Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN GAWAT DARURAT

HIPERTENSI

Disusun Oleh :

Vennyta Sari
2011515069

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MITRA INDONESIA

2020/2021
LAPORA
PENDAHULUAN
A. Pengertian
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan abnormal
tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari suatu
periode. Hal ini terjadi bila arteriole-arteriole konstriksi. Konstriksi arteriole
membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding
arteri (Udjianti, 2011). Darah tmggi atau hipertensi didefiniikan sebagai tekanan
darah yang intermnten atau terus menerus diatas 140/90 mmHg. Karena
frekuansi tekanan darah terjadi antar indvindu dan dapat diengaruhi oleh
lingkungan dn ansietas.
Ada dua macam hipertensi, yaitu hipertensi esensial (primer) dan
sekunder. Sembilan puluh persen dari semua kasus hipertensi adalah hipertensi
primer. Tidak ada penyebab yang jelas tentang hipertensi primer, sekalipun ada
beberapa teori yang menunjukkan adanya faktor-faktor genetik, perubahan
hormone, dan perubahan simpatis. Hipertensi sekunder adalah akibat dari
penyakit atau gangguan tertentu.
B. Etiologi
a. Penggunaan kontasepsi hormonal
Oral kontrasepsi yang berisi estrogen dapat menyebabkan hipertensi
melalui mekanisme Renin-aldosteron-mediated volume expansion. Dengan
penghentian oral kontrasepsi, tekanan darah normal kembali setelah
beberapa bulan (Udjianti, 2011).
b. Gangguan endokrin
Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan
hipertensi. Adrenal-mediated hypertension disebabkan kelebihan primer
aldosteron, kortisol dan katekolamin. Pada aldosteronisme primer biasanya
timbul dari benign adenoma korteks adrenal. Pheochromocytomas pada
medulla adrenal yang paling umum dan meningkatkan sekresi katekolamin
yan berlebihan. Pada Sindrom Cushing, kelebihan glukokortikoid yang
diekskresi dari korteks adrenal.
Sindrom Cushing’s mungkin disebabkan oleh hiperplasi adrenokortikol atau
adenoma adrenokortikol (Udjianti, 2011).
Menurut (Sunanto, 2009) faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi
adalah sebagai berikut:
1) Faktor yang dapat dirubah
a. Obesitas
Merupakan ciri khas penderita hipertensi, walaupun belum diketahui
secara pasti hubungan antara hipertensi dengan kegemukan, namun
terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita
obesitas dengan hipertensi lebih tinggi daripada dengan berat badan
normal. Memang tidak semua penderita hipertensi berbadan gemuk,
orang kurus pun tidak tertutup kemungkinan terserang hipertensi.
Kenyataannya orang gemuk menjadi peluang terkena hipertensi lebih
besar.
b. Asupan garam
Seseorang yang terlalu berlebihan mengkomsumsi garam (Nacl) yang
berlebih dapat menahan air (retensi) sehingga meningkatkan jumlah
volume darah, akibatnya jantung harus bekerja keras dan tekanan darah
menjadi naik.
c. Makanan dan gaya hidup
Tekanan darah tinggi erat kaitannya dengan gaya hidup dan makanan.
Sebagian faktor gaya hidup yang menyebabkan hipertensi, antara lain
konsumsi kopi berlebihan, minum alkohol, kurang olahraga, stres, dan
merokok. Faktor makanan mencakup: kegemukan, konsumsi rendah
garam, konsumsi garam yang berlebihan, tingginya asupan lemak.
2) Faktor yang tidak dapat dirubah
1. Seseorang yang memiliki riwayat keturunan penderita hipertensi
memiliki peluang lebih besar terkena hipertensi dari pada orang yang
tidak memiliki riwayat keturunan. Gen yang dibawa dari riwayat
keturunan sedarah sangat besar pengaruhnya terhadap penyakit ini,
meskipun penyakit hipertensi tidak identik penyakit turunan.

