Anda di halaman 1dari 32

TUGAS INDIVIDU

FARMASI RUMAH SAKIT


PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU-PARU

Disusun oleh:
Sefti Qurniati Komsi
(2020001175)

Dosen Pengampu: apt. Drs. Agus Purwanggana, M.Si

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA 2021
1. Pedoman Formularium Iso Farmakoterapi
A. DEFINISI/PENGERTIAN PENYAKIT
TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

B. ETIOLOGI
Etiologi Tuberkulosis
Mycobacterium tuberculosis penyebab TB merupakan bakteri berbentuk batang,
basil gram positif, dan mengandung komplek lipid-glikolipid serta lilin di dalam
dinding selnya sehingga sulit ditembus oleh zat kimia. Bakteri ini sekitar 80%
menyerang paru-paru dan sisanya menyerang organ lain. M. tuberculosis merupakan
Basil Tahan Asam (BTA) sehingga untuk mendeteksi penyakit ini dapat digunakan
identifikasi dengan pewarnaan. M. tuberculosis dapat mempertahankan hidupnya pada
tempat yang gelap dan lembab, serta dalam jaringan tubuh, bakteri ini juga dapat
dormant (tertidur sampai beberapa tahun). TB timbul berdasarkan kemampuannya
untuk memperbanyak diri di dalam sel-sel fagosit (Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, 2016).
Deteksi M. tuberculosis resistan obat dilakukan dengan metode standar yang
tersedia di Indonesia yaitu metode konvensional dan metode tes cepat (rapid test).
Metode yang digunakan menurut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014b)
yaitu:
a. Metode konvensional, menggunakan media padat (Lowenstein Jensen / LJ) atau
media cair (MGIT) untuk uji kepekaan terhadap OAT lini pertama dan OAT lini
kedua. Data yang tercantum dalam rekam medik pasien TB MDR di RSUD Dr.
Moewardi diyliskan dari hasil DST (Drug Sensitivity Test) atau uji kepekaan obat
anti tuberkulosis lini pertama.
b. Tes cepat (rapid test), menggunakan Xpert MTB/Rif atau dikenal dengan
GeneXpert. GeneXpert merupakan tes amplifikasi (peningkatan jumlah salinan
DNA) asam nukleat secara otomatis sebagai sarana deteksi TB dan uji kepekaan
terhadap rifampisin. Tes ini dapat diketahui hasilnya dalam waktu kurang lebih 2
jam.
Interpretasi dari pemeriksaan GeneXpert yaitu jika DNA target MTB
terdeteksi maka hasil MTB akan ditampilkan sebagai High, Medium, Low, Very
Low; yang tergantung pada nilai Ct MTB. Nilai Ct yang lebih rendah mewakili
konsentrasi template DNA yang lebih tinggi, sebaliknya nilai Ct yang tinggi
mewakili template DNA yang lebih rendah (Tenover, 2009). Nilai Ct yang tinggi
atau rendah tidak menyebabkan adanya perbedaan pengobatan pada pasien TB
MDR.
Penyebaran dan penularan TB dapat terjadi dengan media udara melalui
partikel udara yang memiliki ukuran diameter partikel antara 1-5 m yang
mengandung Mycobacterium tuberculosis. Keberadaannya di udara dapat bertahan
dalam waktu beberapa menit hingga beberapa jam setelah bakteri penyebab TB
tersebut dikeluarkan bersama dengan dahak, batuk ataupun bersin dari seorang
penderita TB. Apabila udara yang telah terkontaminasi bakteri TB terhirup, maka
dapat masuk pada jalan napas distal yang kemudian dapat berkembang menjadi
penyakit aktif (primary progresive tuberculosis) (Frieden et al., 2003).

C. FAKTOR RESIKO
Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa faktor risiko
merupakan faktor yang bisa berasal dari faktor eksternal dan internal tubuh manusia
yang memberikan risiko untuk tertular atau terinfeksi penyakit tuberkulosis. Pasien
yang terinfeksi tuberkulosis belum tentu sakit atau tidak memiliki kemungkinan untuk
menularkan infeksi tuberkulosis, karena penularan tuberkulosis juga dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor risiko, diantaranya sebagai berikut (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2005):
a. Faktor risiko eksternal, merupakan faktor yang lebih mungkin untuk menularkan
tuberkulosis. Contoh faktor eksternal yaitu faktor lingkungan misalnya kebersihan
atau lingkungan rumah yang tidak sehat seperti halnya pemukiman padat & kumuh.
b. Faktor internal juga menyebabkan pasien terinfeksi tuberkulosis. Faktor internal
atau faktor dari dalam tubuh pasien sendiri yang disebabkan oleh terganggunya
sistem kekebalan atau imunitas tubuh karena kekurang nutrisi, infeksi HIV/AIDS,
pengobatan dengan obat - obatan imunosupresan dan lain sebagainya.
Cara penularan
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman.
4. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab.
5. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut.
6. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Risiko penularan

1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB
paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar
dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
2. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis
Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu
tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk
terinfeksi setiap tahun.
3. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
4. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.

