Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PROSES PERTUMBUHAN SEL DAN PERADANGAN SEL

Disusun Oleh :

Kiki Hamdani

NIM 2003277026

S1 Keperawatan TK 1A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes MUHAMMADIYAH CIAMIS
2020/2021
JL. K.H. Ahmad Dahlan No.20, Ciamis, Kec. Ciamis, Kabupaten
Ciamis, Jawa BaratKATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat

serta hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang “Proses pertumbuhan sel

dan proses peradangan” ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari sempurna, oleh karena itu

kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi

kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi saya dan bagi

semua pihak pada umumnya, semoga Ridho Allah menyertai kita semua. Amin Ya Robbal

Alamin.

Ciamis, Maret 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................ii
BAB 1.........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG......................................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH..................................................................................................................1
1.3 TUJUJAN.......................................................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................2
2.1 Proses pertumbuhan sel..................................................................................................................2
A. Pertumbuhan sel...............................................................................................................................2
B. Kultur Curah.....................................................................................................................................3
C. . Kondisi Lingungan yang Berpengaruh pada Pertumbuhan.......................................................4
D. Model Pertumbuhan Inhibitor........................................................................................................5
E. Pertumbuhan Sel dalam Kultur Sinambung..................................................................................6
2.1 Proses peradangan sel.........................................................................................................................8
A. Pengertian......................................................................................................................................8
A. Proses peradangan.........................................................................................................................9
BAB III.....................................................................................................................................................14
PENUTUP................................................................................................................................................14
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................................................14
3.2 SARAN...........................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................16

ii
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sel merupakan unit terkecil yang menjadi dasar kehidupan dalam arti biologis. Semua
fungsi kehidupan diatur dan berlangsung di dalam sel. Karena itulah, sel dapat berfungsi secara
autonom asalkan seluruh kebutuhan hidupnya terpenuhi. Makhluk hidup (organisme) tersusun
dari satu sel tunggal (uniselular), misalnya bakteri, Archaea, serta sejumlah fungi dan protozoa)
atau dari banyak sel (multiselular). Pada organisme multiselular terjadi pembagian tugas
terhadap sel-sel penyusunnya, yang menjadi dasar bagi hirarki hidup.
Struktur sel dan fungsi-fungsinya secara menakjubkan hampir serupa untuk semua
organisme, namun jalur evolusi yang ditempuh oleh masing-masing golongan besar organisme
(Regnum) juga memiliki kekhususan sendiri-sendiri. Sel-sel prokariota beradaptasi dengan
kehidupan uniselular sedangkan sel-sel eukariota beradaptasi untuk hidup saling bekerja sama
dalam organisasi yang sangat rapi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimana proses pertumbuhan sel ?


2.      Bagaimana proses peradangan sel ?

1.3 TUJUJAN

1.      Untuk mengetahui proses pertumbuhan sel


2.      Untuk mengetahui proses peradangan sel

1
2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Proses pertumbuhan sel

A. Pertumbuhan sel
Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai peningkatan komponen - komponen seluler.
Terdapat dua macam pertumbuhan sel, yaitu pertumbuhan yang berakibat peningkatan
ukuran sel tetapi tidak jumlah sel. Dan yang kedua adalah pertumbuhan yang diikuti dengan
peningkatan jumlah sel. Dalam hal yang pertama, inti sel membelah tetapi tidak diikuti
oleh pembelahan sel.

Tahap-tahap pertumbuhan sel yaitu:

1. Fase Lag

Pada saat pertama kali organisme ditumbuhkan pada media kultur yang baru
biasanya tidak segera didapati peningkatan jumlah atau massa sel. Walaupun demikian sel
tetap mensintesis komponen seluller. Fase lag dapat terjadi karena beberapa faktor antara
lain karena sel yang sudah tua dan kekurangan ATP, essential cofactors serta ribosom.
Substansi substansi ini harus terlebih dahulu disintesis sebelum pertumbuhan berlangsung.
Kemungkinan yang lain adalah media pertumbuhan yang berbeda dengan media
pertumbuhan sebelumnya. Dalam hal ini enzim- enzim baru akan diperlukan untuk
penggunaan nutrisi yang berbeda. Selain itu lag fase dapat terjadi apabila sel mengalami
kerusakan sehingga membutuhkan waktu untuk perbaikan kembali. Lamanya lag phase
bervariasi tergantung pada kondisi sel dan sifat dari media. Sel yang sudah tua atau baru
saja dikeluarkan dan tempat penyimpanan (refrigerated) atau dikultur dalam suatu media
dengan kandungan nutrisi yang berbeda akan membutuhkan lag fase yang lebih panjang
jika dibandingkan dengan sel yang masih muda dan dikulturkan pada media baru yang
sama.

