Lapkas CKD
Lapkas CKD
PENDAHULUAN
Prevalensi CKD pada tahun 2009, dengan batasan nilai LFG <60
ml/menit/1,73 m2, dilaporkan bervariasi yaitu sebesar 20% di Jepang dan di
Amerika Serikat, 6,4% sampai 9,8% di Taiwan, 2,6% sampai 13,5% di Cina,
17,7% di Singapura, dan 1,6% sampai 9,1% di Thailand. Survei komunitas yang
dilakukan oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia menunjukkan bahwa 12,5%
populasi sudah mengalami penurunan fungsi ginjal.7
Saat ini, prevalensi CKD di Indonesia belum diketahui dengan pasti dan
studi faktor risiko CKD belum banyak dilakukan. Riset Kesehatan Dasar 2013
mendapatkan prevalensi gagal ginjal kronis menurut diagnosis dokter dari hasil
wawancara pada umur ≥ 15 tahun di Indonesia sebesar 0,2 %. Berdasarkan
laporan dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2015, terjadi
peningkatan pasien baru yang terdata, yaitu sebanyak 21.050 pasien. Peningkatan
pasien aktif atau pasien yang menjalani hemodialisis, diduga karena faktor
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Proporsi berdasarkan usia tertinggi pada usia
45-54 tahun yaitu 56.72% pasien baru dan 56.77% pasien aktif. Diperkirakan
insiden chronic kidney disease tahap akhir di Indonesia adalah sekitar 30,7 juta
per populasi dan prevalensi sekitar 23,4 juta per populasi.8
Berikut ini akan dilaporkan kasus anemia pada chronic kidney disease pada
seorang laki-laki usia 63 tahun yang dirawat di RSUD Noongan.
BAB II
LAPORAN KASUS
Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang dan
kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 180/100 mmHg, nadi 72 x/m, regular
kuat angkat, respirasi 20 x/m, suhu badan 36,6ºC, saturasi oksigen 99%, berat
badan 54 kg, tinggi badan 160 cm, IMT 21,09 kg/cm2. Pada pemeriksaan kepala
ditemukan ada konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat simetris
isokor, refleks cahaya normal. Pada pemeriksaan leher ditemukan faring tidak
tampak hiperemis, tonsil tidak membesar, trakea letak tengah dan tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan paru ditemukan pergerakan
dada simetris kanan dan kiri pada saat statis dan dinamis, stem fremitus kiri dan
kanan sama, kiri dan kanan sonor, suara pernapasan vesikuler, tidak ada ronki dan
wheezing dikedua lapang paru. Pada pemeriksaan jantung ditemukan iktus kordis
tidak tampak, tidak teraba, batas jantung kiri terletak pada ruang antar iga V linea
midklavikula sinistra, batas jantung kanan pada ruang iga IV linea parasternalis
dekstra, suara jantung I-II regular, tidak ditemukan gallop dan murmur. Pada
pemeriksaan abdomen datar, tidak terdapat venektasi, bunyi usus normal, hepar
dan lien tidak membesar, tidak ada cairan. Akral teraba hangat, edema tidak pada
kedua ekstremitas bawah.
Pada stadium yang paling dini chronic kidney disease terjadi kehilangan
daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal
atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar
urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum
merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada
pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan
berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan
tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran
napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan
air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain
natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi
yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan
ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal. 11,16 Pada kasus ini, LFG
pasien 3,8 ml/menit/1,73m2
Pada pasien dengan chronic kidney disease, terjadi anemia pada 80-90%
pasien.18,20 Anemia renal diakibatkan oleh karena proses inflamasi kronik dari
tubuh pada pasien dengan disfungsi renal. Faktor-faktor yang berkontribusi pada
kejadian anemia antara lain defisiensi eritropoietin, defisiensi besi, kehilangan
darah, dan pemendekan umur sel darah merah. Anemia pada penyakit ginjal
kronik disebabkan karena ketidakmampuan tubuh memproduksi eritropoietin,
sehingga berakibat pada menurunnya sintesis hemoglobin, eritropoietin yang
merupakan bagian penting dalam eritrositosis diproduksi sebagian besar oleh
tubulus proksimal ginjal. Disamping itu, pada pasien yang menjalani hemodialisa
biasanya beresiko kehilangan zat besi 3-5 gram pertahun. Dimana angka ini lebih
tinggi 20x dibantingkan pasien dengan fungsi ginjal normal.19,20
13. Levey AS, Steven LA, Schmid CH, Zhang YL, Castro AF, 3 rd, Feldman
HI, et al. A new Equation to estimate glomerular filtration rate. Ann Intern
Med. 2009;150(9):604-12.
16. Suryadi T. Prevalensi dan Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik di RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2012. Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya. MKS 2014;46(4): 275-281
17. Levey AS, Jong PE, Coresh J, Nahas MEI, Astor BC, Matsushita K,
Gansevoort RT, Kasiske BL, Eckardt KU. The definition, classification
and prognosis of chronic kidney disease: a KDIGO Controversies
conference report. Kidney international.2011;80:17-28.