Anda di halaman 1dari 7

REVIEW JURNAL

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


KOMUNITAS
Dosen Pengampu : Ns. Sri Wahyuni, M.Kep., Sp.Kep.Kom

Oleh :
Ainun Hidayah 1711011073

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2019
A. PENULIS ARTIKEL JURNAL
El Rahmayati, AnggiIrawan, Tumiur Sormin
B. JUDUL
Pengaruh Terapi Komplementer Akupresur terhadap Mual Muntah Pasca Operasi
di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
C. NAMA JURNAL, HALAMAN
Jurnal Kesehatan, Volume VIII, Nomor 3, November 2017, hlm 382-388
D. BESARNYA MASALAH
Mual muntah pasca bedah atau yang dikenal Post operative Nausea and Vomiting
(PONV) merupakan salah satu komplikasi yang sering setelah tindakan pembedahan,
angka kejadian mual muntah pasca operasi sekitar 30% dari seluruh pasien yang
menjalani operasi dengan rawat inap dan 70% kasus terjadi dalam 24 jam pertama (Gan,
2006 dalam Qudsi & Dwi, 2015).
E. URGENSI MASALAH
Masalah mual dan muntah ini dapat menimbulkan efek yang merugikan bagi pasien
(Gundzik, 2008 dalam Supatmi, 2014).Apabila muntah masuk ke dalam saluran
pernafasan maka dapat berakibat fatal. Dalam keadaan normal refleks muntah dan batuk
dapat mencegahnya, tetapi apabila pasien sedang diberikan terapi obat-obat anestesi hal
ini dapat mengganggu refleks pelindung tersebut dan akibatnya pasien merasakan sesak
nafas (Qudsi &Dwi, 2015).
F. METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode Quasi Eksperimen
dengan desain penelitian Non-equivalen Control Group. Pada penelitian ini dilakukan
penilaian mual muntah dengan lembar kuesioner dengan metode wawancara untuk
mengetahui skor mual muntah sebelum dilakukan pijat akupresur pada kelompok
eksperimen dan penilaian mual muntah pertama pada kelompok kontrol.
Berdasarkanhasil perhitungan sampel yang digunakanberjumlah 22 responden, terdiri
dari 11 kelompok eksperimen dan 11 kelompok kontrol. Pengumpulan data
menggunakan lembar kuesioner, dan dianalisa menggunakan analisa univariat dan
bivariat dengan uji Wilcoxon dan Mann-Whitney dengan nilai α (<0,05). Instrumen
pengumpulan data menggunakan Instrumen Post Operating Nausea Vomiting (PONV).
G. HASIL
1. Analisa Univariat
a. Karakteristik Responden
Berdasarkan jenis kelamin yaitu 63% responden adalah laki laki, 59,1%
responden berusian >45 tahun dan jenis anastesi yang digunakan 72, 72% adalah
general.
b. Pengukuran Mual Muntah Pada Kelompok Kontrol
Tabel 1. Skor Mual Muntah Pengukuran Pertama dan Kedua Pada Kelompok
variable mean med SD Nilai Min Nilai
Maks
Skor 2.73 3.00 0.467 2 3
pertama
Skor kedua 1.82 2.00 1.250 0 3
c. Pengukuran Mual Muntah Pada Kelompok Eksperimen
Tabel 2. Skor Mual Muntah Sebelum dan Sesudah Pada Kelompok Eksperimen
variable mean med SD Nilai Min Nilai
Maks
Skor 2.73 3.00 0.467 2 3
pertama
Skor kedua 0.55 0.00 0.688 0 2
2. Analisis Bivariatiat
a. Perbedaan Skor Mual Muntah pada Kelompok Kontrol
Tabel 3. Perbedaan Skor Mual Muntah Pengukuran Pertama dan Kedua pada
Kelompok Kontrol
variabel mean sd p-value N
Skor pertama 2.73 0.467
Skor kedua 1.82 1.250 0.26 11
b. Perbedaan Skor Mual Muntal Pada Kelompok Eksperimen
Tabel 4. Perbedaan Skor Mual Muntah Sebelum dan Sesudah pada Kelompok
Eksperimen
variabel mean SD p-value n
Skor sebelum 2.73 0.467 0.004 11
Skor sesudah 0.55 0.688
c. Perbedaan Skor Mual Muntah Pada Kelompok Kontrol dan Kelompok
Eksperimen
Tabel 5. Perbedaan Selisih Skor Mual Muntah pada Kelompok Kontrol dan
Kelompok Eksperimen
Jenis kelompok selisih p-value N
Kelompok kontrol 0.91 0.009 22
Kelompok 2.18
eksperimen

H. PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menunjukkan selisih penurunan skor mual muntah pasca operasi
pada pengukuran pertama dan kedua pada kelompok kontrol adalah 0.91.Dan selisih
penurunan skor mual muntah pasca operasi sebelum dan sesudah diberikan terapi
komplementer akupresur adalah 2.18.Sedangkan selisih skor mual muntah pasca operasi
pada kelompok kontrol dan ekperimen adalah 1.27. Efektivitas terapi non farmakologi ini
sebanding dengan obat antiemetik dalam pencegahan mual muntah dan titik PC-6
(Neiguan) juga telah diakui oleh WHO (Saputra & Agustin, 2005 dalam Indrawati 2010).
Selain itu terdapat titik lain yang juga bermanfaat mengatasi gangguan pencernaan seperti
mual dan muntah yaitu titik ST-25 (Tianshu) (WHO, 2008 dalam Indrawati, 2010).
I. SARAN
Saran bagi perawat, mengingat bahwa penerapan terapi Terapi komplementer
akupresur dapat diterapkan sebagai terapi pendamping atau sebagai bagian dari intervensi
keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan khususnya pada pasien yang
mengalami mual muntah pasca operasi.