2. Fase Eksponensial

3
Fase ini disebut juga dengan fase log. Organisme tumbuh dan membelah pada
kecepatan maksimum tergantung pada sifat genetik, medium dan kondisi pertumbuhan.
kecepatan pertumbuhan konstant, sel membelah dan meningkat jumlahnya (doubling) dalam
interval yang teratur. Pada fase ini sel mempunyai kesamaan sifat kimia dan fisiologi
sehingga banyak digunakan dalam studi - studi biokimia dan fisiologi.

3. Fase Stationer

Pada fase ini kurva pertumbuhan berhenti dan kurva horisontal. Hal ini disebabkan
ketidakseimbagan nutrient dan O 2, keseimbangan jumlah sel yang membelah dan yang
mati, tipe organisme serta akumulasi limbah toksik seperti asam laktat. Bakteri mampu
tumbuh pada maksimum populasi sel (cell density) 1 x sel/ml sedangkan protozoa dan
alga hanya mampu tumbuh pada tingkat populasi 1 x 106 sel/ml.

4. Fase Kematian

Pada fase kematian adanya perubahan lingkungan tumbuh seperti kehabisan nutrisi
dan akumulasi limbah toksik menjadi faktor penyebab menurunnya jumlah sel hidup. Sel
mengalami kernatian dalam pola logaritmik (Biyobe, 2012)

B. Kultur Curah
Kultur curah merupakan salah satu teknik perkembangan mikroorganisme dengan
menggunakan sistem batch. Dasar mengenai kultur curah yaitu:

1. Kultur curah merupakan cara yang paling sederhana, sehingga menjadi titik awal
untuk studi kinetika kultivasi
2. Resiko kontaminasi rendah
3. Konsentrasi produk akhir lebih tinggi
4. Tidak perlu mikroba dengan kestabilan tinggi karena waktu kultivasinya pendek
5. Dapat untuk fase fermentasi yang berbeda pada bioreaktor yang sama (Contoh :
pertumbuhan sel pd fase eksponensial &pembentukan produk pd fase stasioner =
metabolit sekunder
6. Pada industri farmasi, semua bahan-bahan yang digunakan harus diketahui
dengan tepat, sehingga lebih praktis dengan proses curah

4
7. Dari aspek rekayasa bioproses, kultur curah lebih fleksibel dalam perencanaan
produksi, terutama untuk memproduksi beragam produk dengan pasar kecil
8. Kelemahan : Terakumulasi produk yang dapat menghambat pertumbuhan
(Borowatzki, 1988)

C. . Kondisi Lingungan yang Berpengaruh pada Pertumbuhan


Pertumbuhan mikroorganisme dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya yaitu
faktor yang berasal dari lingkungannya. Mikroorganisme tersebut harus dapat beradaptasi
terhadap lingkungannya guna kelangsungan hidupnya untuk jangka panjang. Adapun kondisi
lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan sel yaitu:

a. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
sel. Semua makhluk hidup membutuhkan suhu yang sesuai untuk menunjang pertumbuhan dan
perkembangannya. Adapun berdasarkan suhu pertumbuhannya, mikroorganisme dibedakan atas
3 kelompok, yaitu:

 Psikrofil, yaitu mikroorganisme yang dapat tumbuh pada rentang suhu antara 0 oC
– 20 oC dengan suhu optimumnya sekitar 15 oC
 Mesofil, yaitu mikroorganisme yang dapat tumbuh pada rentang suhu antara 20 oC
– 45 oC.
 Termofil, yaitu mikroorganisme yang dapat tumbuh pada suhu 35 oC atau lebih.
b. Derajat Keasaman (pH)
Pertumbuhan dan kelangsungan hidup mikroorganisme dipengaruhi oleh pH habitat.
Derajat keasaman dinyatakan dalam skala pH dengan rentang nilai 0 – 14. Derajat keasaman air
murni yaitu 7 (netral). Nilai pH yang semakin menurun mendekati nol, maka keasamannya
semakin meningkat, sedangkan nilai pH yang meningkat hingga mencapai 14 maka nilai
kebasaan (alkalinitas) semakin meningkat. Selama proses pertumbuhan nilai pH dapat berubah.
Adapun rentang pH bagi pertumbuhan bakteri antara 4 – 9 dengan pH optimum 6,5 – 7,5.
Sedangkan jamur lebih menyukai pH asam, dengan rentang pH pertumbuhannya yaitu 1 – 9 dan
pH optimumnya 4 – 6.
c. Oksigen

