Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN FOKUS MASALAH UTAMA NYERI KRONIS

(HIPERTENSI)

Disusun Oleh :

META MARGARETNA

2011040136

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH PURWOKERTO

2020/2021
A. Definisi
Hipertensi atau penyakit “darah tinggi” merupakan kondisi seseorang
mengalami kenaikan tekanan darah baik secara lembut atau mendadak (akut).
Hipertensi menetap (tekanan darah tinggi yang tidak menurun) merupakan faktor
risiko terjadinya stroke, penyakit janting koroner (PJK), gagal jantung, gagal ginjal,
dan aneurisma arteri (penyakit pembuluh darah). Peningkatan tekanan darah yang
relatif kecil, namun hal tersebut dapat menurunkan angka harapan hidup (Agoes et al,
2011). Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah gejala yang akan
berlanjut kesuatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner
(untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrophy (untuk otot jantung) dengan target
organ diotak berupa stroke, hipertensi menjadi penyebab utama stroke yang
membawa kematian (Bustan, 2016).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik setidaknya 140 mmHg
atau tekanan diastolik 90 mmHg, hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita
penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit syaraf, ginjal,
dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah semakin besar resikonya (Sylvia
A.Price). Pada lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2015).
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat
subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam skala tingkatannya
dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri
yang dialaminya(Hidayat, 2016).
Pada kehidupan nyeri bersifat lama dan ada yang singkat, berdasarkan lama
waktu terjadinya inilah maka nyeri dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut dan nyeri
kronis. Nyeri biasanya berkurang sejalan dengan penyembuhan, nyeri ini umunya
terjadi kurang dari 6 bulan (Kusharyadi, 2018).
B. Etiologi
Penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi essensial
(primer) merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan ada
kemungkinan karena faktor keturunan atau genetik (90%). Hipertensi sekunder yaitu
hipertensi yang merupakan akibat dari adanya penyakit lain. Faktor ini juga erat
hubungannya dengan gaya hidup dan pola makan yang kurang baik. Faktor makanan
yang sangat berpengaruh adalah kelebihan lemak (obesitas), konsumsi garam dapur
yang tinggi, merokok dan minum alkohol.
Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka
kemungkinan menderita hipertensi menjadi lebih besar. Faktor-faktor lain yang
mendorong terjadinya hipertensi antara lain stress, kegemukan (obesitas), pola makan,
merokok (M.Adib,2017).
C. Tanda & gejala
Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala
khusus. Menurut Sutanto (2015), gejala-gejala yang mudah diamati antara lain yaitu :
gejala ringan seperti, pusing atau sakit kepala, sering gelisah, wajah merah, tengkuk
terasa pegal, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak napas, rasa berat
ditengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan (keluar darah dari hidung).
D. Patofisiologi
Menurut Yusuf (2014), Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan
tahanan perifer. Tubuh mempunyai sitem yang berfungsi mencegah perubahan
tekanan darah secara akut. Sistem tersebut ada yang bereaksi ketika terjadi perubahan
tekanan darah dan ada juga yang bereaksi ketika terjadi perubahan tekanan darah
secara akut. Sistem tersebut ada yang bereaksi ketika terjadi perubahan tekanan darah
dan ada yang bereaksi lebih lama. Sistem yang cepat tersebut antara lain reflek
kardiovaskular melalui baroreseptor, reflek kemorereptor, respon iskemia susunan
saraf pusat, dan reflek yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis, dan otot polos.
Sistem lain yang kurang cepat merespon perubahan tekanan darah melibatkan respon
ginjal dengan perngaturan hormon angiotensin dan vasopresor.
Kejadian hipertensi dimulai dengan adanya atherosklerosis yang merupakan
bentuk dari arterioklerosis (pengerasan arteri). Antherosklerosis ditandai oleh
penimbunan lemak yang progresif pada dinding arteri sehingga mengurangi volume
aliran darah ke jantung, karena sel-sel otot arteri tertimbun lemak kemudian
membentuk plak, maka terjadi penyempitan pada arteri dan penurunan elastisitas
arteri sehingga tidak dapat mengatur tekanan darah kemudian mengakibatkan
hipertensi. Kekakuan arteri dan kelambanan aliran darah menyebabkan beban jantung
bertambah berat yang dimanisfestasikan dalam bentuk hipertrofo ventrikel kiri (HVK)
dan gangguan fungsi diastolik karena gangguan relaksasi ventrikel kiri sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan darah dalam sistem sirkulasi. (Hull, 1996; dalam
Panggabean 2006, Bustan 2016).
Berdasarkan uraian patofisiologi hipertensi diatas dapat disimpulkan bahwa
hipertensi dimulai adanya pengerasan arteri. Penimbunan lemak terdapat pada dinding
arteri yang mengakibatkan berkurangnya volume cairan darah ke jantung.
Penimbunan itu membentuk plak yang kemudian terjadi penyempitan dan penurunan
elastisitas arteri sehingga tekanan darah tidak dapat diatur yang artinya beban jantung
bertambah berat dan terjadi gangguan diastolik yang mengakibatkan peningkatan
tekanan darah.
E. PATHWAY