Risiko menjadi sakit TB.


1. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
2. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000
terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun.
Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
3. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah
daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi
buruk).

D. GEJALA KLINIK
Gejala klinis pasien TB
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi
TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke sarana
pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka
(suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
langsung.

E. DIAGNOSIS
Diagnosis TB melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak merupakan metode baku
emas (gold standard). Namun, pemeriksaan kultur memerlukan waktu lebih lama
(paling cepat sekitar 6 minggu) dan mahal. Pemeriksaan 3 spesimen (SPS) dahak secara
mikroskopis nilainya identik dengan pemeriksaan dahak secara kultur atau biakan.
Pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan pemeriksaan yang paling efisien, mudah,
murah, bersifat spesifik, sensitif dan hanya dapat dilaksanakan di semua unit
laboratorium.
Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan
dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
1. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama
kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
dahak pagi pada hari kedua.
2. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di sarana pelayanan
kesehatan.
3. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di sarana pelayanan kesehatan pada hari kedua,
saat menyerahkan dahak pagi.

Diagnosis TB Paru

1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-
pagi-sewaktu (SPS).
2. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman
TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan
dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto
toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis
sepanjang sesuai dengan indikasinya.
3. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks
saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis.
4. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
5. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.

Diagnosis TB Ekstra Paru.

1. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lain-lainnya.
2. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode
pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya
uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi
tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai
berikut:
1. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis ‘TB paru
BTA positif. (lihat bagan alur)
2. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT. (lihat bagan alur).
3. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa,
efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis
berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).

F. KOMPLIKASI
Pengobatan TB Pada Keadaan Khusus
1. Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan
TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan,
kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena
bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap
pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa
keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat
berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular
TB.
2. Ibu menyusui dan bayinya
Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan
pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang
ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat.
Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan
kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut
dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi
tersebut sesuai dengan berat badannya.
3. Pasien TB pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk
KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien
TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang
mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).
4. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS
Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama
seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan
pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV
adalah dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV(antiretroviral)
dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO. Penggunaan
suntikan Streptomisin harus memperhatikan Prinsipprinsip Universal Precaution
(Kewaspadaan Keamanan Universal) Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya
diberikan secara terintegrasi dalam satu sarana pelayanan kesehatan untuk menjaga
kepatuhan pengobatan secara teratur. Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap
infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing =
Konsul sukarela dengan test HIV).
5. Pasien TB dengan hepatitis akut
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik,
ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana
pengobatan Tb sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol
(E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan
Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan.
6. Pasien TB dengan kelainan hati kronik
Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum
pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak
diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau
peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan
dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh
digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau
2HES/10HE.
7. Pasien TB dengan gagal ginjal
Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui empedu
dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat
diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal.
Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari
penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas pemantauan
faal ginjal tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis
yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal
ginjal adalah 2HRZ/4HR.
8. Pasien TB dengan Diabetes Melitus
Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas
obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu
ditingkatkan. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai
pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral. Pada pasien Diabetes
Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu hati-hati
dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat kelainan tersebut.

G. PENATALAKSANAAN (GUIDELINE)
Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola dengan
menggunakan strategi DOTS. Penatalaksanaan penyakit TB merupakan bagian dari
surveilans penyakit; tidak sekedar memastikan pasien menelan obat sampai dinyatakan
sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang dibutuhkan,
petugas yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak
lanjutnya.
Prinsip pengobatan
Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan
lanjutan.

Tahap awal (intensif)


1. Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
2. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
3. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam
2 bulan.

Tahap Lanjutan
1. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama.
2. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan .

Dalam pengobatan TB digunakan OAT dengan jenis, sifat dan dosis sebagaimana pada
Tabel 1.
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
A. WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease)
merekomendasikan paduan OAT standar, yaitu :
1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
2HRZE/4HR
2HRZE/6HE
2. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
2HRZES/HRZE/5HRE
3. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
2HRZ/4HR
2HRZ/6HE
B. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB di
Indonesia:
1. Kategori 1 : 2HRZE/4(HR)3.
2. Kategori 2 : 2HRZES/(HRZE)/5(HR)3E3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan OAT Sisipan : HRZE dan OAT
Anak : 2HRZ/4HR.

Paduan OAT dan peruntukannya.

1. Kategori 1
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
 Pasien baru TB paru BTA positif.
 Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
 Pasien TB ekstra paru

Dosis yang digunakan untuk paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3


sebagaimana dalam Tabel 2.

2. Kategori 2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
 Pasien kambuh
 Pasien gagal
 Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Dosis yang digunakan untuk paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/


5(HR)3E3 sebagaimana dalam Tabel 4.
Catatan:

a. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk


streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
b. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
c. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

3. OAT Sisipan (HRZE)


Paduan OAT ini diberikan kepada pasien BTA positif yang pada akhir pengobatan
intensif masih tetap BTA positif.
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori
1 yang diberikan selama sebulan (28 hari) sebagaimana dalam Tabel 6.

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya


kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru
tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada
OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko
resistensi pada OAT lapis kedua.

EFEK SAMPING dan TATALAKSANANYA


H. TERAPI TANPA OBAT
Terapi Non-Farmakologis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014b).
Kegiatan pemberian konseling, edukasi kesehatan, dan motivasi pada pasien TB
dan anggota keluarga mereka tentang penyakit dan perlunya pengobatan teratur sampai
selesai adalah sangat penting. Dukungan psikososial kepada pasien TB untuk
tercapainya keberhasilan pengobatan. Penyuluhan khusus juga diberikan kepada pasien
mengenai etika batuk / higiene respirasi (menutup mulut dengan tangan ketika batuk
atau bersin, atau lebih disarankan menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun
setelah batuk atau bersin)

2. Formularium – Iso Farmakoterapi


A. Obat yang digunakan untuk terapi TB Paru yang disesuaikan dengan
penatalaksanaan (guideline)
1. Isoniazid (H)
2. Rifampicin ( R)
3. Pyrazinamide (Z)
4. Streptomycin (S)
5. Ethambutol (E)

B. Monografi obat selengkap-lengkapnya


1. ISONIAZID (H)
a. Indikasi:

Tuberkulosis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.

b. Peringatan:

gangguan fungsi hati (uji fungsi hati); gangguan fungsi ginjal; risiko efek samping
meningkat pada asetilator lambat; epilepsi; riwayat psikosis; alkoholisme; hepatitis
berat, hepatotoksik, penderita neuropati perifer, penderita HIV, wanita hamil,
menyusui dan post partum, pasien hipersensitif, diabetes mellitus, intoleransi
galaktosa, porfiria.

c. Interaksi:

Gangguan fungsi hati: pasien atau keluarganya diberitahu cara mengenal gejala
gangguan fungsi hati dan dinasehatkan untuk segera menghentikan obat dan
memeriksakan diri bila timbul nausea persisten, muntah-muntah, lesu atau ikterus.
Interaksi dengan obat; Penggunaan bersamaan dengan antikonvulsan, sedatif,
neuroleptik, antikoagulan, narkotika, teofilin, prokainamid, kortikosteroid,
asetaminofen, aluminium hidroksida, disulfiram, ketokonazol, obat bersifat
hepatotoksik dan neurotoksik. Interaksi dengan makanan; tidak diberikan
bersamaan dengan makanan, alkohol, keju dan ikan.

d. Kontraindikasi:

penyakit hati yang akut; hipersensitivitas terhadap isoniazid; epilepsi; gangguan


fungsi ginjal dan gangguan psikis.

e. Efek Samping:

mual, muntah, anoreksia, konstipasi, pusing, sakit kepala, vertigo, neuritis perifer,
neuritis optik, kejang, episode psikosis; reaksi hipersensitivitas seperti eritema
multiform, demam, purpura, anemia, agranulositosis; hepatitis (terutama pada usia
lebih dari 35 tahun); sindrom SLE, pellagra, hiperglikemia dan ginekomastia,
pendengaran berkurang, hipotensi, flushing.
f. Dosis:

Tuberkulosis Aktif: DEWASA; 5 mg/kgBB per hari (4-6 mg/kgBB per hari),
ANAK :10 mg/kgBB per hari (10-15 mg/kgBB per hari). Untuk dewasa dengan BB
30-45 kg, dosis per hari 200 mg diberikan dalam dosis tunggal. Untuk pasien
dengan BB >45 kg, dosis per hari 300 mg diberikan dalam dosis tunggal.
Tuberkulosis Latent (Monoterapi): diberikan sedikitnya 6 bulan DEWASA; 300 mg
per hari. ANAK; 10 mg/kgBB per hari (maks. 300 mg/hari). Tablet isoniazid 300
mg tidak boleh diberikan untuk anak dengan BB

2. RIFAMPICIN ( R)
a. Indikasi:

Untuk pengobatan tuberkulosis yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis dalam kombinasi dengan obat antituberkulosis lain dan dalam
kombinasi dengan obat antilepra untuk pengobatan lepra dengan mengubah
keadaan infeksi menjadi keadaan noninfeksi.

b. Peringatan:

kurangi dosis pada gangguan fungsi hati; lakukan pemeriksaan uji fungsi hati dan
hitung sel darah pada pengobatan jangka panjang; gangguan fungsi ginjal (jika
dosis lebih dari 600 mg/hari) lihat Lampiran 3; kehamilan dan menyusui lihat
Lampiran 4 dan lampiran 5. Penting: pasien yang menggunakan kontrasepsi oral
dianjurkan untuk menggunakan metode tambahan; dapat mengubah warna lensa
kontak, menyebabkan warna kemerahan pada seluruh sekresi tubuh, penderita
diabetes melitus, flu syndrome, sesak napas, syok anafilaksis.

c. Interaksi:

Interaksi obat: peggunaan dengan antasida, opiat, antikolinergik dan ketokonazol,


berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal, obat antiretroviral (non-nucleoside
reverse transcriptase inhibitors dan protease inhibitors). Interaksi laboratorium:
positif palsu dengan metode KIMS (Kinetic Interaction of Microparticles in
Solution).
d. Efek Samping:

gangguan saluran cerna meliputi mual, muntah, anoreksia, diare; pada terapi
intermiten dapat terjadi sindrom influenza, gangguan respirasi (napas pendek),
kolaps dan syok, anemia hemolitik, anemia, gagal ginjal akut, purpura trombo-
sitopenia; gangguan fungsi hati, ikterus; flushing, urtikaria, ruam; gangguan sistem
saraf pusat meliputi sakit kepala, pusing, kebingungan, ataksia, lemah otot, psikosis.
Efek samping lain seperti udem, kelemahan otot, miopati, lekopenia, eosinofilia,
gangguan menstruasi; warna kemerahan pada urin, saliva dan cairan tubuh lainnya;
tromboplebitis pada pemberian per infus jangka panjang.

e. Dosis:

Tuberkulosis : DEWASA dalam dosis tunggal, BB <50kg adalah 450 mg, BB


>50kg adalah 600mg (pasien dengan gangguan fungsi hati tidak lebih dari
8mg/kgBB). ANAK: 10-20 mg/kgBB sebagai dosis harian (dosis total tidak lebih
dari 600 mg).

Lepra multibasiler: Rifampisin 600mg satu kali sebulan+dapson 100mg satu kali
sehari+klofazimin(Lamprene) 300mg satu kali sebulan+50mg satu kali sehari
dengan durasi pengobatan selama 2 tahun.

Lepra pausibasiller: Rifampisin 600mg satu kali sebulan+dapson 100mg (1-2


mg/kgBB) satu kali sehari dengan durasi pengobatan 6 bulan.

Catatan:

Oral: Untuk memastikan absorpsi yang optimal, riampisin harus diberikan pada
perut kosong (1jam sebelum atau 2 jam setelah makan). Jika diberikan bersamaan
dengan makanan meningkatkan toleransi gastrointestinal.

3. PYRAZINAMIDE (Z)
a. Indikasi:

Tuberkulosis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dalam kombinasi


dengan anti tuberkulosis lainnya.
b. Peringatan:

Gangguan fungsi hati; gangguan fungsi ginjal; diabetes mellitus; gout; pasien
hipersensitif terhadap etionamid, isoniazid, niasin, serta pirazinamid.

c. Interaksi:

Gangguan fungsi hati: pasien dan pengantarnya diberitahu cara mengenal gejala
gangguan fungsi hati dan dinasehatkan untuk segera menghentikan obat dan
memeriksakan diri bila timbul nausea persisten, muntah-muntah, lesu atau ikterus.
Penggunaan bersama dengan probenesid, allopurinol, ofloksasin dan levofloksasin,
obat hepatotoksik. Pirazinamid dapat mengganggu efek obat antidiaberik oral, serta
mengganggu tes untuk menentukan keton urin.

d. Kontraindikasi:

gangguan fungsi hati berat, porfiria (lihat 11.8.2), hipersensitivitas terhadap


pirazinamid, gout, wanita hamil dan menyusui.

e. Efek Samping:

hepatotoksisitas, termasuk demam anoreksia, hepatomegali, ikterus, gagal hati;


mual, muntah, artralgia, anemia sideroblastik, urtikaria, flushing, sakit kepala,
pusing, insomnia, gangguan vaskular : hipertensi, hiperurikemia, arthalgia.

f. Dosis:

15-30 mg/kg BB sekali sehari. Dosis maksimal sehari 3 g. Digunakan pada 2 bulan
pertama dari 6 bulan pengobatan. Untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal 20-
30 mg/kg BB tiga kali seminggu.

4. STREPTOMYCIN (S)
a. Indikasi:

Tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain; tularemia, plague, pengobatan


brusellosis, pengobatan glanders, enterokokal endokarditis dan streptokokal
endokarditis.

b. Peringatan:
hipersensitivitas; aminoglikosida.

c. Kontraindikasi:

kehamilan; aminoglikosida.

d. Efek Samping:

Gangguan kulit/alergi: ruam, indurasi, atau abses di sekitar lokasi suntikan, mati
rasa dan kesemutan di sekitar mulut, vertigo.

e. Dosis:

Injeksi intramuskular, DEWASA: 15 mg/kgBB (12-18 mg/kgBB) per hari


(maksimal 1 g) selama 5 hari dalam seminggu atau 25-30 mg/kgBB 2 kali
seminggu. ANAK: 20-40 mg/kgBB sehari (maksimal 1 g) atau 25-30 mg/kgBB 2
kali dalam seminggu. Selama masa pengobatan dosis kumulatif tidak boleh lebih
dari 120 g.

TULAREMIA: Dosis dewasa 1 – 2 g sehari dalam dosis terbagi selama 7


– 14 hari atau sampai pasien afebris selama 5 – 7 hari.

PLAGUE: Dosis dewasa 2 g (30 mg/kgBB) sehari dalam 2 dosis terbagi


minimal selama 10 hari.

BRUSELLOSIS: digunakan bersamaan tetrasiklin atau doksisiklin


DEWASA: 1 g streptomisin im 1 atau 2 kali sehari selama minggu pertama dan
sekali sehari selama pengobatan berikutnya. ANAK: > 8 tahun ,20mg/kgBB
(sampai dengan 1 g) streptomisin im sehari umumnya selama 2 minggu. Diberikan
bersamaan dengan kotrimoksazol, streptomisin diberikan selama 2 minggu pada
awal pengobatan.

STREPTOKOKAL ENDOKARDITIS: streptomisin diberikan bersama


dengan penisilin, dengan dosis 1 g 2 kali sehari selama 1 minggu diikuti dengan
500mg 2 kali sehari selama 1 minggu. Usia 60 tahun keatas 500 mg 2 kali sehari
selama 2 minggu bersamaan dengan penisilin.
ENTEROKOKAL ENDOKARDITIS: diberikan bersama penisislin 1 g 2
kali sehari selama 2 minggu diikuti dengan 500 mg 2 kali sehari selama 4 minggu.

5. ETHAMBUTOL (E)
a. Indikasi:

Tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain untuk pengobatan tuberkulosis


yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis; pengobatan yang disebabkan
oleh Mycobacterium avium complex.

b. Peringatan:

Turunkan dosis pada gangguan fungsi ginjal; lansia; kehamilan; ingatkan pasien
untuk melaporkan gangguan penglihatan.

c. Kontraindikasi:

Hipersensitivitas terhadap zat aktif atau zat rambahan obat, neuritis optik, gangguan
visual; ANAK di bawah 6 tahun (lihat keterangan di atas).

d. Efek Samping:

Neuritis optik, buta warna merah/hijau, neuritis perifer.

e. Dosis:

DEWASA dan ANAK di atas 6 tahun, 15-25 mg/kgBB sebagai dosis tunggal.