5
Gas atmosfer yang mempengaruhi pertumbuhan sel yaitu gas oksigen dan
karbondioksida, tetapi yang terpenting adalah gas oksigen. Oksigen tidak mutlak dibutuhkan
oleh mikroorganisme karena pada beberapa mikroorganisme, oksigen itu sendiri dapat menjadi
racun bagi pertumbuhannya. Berdasarkan kebutuhan atas oksigen, mikroorganisme dapat dibagi
atas 4 kelompok, yaitu:
 Mikroorganisme aerob, yaitu mikroorganisme yang memerlukan oksigen
 Mikroorganisme anaerob, yaitu mikroorganisme yang tidak memerlukan oksigen
karena oksigen tersebut dapat membentuk hidrogen peroksida (H 2O2) yang dapat menjadi
racun dan menyebabkan kematian
 Mikroorganisme fakultatif anaerob, yaitu mikroorganisme yang tetap tumbuh
dalam lingkungan fakultatif anaerob
 Mikroorganisme aerofilik, yaitu mikroorganisme yang membutuhkan oksigen
dalam jumlah yang terbatas karena jumlah oksigen yang berlebih dapat menghambat
kinerjanya dan menyebabkan kematian
(Hamdiyati, 2011)

D. Model Pertumbuhan Inhibitor


Bila dalam proses pertumbuahan sel dengan bantuan enzim, substrat berlebih dapat
menjadi inhibitor pada medium pertumbuhan. Pola penghambatan yang disebabkan oleh
inhibitor ini memiliki pola yang sama dengan reaksi katalis enzim.

 Pola Hambatan Substrat


Bila bila reaksi enzim substrat tunggal merupakan lankah penentu dalam pertubuhan
mikroba, maka hambatan aktifitas enzim dalam menghambat pertumbuhan mikroba adalah
mempunyai pola yang sama.
 Hambatan Produk
Bila konsentrasi produk tinggi dapat menjadi penghambat untuk pertumbuhan mikroba.
Penghambat produk dapat kompetitif atau nonkompetitif, laju pertumbuhan terhambat didekati
dinyatakan dengan persamaan ekponensial.
 Hambatan Senyawa Toksik

6
Beberapa inhibitor bukan berasal dari subtract ataupun produknya tetapi berasal dari
senyawa lain yang senyawa toksik. Senyawa tersebut dapat menyebabkan sel sel mati atau tidak
aktif lagi (Lubis, dkk., 2006)

E. Pertumbuhan Sel dalam Kultur Sinambung


Kultur berkesinambungan adalah seperangkat teknik yang digunakan untuk
menumbuhkan mikroorganisme yang dapat bereproduksi pada tingkat pertumbuhan
submaksimal dengan keterbatasan pertumbuhan yang berbeda sedemikian rupa, sehingga kondisi
kultur tetap hampir konstan (dalam keadaan tunak) selama jangka waktu yang panjang. Dalam
keadaan tunak, pertumbuhan organisme dapat dipelajari dengan sangat rinci di bawah keadaan
fisiokimia dengan kontrol yang tepat. Kondisi seperti itu bisa diterima banyak pemodelan
matematika yang memungkinkan analisis kuantitatif yang kuat dari kegiatan mikroba. Prinsip
kultur berkesinambungan pertama kali muncul dalam literatur dekat pertengahan abad kedua
puluh, terutama dari pekerjaan yang dilakukan di laboratorium dari Herbert, Monod, dan Novick.
Sejak saat itu, teknik kultur berkesinambungan telah menjadi alat yang umum dalam penelitian
dan industri.