F. Pemeriksaan penunjang
a. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
b. Pemeriksaan retina
c. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal
dan jantung
d. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
e. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
f. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan
fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
g. Foto dada dan CT scan

A. Penatalaksanaan
1. Terapi tanpa obat
a. Mengendalikan berat badan
Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan
untuk menurunkan berat badannya sampai batas normal.
b. Pembatasan asupan garam (sodium/Na)
mengurangi pamakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6
gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium,
magnesium, dan kalium yang cukup).
c. Berhenti merokok
Penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap
rokok diketahui menurunkan aliran darah keberbagai organ dan dapat
meningkatkan kerja jantung.
d. Mengurangi atau berhenti minum minuman beralkohol.
e. Mengubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar
kolesterol darah tinggi.
f. Olahraga yang tidak terlalu berat.
Penderita hipertensi esensial tidak perlu membatasi aktivitasnya selama
tekanan darahnya terkendali.
g. Teknik-teknik mengurangi stress
Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara
menghambat respon stress saraf simpatis.
h. Manfaatkan pikiran
Kita memiliki kemampuan mengontrol tubuh, jauh lebih besar dari yang
kita duga. dengan berlatih organ-organ tubuh yang selama ini bekerja
secara otomatis seperti; suhu badan, detak jantung, dan tekanan darah,
dapat kita atur gerakannya.

2. Terapi dengan obat


a. Penghambat saraf simpatis
Golongan ini bekerja dengan menghambat akivitas saraf simpatis sehingga
mencegah naiknya tekanan darah, contohnya: Metildopa 250 mg (medopa,
dopamet), klonidin 0,075 & 0,15 mg (catapres) dan reserprin 0,1 &0,25
mg (serpasil, Resapin).
b. Beta Bloker
Bekerja dengan menurunkan daya pompa jantung sehingga pada gilirannya
menurunkan tekanan darah. Contoh: propanolol 10 mg (inderal,
farmadral), atenolol 50, 100 mg (tenormin, farnormin), atau bisoprolol 2,5
& 5 mg (concor).
c. Vasodilator
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan merelaksasi otot pembuluh
darah.
d. Angiotensin Converting Enzym (ACE) Inhibitor
Bekerja dengan menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh: Captopril 12,5,
25, 50 mg (capoten, captensin, tensikap), enalapril 5 &10 mg (tenase).
e. Calsium Antagonis
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Contohnya: nifedipin 5 &
10 mg (adalat, codalat, farmalat, nifedin), diltiazem 30,60,90 mg
(herbesser, farmabes).
f. Antagonis Reseptor Angiotensin II
Cara kerjanya dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Contoh :
valsartan (diovan).
g. Diuretic
Obat ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat urin)
sehingga volume cairan tubuh berkurang, sehingga mengakibatkan daya
pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh: Hidroklorotiazid (HCT)
(Corwin, 2001; Adib, 2009; Muttaqin, 2009).
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri b.d peningkatan neurotransmitter

C. Rencana keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
keperawatan
1. Nyeri b.d  Pain Level,  Management nyeri
 Pain control,
peningkatan  Comfort level 1. Lakukan pengkajian
neurotransmitter Kriteria hasil : nyeri secara

- Mampu mengontrol komprehensif


nyeri (tahu penyebab 2. Observasi
nyeri, mampu
menggunakan tehnik ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk nonverbal.
mengurangi nyeri,
mencari bantuan) 3. Ajarkan untuk teknik
- Melaporkan bahwa nonfarmakologi misal
nyeri berkurang dengan
menggunakan relaksasi,
manajemen nyeri guideimajeri, terapi
- Mampu mengenali
nyeri (skala, intensitas, musik distraksi.
frekuensi dan tanda 4. Kendalikan faktor
nyeri)
- Menyatakan rasa lingkungan yang
nyaman setelah nyeri dapat mempengaruhi
berkurang
- Tanda vital dalam respon pasien
rentang normal terhadap
ketidaknyamananmis
al suhu,lingkungan,
cahaya,kegaduhan.
5. Kolaborasi pemberian
antihipertensi

DAFTAR PUSTAKA
Agoes A. H, Achdiat A. H dan Arizal A. H. (2010). Penyakit di usia tua. Jakarta : EGC

Bustan, M. N. (2016). Epidemologi : penyakit tidak menular. Jakarta : Rineka Cipta

Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000

Gunawan, Lanny. 2001.Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta : Kanisius.

Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
Sheps, (2015). Mengatasi tekanan darah tinggi. Jakarta: Intisari Mediatama.

Sobel, Barry J, et all. Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi, Jakarta, Penerbit
Hipokrates, 1999

Yusuf I. 2014. Hipertensi Sekunder. Jurnal Medicinus. Vol 21, No 3.

Anda mungkin juga menyukai