C. Obat pilihan yang paling terbaik dan bermutu untuk digunakan sebagai pilihan terapi
TB Paru, dipilih dari yang beredar di pasaran. (4 Nama spesialit obat). Berikan
penjelasan.
A. Isoniazid (H)
1. BENIAZIDE

Kandungan : Isoniazid (INH) dan Vitamin B6 (Pyridoxine)

Pabrik : Zenith
Bentuk Sediaan : Tablet

Kekuatan : 400 mg

Golongan Obat :K

Harga : Rp. 514,- /tablet

Dosis : 1 tablet 1 kali sehari

Penyajian : Berikan saat perut kosong 1 jam sebelum atau 2 jam


sesudah makan.

Cara Penyimpana : simpan di tempat sejuk dan kering, terhindar dari paparan
sinar matahari langsung

Perhatian : Gangguan fungsi hati dan ginjal pada pasien yang


menggunakan obat hepatotoksik lainnya, kejang, DM,
alkoholik kronik, hamil, laktasi.

Efek Samping : Gangguan gastrointestinal, neuropati perifer, neuritis


optikus, kejang, psikosis, gangguan hati, kelainan darah,
reaksi kulit, hiperglikemi, asidosis, pelagra.

Kemasan : 1 Dos isi 10 Strip x 10 Tablet

2. INOXIN 400

Kandungan : Isoniazid (INH) 400 mg dan Vit. B6 (Pyridoxine) 10 mg

Produsen : Dexa Medica

Pabrik : Tanabe Abadi

Bentuk Sediaan : Tablet

Kekuatan : 400 mg
Golongan Obat :K

Harga : Rp. 714,- / tablet

Dosis :1 tablet 1 kali sehari

Penyajian :Berikan saat perut kosong 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah
makan.

Cara Penyimpanan :simpan di tempat sejuk dan kering, terhindar dari paparan
sinar matahari langsung

Perhatian :Gangguan fungsi hati dan ginjal pada pasien yang


menggunakan obat hepatotoksik lainnya, kejang, DM,
alkoholik kronik, hamil, laktasi.

Efek Samping : Gangguan gastrointestinal, neuropati perifer, neuritis


optikus, kejang, psikosis, gangguan hati, kelainan darah,
reaksi kulit, hiperglikemi, asidosis, pelagra.

Kemasan : 1 Dos isi 15 Strip x 10 Tablet

3. INHA 400

Kandungan : Isoniazid (INH) 400 mg dam Vit.B6 (Pyridoxine) 10 mg

Bentuk Sediaan : Tablet salut selaput

Kekuatan : 400 mg

Golongan Obat :K

Harga : Rp. 5.500,- / 10 tab

Dosis : PENGGUNAAN OBAT INI HARUS SESUAI DENGAN


PETUNJUK DOKTER.

Dewasa : 4-5 mg/kg berat badan/hari dosis tunggal atau


dosis terbagi,maksimal 300 mg/hari.
Anak-anak : Anak 10-20 mg/kg berat badan/hari dosis
tunggal atau dosis terbagi,

Aturan Pakai : 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan

Kemasan : Dus, 10 Strip @ 10 Tablet Salut Selaput

Kontra Indikasi : Hipersensitif, penderita penyakit hati yang disebabkan oleh


obat-obatan lain.

Pabrik : Mersifarma Tirmaku Mercusana

4. PEHADOXINE

Komposisi : INH 400 mg, vit.B6 10 mg

Bentuk Sediaan : Tablet

Kekuatan : 400 mg

Golongan Obat :K

Harga : Rp. 8.500,- / 10 tablet

Dosis : PENGGUNAAN OBAT INI HARUS SESUAI DENGAN


PETUNJUK DOKTER. Dewasa : 1 tablet 3 kali sendiri.
Anak : 1/2 tablet 3 kali sehari.

Aturan Pakai : Berikan sesudah makan

Kemasan : Dus, 10 Strip @ 10 Tablet

Kontra Indikasi : Penyakit hati yang diinduksi oleh obat

Perhatian : HARUS DENGAN RESEP DOKTER. Gangguan fungsi


hati dan ginjal pada pasien yang menggunakan obat
hepatotoksik lainya. Kejang, diabetes melitus, alkoholik
kronik. Hamil, laktasi Kategori Kehamilan :C

Pabrik : Phapros
B. Rifampicin ( R)

Komposisi : Rifampicin

Bentuk : Tablet

Kekuatan : 450mg

Dosis : Tuberkulosis : Dewasa 450-600mg/hari sebagai dosis tunggal.