Penggunaan kultur berkesinambungan telah memungkinkan studi menjadi


beberapa fenomena ekologi, termasuk hubungan antara tingkat pertumbuhan dan fluks
metabolisme intraselular, respon transkripsional mikroorganisme ke berbagai keterbatasan
nutrisi, strategi kompetitif antara mikroorganisme pada konsentrasi hara rendah, serta seleksi dan
persaingan antara mutan secara spontan atau terancang untuk aplikasi bioteknologi. Sebagaimana
alat sinergis terus menjadi lebih kuat dan tersedia secara luas, jumlah penggunaan dan nilai
teknik kultur berkesinambungan klasik kemungkinan akan terus tumbuh pada tingkat yang
sebanding (Kuenen dan Johnson, 2009).

Penerapan metode mikrobiologi dan pengalaman untuk membentuk bioteknologi


baru yang muncul untuk kultur sel tanaman telah tampil dalam beberapa tahun terakhir. Teknik
kultur berkesinambungan menggunakan prinsip chemostat awalnya dikembangkan dengan
bakteri untuk tujuan memungkinkan kontrol pertumbuhan dalam kondisi ekuilibrium yang
ditetapkan. Potensial metode, baik sebagai alat penelitian dan sebagai alat produksi mengarah ke
penerapannya pada jamur, hewan, dan belakangan ini untuk menanam kultur sel. Kultur

7
berkesinambungan pada sel tumbuhan telah difasilitasi oleh munculnya kemampuan suspensi sel
relatif halus yang tersebar dan homogen pada pertumbuhan media komposisi kimia tertentu
(Wilson, 1980)

Kultur Berkesinambungan adalah sistem kultur 'terbuka' di mana media segar


(sterilisasi) diperkenalkan pada kecepatan aliran (Φ), dari cairan kultur secara terus menerus
dikeluarkan pada kecepatan yang sama. Dalam kultur berkesinambungan, adalah mungkin untuk
menjaga konsentrasi keadaan tunak dari nutrisi pertumbuhan berbatas dalam kultur, yang
memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme pada tingkat submaksimal. Selain itu, dalam
kultur berkesinambungan, parameter seperti pH, tekanan oksigen, konsentrasi produk
pengeluaran, dan kerapatan populasi dapat dengan mudah dikendalikan. Beberapa jenis metode
kultur berkesinambungan yang ada (yaitu, auxostat, turbidostat, dan chemostat), tapi sejauh ini
yang paling umum adalah kultur berkesinambungan aliran terkontrol, chemostat. Chemostat
adalah sistem kultur berkesinambungan di mana laju pengenceran (D), dan laju pertumbuhan
spesifik (μ), diatur secara eksternal dan semua parameter pertumbuhan lainnya akan beradaptasi
dengan sesuai (Kuenen dan Johnson, 2009).

Dalam kultur batch aktivitas biosintesis sel terkultur bervariasi dengan tingkat
pertumbuhan dan ketersediaan substrat. Studi tentang faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
dan metabolisme sel difasilitasi oleh tiga fitur khusus kultur chemostat.

a) Chemostat memungkinkan pengendalian dari laju pertumbuhan dengan tidak ada


perubahan terhadap lingkungan selain konsentrasi substrat pertumbuhan berbatas.

b) Chemostat dapat digunakan untuk memperbaiki laju pertumbuhan keadaan tunak


ketika lingkungan berubah. Misalnya laju pertumbuhan yang sama dapat dipertahankan di
bawah pembatasan fosfat atau nitrat. Hal ini berguna untuk membedakan antara efek dari
perubahan laju pertumbuhan dan perubahan nutrisi berbatas pada metabolisme sel.

c) Chemostat dapat digunakan untuk mempertahankan pertumbuhan substrat


terbatas sementara pada saat yang sama menjaga lingkungan konstan. Hal ini berbeda dengan
karakteristik kultur batch tertutup di mana substrat pertumbuhan berbatas dicapai hanya
secara sementara dan disertai dengan perubahan laju pertumbuhan dan lingkungan.

8
Teknik chemostat dapat menawarkan dua keuntungan yang berbeda:

1. Dapat memperluas jangkauan kondisi yang mungkin dalam suatu kultur

2. Dapat digunakan untuk mengatasi beberapa kesulitan dalam menafsirkan


pola kompleks pertumbuhan yang selalu terjadi dalam kultur batch.
Kedua fitur tersebut memungkinkan memberikan pemahaman yang lebih baik
ditetapkan dari pengaturan metabolisme dalam sel tanaman terkultur (Wilson, 1980).