2. Usia (umur)
Usia (umur) sering disebut bahwa hipertensi salah satu penyakit
degenerative, yaitu penyakit karena usia. Semakin bertambahnya usia
seseorang, maka akan semakin menurun dengan produktivitas organ
tubuh seseorang.
C. Klasifikasi hipertensi
Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa Menurut JNC (Joint National
Committee)
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal ˃ 130 mmHg ˃ 85 mmHg

Normal Tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg

Stadium 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg

(hipertensi ringan)

Stadium 2 160-179 mmHg 100-109 mmHg

(hipertensi sedang)

Stadium 3 180-209 mmHg 110-119 mmHg

(hipertensi berat)

Stadium 4 ˃ 210 mmHg ˃ 120 mmHg


(hipertensi sangat berat)

D. Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada
retina seperti: perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan
pembuluh darah, dan pada kasus berat edema pupil dapat terjadi (edema
pada diskus optikus). Gejala pada orang hipertensi biasanya menunjukkan
gejala vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai system organ yang
divaskularisasi oleh system organ yang bersangkutan. Penyakit arteri
koroner dengan angina adalah gejala yang sering menyertai hipertensi.
Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respon peningkatan beban kerja
ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan tekanan sistemik yang
meningkat. Apabila jantung tidak lagi mampu menahan peningkatan beban
kerja, maka dapat terjadi gagal jantung kiri. (Price & Wilson, 2017).
Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi seperti nokturia
(peningkatan urinasi pada malam hari) dan azotemia (peningkatan nitrogen
urea darah (BUN) dan kreatinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat
mengakibatkan stroke atau serangan iskemik transien yang termanifestasi
sebagai paralysis sementara pada satu sisi (hemiplegi) atau gangguan tajam
pengluhatan. Tanda dan gejala:
a. Sakit kepala dan pusing
b. Nyeri kepala berputar
c. Rasa berat di tengkuk
d. Marah/emosi tidak stabil
e. Mata berkunang – kunang
f. Telinga berdengung
g. Sukar tidur
h. Kesemutan
i. Kesulitan bicara
j. Rasa mual / muntah
E. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada
retina seperti: perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan
pembuluh darah, dan pada kasus berat edema pupil dapat terjadi (edema
pada diskus optikus). Gejala pada orang hipertensi biasanya menunjukkan
gejala vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai system organ yang
divaskularisasi oleh system organ yang bersangkutan. Penyakit arteri
koroner dengan angina adalah gejala yang sering menyertai hipertensi.
Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respon peningkatan beban kerja
ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan tekanan sistemik yang
meningkat. Apabila jantung tidak lagi mampu menahan peningkatan beban
kerja, maka dapat terjadi gagal jantung kiri. (Price & Wilson, 2017).
F. Data Penunjang
a. Hemoglobin / hematokritUntuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhada
p volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor – factor re
siko seperti hiperkoagulabilitas, anemia. BUN : memberikan informasi te
ntang perfusi ginjal.
b. Glukosa. Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dap
at diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi).
c. Kalium serum. Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron uta
ma (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
d. Kalsium serum. Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hi
pertensi
e. Kolesterol dan trigliserid serum. Peningkatan kadar dapat mengindikasik
an pencetus untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiov
askuler).
f. Pemeriksaan tiroid. Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi d
an hipertensi.
g. Kadar aldosteron urin/serum. Untuk mengkaji aldosteronisme primer (pe
nyebab)
h. Urinalisa. Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan at
au adanya diabetes.
i. Asam urat. Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertens
i
j. Steroid urin. Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
k. IVP. Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenki
m ginjal, batu ginjal / ureter
l. Foto dada. Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesara
n jantung
m. CT scan. Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
n. EKG. Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, ganggua
n konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyak
it jantung hipertensi.
G. Penatalaksanaan hipertensi
1) Prinsip umum dalam pengelolaan tekanan darah tinggi pada lansia
menurut Meiner (2011) meliputi:
a) Menurunkan tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg. Tekanan
darah yang signifikan atau diatas 160/90 mmHg, tujuan sementara
tekanan kurang dari 160/90 mmHg.
b) Tekanan darah sistolik diatas 160 mmHg dan diastilik 85-90 mmHg
harus diobati.