Maksimal : 600mg/hari. Lepra : Dewasa 450-600mg/hari.

Harga : Rp. 3013,- /tablet

Penyajian :Paling baik diberikan pada saat perut kosong 1 jam sebelum atau
2 jam sesudah makan

Perhatian : Gangguan fungsi hati, hamil trimester 1

Efek Samping : Efek Gastrointestinal, fungsi hati abnormal, ikterus, demam


disertai gejala seperti flu. Perubahan fungsi ginjal dan gagal ginjal
(karena hipersensitivitas) , Reaksi kulit, eosinofilia, leukopenia,
trombositopenia, purpura, syok.

Kemasan : 1 Dos isi 10 Strip x 10 Tablet

Pabrik :Kimia Farma

C. Pyrazinamide (Z)
1. PYRAZINAMIDE

Komposisi : Pyrazinamide 500mg

Bentuk Sediaan : Tablet

Kekuatan : 500 mg

Golongan Obat :K
Dosis : 20-35 mg / kg / hari. Maks: 3 g sehari. Dewasa> 60 kg 1.500
mg sehari, 40-60 kg 1.000 mg sehari

Harga : Rp. 459,- / tablet

Penyajian : Sebaiknya diberikan bersama dengan makanan

Perhatian : Gangguan fungsi ginjal dan pasien dengan riwayat GOUT

Efek Samping : Hepatotoksik, hiperurisemia

Kemasan : 2 Dos isi 10 Strip x 10 Tablet

Pabrik : DEXA MEDICA

2. PRAZINA

Komposisi : Pyrazinamide 500mg

Bentuk Sediaan : Tablet

Kekuatan : 500 mg

Golongan Obat :K

Harga : Rp.14.100,- / 10 tablet

Dosis : PENGGUNAAN OBAT INI HARUS SESUAI DENGAN


PETUNJUK DOKTER. 20 - 35 mg/kg BB/hari. Maksimal
: 3 g/hari.

Dewasa dengan BB > 60 kg : 1500 mg/hari.

Dengan BB 40 -60 kg : 1000 mg/hari.

Dengan BB < 40 kg : 750 mg/hari. Semua dosis diberikan


3 kali sehari

Aturan Pakai : Berikan sesudah makan

Kemasan : Dus, 10 Strip @ 10 Tablet

Kontra Indikasi : Kerusakan hati berat


Perhatian : HARUS DENGAN RESEP DOKTER. Gangguan fungsi
ginjal atau ada riwayat gout

Pabrik : Armoxindo Farma

3. NEOTIBI
Kandungan : Pyrazinamide

Kekuatan : 500mg

Golongan : Obat Keras

Bentuk : Kaplet

Kemasan : Strip @ 10 Kaplet

Farmasi : Pyridam Farma

Harga : Rp16.000 / 10 kaplet

Dosis : PENGGUNAAN OBAT INI HARUS SESUAI DENGAN


PETUNJUK DOKTER. 3 x sehari 1 kaplet

Aturan Pakai : Bersamaan dengan makanan

Kemasan : Dus, 10 Strip @ 10 Kaplet

Kontra Indikasi : Kerusakan hati berat.

Perhatian : HARUS DENGAN RESEP DOKTER. Gangguan fungsi


ginjal, riwayat gout, diabetes.

4. PYRATIBI
Kandungan : Pyrazinamide
Kekuatan : 500 mg

Golongan : Obat Keras


Bentuk : Kaplet

Kemasan : Box, 10 Strip @ 10 Kapsul

Farmasi : Ifars

Harga : Rp8.000 - Rp13.000/ Strip

Dosis : Obat ini memerlukan resep dokter untuk pembelian serta


penggunaannya.

Dewasa: Sebagai bagian dari rejimen multidrug:


Untuk pengobatan standar 2 bulan tanpa pengawasan:

Pasien dengan berat badan <50 kg: 1,5 g setiap hari.

Pasien dengan berat badan 50 kg: 2 g setiap hari.

Untuk pengobatan 2 bulan dengan pengawasan intermiten

Pasien dengan berat badan <50 kg: 2 g diminum 3 kali


seminggu.

Pasien dengan berat badan 50 kg: 2,5 g diminum 3 kali


seminggu.

Anak: Sebagai bagian dari rejimen mulitdrug:

Untuk pengobatan standar 2 bulan tanpa pengawasan: dosis


35 mg/kg berat badan setiap hari.

Untuk pengobatan 2 bulan dengan pengawasan intermiten:


50 mg/kg berat badan diminum 3 kali seminggu.

Efek Samping : gout akut (asam urat), Anoreksia (gangguan makan), Mual,
muntah, Malaise (lemas), Demam, Disuria (nyeri pada saat
buang air kecil, terasa tidak nyaman), Perburukan tukak
lambung, Artralgia (nyeri sendi), Demam, Anemia
sideroblastik
Kontraindikasi : Alergi, Asam urat, Porfiria akut (kelainan genetik),
Gangguan hati

Interaksi Obat : Antagonis efek agen urikosurik (Probenecid,


sulfinpyrazone). Dapat mengurangi efek kontrasepsi
estrogen. Dapat menonaktifkan vaksin tifoid oral. Dapat
meningkatkan konsentrasi serum ciclosporin. Dapat
meningkatkan efek hepatotoksik rifampisin.

D. Streptomycin (S)
1. Streptomycin Sulfate
Kandungan : Streptomycin sulfate

Golongan : Obat Keras

Bentuk : Serbuk Injeksi 1 gram/vial

Satuan Penjualan : Vial

Kemasan : Dus, 100 Vial @ 1 gram

Farmasi : Phapros Indonesia; Meiji; Kimia Farma

Dosis : Streptomycin Sulpfate merupakan Golongan Obat Keras,


sehingga penggunaanya harus sesuai dengan Resep Dokter.

Tuberculosis : Dosis 750 mg setiap hari 3 kali / minggu atau


1.5 g 2 kali / minggu.

E. Ethambutol (E)
1. ARSITAM

Komposisi : Etambutol HCI 500 mg


Bentuk sediaan : tablet

Kekuatan : 500 mg

Harga : Rp. 1200 – 1.800 / tablet

Dosis : PENGGUNAAN OBAT INI HARUS SESUAI DENGAN


PETUNJUK DOKTER. 15-25 mg/kgBB dosis tunggal tiap
hari

Aturan Pakai : Sesudah makan

Kemasan : Dus, 10 Strip @ 10 Tablet

Kontra IndikasI :-

Perhatian : HARUS DENGAN RESEP DOKTER. Kerusakan ginjal


berat: gout, penurunan keakuratan penglihatan. Menyusui.

Manufaktur : Meprofarm

2. BACBUTHOL

Komposisi : Ethambutol 500 mg

Bentuk sediaan : tablet

Kekuatan : 500 mg

Harga : Rp. 13.400 -29.300 / 8tablet

Dosis : PENGGUNAAN OBAT INI HARUS SESUAI DENGAN


PETUNJUK DOKTER. 15-25 mg/kg BB dosis tunggal tiap
hari/tiap 24 jam

Aturan Pakai : Sesudah makan

Kemasan : Box isi 20 strip @ 8 tablet

Kontra Indikasi : Neuritis optik. Anak < 13 tahun


Perhatian : HARUS DENGAN RESEP DOKTER. Kerusakan ginjal
parah; gout, daya penglihantan berkurang laktasi

Pabrik : Armoxindo Farma

3. METHAM

Komposisi :Ethambutol / Etambutol

Bentuk sediaan : tablet

Kekuatan : 500 mg

Harga : Rp. 1173,- / tablet

Dosis :TBC untuk kali pertama Dewasa: 15 miligram per


kilogram berat badan (mg/kg) tiap hari Anak-anak: 25
miligram per kilogram berat badan (mg/kg) tiap hari selama
dua bulan pertama. Selanjutnya dosis dikurangi menjadi 15
mg/kg. TBC kambuh Dewasa: 25 miligram per kilogram
berat badan (mg/kg) tiap hari selama dua bulan pertama.
Selanjutnya dosis dikurangi menjadi 15 mg/kg. Anak-
anak:25 miligram per kilogram berat badan (mg/kg) tiap
hari selama dua bulan pertama. Selanjutnya dosis dikurangi
menjadi 15 mg/kg.

Penyajian :Dikonsumsi bersama dengan makan

Perhatian : Tidak disarankan untuk wanita hamil, gangguan ginjal,


gangguan penglihatan,

Efek Samping : Sakit kepala, mual, muntah, gangguan penglihatan, sakit


perut

Kemasan : 1 Dos isi 10 Strip x 10 Tablet

Pabrik : Kimia Farma.

Anda mungkin juga menyukai