Anda di halaman 1dari 4

Koperasi sebagai Alternatif Gerakan Ekonomi Pemuda Adat

Langkah ekonomi Indonesia dengan menggerakkan modal di bidang infrastruktur melalui


industri padat modal tidak justru memperbaiki nasib ekonomi masyarakat. Hal yang terjadi justru
semakin tingginya jurang ketimpangan antara kaya dan miskin. Pola pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan dengan melakukan investasi yang besar pada industry pada modal di pusat kota
yang juga dilengkapi dengan kepercayaan pada pasar bebas ini justru menciptakan akumulasi
besar-besaran serta monopoli pada sumberdaya publik.

Pertumbuhan ekonomi terpusat seperti ini menghasilkan proses sirkuler, dimana pemilik
modal semakin mendapatkan keuntungan. Sedangkan bagi yang tidak memiliki modal, menjadi
semakin miskin. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang oleh pemerintah dikatakan semakin
meningkatpun, ternyata tidak sendirinya memperbaiki system distribusi perekonomian bagi
setiap penduduk. Hal yang didapat adalah modal hanya berpindah di lingkaran yang sama.
Olehnya tidak berlebihan jika kemudian, dibanding hidup di kampung masyarakat lebih
cenderung untuk mencari pekerjaan di kota-kota tempat sirkulasi modal.

Di kampung sendiri, elit-elit juga seringkali lebih asyik untuk bekerjasama dengan
pemerintah pusat membentuk rente ekonomi dibanding memberlakukan inovasi-inovasi untuk
meningkatkan perekonomian masyarakat kampung. Factor ini berdampak besar pada kemudian
menciptakan perubahan pandangan terkait bertani, berkebun dan lainnya. Pekerjaan-pekerjaan
tersebut hanya dipandang sebagai sub-ekonomis.

Aliansi masyarakat adat Nusantara lewat gerakan pemuda AMAN yang memiliki
program pulang kampung sebagai upaya menggerakan anak muda untuk dapat memelihara,
mengelola, dan menjaga wilayah adatnya tentunya perlu strategi khusus sehingga gerakan pulang
kampung ini dapat juga menjadikan pemuda adat berdikari, baik secara politik, kebudayaan dan
tentunya ekonomi di kampung mereka sendiri.

Jurang ketimpangan antara yang kaya dan miskin, serta antara kota dan kampung menjadi
hambatan dalam upaya pengembalian pemuda ke kampung mereka. Mata pencaharian di
kampung yang tidak memberikan pemasukkan lebih secara ekonomis, seringkali menjadi alasan
untuk pemuda-pemuda memilih mencari penghasilan di kota, pusat sirkulasi modal. Disinilah
menjadi penting untuk mencari alternative perekonomian yang sekiranya dapat mengakomodir
kepentingan pemuda-pemuda, kelak jika mereka pulang kampung.

Mengapa Koperasi?

Koperasi sebenarnya bukan satu hal yang aneh nan baru bagi bangsa ini. Sudah sejak
lama, koperasi memang dianggap sebagai “sokoguru ekonomi Indonesia”. Hal ini dapat
dikonfirmasi dengan sedikit melihat sejarah bahwa sejak negara ini masih belia, beberapa tokoh
seperti Hatta dan Aidit sudah membicarakan tentang koperasi. Bagi Hatta, koperasi adalah
bagian dari ikhtisar mewujudkan ekonomi sosialis Indonesia. Sementara bagi Aidit, koperasi
merupakan salah satu alat perjuangan di lapangan ekonomi dan politik dalam rangka
menyelesaikan tugas-tugas revolusi. Bahkan jauh sebelum era Hatta dan Aidit, gagasan koperasi
(dalam konteks Indonesia/Hindia Belanda) sebenarnya sudah terlebih dahulu hadir. Semisal pada
tahun 1896, di Purwokerto sudah muncul Koperasi Petani untuk menangkal jeratan rentenir.

Dari hasil pemikiran Hatta, Aidit dan beberapa perumus terkait koperasi, setidaknya
koperasi ini dapat dijadikan sebagai ekonomi kerakyatan. Koperasi ini dapat dijadikan sebagai
badan perekonomian yang menyangkut kepentingan rakyat dan dapat sebagai sirkulasi
perekonomian di kampung. Lebih spesifiknya, badan ekonomi ini bisa menjadi alternatif dari
sistem ekonomi yang semakin menciptakan ketimpangan sosio-ekonomi hari ini yakni:
Kapitalisme.

Pentingnya membangun koperasi di kampung-kampung ini juga berkaitan dengan realitas


jenjang pendidikan formal yang justru banyak melahirkan generasi-generasi ketergantungan.
Mayoritas anak-anak, masuk sekolah, setelah lulus berharap akan mendapat pekerjaan yang
layak dan berpengahasilan tinggi. Mereka orang-orang yang berpendidikan tersebut justru
menjadi banyak yang bercita-cita untuk menjadi pegawai kantoran atau buruh-buruh pabrik di
kota. Imajinasi akan kehidupan yang lebih layak di perkotaan dengan berjibunnya lapangan
pekerjaan yang ditawarkan ini menimbulkan lonjakan tenaga kerja di kota. Dan sebaliknya, di
kampung tenaga-tenaga muda semakin jarang dijumpai.

Peran koperasi disini dapat hadir sebagai solusi yang bisa membangkitkan kembali
perekonomian rakyat dengan tanpa harus melakukan urbanisasi ke kota. Sejatinya, dibalik
tingkat urbanisasi yang tinggi ini, warga dan daerah memiliki peluang dan potensi yang luas
untuk membangun masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Kampung-kampung sebagai entitas
bangsa Indonesia memiliki sisi kehidupan yang unik dan nyata. Kehidupan warga yang lebih
cenderung kolektif ini dapat dijadikan sebagai sumber penggerak perekonomian rakyat. Model
koperasi ini bekerja dengan landasan filosofi dan prinsip operasional yang jelas dan berpusat
pada orang, bukan modal material. Koperasi menaruh visi sosial diatas perusahaan. Pengendalian
pada kelompok besar dan bekerja dalam sistem pasar. Koperasi meyakini bahwa semakin kuat
dengan sistem federasi yang integratif. Mendistribusikan manfaat ekonomi berdasarkan
partisipasi. Mengikuti rasionalitas bisnis tapi tidak berorientasi pada profit. Dibangun dengan
kekuatan ikatan pemersatu dan dikembangkan dengan kekuatan anggota secara mandiri, dan
natural. Koperasi adalah bentuk solidaritas inklusif, memperkuat kerjasama dan organisasi
kejujuran

Koperasi sendiri memiliki landasan landasan konstitusional sebagai corak perekonomian


Indonesia. Pasal 33 Undang Undang Dasar (UUD) 1945 ayat 1 (satu) menyebutkan bahwa
“perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan”. Asas kekeluargaan yang
dimaksud ini sudah jelas, menurut Muhammad Hatta adalah koperasi. Landasan ini pulalah yang
menjadikan koperasi dapat sebagai soko guru perekonomian Indonesia.

Landasan konstitusional ini setidaknya dapat menjadi gerakan pembentukan koperasi


pemuda, termasuk pemuda adat. Dimana koperasi yang hadir dapat pula mewadahi para pemuda
adat untuk melakukan kegiatan dan organisasi, sesuai bidang yang mereka minati. Koperasi ini
akan mewadahi ide-ide mereka dalam mengembangkan potensi-potensi yang ada di komunitas
adat mereka sendiri.

Di kampung mereka, akhirnya peran pemuda adat menjadi sangat penting. Koperasi yang
dijalankan dapat menjadi objek perekonomian sektoral. Model koperasi yang dikembangkan
tentunya juga yang sekiranya dapat mengakomodir potensi-potensi lingkungan adat tiap masing-
masing komunitas. Dimana jika memang kebanyakan kawasan adat bercorak agraris, disini dapat
mengembangkan konsep koperasi petani yang dikonsep ekonom strukturalis dan juga pakar
koperasi Alexander Chayanov (1888-1937), dimana konsep konsolidatif model koperasi yang
hargai pertanian skala rumah tangga (family farming) dapat dikembangkan untuk mencegah
berkembangnya kapitalisme industri melalui integrasi koperasi secara vertikal. Menurut
konsepnya, untuk mencegah kepentingan yang bersifat antagonistik dari setiap sektor
dibentuklah integrasi koperasi-koperasi multi sektoral meliputi off farm dan on farm system.
Koperasi model ini secara tidak langsung akan mengikat petani dan menjalankan sistemnya
lewat perputaran modal usaha yang tidak ekstraktif.

Anda mungkin juga menyukai