c) Lansia lebih mungkin mengalami penurunan tekanan darah ortostatik
daripada dewasa. Pengukuran tekanan darah harus dilakukan dengan
klien duduk dan berdiri.
d) Bila menggunakan terapi parmakologi dosis awal harian yang
diberikan setengah dari yang direkomendasikan untuk orang dewasa.
e) Thiazide diuretics atau beta bloker yang dikombinasikan dengan
thiazide misalnya, atenolol (tenormin) dengan hydrochlrothiazide
dianjurkan karena menurunkan morbiditas dan mortalitas.
f) Pilihan obat alternatif pertama atau kedua harus sesuai dengan
karakteristik pasien.
g) Setelah tekanan darah terkendali selama satu tahun, dosis obat harus
diturunkan jika memungkinkan untuk diturunkan.
Penggunana obat antihipertensi efektif dan dapat ditoleransi
dengan baik pada lansia. Prinsipnya adalah perlahan-lahan dan hati-
hati dan memantau efek yang merugikan. Jika prinsip ini dilakukan
dengan baik pengobatan pada lansia dapat diobati dengan efek
samping yang minimal.
2) Beberapa jenis obat antihipertensi sebagai berikut:
a) Diuretics
Diuretics sering digunakan dalam pengobatan berbagai gangguan
atau masalah pada sistem kardiovaskular seperti hipertensi dan gagal
jantung. Thiazide menghambat reabsorpsi natrium dan meningkatkan
ekskresi chloride dan potassium. Misalnya Hydrochlorothiazide,
Chlorthalidone, dan metolazon (Eliopoulos, 2010). Dosis awal 12,5
sampai 25 mg/hari, loop diuretic seperti furosemide tidak digunangan
kecuali pasien mengalami gagal ginjal atau chf. Perhatian utama
terkait dengan terapi diuretik adalah hipotensi atau hypokalemia.
Klien harus dipantau secara hati-hati untuk hipokalemia. Peningkatan
glukosa darah umumnya kecil pada penggunaan thiazide diuretic
dosis rendah (Meiner, 2011).
b) Beta Blockers
Efektif dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas pada lansia.
Penyumbatan beta adrenergik menurunkan denyut dan kontraktilitas
jantung. Menyebabkan penurunan curah jantung dan bersipat
kardioprotektif. Contoh obat beta blocker seperti tenolol, metoprolol,
acebutolol, betaxolol, bisoprol, carteolol, nadolol. Beberapa efek
samping yang ditimbulkan seperti bronkospasme, bradikardi, gagal
jantung, insomnia, depresi, dan beberapa golongan beta blocker dapat
menyebabkan peningkatan trigliserida (Meiner, 2011; Eliopoulos,
2010).
c) Angiotensin converting enzyme inhibitore (ACEIs)
Cara kerja menghambat pembentukan enzim angiotensin II,
vasokontriksi dan menghambat pembentukan angiotensin I menjadi
angiotensin II. Efek samping dari obat ini adalah ruam, batuk,
gangguan rasa, neutropenia, dan proteinuria. ACEIs tidak digunakan
pada pasien gagal ginjal akut (Meiner, 2011; Eliopoulos, 2010).
d) Calcium channel blocker
Kelompok obat jenis ini cenderung lebih efektif dalam mengobati
hipertensi dibandingkan dengan obat antihipertensi lainnya. Contoh
golongan obat ini seperti, amlodipine, pelodipine, isradipine,
nicardipine, nisoldipine, dan verapamil. Efek samping dari obat ini,
sakit kepala, pusing, retensi cairan, masalah pada sistem konduksi
listrik jantng, bradikardi, gagal jantung, dan konstipasi (Eliopoulos,
2010).
3) Penatalaksanaan hipertensi secara nonfarmakologi
Junaidi (2010) menyebutkan bahwa penatalaksanaan hipertensi
secara nonfarmakologi merupakan penatalaksanaan hipertensi tanpa
menggunakan obat melainkan dengan cara mengubah kebiasan yang
memicu terjadinyaa hipertensi. Pada pasien yang mengalami hipertensi
derajat 1 atau tanpa adanya komplikasi langkah awal yang harus
dilakukan untuk penatalaksanaannya adalah dengan menerapkan pola
hidup sehat. Apabila penyakit hipertensi sudah menimbulkan komplikasi
pada organ lain maka dianjurkan untuk penatalaksanaan secara
farmakologi (PERKI, 2015).
Adapun penatalaksanaan hipertensi secara nonfarmakologis menurut
(Junaidi,2010; PERKI, 2015) adalah sebagai berikut:
a) Pada penderita obesitas diajurkan untuk mengurangi berat badan
sampai batas ideal dengan cara pola diit dan porsi makan yang tepat.
b) Membatasi penggnaan/ konsumsi garam yang berlebihan atau asupan
garam tidak melebihi 2 gr per hari.
c) Mengurangi atau berhenti mengkonsumsi alkohol atau kopi.
Mengkonsumsi alkohol sebanyak 1-2 gelas per hari dapat
meningkatkan tekanan darah. Oleh karena itu sangat dianjurkan
untuk mengurangi atau berhenti mengkonsumsi alkohol.
d) Olahraga
Melakukan olahraga secara teratur 30-60 menit per hari dan
minimal 3 hari dalam seminggu. Bagi penderita yang tidak
mempunyai waktu luang dianjurkan tetap beraktivitas misalnya
berjalan kaki, naik turun tangga.
e) Berhenti merokok
Merokok merupakan faktor utama penyebab dari penyakit
kardivaskular. Pada pasien hipertensi dianjurkan untuk berhenti
merokok.
f) Managemen stres
Manajemen stress sangat penting dalam mengatasi masalah
hipertensi pada lansia, karena tingkat stres seseorang dapat
mempengaruhi tekanan darah seseorang. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Seke dkk (2016) menjelaskan bahwa
terdapat hubungan antara kejadian stress dengan hipertensi.