Mikroorganisme, diinokulasi ke dalam medium pertumbuhan yang sesuai, yang


akan tumbuh pada tingkat yang maksimum yang mungkin di bawah kondisi yang diberikan.
Selama pertumbuhannya, lingkungan akan terus berubah, tapi selama kondisi masih
menguntungkan, pertumbuhan akan berlanjut sampai setidaknya satu dari substrat penting dalam
medium menjadi pembatas. Jika semua nutrisi lainnya yang ada secara berlebih, ini disebut
substrat pertumbuhan berbatas (Kuenen dan Johnson, 2009).

2.1 Proses peradangan sel


A. Pengertian
Peradangan adalah respons perlindungan normal tubuh terhadap cedera. Terjadi saat sel
darah putih melawan untuk melindungi kita dari infeksi, misalnya dari bakteri atau virus. Juga
terjadi saat tubuh kita cedera, misalnya jika Anda terkilir sewaktu berolahraga, yang sering kali
menjadi menyakitkan, bengkak, dan meradang.

Peradangan merupakan suatu kondisi respon terhadap cedera jaringan atau infeksi, yang
bisa terjadi dalam rongga mulut. Peradangan yang terjadi akan melalui mekanisme pertahanan
tubuh disebabkan oleh adanya respon terhadap pengaruh rusaknya jaringan yang bersifat lokal,
pengaruh rusakya jaringan tersebut bisa terjadi adanya bakteri (Yoczhan et al, 2015). Peradangan
akan berhubungan dengan beberapa fungsi seperti fungsi darah, fungsi pembuluh darah, fungsi
saraf, fungsi limfa, fungsi cairan serta sel – sel di sekitar peradangan. Peradangan akut akan
mengakibatkan timbulnya respon relatife singkat berlangsung, dalam beberapa jam atau hari
setelah terjadinya peradangan (Suryana, 2014).

9
A. Proses peradangan

Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam


tubuh kita. Mikroorganisme (MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat
toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh
akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh
antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan
adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengeluarkan senjata, berupa zat
kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti
infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus
untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar
dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh
hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin dibantu
oleh enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari
termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik patokan
suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat
tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya
terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ( pergerakan otot rangka) ini
ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Dan terjadilah demam.

Proses inflamasi atau peradangan dimediatori oleh histamin, prostaglandin, eicosanoid,


leukotrien, sitokin, nitrit oksida, dan lain-lain. Menurut Roman (2009), proses terjadinya
inflamasi dimulai dengan kerusakan jaringan akibat stimulus yang menyebabkan pecahnya sel
mast diikuti denganpelepasan mediator inflamasi, dilanjutkan dengan terjadinya vasodilatasi yang
kemudian menyebabkan migrasi sel leukosit.
 Patogenesis Infeksi

Kuman ( apakah itu bakteri, virus, protozoa maupun jamur) mempunyai mekanisme
dalam menyerang sel inangnya. Secara ringkas kuman tersebut bisa menginfeksi melalui
4 tahap yaitu:

1. Adhesi (menempel)
2. Kolonisasi(berbiak)

10
3. Penetrasi (masuk ke tubuh)
4. Invasi (menyebar ke seluruh tubuh sambil berbiak)

Sedangkan strategi mencegahnya dengan cara :

Hindari terjadinya penempelan dengan cara membuat permukaan kulit dan selaput
mukosa dalam keadaaan mulus dan meningkatkan kekebalan permukaaan (IgA) melalui
program vaksinasi live melalui tetes mata, tetes hidung maupun tetes mulut. Disamping
itu pemberian vitamin seperti vitamin A D E maupun C yang banyak berperan pada
proses regenerasi sel kulit dan selaput lender dan juga berperan sebagai antioxidant dan
peningkatan aktivitas sel Natural kill dan sel macrophage.

Kalau terjadi penempelan, maka yang harus ditingkatkan adalah aktivitas dan jumlah
sel-sel fagosit dengan cara pemberian zat-zat yang bersifat immune booster. Penetrasi dan
invasi bisa dicegah dengan cara meningkatkan antibodi (kekebalan humoral)di dalam
darah melalui program vaksinasi kill dan peningkatan jumlah dan aktivitas sel fagosit dan
sel-sel limfosit.

Infeksi adalah kolonalisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap organisme
inang, dan bersifat pilang membahayakan inang. Organisme penginfeksi, atau patogen,
menggunakan sarana yang dimiliki inang untuk dapat memperbanyak diri, yang pada
akhirnya merugikan inang. Patogen mengganggu fungsi normal inang dan dapat
berakibat pada luka kronik, gangrene, kehilangan organ tubuh, dan bahkan kematian.
Respons inang terhadap infeksi disebut peradangan. Secara umum, patogen umumnya
dikategorikan sebagai organisme mikroskopik, walaupun sebenarnya definisinya lebih
luas, mencakup bakteri, parasit, fungi, virus, prion, dan viroid.

Simbiosis antara parasit dan inang, di mana satu pihak diuntungkan dan satu pihak
dirugikan, digolongkan sebagai parasitisme. Cabang kedokteran yang menitikberatkan
infeksi dan patogen adalah cabang penyakit infeksi.

Secara umum infeksi terbagi menjadi dua golongan besar:


• Infeksi yang terjadi karena terpapar oleh antigen dari luar tubuh
• Infeksi yang terjadi karena difusi cairan tubuh atau jaringan, seperti virus HIV,
karena virus tersebut tidak dapat hidup di luar tubuh.
11
Infeksi Awal

Setelah menembus jaringan, patogen dapat berkembang pada di luar sel tubuh
(ekstraselular) atau menggunakan sel tubuh sebagai inangnya (intraselular). Patogen
intraselular lebih lanjut dapat diklasifikasikan lebih lanjut:

• Patogen yang berkembang biak dengan bebas di dalam sel, seperti : virus dan

beberapa bakteri (Chlamydia, Rickettsia, Listeria).

• Patogen yang berkembang biak di dalam vesikel, seperti Mycobacteria.

Jaringan yang tertembus dapat mengalami kerusakan oleh karena infeksi patogen,
misalnya oleh eksotoksin yang disekresi pada permukaan sel, atau sekresi endotoksin
yang memicu sekresi sitokina oleh makrofaga, dan mengakibatkan gejala-gejala lokal
maupun sistemik.

Terpuruknya mekanisme sistem kekebalan. Pada tahapan umum sebuah infeksi,


antigen selalu akan memicu sistem kekebalan turunan, dan kemudian sistem kekebalan
tiruan pada saat akut. Tetapi lintasan infeksi tidak selalu demikian, sistem kekebalan
dapat gagal memadamkan infeksi, karena terjadi fokus infeksi berupa:

• Subversi sistem kekebalan oleh pathogen

• Kelainan bawaan yang disebabkan gen

• Tidak terkendalinya mekanisme sistem kekebalan

Perambatan perkembangan patogen bergantung pada kemampuan replikasi di


dalam inangnya dan kemudian menyebar ke dalam inang yang baru dengan proses
infeksi. Untuk itu, patogen diharuskan untuk berkembangbiak tanpa memicu sistem
kekebalan, atau dengan kata lain, patogen diharuskan untuk tidak menggerogoti inangnya
terlalu cepat. Patogen yang dapat bertahan hanya patogen yang telah mengembangkan
mekanisme untuk menghindari terpicunya sistem kekebalan.

Variasi Sserotipe

12
Salah satu cara yang digunakan patogen untuk menghindari sistem kekebalan
adalah dengan mengubah struktur permukaan selnya. Banyak patogen ekstraselular
mempunyai tipe antigenik yang sangat beragam. Salah satu contoh adalah streptococcus
pneumoniae, penyebab pneumonia, yang mempunyai banyak tipe antigenik dan baru
diketahui 84 macam. Setiap macam mempunyai stuktur pelapis polisakarida yang
berbeda. Tipe-tipe tersebut dibedakan berdasarkan uji serologi, sehingga disebut juga
serotipe. Infeksi yang dilakukan oleh satu serotipe tertentu dapat memicu sistem
kekebalan tiruan terhadapnya, tetapi tidak terhadap infeksi ulang yang dilakukan oleh
serotipe yang berbeda, oleh karena sistem kekebalan tiruan melihat satu serotipe sebagai
satu jenis organisme yang berbeda. Infeksi akut berulang dari antigen yang sama dapat
terjadi karena hal ini.

