Anda di halaman 1dari 13

TUGAS PAPER

MATA KULIAH PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS TI

Dosen Pengampu : Dr. Kundharu Saddhono S. S, M.Hum

Disusun Oleh :

Bhian Cahya W.R ( K1217014 / B )

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
KETERAMPILAN MENYIMAK FABEL

1. Keterampilan Berbahasa

Setiap orang memiliki kemampuan berpikir dengan baik, namun tidak semua orang memiliki
kemampuan berbahasa dengan baik. Bahasa dan berbahasa mampu mendefinisikan pola jati
diri, pola karakter, dan pola berpikir seseorang. Generasi muda (peserta didik) harus dibekali
dengan keterampilan berbahasa melalui pembelajaran di sekolah. Kegiatan pembelajaran di
sekolah tentu erat kaitannya dengan proses berbahasa (Setiawan dkk, 2018). Keterampilan
berbahasa yaitu, menyimak atau mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis (Tarigan
2008:2). Disini harus ada kemauan dan sikap antusias dari peserta didik itu sendiri. Siswa
yang memiliki minat belajar yang tinggi akan senantiasa memberikan perhatian penuh dalam
usahanya mencapai tujuan pembelajaran (Yahya dkk, 2018). Pemberdayaan keterampilan
berbahasa sebenarnya akan berkembang dengan baik di dalam diri peserta didik.
Keterampilan berbahasa berhubungan erat dengan proses-proses yang mendasari pikiran,
semakin terampil seseorang berbahasa semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya (Siti
dkk, 2013).. Keempat keterampilan berbahasa memang penting untuk dikuasai, utamanya
sebagai manusia yang menggunakan bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi dan saling
memahami antar sesama. Semuanya saling berkaitan, atau tiap satu keterampilan akan
berhubungan dengan keterampilan lainnya (Istova & Hartati, 2016). Given the importance L2
knowledge must have for L2 listening ability, and the previously mentioned correlations with
reading, a correlation of the magnitude reported by Feyten seems somewhat unlikely and
would require independent replication with more complete documentation of the test data
(Bonk, 2012). Jadi, keterampilan berbahasa merupakan sesuatu yang penting untuk dikuasai
setiap peserta didik.

2. Pengertian Menyimak

Menyimak adalah suatu kegiatan menyerap suatu informasi dengan cara mendengarkan,
mengenal dan menginterpretasi ujaran atau lambang-lambang bahasa lisan dan menyimak
mempunyai makna yang lebih dalam daripada mendengarkan. Saat menyimak kita di tuntut
untuk mendengarkan dengan penuh perhatian. Melalui kegiatan menyimak seseorang dapat
menyerap informasi atau pengetahuan yang disimaknya. Menyimak juga memperlancar
keterampilan berbicara dan menulis. Semakin baik daya menyimak seseorang maka akan
semakin baik pula daya serap informasi atau pengetahuan yang disimaknya. Menyimak
adalah proses menerima informasi, gagasan secara sungguh-sungguh, penuh perhatian,
apresiatif dan memahami pesan yang disampaikan (Satria, 2017). Menyimak melibatkan
penglihatan, penghayatan, ingatan, pengertian, bahkan situasi yang menyertai bunyi bahasa
yang disimak pun harus diperhitungkan dalam menentukan maknanya. Menyimak disebut
juga keterampilan reseptif, kata menyimak dalam bahasa Indonesia memiliki kemiripan
dengan mendengar dan mendengarkan, bahkan Harimurti Kridalaksana (1993:2)
menggunakan mendengarkan untuk istilah menyimak, tapi secara arti menyimak cakupannya
lebih luas daripada mendengarkan (Saddhono & Slamet, 2012:8). Menyimak adalah
kemampuan menangkap pesan yang disampaikan melalui bahasa lisan, menyimak adalah
proses yang mencakup kegiatan mendengar bunyi bahasa, mengindentifikasi,
menginterpretasi makna bunyi bahasa kemudian menilai dan menaggapi bunyi bahasa
tersebut (Sutinah, 2018). Menyimak adalah suatu proses yang mencakup kegiatan
mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasi, menginterpretasi, menilai, dan mereaksi atas
makna yang terkandung di dalamnya (Tarigan, 1991: 4) (dalam Musaljon,2019). Of course,
extra-personal context, as noise, has a part to play in impeding achievement, as does the
unrecordable 'noise' of incomplete code competence, varying schemata and social
psychological attitude, but ultimately, successful listening has to be learned through
cooperative endeavour (Rost, 2014). Ketika menyimak dibutuhkan konsentrasi untuk
memusatkan perhatian terhadap rangsangan yang sifatnya refleks dan mengakibatkan
perubahan. Seperti suara-suara atau lambang-lambang lisan atau gagasan-gagasan yang
disimak (Gustiar,2013).

