Anda di halaman 1dari 2

Kisah Nabi Nuh

Nabi Nuh AS diutus oleh Allah SWT untuk menyerukan tauhid pada Bani Rasib yang pada
saat itu terjerumus ke dalam kesyirikan, seperti menyembah berhala berupa patung-patung,
melakukan kemungkaran dan kemaksiatan.
Bani Rasib sendiri awalnya adalah kaum yang beriman kepada Allah SWT. Di antara
mereka ada lima laki-laki saleh yang jadi panutan dan sangat dihormati oleh penduduk
sekitar. Kelima orang tersebut bernama Wadd, Suwaa', Yaghut, Yauq, dan Nasr.

Suatu waktu kelimanya meninggal, orang-orang Bani Rasib merasa kehilangan, sehingga
mereka berinisiatif membuatkan patung atau berhala. Namun, semakin lama, perlakuan
Bani Rasib semakin menyimpang, yang menjadikan patung-patung tersebut sesembahan.
Bahkan, hingga beberapa generasi, mereka telah jauh dari ajaran Allah SWT.

Nabi Nuh AS hidup di antara mereka untuk memberi peringatan supaya kembali beriman
kepada Allah SWT. Akan tetapi, ajakan Nabi Nuh AS tidak membuahkan hasil. Bahkan
mereka semakin tenggelam pada kesesatan dan kesombongan.

Orang-orang Bani Rasib juga menghina dan mencemooh dakwah yang dilakukan oleh Nabi
Nuh AS dan pengikutnya yang beriman. Tantangan berdakwah Nabi Nuh AS makin berat.
Hingga akhirnya, Allah SWT memerintahkan Nabi Nuh AS untuk membuat bahtera atau
kapal yang sangat besar.

Bahtera Nabi Nuh

Nabi Nuh AS senantiasa mengembalikan segala sesuatu kepada Allah SWT. Dia bertawakal
kepada Allah SWT setelah berbagai upaya yang telah dilakukannya. Manusia hanya
berusaha sekuat kemampuan, sedangkan keberhasilan atau kegagalan kembali kepada
Allah SWT.
Dakwah yang dilakukan Nabi Nuh AS, baik secara terang-terangan maupun diam-diam tidak
mendapat sambutan yang baik dari penduduk Bani Rasib. Bahkan, mereka mengejek dan
menghina Nabi Nuh AS sebagai seorang pendusta.

Allah SWT kemudian memerintahkan Nabi Nuh AS untuk membuat bahtera untuk
mengangkut orang yang beriman beserta sepasang hewan. Allah SWT menyebut orang-
orang yang tidak beriman tersebut akan ditenggelamkan.

Hal ini dijelaskan dalam sejumlah surat di Al-Qur'an, salah satunya dalam surat Yunus ayat
73, di mana Allah SWT berfirman:
ٓ
َ ‫ ْٱلمُن َذ ِر‬ ‫ ٰ َعقِ َب ُة‬ ‫ان‬
‫ين‬ َ ‫ َك‬ ‫ْف‬ ُ ‫ َف‬ ۖ ‫ ِبـَٔا ٰ َي ِت َنا‬ ‫ُوا‬
َ ‫ َكي‬  ْ‫ٱنظر‬ ۟ ‫ َك َّذب‬ ‫ِين‬ َ ‫ َخ ٰلَئ‬ ‫ َو َج َع ْل ٰ َن ُه ْم‬  ِ‫ ْٱلفُ ْلك‬ ‫فِى‬ ‫م ََّعهُۥ‬ ‫ َو َمن‬ ‫ َف َنجَّ ْي ٰ َن ُه‬ ُ‫َف َك َّذبُوه‬
َ ‫ٱلَّذ‬ ‫ َوأَ ْغ َر ْق َنا‬ ‫ِف‬

Artinya:

"Lalu mereka mendustakan Nuh, maka Kami selamatkan dia dan orang-orang yang
bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan dan
Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka perhatikanlah
bagaimana kesesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu (QS. Yunus (10): 73)."

Atas perintah itu, Nabi Nuh AS mengumpulkan pengikutnya dan bahu membahu untuk
membuat bahtera dari kayu sepanjang hari dalam beberapa tahun. Selama proses
pembuatan bahtera, kerja keras Nabi Nuh AS dan pengikutnya ini juga mendapat cemooh
dari orang-orang Bani Rasib, yang enggan untuk beriman.
Setelah bahtera itu selesai dibuat dan tanda banjir besar bakal datang, Nabi Nuh AS
memerintahkan pengikutnya untuk naik ke kapal. Tak lama kemudian, langit semakin
mendung, hujan pun turun dengan lebat disertai dengan kilat dan angin kencang. Perlahan,
air bah pun mulai menenggelamkan daratan hingga membinasakan penduduk Bani Rasib
yang ikut tenggelam dengan kekufuran, termasuk istri dan anaknya yang durhaka.

Sebelum peristiwa tersebut terjadi, Nabi Nuh AS sempat mengajak istri dan putranya yang
durhaka untuk naik ke bahtera, namun mereka menolak. Nabi Nuh AS pun meminta ampun
kepada Allah dan mengiklashkan keluarganya masuk dalam golongan kafir. Sementara
setelah air surut, Allah SWT memerintahkan Nabi Nuh untuk turun dan memulai kehidupan
baru.

Dari kisah Nabi Nuh AS, Bunda bisa mengajarkan kepada buah hati tentang kesabaran dan
keteguhan Nabi Nuh AS dalam beribadah kepada Allah SWT. Selain itu, janji Allah adalah
benar dan akan menyelamatkan umatnya yang bertakwa.

Pimpinan pesantren Al Afifiyah, KH Wahyu Afif Al-Ghafiqi mengatakan bahwa ketika


mengalami ujian dari Allah SWT, selamat atau tidaknya seseorang tergantung rahmat Allah
SWT, bukan karena keturunan atau anak Nabi.

Anda mungkin juga menyukai