A. PENULIS ARTIKEL JURNAL


Hesti Platini, Sandra Pebrianti, Kosim
B. JUDUL
Penguatan Kapasitas Petugas Kesehatan Dalam Mengaplikasikan Terapi
Komplementer Pasien Tuberkulosis Paru
C. NAMA JURNAL, HALAMAN
MKK: Volume 1 No 2 November 2018
D. BESARNYA MASALAH
Kasus tuberkulosis terbanyak yaitu di provinsi Jawa Barat dengan provorsi kasus
tuberkulosis terbanyak menurut kelompok umur 25-34 tahun sebesar 18,07%.
Diperkirakan 75% pasien tuberkulosis paru adalah kelompok usia produktif yaitu antara
usia 15 sampai 50 tahun (Ditjen P2PL Kemenkes RI [Direktur Jenderal Pengendali
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia], 2017).
Tuberkulosis secara ekonomi dapat menurunkan produktivitas penderita, selain itu
tuberkulosis dapat menimbulkan stigma buruk di masyarakat. Penyebab utama
permasalahan tuberkulosis meningkat yaitu adanya kegagalan program tuberkulosis
seperti kurang memadainya tata laksana kasus tuberkulosis paru yang diantaranya
diagnosis serta panduan obat yang tidak standar, gagal penyembuhan kasus tuberkulosis
paru yang telah (Ditjen P2PL Kemenkes RI [Direktur Jenderal Pengendali Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia], 2011).
E. URGENSI MASALAH
Pada kasus penyakit tuberkulosis paru, kader kesehatan merupakan sasaran yang tepat
dalam pelaksanaan program tersebut karena dianggap sebagai rujukan pertama pelayanan
kesehatan. Petugas kesehatan merupakan kepanjangan tangan Puskesmas untuk
menangani berbagai masalah kesehatan diantaranta TB Paru. Petugas kesehatan bukan
hanya sebagai rujukan kesehatan tetapi harus mengetahui mengenai dasar dari terapi
selain farmakologi untuk menangani masalah yang menyangkut penyakit tuberkulosis
paru. Tujuan kegiatan ini yaitu untuk meningkatkan penguatan kapasitas petugas
kesehatan dalam mengaplikasikan terapi komplementer untuk mengatasi mual dan
muntah pada passien tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Pasundan Garut.
F. METODE
Kegiatan ini dilakukan beberapa sesi, diantaranya diskusi, peningkatan pemahaman
mengenai materi terapi komplementer dan evaluasi kegiatan. Sebelum dan sesudah
kegiatan dilakukan pre-test dan post-test. Kegiatan dipimpin oleh fasilitator dan pemateri,
perlengkapan dalam kegiatan ini diantaranya laptop dan LCD proyektor sebagai media
visual. Kegiatan dikahiri dengan pemberian door price dan pemberian plakat. Setiap
peserta diberikan modul pelatihan sebagai bahan pembelajaran. Untuk menguji
signifikansi kegiatan ini maka dilakukan pengukuran pengetahuan dengan menggunakan
kuesioner pretest dan posttest. Hasilnya data kemudian dianalisis dengan nilai mean, dan
dependent t-test.
G. HASIL
Kegiatan ini mendapatkan apresiasi yang baik serta positif. Petugas kesehatan terutama
perawat antusias mengikuti program ini . Kegiatan dilakukan dengan sharing informasi
dengan tahapan pemberian materi dan brainstorming. Hal yang pertama dilakukan yaitu
diskusi dan penyampaian materi, kemudian bertukar pendapat dengan petugas kesehatan.
Tabel 1 Pengetahuan Petugas Kesehatan Tentang Terapi Komplementer dalam
Mengatasi Mual dan Muntah pada Pasien Tuberkulosis Paru
Pengetahuan Rata-rata Standar deviasi Nilai minimum Nilai p
petugas dan maksimum
kesehatan dan
kader kesehatan
sebelum 64,44 21,15 20,00-90,00 0,000*
sesudah 82,00 13,02 40,00-90,00

H. PEMBAHASAN
Hasil kegiatan ini terdapat peningkatan pengetahuan pada petugas kesehatan dalam
mengaplikasikan terapi komplementer. Peningkatan pengetahuan ini adalah upaya dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terutama sebagai penggerak dalam
penanggulangan tuberkulosis paru. Dengan terpaparnya terapi komplementer pada
petugas kesehatan, maka upaya pencegahan putus obat pada penderita tuberkulosis paru
dapat diatasi. Sasaran yang tepat sebagai penguatan kapasitas petugas kesehatan dalam
perannya untuk meningkatkan derajat kesehatan. Kegiatan ini dilatarbelakangi adanya
warga masyarakat yang menderita tuberkulosis paru dengan keluhan mual dan muntah,
beberapa diantaranya dropout pengobatan. Peningkatan pengetahuan petugas kesehatan
mempengaruhi keberhasilan pengobatan tuberkulosis paru, terutama dapat membantu
mengurangi keluhan penderita tuberkulosis paru seperti mual dan muntah dengan terapi
non farmakologis. Kegiatan pelatihan ini diantaranya pmeberian informasi. Informasi
akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang menjadi lebih meningkat
melalui penyampaian informasi dari berbagai media (Hendra, 2008).

Anda mungkin juga menyukai