3. Manfaat Menyimak

Banyak manfaat yang dapat kita ambil dari kegiatan menyimak, antara lain sebagai landasan
untuk belajar berbahasa; sebagai penunjang keterampilan membaca,menulis,berbicara;dan
menambah informasi. Menurut Hunt (dalam Henry Guntur Tarigan, 2008: 59) ada empat
fungsi utama menyimak (1) Memperoleh informasi yang berkaitan dengan profesi; (2)
Membuat hubungan antarpribadi lebih efektif; (3) Mengumpulkan data agar dapat membuat
keputusan yg masuk akal; (4) Agar dapat memberikan responsi yang tepat. Manfaat
menyimak antara lain sebagai berikut. Pertama, menambah ilmu pengetahuan dan
pengalaman hidup yang berharga bagi kemanusiaan sebab menyimak memiliki nilai
informatif yaitu memberikan masukan–masukan tertentu yang menjadikan kita lebih
berpengalaman. Kedua, meningkatkan intelektualitas serta memperdalam penghayatan
keilmuan. Ketiga, memperkaya kosakata kita, menambah perbendaharaan ungkapan yang
tepat, bermutu, dan puitis. Keempat, memperluas wawasan, meningkatkan penghayatan
hidup, serta membina sifat terbuka dan obyektif. Kelima, meningkatkan kepekaan dan
kepedulian sosial. Keenam, meningkatkan citra artistik jika yang kita simak itu merupakan
bahan simakan yang isinya halus dan bahasanya indah. Banyak menyimak dapat menumbu
suburkan sikap apresiatif , sikap menghargai karya atau pendapat orang lain dan kehidupan
ini serta meningkatkan selera estetis kita. Ketujuh, menggugah kreativitas dan semangat
mencipta kita untuk menghasilkan ujaran-ujaran dan tulisan-tulisan yang berjati diri. Kita
akan mendapatkan ide-ide yang cemerlang dan segar, pengalaman hidup yang berharga.
Semua itu akan mendorong kita untuk giat berkarya dan kreatif. Dalam menerapkan
keterampilan menyimak hendaknya dilakukan dengan seksama dan teliti agar tidak terjadi
kesalahan berbahasa. Kesalahan berbahasa dalam proses pemerolehan dan pembelajaran
merupakan proses yang mempengaruhi siswa dalam mempelajari bahasa itu. Sebagaimana
dikatakan (Dulay dkk, 1982) “Error is a part of a conversation that deviates from some
selected norm of nature language performance” (hlm 277). Kesalahan berbahasa yang dibuat
siswa merupakan suatu bagian belajar yang tidak terhindarkan. Akan tetapi, semakin tinggi
kuantitas kesalahan berbahasa, semakin sedikit tujuan pengajaran bahasa itu tercapai.
(Ariningsih, dkk, 2012)

4. Tujuan Menyimak
Kegiatan menyimak dalam pelaksanaannya memiliki banyak fungsi yang dapat membantu
memaksimalkan kegiatan yang sedang dilakukan. Fungsi menyimak ini antara lain;
mendapatkan fakta, menganalisis fakta, mengevaluasi fakta, mendapatkan informasi,
mendapatkan hiburan serta memperbaiki kemampuan berbicara (Daeng, dkk, 2010). By
listening we share in the insight,the vision,the knowledge,campassion,growth,and
understanding that is common in the community (Purdy, 1991). Tujuan menyimak lainnya
(1)Menyimak untuk belajar, yaitu untuk memperoleh pengetahuan dari ujaran pembicara;
(2)Menyimak untuk menikmati keindahan audial, yaitu menyimak dengan menekankan pada
penikmatan terhadap sesuatu dari materi yang diujarkan atau yang diperdengarkan;
(3)Menyimak untuk mengevaluasi. Menyimak dengan maksud agar dia dapat menilai apa-apa
yang dia simak (baik-buruk, indah-jelek, dan lain-lain); (4)Menyimak untuk mengapresiasi
materi simakan. Orang menyimak agar dapat menikmati atau menghargai apa-apa yang
disimaknya; (5)Menyimak untuk mengomunikasikan ide-idenya sendiri. Orang yang
menyimak dengan maksud agar dapat mengomunikasikan ide-ide, gagasan maupun
perasaannya kepada orang lain dengan lancar dan tepat; (6)Menyimak dengan maksud dan
tujuan dapat membedakan bunyi-bunyi dengan tepat; (7)Menyimak untuk memecahkan
masalah secara kreatif dan analisis; (8)Menyimak untuk meyakinkan dirinya terhadap suatu
masalah atau pendapat yang diragukan ( Shrope dalam Tarigan, 2008: 60- 61). Dengan
memiliki kemampuan menyimak yang baik maka anak akan dengan mudah mengerjakan
atau melaksanakan instruksi atau pesan yang didengar atau disampaikan kepadanya
(Budyawati, 2017). Pernyataan tersebut selaras dengan “Listening is the key to all effective
communication. Without being a good listener no one can hope to understand and
communicate messages effectively. In a lecture based class if the learners cannot effectively
decode the messages they are getting from their teacher, they cannot produce effective result
in their later on production which they do by using writing and speaking.” (Zahan & Begum,
2016)

5. Tahap Menyimak
Menyimak adalah suatu kegiatan yang merupakan suatu proses. Dengan menyimak,
seseorang mampu mengembangkan keterampilan berbahasa lainnya seperti berbicara,
membaca, dan menulis (Nurani, 2017). Maka dari itu, kegiatan menyimak perlu diasah dan
ditingkatkan. Untuk meningkatkan daya simak dapat dilakukan beberapa hal, yaitu lakukan
simak ulang ucap, identifikasi kata kunci, melakukan parafrasa, merangkum inti simakan, dan
menjawab pertanyaan (Saddhono & Slamet, 2012:23). Dalam proses menyimak terdapat
tahapan-tahapan sebagai berikut. Pertama, tahap mendengar. pada tahap ini kita baru
mendengar segala sesuatu yang dikemukakan oleh pembicara dalam ujaran atas
pembicaraannya. Jadi di sini masih dalam tahap hearing. Kedua,tahap memahami. Setelah
mendengar, maka ada keinginan bagi pendengar untuk mengerti atau memahami dengan baik
isi pembicaraan yang disampaikan oleh pembicara. Sampailah penyimak dalam tahap
understanding. Ketiga, tahap menginterpretasi. Penyimak yang baik,cermat, dan teliti belum
puas kalau hanya mendengar dan memahami isi ujaran pembaca, butir-butir pendapat yang
tersirat dalam ujaran itu. Dengan demikian penyimak telah tiba pada tahap interpreting.
Keempat, tahap mengevaluasi. Setelah memahami serta dapat menafsir atau
menginterpretasikan isi pembicaraan, penyimak pun mulailah menilai atau mengevaluasi
pendapat serta gagasan pembicara mengenai keunggulan dan kelemahan, serta kebaikan dan
kekurangan pembicara. Dengan demikian penyimak telah sampai pada tahap evaluating.
Kelima, tahap menanggapi. Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam kegiatan menyimak.
Penyimak menyambut, mengecamkan dan menerapkan serta menerima gagasan atau ide yang
dikemukakan oleh pembicara dalam ujaran atau pembicaraannya. Lalu penyimak sampailah
pada tahap menanggapi atau responding. (Logan dalam Tarigan, 2008: 61)

6. Media Audio Visual


Salah satu media pembelajaran yang dapat lebih menggairahkan dan menarik animo peserta
didik dalam proses belajar mengajar yaitu media Audio Visual. Media audio visual, yaitu
jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang bisa
dilihat, misalnya rekaman video, berbagai ukuran film, dan slide suara. Kemampuan media
ini lebih baik dan lebih menarik, sebab mengandung kedua unsur jenis media yang pertama
dan kedua. Salah satu contoh Audio Visual yaitu Audio Visual Gerak. Audio Visual Gerak
adalah media yang menampilkan unsur gambar dan suara yang bergerak. Contohnya seperti
film dan video. Sesuai dengan pendapat Haryoko (2009:2) menerangkan bahwa media
audiovisual merupakan media penyampai informasi yang memiliki karakteristik audio (suara)
dan visual (gambar). Keuntungan menggunakan media audiovisual, antara lain (1) Dapat
memberikan pengalaman belajar yang tidak mungkin dapat dipelajari secara langsung; (2)
Memungkinkan belajar lebih bervariatif sehingga dapat menambah motivasi dan gairah
belajar; (3) Dapat berfungsi sebagai sumber belajar secara mandiri tanpa sepenuhnya
tergantung pada kehadiran guru Sanjaya (2012:109) (dalam Hakim,2018). Media audio visual
berbasis teknologi digunakan dalam mengoptimalkan proses pembelajaran dikarenakan
beberapa aspek antara lain (1) mudah dikemas dalam proses pembelajaran; (2) lebih menarik
untuk pembelajaran; dan (3) dapat di-edit (diperbaiki) setiap saat (Gustiar,2013). Penggunaan
model pembelajaran dengan menggunakan Media Audio Visual perlu terus dilakukan
karena pembelajaran ini lebih menyenangkan bagi siswa, mendorong dan membiasakan
siswa untuk belajar mandiri, tidak bergantung kepada guru (Sutinah, 2018). Menggunakan
media Audio Visual dalam pembelajaran sangatlah efektif karena akan lebih bisa
mengeksplorasi kemampuan masing-masing peserta didik. Tentunya penggunaan media ini
akan sangat bermanfaat karena dapat memperlancar pemahaman dan daya ingat peserta didik.

7. Cerita Fabel
Fabel adalah cerita yang mengisahkan kehidupan binatang yang berperilaku menyerupai
manusia. Fabel termasuk cerita narasi fiksi, yang berarti bukan cerita dari kehidupan nyata.
Fabel disebut juga cerita moral karena pesan yang ada di dalam cerita fabel berkaitan erat
dengan moral. Berbeda halnya dengan cerpen atau novel yang penyampaian amanatnya
dilakukan secara tersurat, dalam fabel pembaca langsung bisa menemukan amanat atau
nilai moral pada bagian akhir atau kesimpulan cerita. Secara umum, teks fabel memiliki
struktur yang terdiri atas orientasi, komplikasi, resolusi, dan koda (Rahmawati et al., 2016).
Cerita fabel merupakan cerita fantasi tentang binatang yang piawai berbicara, yang bersikap
bagaikan manusia, yang bahkan banyak digunakan sebagai perlambang dan teladan tentang
hidup manusia (Sarumpaet 2010:21). Fabel termasuk dalam bentuk teks sastra yang berupa
paparan cerita. Cerita merupakan cerminan kehidupan,sehingga membaca cerita sama halnya
dengan mempelajari miniatur kehidupan. Unsur-unsur cerita fabel diantaranya (1)Orientasi,
adalah bagian awal dari sebuah cerita fabel. Orientasi berisi pengenalan dari cerita fabel,
seperti pengenalan background, pengenalan tokoh, maupun latar tempat dan waktu;
(2)Komplikasi, merupakan klimaks dari cerita, berisi puncak permasalahan yang dialami
tokoh; (3)Resolusi, merupakan bagian yang berisi pemecahan masalah yang dialami tokoh;
(4)Koda, merupakan bagian akhir dari cerita. Biasanya pada bagian ini berisi pesan dan
amanat yang ada pada cerita fabel tersebut. Melalui menyimak fabel ini diharapkan peserta
didik mampu untuk aktif dan kreatif. Teks fabel ini merupakan salah satu jenis teks naratif
dengan tokoh-tokoh hewan yang memiliki sifat seperti manusia di dalamnya, siswa
harus dapat memahami dengan baik bagaimana struktur teks fabel dan bagaimana cara
menyusun teks fabel yang memiliki muatan nilai moral di dalamnya (Rahmawati, dkk,
2016).

8. Proses Menyimak Video Cerita Fabel


Adapun beberapa tahap dalam proses menyimak video cerita fabel yaitu (1)Menyimak
pemutaran video cerita fabel; (2)Menjawab pertanyaan seputar bahan simakan;
(3)Mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik cerita (penokohan, tema, latar waktu dan latar
tempat, dan amanat cerita); (4)Menceritakan kembali; (5)Menyimpulkan isi cerita. Proses
menyimak di lingkungan sekolah memerlukan perhatian serius dari guru maupun siswa
karena ada tujuan yang ingin mereka dapatkan setelah proses mendengarkan atau menyimak
(Arianti, 2018). Secara garis besar ada dua tahap dalam proses menyimak, pra menyimak dan
pasca menyimak. Langkah-langkah kegiatan pramenyimak tersebut sesuai dengan pendapat
yaitu bahwa kegiatan belajar harus dilakukan melalui tahapan (1) guru menyiapkan
pengetahuan awal siswa mengenai pelajaran; (2) guru menjelaskan kegiatan pembelajaran
yang akan dilakukan; (3) guru menyajikan bahan, dan; (4) guru membagi kelas dalam
kelompok-kelompok (Syafi’ie, 1999:13) (dalam Nurhidayati, 2013). Berkaitan dengan itu
bahwa tujuan kegiatan pascamenyimak adalah (1) mendorong siswa untuk merefleksikan apa
yang dipelajarinya dari sebuah teks atau cerita; (2) memperluas pemahaman siswa terhadap
teks atau cerita yang dibaca atau disimak; (3) membantu siswa menghubungkan teks atau
materi yang disimak dengan teks atau cerita yang pernah dilihat atau disimak (Rhodes dan
Marling, 1988:193) (dalam Nurhidayati, 2013). Tuntutan yang tinggi untuk menghasilkan
seorang penyimak yang baik, rasanya mutlak perlunya kehadiran media pembelajaran
yang memadai (Suryantoro, 2015).

9. Manfaat Menyimak Cerita Fabel


Pada kegiatan menyimak cerita fabel banyak manfaat yang akan didapatkan, beberapa hal
tersebut yaitu, dapat memperoleh nilai-nilai kebaikan yang terkandung dalam fabel, dapat
memperkaya wawasan tentang diksi dan kebahasaan penyimak cerita fabel, dapat
mengembangkan sikap empati dan simpati terhadap orang lain, dapat merefleksikannya
kedalam karya dan lain sebagainya. Husband says that listening requires paying attention to
another’s voice expressed in a text of some type (Macnamara, 2013). Sebagai bentuk karya
sastra, teks fabel menjadi sarana komunikasi estetis yang dapat menguak sosok pribadi dan
gagasan-gagasan serta keinginan pengarangnya. Keadaan, gambaran kehidupan masyarakat
seperti telah dialami, ditangkap, direka, ditafsirkan, dinilai, atau diimajinasikan oleh
pengarangnya sering dapat diketahui lewat teks fabel (Achmad, 2015). Kemampuan bersastra
(termasuk fabel) mempunyai fungsi utama yaitu memperhalus budi pekerti, meningkatkan
rasa kemanusiaan, dan kepedulian sosial, menumbuhkan apresiasi budaya serta menyalurkan
gagasan, imajinasi dan ekspresi secara konstruktif baik lisan maupun tertulis. Cerita fabel
adalah cerita yang mengajarkan pembacanya berakhlak mulia dalam sikap dan tindakan
yang tidak menyakiti hati sesama Ada penekanan bahwa pembelajaran cerita binatang (teks
fabel) bukanlah sekadar memindahkan pengetahuan guru kepada anak didiknya, akan tetapi
lebih ditujukan untuk menambah atau mengasah kepekaan siswa, baik dari segi emosional,
imajinasi, dan estetikanya. Pembelajaran teks fabel di sekolah diarahkan pada pembentukan
manusia yang memiliki kepekaan dan wawasan tentang keindahan cerita binatang sekaligus
memiliki bekal batiniah yang kuat untuk memaknai kehidupan (Duski, 2015).

10. Pembentukan Karakter Melalui Menyimak Fabel


Setelah membaca dan memahami teks cerita fabel, siswa diharapkan dapat belajar pada
karakter- karakter binatang tersebut. Cerita fabel menjadi salah satu sarana yang potensial
dalam menanamkan nilai nilai moral. Siswa dapat belajar dan mencontoh karakter-karakter
yang baik dari binatang itu agar memiliki sifat terpuji. Jika dibandingkan dengan karya
sastra lain, novel, cerpen, atau puisi, fabel lebih dipilih untuk digunakan dalam
pembelajaran karakter terutama pada anak-anak. Fungsi koda sangat penting untuk
pembentukan karakter. Koda adalah bagian fabel yang terdapat pesan moral yang ditulis
secara harfiah. Artinya siswa mampu membaca pesan moral apa yang diharapkan penulis.
Pendidikan karakter adalah usaha yang dilakukan secara individu dan sosial dalam
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kebebasan pertumbuhan individu itu sendiri
(Supriyono dkk, 2017). Fabel merupakan cerita tentang kehidupan binatang yang berperilaku
menyerupai manusia, fabel sering disebut cerita moral karena pesan yang ada dalam cerita
fabel berkaitan erat dengan moral. Cerita fabel sering disebut cerita moral karena pesan yang
ada di dalam cerita fabel berkaitan erat dengan moral. Tujuan karangan cerita fabel adalah
memberi pesan moral bagi pembaca (Reistanti, 2018)
REFERENSI

Ariningsih, E., Sumarwati, & Saddhono, K. (2012). Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia
Siswa Sekolah Menengah Atas. Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia dan
Pengajarannya, 1, 40–53.

Bonk, W. J. (2012). Second Language Lexical Knowledge and Listening Comprehension.


International Journal of Listening. 14(1) : 14–31.
https://doi.org/10.1080/10904018.2000.10499033

Budyawati, L. P. I., & Hartanto, W. (2017). Implementasi Metode Bermain Peran Untuk
Peningkatan Kemampuan Menyimak Anak Usia Dini Di PAUD Sekarwangi Desa
Bangorejo Banyuwangi 2017. Jurnal Pendidikan Ekonomi: Jurnal Ilmiah Ilmu
Pendidikan, Ilmu Ekonomi Dan Ilmu Sosial, 11(2), 24-32.
https://doi.org/10.19184/jpe.v11i2.6331

Daeng, K., Amir, J., Hamsa, A. (2010). Pembelajaran Keterampilan Menyimak. Makassar:
Penerbit UNM.

Duski, A. (2015). Nilai-nilai Karakter Bangsa pada Buku Kumpulan Dongeng Fabel Karya
Kevin Van Embis dan Implementasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia di SMP. Jurnal Nosi, 3(1), 1-11.

Gustiar, M. L. Media Audio Visual Untuk Meningkatkan Kemampuan Menyimak Dongeng.


Lokabasa, (2013). 4(1), 72-76. https://doi.org/10.17509/jlb.v4i1.3120
Hakim, M. N. (2018). Penerapan Media Audiovisual dalam Meningkatkan Keterampilan
Menyimak Dongeng Siswa Kelas III MIS Darul Ulum Muhammadiyah Bulukumba.
Silampari Bisa: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa Indonesia, Daerah, Dan Asing,
1(2), 1–16. https://doi.org/10.31540/silamparibisa.v1i2.79

Istova, M., & Hartati, T. (2016). Pengaruh Media Film Animasi Fiksi Islami Untuk
Meningkatkan Kemampuan Menyimak Dan Berbicara Siswa Sekolah Dasar. Jurnal
Pendidikan Sekolah Dasar, 2(1) : 72 – 86. http://dx.doi.org/10.30870/jpsd.v2i1.669

Macnamara, J. (2013). Beyond voice: Audience-making and the work and architecture of
listening. Continuum: Journal of Media & Cultural Studies. 27(1) 160–175.
https://doi.org/10.1177/107769589905400302

Musaljon. (2019). Strategi Menyimak Mutakhir.https://doi.org/10.31219/osf.io/gv736 

Nurhidayati, N. (2013).Pembelajaran Menyimak Apresiatif Cerita Pendek Dengan Strategi


Belajar Kooperatif. Litera, 10(1), 87-99. https://doi.org/10.22202/jg.2016.v2i2.986

Purdy, M. (1991). Listening and Community: The Role of Listening in Community


Formation. International Listening Association. Journal, 5(1), 51–67.
https://doi.org/10.1207/s1932586xijl0501_4

Reistanti, A. P. (2018). Analisis Kesalahan Berbahasa Pada Penulisan Cerita Fabel Oleh
Siswa Kelas Viii E Di Smp 2 Muhammadiyah Surakarta. Kajian Linguistik dan Sastra, 2(2),
126-140. DOI: https://doi.org/10.23917/kls.v2i2.6735

Rahmawati, I. S., Roekhan, R., & Nurchasanah, N. (2016). Pengembangan Media


Pembelajaran Menulis Teks Fabel dengan Macromedia Flash bagi Siswa SMP. Jurnal
Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan, 1(7), 1323-1329.
http://dx.doi.org/10.17977/jp.v1i7.6561

Rost, M., & Candlin, C. N. (2014). Listening in language learning. Routledge.

Saddhono, K., Slamet, Y. (2012). Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia.


Bandung: CV Karya Putra Darwati.
Satria, T. G. (2017). Meningkatkan Keterampilan Menyimak Melalui Pendekatan Saintifik
Pada Anak Kelas IV Jakarta Barat. Jurnal PGSD, 10(2), 114–120.
https://doi.org/10.33369/pgsd.10.2.114-120

Setiawan, B., Wardani, N., Saddhono, K. (2018). Bercerita Dengan Media Wayang Kulit
Untuk Meningkatkan Pemahaman Tingkat Tutur Bahasa Jawa Siswa Smp Di Kabupaten
Magelang. INA-Rxiv. 1-7. https://doi.org/10.31227/osf.io/vhcdf

Siti, M., Andayani., Saddhono, K. (2013). Peningkatan Kemampuan Menulis Cerita Dengan
Menggunakan Metode Picture And Picture Pada Siswa Sekolah Dasar. Basastra
Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia Dan Pengajarannya. 2(4) : 1–10.

Supriyono, S., Wardani, N., Saddhono, K. (2017). Pendidikan Karakter Berbasis Sastra
Sejarah Dalam Puisi “Aku Tidak Bisa Menulis Puisi Lagi” Karya Subagio
Sastrowardoyo. Jurnal Artefak. 4(2) : 153-160. http://dx.doi.org/10.25157/ja.v4i2.835

Suryantoro, S. (2015). Penggunaan Audio Visual Untuk Peningkatan Keterampilan


Menyimak Dongeng Siswa SMP Negeri 2 Pakisaji Malang. Jurnal Inspirasi Pendidikan,
5(1), 560- 567. https://doi.org/10.21067/jip.v5i1.686

Sutinah, S. (2018). Apakah Media Audio Visual dapat Meningkatkan Kemampuan


Menyimak? Jurnal Pendidikan : Riset Dan Konseptual, 2(3), 287-293.
https://doi.org/10.28926/riset_konseptual.v2i3.64

Tarigan, H. G. (2008). Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:


Penerbit Angkasa.

Yahya, M., Andayani, & Saddhono, K. (2018). Studi Kesalahan Penulisan Kalimat dalam
Karangan Pelajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA). Jurnal Bahasa,
Sastra, dan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 5(1), 1-20.
https://doi.org/10.15408/dialektika.v5i1.6295.

Zahan, I., & Begum, J. (2016). Teaching listening effectively: Lecture-based L2 classroom
scenario. Journal on English as a Foreign Language, 16(7), 72-80.
https://doi.org/10.23971/jefl.v4i2.78

Anda mungkin juga menyukai