Penggunaan kapsul pelindung yang mencegah lisis oleh sistem komplemen dan
fagosit juga dilakukan Mycobacterium tuberculosis. Spesies bacterioides umumnya
bakteri komensal yang berdiam di usus buntu mamalia. Beberapa spesies seperti
Bacterioides fragilis adalah patogen oportunistik penyebab infeksi pada lapisan
peritoneum. Spesies ini menghindari sistem kekebalan dengan mempengaruhi pencerap
yang digunakan fagosit untuk menelan bakteri atau dengan menyamar sebagai sel
organisme tersebut sehingga sistem kekebalan tidak mengenali mereka sebagai patogen.
Bakteri dan jamur mungkin juga membentuk lapisan bio kompleks, menyediakan
perlindungan dari sel dan protein dari sistem kekebalan.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa lapisan bio muncul di infeksi yang


berhasil, termasuk infeksi kronis Pseudomonas aeruginosa dan Burkholderia cenocepacia,
ciri utama dari cystic fibrosis.

Mutasi genetic

Metode kedua yang lebih dinamis ditunjukkan oleh virus influensa. Virus influensa
dikenali oleh sistem kekebalan melalui hemaglutinin yang terdapat pada permukaan
virus.

• Mutasi genetik yang pertama disebut antigenic drift yang mengubah notasi gen
ekspresi dari hemaglutinin, sebagai respon dari protein yang berada pada permukaan,

13
neuraminidase. Mutasi yang lain mengubah epitop agar tidak dikenali oleh sel T,
khususnya yang mempunyai pencerap CD8.

• Mutasi genetik yang kedua disebut antigenic shift yang terjadi karena tertukarnya
RNA antara virus baru dengan virus yang telah lama berada dalam tubuh inang.

• Mekanisme ketiga melibatkan tata-ulang DNA terprogram. African trypanosome


mempunyai kemampuan untuk mengubah major surface antigen berkali-kali dengan satu
kali infeksi. Trypanosome terbalut sebuah tipe glikoprotein yang disebut variant-specific
glycoprotein (VSG), yang dengan mudah dapat dikenali oleh sistem kekebalan. Meskipun
demikian, DNA trypanosome mengandung lebih dari 1000 gen VSG dengan ekspresi
antigenik yang berlainan. Pada tingkat bakteri, kemampuan tata-ulang DNA juga
dijumpai pada Salmonella typhimurium dan Neisseria gonorrhoeae.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Tahap – tahap pertumbuhan sel yaitu fase lag, fase eksponensial, fase stationer dan fase
kematian
Kultur curah merupakan salah satu teknik perkembangan mikroorganisme dengan
menggunakan sistem batch.
Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan sel yaitu suhu, derajat keasaman
(pH) dan kebutuhan akan oksigen.
Pola hambatan inhibitor terdiri dari pola hambatan substrat, pola hambatan produk dan pola
hambatan senyawa toksik.
Kultur berkesinambungan adalah seperangkat teknik yang digunakan untuk menumbuhkan
mikroorganisme yang dapat bereproduksi pada tingkat pertumbuhan submaksimal dengan
keterbatasan pertumbuhan yang berbeda sedemikian rupa.

Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh kita.
Mikroorganisme (MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin
tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan
berusaha melawan dan mencegahnya dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara
lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan adanya
proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengeluarkan senjata, berupa zat kimia
yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi.

15
3.2 SARAN
Demikianlah makalah ini saya buat, saya menyadari bahwa makalah yang kami buat
masih jauh dari kata sempurna dan masih memilki begitu banyak kekurangan. Oleh karena
itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat kami diharapkan demi
perbaikan kepadanya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Biyobe, 2012. Teknologi Bioproses 2012. Gramedia. Jakarta


Borowitzka, M.A., & Borowitzka, L.J. 1988. Microalgal Biotechnology. New York : Cambridge
University Press
Doran, Pauline M. 1995. Bioprocess Engineering Principles. USA: Elsevier Science &
Technology Books.
Hamdiyati, Yanti. 2011. Pertumbuhan dan Pengendalian Mikroorganisme. Universitas
Pendidikan Indonesia
Kuenen, J. G., & Johnson, O. J. 2009. Continuous Cultures (Chemostats). Los Angeles, CA :
Elsevier, Inc.
Wilson, G. 1980. Continuous Culture of Plant Cells Using the Chemostat Principle. Department
of Botany University College Dublin Belfield, Dublin 4, Ireland : Springer, Inc.
https://www.academia.edu/9556892/PERTUMBUHAN_SEL

17

Anda mungkin juga menyukai