BAB I
PENDAHULUAN
ISPA merupakan infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan bagian atas
dan saluran pernapasan bagian bawah. virus, jamur dan bakteri merupakan
penyebab dari infeksi ini. Secara garis besar, ISPA dibedakan menjadi common
cold dimana pemicunya adalah virus rhinovirus, respiratory syncytial virus,
adenovirus, dan influenza yang dipicu oleh virus influenza dengan berbagai tipe.
Penyakit ini biasanya akan muncul pada saat musim pancaroba yang diakibatkan
oleh sirkulasi virus di udara yang meningkat. Selain itu, perubahan udara dari
panas ke dingin akan menyebabkan daya tahan tubuh anak menjadi lemah.
Biasanya menyerang anak di bawah lima tahun dan kelompok yang memiliki
sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit (Prabowo,
2012) yang di awali dengan suhu badan panas sekitar 380°C disertai salah satu
atau lebih gejala : tenggorokan sakit atau nyeri menelan, keluar cairan melalui
hidung, disertai batuk (Sucipto, 2011). Penularan ISPA melalui droplet yang
keluar dari hidung/mulut penderita saat batuk atau bersin yang mengandung
bakteri. Adapun komplikasi ISPA meliputi otitis media, sinusitis, faringitis,
pneumonia dan meninggal dunia karena sesak nafas (Padila, 2012).
Masa balita adalah masa yang paling penting dalam siklus kehidupan, karena
pada usia 0 sampai 5 tahun balita mengalami perkembangan fisik, mental dan
perilaku. Fase terpenting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak adalah
ketika masa bayi dan balita, karena pada masa itulah saat yang paling vital bagi
orang tua dalam membangun fondasi pertumbuhan dan perkembangan buah hati.
Proses pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi dan balita merupakan
proses yang teramat penting dalam menentukan. Angka kesakitan dan kematian
bayi dan balita merupakan indikator status kesehatan suatu bangsa. Angka
kesakitan dan kematian bayi dan balita di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan
data Depkes RI (2009), di Indonesia diketahui 157.000 bayi meninggal dunia per
tahun, atau 430 bayi meninggal perhari, dan angka kematian balita di Indonesia
juga masih cukup tinggi, yaitu mencapai 46 dari 1.000 balita setiap tahunnya. Bila
dirinci, kematian balita ini mencapai 206.580 balita per tahun, dan 569 balita per
hari.. Penyakit terbanyak yang ditemukan di masyarakat pada balita adalah ISPA
(Kemenkes, 2008)
Berdasarkan data dari WHO tahun 2016, menyatakan angka kejadian infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA) pada balita di tingkat dunia antara 15-20%,
insidensi ISPA di negara berkembang 0,29% jiwa dan kawasan industri 0,05%
jiwa sedangkan angka kejadian ISPA di negara Indonesia 151 juta jiwa pertahun.
Sedangkan prevalensi ISPA di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas, 2013) adalah sebesar 35%, yang merupakan penyakit dengan
prevalensi tertinggi pada balita (anak yang berusia 1-5 tahun). Provinsi NTB
merupakan salah satu dari lima provinsi dengan kejadian ISPA yang tertinggi
(41,7%). Tingginya angka kejadian ISPA pada balita dipengaruhi beberapa faktor
diantaranya tingkat pengetahuan orang tua terkait ISPA, pendidikan orang tua,
umur orang tua, status imunisasi, status gizi, air susu ibu atau ASI dan juga
lingkungan (Depkes RI, 2003)
Berdasarkan data Medikal Rekam Medik di RSU IPI Medan mulai Januari-
Desember 2020 ditemukan kasus ISPA…………………………………
Dalam melakukan perawatan ISPA pada anak maka sangat dibutuhkan peran
seorang ibu untuk mengetahui gambaran ISPA mulai dari pengertian, penyebab,
tanda dan gejala, proses perjalanan penyakit, komplikasi dan cara merawat anak
semasa sakitnya, sehingga dapat ditanggulanggi sedara dini untuk pencegahan
ISPA tersebut (Choirunisa, 2015).
Hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh Wardhani tahun 2016
didapatkan bahwa kejadian ISPA sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan
ibu terhadap perawatan ISPA pada balita yang berkaitan erat dengan umur, yaitu
pertambahan umur diharapkan semakin tinggi pula tingkat. Faktor yang
mempengaruhi kurangnya pengetahuan diantaranya adalah tingkat pendidikan,
sosial, ekonomi, dan faktor internal dari individu itu sendiri. Bila hal tersebut
tidak segera ditindak lanjuti maka akan di khawatirkan angka kejadian ISPA akan
terus meningkat (Suryono,2016).
Peran seorang ibu merawat balita sakit sangatlah penting karena kebutuhan
dasar balita masih bergantung dengan ibu. Ibu berperan sebagai pendidik,
pelindung anak dan pemberi perawatan pada keluarga yang sakit terutama pada
balita. Kejadian ISPA berulang pada balita dapat dipengarui oleh salah satu faktor
yaitu tingkat pengetahuan ibu terhadap penyakit ISPA. Pengetahuan yang
dimiliki, seorang ibu dapat membantu mencegah masalah kejadian ISPA pada
balita. Ibu akan lebih mewaspadai dan melindungi anak dari ISPA karena
pengetahuan yang dimilikinya. Tinggi rendahnya tingkat pengetahuan mengenai
penyakit yang dimiliki orang tua mempunyai pengaruh terhadap sikap orang tua.
Pengetahuan yang meningkat diharapkan dapat mengubah sikap orang tua dalam
mengatasi penyakit ISPA. Sikap yang perlu diterapkan orang tua antara lain sikap
terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana tanggapan terhadap tanda dan
gejala, penyakit, penyebab, cara penularan, penanganan dan lainnya.