H. Pengkajian Keperawatan
1. pengkajian primer
a. Airway
Tidak adanya sumbatan/obstruksi jalan napas nafas faskular , Beri alat bantu
nafas bila perlu
b. Breathing
Saturasi okigen lakukan pemriksaan gas darah, kaji jumlah pernafasan ,
dengarkan adanya bunyi krkles atau suara nafas tambahan
c. Circulation
Kaji hate rate, kaji peningkatan jvp, lakukan pemriksaan darah lengkap,
pemriksaan ekg
d. Disability
kaji tingkat kesadaran
2. pengkajian sekunder
a. Aktivitas / istirahat
Gejala :
- Kelemahan
- Letih
- Napas pendek
- Gaya hidup monoton
Tanda :
- Frekuensi jantung meningkat
- Perubahan irama jantung
- Takipnea
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner /   katup,
penyakit serebrovaskuler
Tanda :
- Kenaikan TD
- Nadi : denyutan jelas
- Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia
- Bunyi jantung : murmur
- Distensi vena jugularis
- Ekstermitas
Perubahan warna kulit, suhu dingin ( vasokontriksi perifer ),  pengisian kapiler
mungkin lambat
c. Integritas Ego
Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah, faktor
stress multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan )
Tanda :
- Letupan suasana hati
- Gelisah
- Penyempitan kontinue perhatian
- Tangisan yang meledak
- otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )
- Peningkatan pola bicara

d. Eliminasi
Gejala :  Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi,  riwayat
penyakit ginjal )
e. Makanan / Cairan
Gejala :
- Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan
kolesterol
- Mual
- Muntah
- Riwayat penggunaan diuretik
 Tanda :
- BB normal atau obesitas
- Edema
- Kongesti vena
- Peningkatan JVP
- glikosuria
f. Neurosensori
  Gejala :
- Keluhan pusing / pening, sakit kepala
- Episode kebas
- Kelemahan pada satu sisi tubuh
- Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia )
- Episode epistaksis
Tanda :
- Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau memori
( ingatan )
- Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman
- Perubahan retinal optik
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala :
- nyeri hilang timbul pada tungkai
- sakit kepala oksipital berat
- nyeri abdomen
h. Pernapasan
Gejala :
- Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas
- Takipnea
- Ortopnea
- Dispnea nocturnal proksimal
- Batuk dengan atau tanpa sputum
- Riwayat merokok
Tanda :
- Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan
- Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi )
- Sianosis
i. Keamanan
Gejala       : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda       : Episode parestesia unilateral transien
j. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala       :
- Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM ,
penyakit serebrovaskuler, ginjal
- Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lain
- Penggunaan obat / alkohol
  
I. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
c. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
d. Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang
diderita klien
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit
J. RENCANA TINDAKAN
N
O DIANGOSA TUJUAN INTERVENSI
DX
1 Resiko tinggi terhadap Setelah dilakukan tidakan
penurunan curah keperawatan 2x24 jam  - Evaluasi adanya nyeri dada
jantungberhubungan diharapkan masalah pasien ( intensitas,lokasi, durasi)
denganpeningkatan teratasi dengan KH:   - Catat adanya disritmia jantung
afterload, vasokonstriksi,   - Catat adanya tanda dan gejala
hipertrofi/rigiditas penurunan cardiac putput
ventrikuler, iskemia miokard  - Tanda Vital dalam rentang  - Monitor status kardiovaskuler
normal (Tekanan darah,  - Monitor status pernafasan yang
Nadi, respirasi) menandakan gagal jantung
  - Dapat mentoleransi aktivitas,- Atur periode latihan dan istirahat untuk
tidak ada kelelahan menghindari kelelahan
  - Tidak ada edema paru,  - Monitor toleransi aktivitas pasien
perifer, dan tidak ada asites   - Monitor adanya dyspneu, fatigue,
  - Tidak ada penurunan tekipneu dan ortopneu
kesadaran   - Anjurkan untuk menurunkan stress
Vital Sign Monitoring
  - Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
  - Catat adanya fluktuasi tekanan darah
  - Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
  - Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
  - Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
 
  

  
2 Intoleransi Setelah dilakukan tidakan  - Observasi adanya pembatasan klien
aktivitasberhubungan keperawatan 2x24 jam dalam melakukan aktivitas
dengankelemahan, diharapkan masalah pasien  - Dorong anal untuk mengungkapkan
ketidakseimbangan suplai teratasi dengan KH: perasaan terhadap keterbatasan
dan kebutuhan oksigen.   - Berpartisipasi dalam  - Kaji adanya factor yang menyebabkan
aktivitas fisik tanpa disertai kelelahan
peningkatan tekanan darah,  - Monitor nutrisi  dan sumber energi
nadi dan RR tangadekuat
  - Mampu melakukan aktivitas  - Monitor pasien akan adanya kelelahan
sehari hari (ADLs) secara fisik dan emosi secara berlebihan
mandiri   - Monitor respon kardivaskuler  terhadap
aktivitas
  - Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
  - Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan progran terapi
yang tepat.
  - Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
  - Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yangsesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan social
  
3 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tidakan  - Lakukan pengkajian nyeri secara
dengan peningkatan tekanan keperawatan 2x24 jam komprehensif termasuk lokasi,
vaskuler serebral diharapkan masalah pasien karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
teratasi dengan KH: dan faktor presipitasi
- Mampu mengontrol nyeri  - Observasi reaksi nonverbal dari
(tahu penyebab nyeri, ketidaknyamanan
mampu menggunakan tehnik  - Gunakan teknik komunikasi terapeutik
nonfarmakologi untuk untuk mengetahui pengalaman nyeri
mengurangi nyeri, mencari pasien
bantuan)   - Kaji kultur yang mempengaruhi respon
 -- Melaporkan bahwa nyeri nyeri
berkurang dengan  - Evaluasi pengalaman nyeri masa
menggunakan manajemen lampau
nyeri   - Evaluasi bersama pasien dan tim
 -- Mampu mengenali nyeri kesehatan lain tentang ketidakefektifan
(skala, intensitas, frekuensi kontrol nyeri masa lampau
dan tanda nyeri)   - Bantu pasien dan keluarga untuk
 -- Menyatakan rasa nyaman mencari dan menemukan dukungan
setelah nyeri berkurang   - Kontrol lingkungan yang dapat
  mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
  

DAFTAR PUSTAKA
Eliopoulos, C. 2010. Gerontological Nursing. Edisi Ke 7. Cina: Wolters Kluwer Health.

Meiner, S.E. 2011. Gerontologic Nursing. Edisi ke 5. USA: Mosby Elsevier.

Nugroho, H.W. 2013. Keperawatan Gerontik Dan Geriatrik. Edisi Ke 3. Jakarta: EGC

Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika.

Wijaya, A.S. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Adib, M. (2016). Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jntung, dan
Stroke. Yogyakarta: Dianloka Pustaka.
Marilynn E Doenges, dkk., 2010, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta.
Mubarak, Wahit Iqbal. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta : Sagung Seto
Muttaqin, A. (2015). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai