baru Pemda Otonom. Dan
untuk mendukung fungsi-fungsi baru yang “sangat berat” tadi, maka dapat diberlakukan pola
"competitive grant" bagi RT/RW yang (dinilai) mampu menyusun (dan menjalankan) dengan
baik. Pola ini perlu ditempuh sebagai pelengkap bagi pola pemberian dana operasional rutin
bari RT/RW.
Gambaran Kebudayaan Struktur Masyarakat (RT/RW)

(Gambar. 1 Tonarigumi Zaman Jepang)

(Gambar.2 Perekembangan Pengukuhan RT/RW)


(Gambar. 3 Simbol Revitalisai Program 1 X 24 Jam Wajib Lapor RT/RW)

Revitalisasi Himbauan Kamtibmas Tamu 1x24 jam Wajib Lapor RT/RW.


Menghidupkan kembali program lama untuk mengingatkan pentingnya melaporkan setiap
adanya orang baru di lingkungan sekitar, terhadap sit kamtibmas. Salah satu bentuk upaya
pencegahan gangguan kamtibmas, maupun ancaman radikalisme dan dilakukan penempelan
stiker himbauan tamu 1x24 jam wajib lapor RT/RW oleh Kapolrestabes Surabaya dan
Danrem 084/ BJ bersama Walikota Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai