Anda di halaman 1dari 53

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

F
DENGAN ASMA BRONCHIALE

NAMA KELOMPOK :
1. Nurul Afifah
2. Putri Agustin
3. Santi Widiyanti
4. Ramiro Da Costa

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN, BISNIS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit asma merupakan salah satu masalah kesehatan di
seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara yang sedang
berkembang. Saat ini, penyakit asma juga sudah tidak asing lagi di
masyarakat. Asma dapat diderita oleh semua lapisan masyarakat
dari usia anak-anak sampai usia dewasa. Penyakit asma awalnya
merupakan penyakit genetik yang diturunkan dari orang tua pada
anaknya. Namun, akhir-akhir ini genetik bukan merupakan
penyebab utama penyakit asma. Polusi udara dan kurangnya
kebersihan lingkungan di kota-kota besar merupakan faktor
dominan dalam peningkatan serangan asma.
Asma adalah penyakit kronis variabel dari sistem
pernapasan yang ditandai oleh penyempitan saluran pernapasan
kecil dan bronkiolus, meningkat bronkial sekresi atau lendir dan
pembengkakan mukosa atau peradangan, sering dalam menanggapi
satu atau lebih memicu. Asma ditandai dengan serangan sesak
dada, batuk dan mengi akibat obstruksi jalan napas (Gibbs, 2008).
Hasil penelitian International Study on Asthma and
Alergies in Childhood pada tahun 2008 menunjukkan, di Indonesia
prevalensi gejalapenyakit asma melonjak dari sebesar 4,2 persen
menjadi 5,4 persen di jawa tengah 1,5 persen menjadi 2,5 persen
dan di surakarta meningkat dari 1,5 persen menjadi 2 persen.
Selama 20 tahun terakhir, penyakit ini cenderung meningkat
dengan kasus kematian yang diprediksi akan meningkat sebesar 20
persen hingga 10 tahun mendatang. WHO memperkirakan di tahun
2015 terdapat 255 ribu penderita meninggal dunia karena asma.
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30%
penderita mempunyai gejala pada umur 1 tahun, sedangkan 80-
90% anak yang menderita asma, gejala pertamanya muncul
sebelum umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena
kadang-kadang hanya mendapat serangan ringan sampai sedang,
yang relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami asma
berat yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak yang terus
menerus dari pada yang musiman. Hal tersebut yang
menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di
sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke hari (Sundaru,
2006).
Asma juga salah satu diantara beberapa penyakit yang tidak
bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan
asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari
ancaman serangan berikutnya. Terutama apabila pekerjaan dan
lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu
berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab
serangan. Karena asma merupakan penyakit yang tidak bisa
disembuhkan secara total, biasanya dokter merujuk penderita asma
kepada fisioterapi yang dapat membantu mengatasi permasalahan
yang ditimbulkan akibat asma. Fisioterapi membantu penderita
asma untuk dapat tetap aktif dan mendapatkan kebugaran tubuh
yang optimal.
Fisioterapi dapat membantu mengatasi permasalahan yang
ditimbulkan akibat asma. Fisioterapi membantu penderita asma
untuk dapat tetap aktif dan mendapatkan kebugaran tubuh yang
optimal. Dari berbagai macam modalitas fisioterapi untuk
mengatasi asma, secara umum paling banyak digunakan adalah
latihan kontrol pernapasan (breathing control), teknik pembersihan
saluran napas (seputum clearance techniques), latihan pola
pernapasan (active breathing techniques).
Berbagai penelitian telah mengemukakan bahwa latihan
pernapasan memberikan perbaikan pada pasien dengan kondisi
asma. Fisioterapi mempunyai kemampuan penanganan asma yang
secara umum dengan langkah-langkah sebagai berikut: melakukan
pemeriksaan derajat asma, memaksimalkan fungsi paru,
mempertahankan fungsi optimal paru dengan menghindarkan dari
faktor pencetus, mempertahankan fungsi optimal paru dengan
inhalasi, secara teratur melakukan evaluasi progra fisioterapi pada
kondisi asma (Sasanahusada, 2013).
B. Tujuan
1. Mengetahui pasien asma
2. Mengetahui diagnosa pasien asma
C. Sistematika Pembuatan Masalah

BAB I
KONSEP DASAR

A. DEFINISI
Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas
yang ditandai dengan adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang
berulang dan timbul terutama pada malam atau menjelang pagi akibat
penyumbatan saluran pernapasan. (Infodatin, 2017)
Asma merupakan proses inflamasi kronik saluran pernapasan
menjadi hiperesponsif, sehingga memudahkan terjadinya
bronkokonstriksi, edema, dan hipersekresi kelenjar.(Nelson, 2013)
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan. (Amin & Hardi, 2016)
Beberapa faktor penyebab asma, antara lain umur pasien, status
atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan.
Asma dibedakan menjadi 2 jenis, (Amin & Hardi, 2016) yakni :
1) Asma bronkial
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap
rangsangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap dan
bahan lain penyebab alergi. Gejala kemunculannya sangat mendadak,
sehingga gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Gangguan asma
bronkial juga bisa muncul lantaranadanya radang yang mengakibatkan
penyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini
akibat berkerutnya otot polos saluran pernapasan, pembengkakan
selaput lendir, dan pembentukan timbunan lendir yang berlebihan.

2) Asma kardial
Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma
kardial biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang
hebat. Kejadian ini disebut nocturnal paroxymul dispnea. Biasanya
terjadi pada saat penderita sedang tidur.
B. ETIOLOGI
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkaan faktor
autonom, imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai
tingkat pada berbagai individu. Pengendalian diameter jalan napas dapat
dipandang sebagai suatu keseimbangan gaya neural dan humoral.
Aktivitas bronkokonstriktor neural diperantarai oleh bagian kolinergik
sistem saraf otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel jalan napas, disebut
reseptor batu atau iritan, tergantung pada lokasinya, mencetuskan refleks
arkus cabang aferens, yang pada ujung eferens merangsang kontraksi otot
polos bronkus.
1) Faktor imunologis
Pada beberapa penderita yang disebut asma ekstrinsik atau alergik,
eksaserbasi terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan
seperti debu rumah, tepungsari, dan ketombe. Bentuk asma adanya
instrinsik dan ekstrinsik. Perbedaan intrinsik dan ekstrinsik mungkun
pada hal buatan (artifisial), karena dasar imun pada jejas mukosa
akibat mediator pada kedua kelompok tersebut. Asma
ekstrinsikmungkin dihubungkan dengan lebih mudahnya
mengenalirangsangan pelepasan mediator daripada asma instrinsik.
2) Faktor endokrin
Asma dapat lebih buruk dalam hubungannya dengan kehamilan
dan menstruasi, terutama premenstruasi, atau dapat timbul pada saat
wanita menopause. Asma membaik pada beberapa anak saat pubertas.
3) Faktor psikologis
Faktor emosi dapat memicu gejala-gejala pada beberapa anak dan
dewasa yang berpenyakit asma, tetapi “penyimpangan” emosional
atau sifat-sifat perilaku yang dijumpai pad anak asma tidak lebih
sering daripada anak dengan penyakit cacat kronis yang lain.(Nelson,
2013).
Penyebab asma menurut Muttaqin (2010), yaitu:
1. Alergen
Alergen adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat
menimbulkan
serangan asma misalnya debu, spora jamur, bulu binatang, beberapa
makanan laut, dan lain-lain.
2. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan terutama disebabkan oleh virus. Virus
influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang sering
menimbulkan asma bronchial.
3. Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma karena
banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menderita asma
bronkhial. Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama
pada orang yang sedikit labil kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol
pada wanita dan anak-anak.
4. Olahraga/ kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asma bronkhial akan mendapatkan serangan asma
bila melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan.
5. Obat-obatan
Beberapa klien dengan asma bronkhial sensitif atau alergi terhadap obat
tertentu seperti penisilin, salsilat, beta blocker, kodein, dan lain-lain.
6. Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap kendaraan/pabrik,
asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran, dan bau yang
tajam.
7. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang
yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi
lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

C. KLASIFIKASI
Menurut Wijaya dan Putri (2014) kasifikasi asma berdasarkan
berat penyakit,
antara lain :
a.Tahap I : Intermitten
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
3) Gejala inermitten < 1 kali dalam seminggu
4) Gejala eksaserbasi singkat (mulai beberapa jam sampai beberapa
hari)
5) Gejala serangan asma malam hari < 2 kali dalam sebulan
6) Asimptomatis dan nilai fungsi paru normal diantara periode
eksaserbasi
7) PEF atau FEV1 : ≥ 80% dari prediksi
8) Variabilitas < 20%
9) Pemakaian obat untuk mempertahankan kontrol :
Obat untuk mengurangi gejala intermitten dipakai hanya kapan
perlu inhalasi jangka pendek β2 agonis
10) Intensitas pengobatan tergantung pada derajat eksaserbasi
kortikosteroid oral mungkin dibutuhkan.
b. Tahap II : Persisten ringan
Penampilan klinik sebelum mendapatkan pengobatan :
1) Gejala ≥ 1 kali seminggu tetapi < 1 kali sehari
2) Gejala eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas dan tidur
3) Gejala serangan asma malam hari > 2 kali dalam sebulan
4) PEF atau FEV1 : > 80 % dari prediksi
5) Variabilitas 20-30%
6) Pemakaian obat harian untuk mempertahankan kontrol :
Obat-obatan pengontrol serangan harian mungkin perlu
bronkodilator jangka panjang ditambah dengan obat-obatan
antiinflamasi (terutama untuk serangan asma malam hari.
c. Tahap III : Persisten sedang
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
1) Gejala harian
2) Gejala eksaserbasi mengganggu aktivitas dan tidur
3) Gejala serangan asma malam hari > 1 kali seminggu
4) Pemakaian inhalasi jangka pendek β2 agonis setiap hari
5) PEV atay FEV1 : > 60% - < 80% dari prediksi
6) Variabilitas > 30%
7) Pemakaian obat-obatan harian untuk mempertahankan kontrol :
Obat-obatan pengontrol serangan harian inhalasi kortikosteroid
bronkodilatorjangka panjang (terutama untuk serangan asma
malam hari)
d. Tahap IV : Persisten berat
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
1) Gejala terus-menerus
2) Gejala eksaserbasi sering
3) Gejala serangan asma malam hari sering
4) Aktivitas fisik sangat terbatas oleh asma
5) PEF atau FEV1 : ≤ 60% dari prediksi
6) Variabilitas > 30%

D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme perjalanan penyakit asma bronchial adalah individu
dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan.
Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam
paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen
dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut
mediator) seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis
dari substansi yang bereaksi lambat. Pelepasan mediator ini dalam jaringan
paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme,
pembengkakakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat
banyak.
Pada asma idiopatik atau non alargi ketika ujung saraf pada jalan
nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok,
emosi polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan
asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga
merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas di atas. Individu
dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon para
simpatis.
Setelah pasien terpajan alergen penyebab atau faktor pencetus,
segera akan timbul dispnea. Pasien merasa seperti tercekik dan harus
berdiri atau duduk dan berusaha penuh mengerahkan tenaga untuk
bernafas. Kesulitan utama terletak pada saat ekspirasi. Percabangan
trakeobronkial melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi sulit untuk
memaksakan udara keluar dari bronkhiolus yang sempit, mengalami
edema dan terisi mukus yang dalam keadaan normal akan berkontraksi
sampai tingkatan tertentu pada saat ekspirasi.
Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan,
sehingga terjadi hiperinflasi progresif paru. Akan timbul mengi ekspirasi
memanjang yang merupakan ciri khas asma sewaktu pasien berusaha
memaksakan udara keluar. Serangan asma seperti ini dapat berlangsung
beberapa menit sampai beberapa jam, diikuti batuk produktif dengan
sputum berwarna keputih-putihan (Padilla, 2013).
E. PATHWAYS
Sumber: Huda & Kusuma (2016)

F. MANIFESTASI KLINIS
Berikut ini adalah tanda dan gejala asma, menurut Zullies (2016), tanda
dan gejala pada penderita asma dibagi menjadi 2, yakni :
1. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek

b. Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang
timbul

c. Wheezing belum ada

d. Belum ada kelainana bentuk thorak

e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IGE


f. Blood gas analysis (BGA) belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan :
a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum

b. Wheezing

c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi

d. Penurunan tekanan parial O2

2. Stadium lanjut/kronik

a. Batuk, ronchi

b. Sesak nafas berat dan dada seolah-olah tertekan

c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan

d. Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)

e. Thorak seperti barel chest

f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus

g. Sianosis
h. Blood gas analysis (BGA) Pa O2 kurang dari 80 %

i. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri

j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis repiratorik


Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/ tanpa stetoskop, batuk
produktif, sering pada malam hari, nafas atau dada seperti tertekan,
ekspirasi memanjang

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Ngastiyah (2013), ada beberapa pemeriksaan diagnostik bagi para
penderita asma, antara lain :
1) Uji faal paru
Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai
hasil provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan mengikuti
perjalanan penyakit. Alat yang digunakan untuk uji faal paru adalah
peak flow meter, caranya anak disuruh meniup flow meter beberapa
kali (sebelumnya menarik napas dalam melalui mulut kemudian
menghembuskan dengan kuat) dan dicatat hasil.
2) Foto toraks
Foto toraks dilakukan terutama pada anak yang baru berkunjung
pertama kali di poliklinik, untuk menyingkirkan kemungkinan ada
penyakit lain. Pada pasien asma yang telah kronik akan terlihat jelas
adanya kelainan berupa hiperinflasi dan atelektasis.
3) Pemeriksaan darah
Hasilnya akan terdapat eosinofilia pada darah tepi dan sekret hidung.
Bila tidak eosinofilia kemungkinan bukan asma. Selain itu juga,
dilakukan uji tuberkulin dan uji kulit dengan menggunakan alergen.
H. KOMPLIKASI
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama,
maka akan terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks,
yaitu toraks menbungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto rontgen
toraks terlihat diafragma letaknya rendah, gambaran jantung menyempit,
corakan hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asma kronik dan berat dapat
terjadi bentuk dada burung dara dan tampak sulkus Harrison.
Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat
sehingga dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai.
Mediastinum tertarik ke arah atelektasis. Bila atelektasis berlangsung lama
dapat berubah menjadi bronkietasis, dan bila ada infeksi akan terjadi
bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus dan berlangsung
beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obat yang
biasa disebut status asmatikus. Bila tidak ditolong dengan semestinya
dapat menyebabkan kematian, kegagalan pernafasan dan kegagalan
jantung.
I. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma
terkontrol sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan
asma dibagi menjadi 2, yaitu : penatalaksanaan asma jangka panjang dan
penatalaksanaan asma akut/saat serangan.
1) Tatalaksana Asma Jangka Panjang
Prinsip utama tatalaksana jangka panjang adalah edukasi, obat Asma
(pengontrol dan pelega), dan menjaga kebugaran (senam asma). Obat
pelega diberikan pada saat serangan, obat pengontrol ditujukan untuk
pencegahan serangan dan diberikan dalam jangka panjang dan terus
menerus.
2) Tatalaksana Asma Akut pada Anak dan Dewasa
Tujuan tatalaksana serangan Asma akut:
a.Mengatasi gejala serangan asma
b.Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan
c.Mencegah terjadinya kekambuhan
d.Mencegah kematian karena serangan asma
Menurut Kusuma (2016), ada program penatalaksanaan asma meliputi 7
komponen, yaitu :
1. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti.
Edukasi tidak hanya ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi
juga pihak lain yang membutuhkan energi pemegang
keputusan,pembuat perencanaan bidang kesehatan/asma, profesi
kesehatan.
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh
penderita sendiri mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal
tersebut disebabkan berbagai faktor antara lain :
a. Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan
perubahan terapi
b. Pajanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan
pada asmanya
c. Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu direview,
sehingga membantu penanganan asma terutama asma mandiri.
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut
sebagai asma terkontrol. Terdapat 3 faktor yang perlu
dipertimbangkan :
a. Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala
obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
b. Tahapan pengobatan
1) Asma Intermiten, medikasi pengontrol harian tidak perlu
sedangakan alternatif lainnya tidak ada.
2) Asma Presisten Ringan, medikasi pengontrol harian diberikan
Glukokortikosteroid ihalasi (200-400 ug Bd/hati atau
ekivalennya), untuk alternati diberikan Teofilin lepas lambat,
kromolin dan leukotriene modifiers.
3) Asma Persisten Sedang, medikasi pengontrol harian
diberikan Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800
ug BD/hari atau ekivalennya), untuk alternatifnya diberikan
glukokortikosteroid ihalasi (400-800 ug Bd atau ekivalennya)
ditambah Teofilin dan di tambah agonis beta 2 kerja lama
oral, atau Teofilin lepas lambat.
4) Asma Persisten Berat, medikasi pengontrol harian diberikan
ihalasi glukokortikosteroid (> 800 ug Bd atau ekivalennya)
dan agonis beta 2 kerja lama, ditambah 1 antara lain :
Teofilin lepas lambat, Leukotriene, Modifiers,
Glukokortikosteroid oral. Untuk alternatif lainnya Prednisolo/
metilprednisolon oral selang sehari 10 mg ditambah agonis
bate 2 kerja lama oral, ditambah Teofilin lepas lambat.
c. Penanganan asma mandiri (pelangi asma)
Hubungan penderita dokter yang baik adalah dasar yang kuat
untuk terjadi kepatuhan dan efektif penatalaksanaan asma.
Rencanakan pengobatan asma jangka panjang sesuai kondisi
penderita, realistik/ memungkinkan bagi penderita dengan
maksud mengontrol asma.
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
Pengobatan pada serangan akut antara lain : Nebulisasi agonis beta 2
tiap 4 jam, alternatifnya Agonis beta 2 subcutan, Aminofilin IV,
Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK, dan oksigen bila mungkin
Kortikosteroid sistemik.
6. Kontrol secara teratur
Pada penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2 hal yang penting
diperhatikan oleh dokter yaitu:
a. Tindak lanjut (follow-up) teratur

b. Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penangan lanjut bila diperlukan
c. Pola hidup sehat

d. Meningkatkan kebugaran fisik


Olahraga menghasilkan kebugaran fisik secara umum. Walaupun
terdapat salah satu bentuk asma yang timbul serangan sesudah execrise,
akan tetapi tidak berarti penderita EIA dilarang melakukan olahraga.
Senam asma Indonesia (SAI) adalah salah satu bentuk olahraga yang
dianjurkan karena melatih dan menguatkan otot-otot pernapasan
khususnya, selain manfaat lain pada olahraga umumnya.
d. Berhenti atau tidak pernah merokok

e. Lingkungan kerja
Kenali lingkungan kerja yang berpotensi dapat menimbulkan asma.

II. KONSEP KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Proses pengkajian terbagi dua :
a. Pengkajian Primer (primary survey)
A = Airway dengan kontrol servikal
Kaji :
1) Bersihan jalan nafas
2) Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
3) Distress pernafasan
4) Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan,
edema laring.
B = Breathing dan ventilasi
Kaji :
1) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
2) Ada tidaknya pembesaran paru
3) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
4) Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
C = Circulation
Kaji :
1) Denyut nadi karotis
2) Tekanan darah
3) Warna kulit, kelembaban kulit
4) Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D = Disability
Kaji :
1) Tingkat kesadaran
2) Gerakan ekstremitas
3) GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V =
verbal, P = pain/respon nyeri, U = unresponsive.
4) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
E = Eksposure
Kaji :
1) Tanda-tanda trauma yang ada.
2) Pengkajian Sekunder (secondary survey)
F = Full set of vital sign
Tanda-tanda vital dengan mengukur :
1) Tekanan darah
2) Irama dan kekuatan nadi
3) Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu
pernafasan
4) Suhu tubuh
G = Give Comfort Meadline
Tanda dan gejala yang diobservasi dan dirasakan klien
alergi yang dipunyai klien tanyakan obat yang telah
diminum klien untuk mengatasi nyeri riwayat penyakit
yang diderita klien makan/minum terakhir; jenis makanan,
ada penurunan atau peningkatan kualitas makan pencetus /
kejadian penyebab keluhan.
Metode yang sering dipakai untuk mengkaji nyeri :
1) P (Provoked) : Pencetus nyeri, tanyakan hal yang
menimbulkan dan mengurangi nyeri
2) Q (Quality) : Kualitas nyeri
3) R (Radian) : Arahkan penjalaran nyeri
4) S (Severity) : Skala nyeri 1-3 (nyeri ringan), 4-6 (nyeri
sedang), 7-9 (nyeri berat), 10 (sangat nyeri)
5) T (Time) : Lamanya nyeri sudah dialami klien
H = History and Head to toe
3) History
Metode pengkajian :
Metode yang sering dipakai untuk mengkaji riwayat
klien :
a) S (Signs and syntomps) : Tanda dan gejala yang
diobservasi dan dirasakan klien
b) A (Allergis) : Alergi yang dipunyai klien
c) M (Medications) : Tanyakan obat yang telah di
minum klien, untuk mengatasi nyeri.
d) P (Pertinent past medical history) : Riwayat
penyakit yang diderita klien
e) L (Last oral intake solid or liquid) : Makan atau
minum terakhir, jenis makanan, ada penurunan atau
peningkatan kualitas makanan.
f) E (Event leading to injury or illness) : Pencetus/
penyebab kejadian
2) Head to toe
Pengkajian Head to toe yang terfokus, meliputi :
a) Pengkajian kepala, leher dan wajah
(1) Periksa rambut, kulit kepala dan wajah : Adakah
luka, perubahan tulang kepala, wajah dan jaringan
lunak, adakah perdarahan serta benda asing.
(2) Periksa mata, telinga, hidung, mulut dan bibir :
Adakah perdarahan, benda asing, kelainan bentuk,
perlukaan atau keluaran lain seperti cairan otak.
(3) Periksa leher : Nyeri tulang servikal dan tulang
belakang, trakhea miring atau tidak, distensi vena
leher, perdarahan, oedema dan kesulitan menelan.
b) Pengkajian dada
Hal-hal yang perlu dikaji dari rongga thoraks :
(1) Inspeksi : Kesimetrisan, bentuk/ postur dada,
gerakan nafas (frekuensi, irama, kedalaman, dan
upaya pernafasan/ penggunaan otot-otot bantu
pernafasan), warna kulit, lesi, edema,
pembengkakan/ penonjolan. Normal: simetris,
bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda
distress pernafasan, warna kulit sama dengan
warna kulit lain, tidak ikterik/ sianosis, tidak ada
pembengkakan/ penonjolan/ edema.
(2) Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan
lesi, nyeri, tractile fremitus (perawat berdiri
dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk
mengucapkan angka “tujuh-tujuh” atau “enam-
enam” sambil melakukan perabaan dengan kedua
telapak tangan pada punggung pasien). Normal:
integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/ massa/
tanda-tanda peradangan, ekspansi simetris, taktil
fremitus cenderung sebelah kanan lebih teraba
jelas.
(3) Perkusi: Paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan
bandingkan satu sisi dengan satu sisi lain pada
tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke
sisi). Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian
padat lebih dari pada bagian udara = pekak (“bleg
bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar dari
bagian padat = hiperesonan (“deng deng deng”),
batas jantung = bunyi rensonan hilang redup.
(4) Auskultasi: Suara nafas, trachea, bronchus, paru
(dengarkan dengan menggunakan stetoskop di
lapang paru kiri dan kanan, di ric 1 dan 2, di atas
manubrium dan di atas trachea). Normal: bunyi
nafas pada asma wheezing, bronchovesikuler,
brochial, tracheal.
c) Pengkajian Abdomen dan Pelvis
Hal-hal yang perlu dikaji :
(1) Inspeksi : Pada inspeksi perlu disimak apakah
abdomen membusung/membuncit atau datar saja,
tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol
atau tidak, amati apakah ada bayangan vena, amati
juga apakah didaerah abdomen tampak benjolan-
benjolan massa. Laporkan bentuk dan letaknya
(2) Auskultasi : Mendengar suara peristaltik usus,
normal berkisar 5-35 kali per menit : bunyi
peristaltik yang keras dan panjang disebut
borborygmi, ditemui pada gastroenteritis atau
obstruksi usus pada tahap awal. Peristaltik yang
berkurang ditemui pada ileus paralitik. Apabila
setelah 5 menit tidak terdengar suara peristaltik sama
sekali maka kita katakan peristaltik negative (pada
pasien post operasi).
(3) Palpasi : Sebelum dilakukan palpasi tanyakan
terlebih dahulu kepada pasien adakah daerah yang
nyeri apabila ada maka harus dipalpasi terakhir,
palpasi umum terhadap keseluruhan dinding
abdomen untuk mengetahui apakah ada nyeri umum
(peritonitis, pancreatitis). Kemudian mencari dengan
perabaan ada atau tidaknya massa/benjolan (tumor).
Periksa juga turgor kulit perut untuk menilai hidrasi
pasien. Setelah itu periksalah dengan tekanan region
suprapubika (cystitis), titik mc burney (appendicitis),
region epigastrica (gastritis), dan region iliaca
(adnexitis) barulah secara khusus kita melakukan
palpasi hepar. Palpasi hepar dilakukan dengan
telapak tangan dan jari kanan dimulai dari kuadran
kanan bawah berangsur-angsur naik mengikuti irama
nafas dan cembungan perut. Rasakan apakah ada
pembesaran hepar atau tidak. Hepar membesar pada
keadaan :
1. Malnutrisi
2. Gangguan fungsi hati/radang hati (hepatitis,
thyroid fever, malaria, dengue, tumor hepar)
3. Bendungan karena decomp cordis
(4) Perkusi
a. Untuk memperkirakan ukuran hepar, adanya udara
pada lambung dan usus (timpani atau redup)
b. Untuk mendengarkan atau mendeteksi adanya gas,
cairan atau massa dalam perut. Bunyi perkusi pada
perut yang normal adalah timpani, tetapi bunyi ini
dapat berubah pada keadaan-keadaan tertentu
misalnya apabila hepar dan limpa membesar, maka
bunyi perkusi akan menjadi redup, khususnya
perkusi di daerah bawah arkus kosta kanan dan kiri
d) Pengkajian Ekstremitas
Hal-hal yang perlu dikaji :
1. Tanda-tanda injuri eksternal
2. Nyeri
3. Pergerakan
4. Sensasi keempat anggota gerak
5. Warna kulit
6. Denyut nadi perifer
e) Pengkajian Tulang Belakang
Bila tidak terdapat fraktur, klien dapat dimiringkan
untuk mengkaji:
1. Deformitas
2. Tanda-tanda jejas perdarahan
3. Jejas
4. Laserasi
5. Luka
f) Pengkajian Psikososial
Meliputi :
1. Kaji reaksi emosional : cemas, kehilangan
2. Kaji riwayat serangan panik akibat adanya faktor
pencetus seperti sakit tiba-tiba, kecelakaan,
kehilangan anggota tubuh ataupun anggota keluarga.
3. Kaji adanya tanda-tanda gangguan psikososial yang
dimanifestasikan dengan takikardi, tekanan darah
meningkat dan hiperventilasi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul menurut SDKI (2017) :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan mukus
berlebih ( D.0001).
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
(D.0005).
3. Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman kematian
(D.0080).
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen (D.0056).
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan mukus
berlebih ( D.0001).
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan jalan nafas pasien kembali efektif.
Kriteria Hasil :
a. tidak ada suara nafas tambahan
b. kecepatan dan kedalaman pernafasan normal
c. tidak ada dispnea
d. tidak ada sekret yang tertahan
e. tidak ada gangguan pada jalan nafas
Intervensi :
Manajemen Asma (3210)
a. Auskultasi suara nafas
b. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan usaha pernafasan
c. Berikan fisioterapi dada
d. Ajarkan batuk efektif
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian nebulizer.
2.Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
(D.0005).
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama...x24
jam diharapkan pola nafas pasien dapat efektif
Kriteria hasil :
a. Sesak nafas berkurang atau hilang
b. Tidak ada retraksi dinding dada
c. Tidak ada pernafasan cuping hidung
d. Respiratory rate dalam batas normal (16-24 x/menit)
Intervensi:
Manajemen Jalan Nafas (3140)
a. Ukur tanda-tanda vital
b. Observasi respirasi dan saturasi oksigen
c. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
d. Posisikan semi fowler
e. Motivasi pasien untuk bernafas pelan dan dalam
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen
3.Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman kematian
(D.0080).
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama...x24
jam diharapkan klien mampu memahami dan menerima
keadaanya sehingga tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil :
a. Klien terlihat mampu bernafas secara normal
b. Mampu beradaptasi dengan keadaannya
c. Respon nobverbal klien tampak lebih rileks dan santai.
Intervensi :
Penurunan kecemasan (5820)
a. Kaji tingkat kecemasan
b. Ukur tanda-tanda vital
c. Ajarkan tehnik relaksasi otot progresif
d. Berikan motivasi dan dukungan
e. Dorong keluarga untuk menemani pasien
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
4.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen (D.0056).
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama...x24
jam diharapkan terjadi peningkatan aktivitas.
Kriteria hasil:
a. Tidak terjadi kekambuhan penyakit saat melakukan
aktivitas berlebih
b. Pasien tidak kesulitan melakukan aktivitas
c. Pasien tidak lemas
Intervensi:
Terapi latihan: keseimbangan (0222)
a. Monitor respon pasien
b. Anjurkan pasien untuk istirahat yang cukup
c. Anjurkan pasien membatasi aktivitas yang berlebih
d. Motivasi pasien untuk melakukan ambulasi dini
e. Kolaborasi dengan fisioterapi
BAB II
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.F


DENGAN ASMA BRONCHIALE

DI DESA LIMBANGAN KENDAL

e. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal : 7 Juni 21 Jam 08.00 WIB
1. IdentitasData
Nama : An. F
Alamat : Desa Limbangan Kec Limbangan
Tanggal lahir/Umur : 05 Maret 2016/ 5tahun 3 bulan
JenisKelamin : Perempuan
Agama : Islam
No register :-
Tanggal masuk/Jam :-
DiagnosaMedis : Asma Bronchiale
Nama Penanggungjawab
Nama Ayah : Tn. A
Pendidikan : D3
Pekerjaan : Wiraswasta
Nama Ibu : Ny. T
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
2. Keluhan Utama : Ibu klien mengatakan anaknya sesak nafas
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ibu klien mengatakan anaknya sesak nafas. Nafas pendek dan
tersengal-sengal. Klien mempunyai riwayat sesak nafas/asma sejak
kecil. Klien pernah dirawat di rumah sakit 1 tahun yang lalu karena
penyakitnya kambuh dan klien diberikan terapi oksigen untuk
penanganan pertama.
4. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Pre Natal
Ibu klien mengatakan saat hamil periksa kehamilan di dokter
kandungan terdekat 2 bulan sekali, mendapatkan imunisasi TT.Ibu
klien tidak memiliki penyakit selama hamil, hanya sering mual dan
lemas.
Intra Natal
Proses melahirkan di RSUD Kendal. lahir secara spontan. Berat
badan lahir 2.300 gram, panjang badan lahir 51 cm, umur
kehamilan 40 minggu.
Post Natal
Ibu klien mengatakan anaknya diberikan ASI eksklusif selama 6
bulan. Klien diberikan makanan tambahan saat usia 6 bulan.
5. Riwayat Kesehatan Masa Lampau
d. Penyakit waktu kecil
Ibu klien mengatakan anaknya memiliki penyakit asma sejak kecil
e. Pernah dirawat di rumah sakit
Klien pernah dirawat di RS 1 tahun yang lalu karena penyakit
asmanya kambuh
f. Obat-obatan yang digunakan : salbutamol
g. Tindakan operasi
Klien tidak pernah di lakukan tindakan operasi
h. Alergi
Klien memiliki alergi udara dingin, jika udara terlalu dingin asma
klien sering kambuh.
i. Kecelakaan
Klien tidak pernah mengalami kecelakaan
j. Imunisasi
Klien sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
a. Genogram

Keterangan :

: laki-laki

: perempuan

: gariskeluarga

: Klien

: tinggal serumah

b. Menurut ibu klien, dari keluarga ada yang memiliki riwayat


penyakit asma, yaitu nenek klien.
7. Riwayat Sosial
D. Klien di asuh oleh orang tua dan neneknya
E. Hubungan klien dengan anggota keluarga sangat baik, klien
merupakan cucu pertama dari nenek dan kakeknya.
F. Klien merupakan anak yang aktif, ceria dan memiliki banyak
teman
G. Lingkungan rumah klien bersih, klien juga sangat dekat dengan
tetangga dan teman teman sekitar
8. Pola Sehari-hari
a. Pola istirahat /tidur
Klien tidur malam dari jam 9 malam sampai jam 5 pagi. Namun
saat hujan di malam hari, klien sering terbangun karena udara yang
dingin. Tidur siang sekitar jam 13.00 sampai jam 15.00. terkadang
klien susah untuk diajak tidur siang karena ingin bermain bersama
temannya.
b. Personal Hygiene
Klien sejak kecil selalu diajarkan mencuci tangan sebelum makan
oleh orang tuanya. Namun saat jajan diluar bersama temannya
terkadang klien lupa tidak mencuci tangan terlebih dahulu.
c. Pola eliminasi
Klien BAB 1-2 kali sehari, konsistensi lembek, bau khas fases.
BAK 5-6 kali sehari, warna kuning jernih, bau khas urin.
d. Pola Aktivitas Latihan
Klien setiap pagi belajar dan bermain oleh ibunya, terkadang oleh
neneknya. Siang hari bersama temannya dan tidur siang, sore hari
mengaji di tempat ustad terdekat.
e. Pola Nutrisi
Klien makan 3 kali sehari dengan nasi, sayur dan lauk. Minum air
putih 5-6 gelas perhari, minum susu formula 2 gelas perhari.
Selama sakit klien makan 2 kali sehari, dan minum air putih 5-6
gelas perhari, minum susu formula 1-2 gelas perhari.
BB : 15 kg TB : 105 cm
Z Score = Nilai riil – Nilai median
SD low
= 15 – 17,8
1,90
= -1,5 normal
9. Pemeriksaaan Fisik
a. Keadaan Umum : lemas
Kesadaran composmentis, GCS 15
b. Tanda-tanda Vital
Suhu : 36,5o C
RR : 30x/menit
N : 88x/menit
c. Kepala : Mesochepal, rambut pendek, warna hitam, bersih,tidak
ada ketombe dan tidak rontok
d. Mata : penglihatan baik, simetris, kontungtiva tidak anemis, sklera
non ikterik, tidak menggunakan alat bantu penglihatan
e. Hidung : simetris, terdapat sedikit sekret, tidak ada polip, tidak ada
perdarahan
f. Mulut : tidak ada gangguan bicara, gigi bersih, tidak ada kesulitan
menelan, tidak ada pembesaran tiroid, mukosabibirtampakkering
g. Telinga : tampak simetris, tidak ada masalah pendengaran, tidak
ada serumen
h. Dada :
Jantung (IPPA) :

a) Inspeksi : simetriskanankiri, ictus cordistidakterlihat


b) Palpasi : ictus cordisteraba di ICS 5
c) Perkusi : pekak
d) Auskultasi : reguler

Paru-paru (IPPA) :

8) Inspeksi : tampak penggunaan otot bantu nafas saat sesak


nafas
9) Palpasi : simetris, ekspansi normal
10) Perkusi : hipersonor
11) Auskultasi : ekspirasimemanjangdisertai wheezing

i. Abdomen (IAPP) :

Inspeksi : datar, tidak asites,tidak ada luka


Auskultasi : Bising usus 15x/menit
Perkusi : tidak adanyeritekan
Palpasi : timpani

j. Punggung : datar, tidak ada luka, tidak ada bengkak


k. Genetalia : bersih, tidak ada kelainan, tidak ada luka
l. Ekstremitas :
Ekstremitas atas : kulit bersih, kulit berwarna kuning langsat,
ekstremitas terasa hangat, jari-jari tanganlengkap.
Ekstremitas bawah : Tidak terdapat lesi, kulit berwarna kuning
langsat, tidak terdapat nyeri tekan, kuku tampak bersih, tidak
terdapat oedema, jari kakilengkap.
Kekuatan otot
5 5
5 5
m. Kulit : bersih, warna kuning langsat, tidak ada oedema, tidak ada
luka, turgor kulit lembab
10. Terapi : Salbutamol
11. Data Penunjang
a. Laboratorium : -
b. Radiologi : -
A. Analisa data
Nama : An. A
Umur : 5 tahun

No Data Fokus Problem Etiologi


1. Ds : ibu klien mengatakan Pola nafas Hambatan upaya
anaknya sesak nafas tidak nafas (kelemahan
Do : penggunaanotot efektif otot pernafasan)
bantunafas (D.0005)
Suhu : 36,5 C
RR : 30 x/menit,
Nadi: 88 x/menit

2 Ds : ibu klien mengatakan Bersihan Sekresi yang


anaknya sesak nafas jalan nafas tertahan
Do : suara nafas wheezing, tidak
ekspirasi memanjang, terdapat efektif
sekret (D.0001)
3 Ds : ibu klien mengatakan Ansietas Kurang terpapar
cemas dengan keadaan informasi
(D.0080)
anaknya sekarang
Do : klien tampak gelisah
dengan sesak nafasnya
S : 36,5 C,
TD : 100/80 mmHg,
Nadi: 83 x/menit

B. Diagnosa Keperawatan
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Hambatan upaya nafas
(kelemahan otot pernafasan) (D.0005)
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Sekresi yang
tertahan (D.0001)
4. Ansietas berhubungan dengan Kurang terpapar informasi (D.0080)
C. Intervensi Keperawatan
Nama : An.F
Umur : 5 tahun

Tgl/Ja DiagnosaKep
Tujuan&Kriteriahasil Intervensi Rasional TTD
m erawatan
7/5/21 Pola nafas Setelah dilakukan asuhan Pemantauan respirasi - Kecepatan biasanya
10.00 tidak efektif keperawatan selama 3x8 jam (I.01014) meningkat, dipsnea
WIB berhubungan isnpirasi dan atau ekspirasi dan terjadi
Observasi :
dengan yang tidak memberikan peningkatakan kerja
Hambatan ventilasi adekuat membaik. 1. Monitor frekuensi, nafas. Kedalaman
upaya nafas Dengan kriteria hasil : irama, kedalam dan pernapasan
(kelemahan Pola Napas (L.01004) : upaya napas bervariasi tergantung
otot 2) Dispnea menurun 2. Monitor adanya derajat gagal nafas.
pernafasan) 3) Penggunaan otot bantu sumbatan jalan Ekspansi dada
napas menurun nafas terbatas yang
4) Frekuensi napas Terpeutik : berhubungan dengan
membaik atelektasis dan atau
3. Atur interval
5) Kedalaman napas nyeri dada pleuritik
pemantauan
membaik - Memaksimalkan
respirasi sesuai
bernapas dan
kondisi pasien menurunkan kerja
napas

7/5/21 Bersihanjalan Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas


10.00 nafastidakefe tindakan (I.01011)
- Karakteristik pola
WIB ktifberhubung keperawatan selama Oberservasi :
nafas menunjukkan
andenganSekr 3x8 jam oksigenasi 1. Monitor pola nafas
berat ringannya
esi yang dan/atau eliminasi 2. Monitor bunyi
asma
tertahan karbondioksida pada nafas tambahan
membran alveolus- Terapuetik :
- Karakteristik bunyi
kapiler normal. 1. Posisikan semi
nafas menunjukkan
Dengan kriteria fowler atau fowler
asma
hasil : 2. Lakukan fisioterapi
Bersihan jalan napas dada
- Meningkatkan
(L.01001) : Edukasi :
ekspansi dada
Batuk efektif meningkat Anjurkanasupancairan
Produksi sputum 2000/ml hari,
- Fisioterapi dada
menurun jikatidakkontraindikasi
merupakan strategi
Wheezing menurun untuk mengeluarkan
Dispnea membaik sekret

- Hidrasi yang adekuat


membantu
mengencerkan dan
mengefektifkan
pembersihan jalan
nafas
7/5/21 Ansietas Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas - Dapat membantu
10.00 berhubungan keperawatan selama 3x8 jam (I.09314) memperbaiki
WIB dengan diharapkan tingkat ansietas Observasi : perasaan kontrol
Kurang menurun, dengan kriteria 1. Identifikasi - Membuat
terpapar hasil : kemampuan kepercayaan dan
informasi Tingkat ansietas (L.09093): megambil menurunkan
J. Perilaku gelisah keputusan kesalahan
menurun persepsi/salah
Terapeutik :
K. Perilaaku tegang interpretasi terhadap
menurun 1. Ciptakan suasana infomasi
L. Kemampuan terapeutik untuk

menjelaskan menumbuhkan - Dapat membantu


pengetahuan tentang memperbaiki
asma meningkat kepercayaan beberapa perasaan
2. Temani pasien kontrol
utnuk mengrangi - Dukungan
kecemasan jika memampukan pasien
memungkinkan mulai
3. Dengarkan dengan membuka/menerima
penuh perhatian kenyataan dan
pengobatannya.
Edukasi :
Pasien mungkin
1. Anjurkan kelurga perlu waktu untuk
untuk tetap mengidentifikasi
bersama pasien perasaan dan
2. Latih teknik meskipun lebih
relaksasi banyak waktu untuk
mulai
mengekspresikannya
- Takut/ansietas
menurun
D. Implementasi Keperawatan

Tgl/Ja Dx. Implementasi Respon


m Keperawata
n
7/5/21 1 Memonitor pola nafas DS : Ibu klien mengatakan
10.30 anaknya sesak nafas
WIB DS : Klien tampak sesak
RR : 30x/menit
N : 88x/menit
11.00 S : 36,5oC

11.20 1,2 Memonitor frekuensi, irama, kedalaman dan DS : ibu klien mengatakan
upaya napas anaknya sesak nafas
DO : klien tampak sesak,
11.40 frekuensi nafas 30x/menit,
irama teratur

3
13.00 DS : Klien mengatakan
Menciptakan suasana terapeutik untuk
merasa nyaman dan tidak
menumbuhkan kepercayaan
terganggu
DO : Klien tampak nyaman
sat dilakukan pemeriksaan

13.30 2
Memonitor bunyi nafas tambahan

14.00 Ds : Ibu klien mengatakan


anaknya sesak nafas saat
3 asmanya kambuh
Mengidentifikasi kemampuan mengambil Do : Terdapat bunyi
keputusan tambahan wheezing

DS : Ibu klien mengatakan


sebelum mengambil
keputusan di diskusikan
dengan keluarga dahulu

DO : Ibu klien dan keluarga


1,2
Mengatur posisi nyaman tampak mampu mengambil
keputusan seperti berobat ke
dokter jika sakit

DS : Klien mengatakan
1 Melatih fisioterapi dada nyaman dengan posisi
fowler
DO : Klien tampak nyaman

DO : Ibu klien mengatakan


bersedia anaknya diajarkan
fisioterapi dada
DO : Klien tampak nyaman
diajarkan fisioterapi dada
8/5/21 1 Memonitor pola nafas DS : Ibu klien mengatakan
09.00 sesak nafas anaknya sudah
berkurang
DS : Klien tampak lebih
tenang
1,2 RR : 26x/menit
N : 84x/menit
09.30 S : 36,5oC
Memonitor frekuensi, irama, kedalaman dan
upaya napas
DS : ibu klien mengatakan
10.00 3
sesak nafas anaknya
berkurang
DO : klien tampak tenang,
frekuensi nafas 26x/menit,
10.30 1,2 irama teratur, klien tampak
masih sedikit menggunakan
Menganjurkan keluarga untuk tetap bersama otot bantu nafas
klien
DS : keluarga mengatakan
akan menemani klien

DO : keluarga tampak
perhatian kepada klien

Menganjurkan klien untuk tidak melakukan


aktivitas berat

DS : Ibu klien mengatakan


anaknya lebih banyak
istirahat dan hanya bermain
di rumah

DO : klien tampak istirahat


9/5/21 1 Memonitor pola nafas DS : Ibu klien mengatakan
08.30 anaknya sudah tidak sesak
nafas
DO : Klien tampak tenang
09.00 1 RR : 24x/menit
N : 90x/menit
S : 36,4oC
Memonitor frekuensi, irama, kedalam dan upaya
napas
DS : Ibu klien mengatakan
09.20 2
anaknya sudah tidak sesak
nafas
DO : klien tampak tenang,
frekuensi nafas 24x/menit,
09.30 1,2
irama teratur, klien tampak
tidak menggunakan otot
10.00 3
bantu nafas
Monitor bunyi nafas tambahan

14.30 1,2 DS : Ibu klien mengatakan


saat ini anaknya sudah tidak
sesak nafas, tapi terkadang
masih batuk
DO : terdapat bunyi
15.00 2 Mengatur posisi nyaman tambahan wheezing

DS : Klien mengatakan
nyaman dengan posisi
Memberikan pendidikan kesehatan mengenai
fowler
penyakit asma
DO : Klien tampak nyaman

DS : Keluarga klien

Melatih teknik relaksasi mengatakan bersedia


diberikan penyuluhan

DO : Keluarga klien tampak


mendengarkan materi
pendidikan kesehatan dan
kooperatif serta aktif
bertanya
Melatih fisioterapi dada dan batuk efektif
DS : klien mengatakan
bersedia diajarkan teknik
relaksasi

DO : Klien tampak
mengikuti anjuran

DO : klien dan ibu


mengatakan bersedia
anaknya dilakukan
fisioterapi dada dan batuk
efektif

DS : Klien tampak
kooperatif
E. Evaluasi Keperawatan

Tgl/Ja Diagno Catatan Perkembangan TT


m sa Kep. D
7/5/21 1 S : Ibu Klien mengatakan anaknya masih sesak
14.00 nafas
WIB O : klien tampak sesak, frekuensi nafas
30x/menit, irama teratur, klien tampak
menggunakan otot bantu nafas
A : Intervensi belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Memonitor frekuensi, irama, kedalam
dan upaya napas
2. Menganjurkan klien untuk tidak
melakukan aktivitas berat

S : Ibu klien mengatakan anaknya masih sesak


nafas

2 O : Klien tampak sesak, terdapat bunyi nafas


tambahan wheezing

RR : 28x/menit
N : 88x/menit
S : 36,5oC
A : Intervensi belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
1. Memonitor pola nafas
2. Memonitor frekuensi, irama, kedalam
dan upaya napas
3. Lakukan Fisioterapi dada dan batuk
efektif

S : Ibu klien mengatakan cemas dengan


penyakitnya anaknya
3
O : Ibu klien tampak cemas, dan klien tampak
gelisah

A : Intervensi belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

1. Menganjurkan keluarga untuk tetap


bersama klien
2. Memberikan pendidikan kesehatan
mengenai penyakit asma
8/5/21 1 S : Ibu klien mengatakan sesak nafas anaknya
14.00 berkurang
WIB O : klien tampak lebih tenang, frekuensi nafas
26x/menit, irama teratur, klien tampak
menggunakan otot bantu nafas
A : Intervensi belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Mengatur posisi nyaman
2. Memonitor frekuensi, irama, kedalam
dan upaya napas

Menganjurkanklienuntuktidakmelakukanaktivit
asberat
S : Ibu klien mengatakan sesak nafas anaknya
berkurang

O : Klien tampak lebih tenang dan istirahat


2
RR : 26x/menit
N : 84x/menit
S : 36,5oC
A : Intervensi belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
2) Memonitor pola nafas
3) Memonitor frekuensi, irama, kedalam
dan upaya napas
4) Lakukan Fisioterapi dada dan batuk
efektif

S : Ibu klien mengatakan masih sedikit


cemasketika asma anaknya kambuh

O : Ibu klien tampak lebih masih bingung


3
A : Intervensibelum teratasi

P : lanjutkan intervensi

Berikan pendidikan kesehatan


mengenai asma
Menganjurkan keluarga untuk tetap
bersama klien
Mengatur posisi nyaman
9/5/21 1 S : ibu klien mengatakan anaknya sudah tidak
16.00 sesak nafas
WIB O : klien tampak tenang, frekuensi nafas
24x/menit, irama teratur
A : Intervensi teratasi
P : Pertahankan intervensi
1. Mengatur posisi nyaman
2. Memonitor frekuensi, irama, kedalam
dan upaya napas
3. Menganjurkan klien untuk tidak
melakukan aktivitas berat

S : ibu klien mengatakan anaknya sudah tidak


sesak nafas

O : Klien tampak tenang


2
RR : 24x/menit
N : 90x/menit
S : 36,4oC
A : Intervensi teratasi
P : Pertahankan intervensi
8. Memonitor pola nafas
9. Memonitor frekuensi, irama, kedalam
dan upaya napas

S : Keluarga klien mengatakan cemas


berkurang dan tau bagaimana cara penanganan
di rumah jika asma anaknya kambuh
3
O : Keluarga klien tampak rileks

A : Intervensi teratasi
P : Pertahantkan intervensi

1. Menganjurkan keluarga untuk tetap


bersama klien
2. Mengatur posisi nyaman
Melatih teknik relaksasi

BAB III
PEMBAHASAN
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil asuhan keperawatan anak dengan masalah utama
Asma bronchial pada An. F di Di Salakan Desa Limbangan Kecamatan
Limbangan Kabupaten Kendal, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai
berikut : Hasil pengkajian didapatkan An. F mengalami riwayat asma sejak
kecil.
1. Setelah dirumuskan masalah maka didapatkan 3 diagnosa Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan Hambatan upaya nafas
(kelemahan otot pernafasan) (D.0005), Bersihan jalan nafas
tidak efektif berhubungan dengan Sekresi yang tertahan
(D.0001), Ansietas berhubungan dengan Kurang terpapar
informasi (D.0080).
2. Implementasi yang dilakukan pada An. F mulai pada tanggal
7/5/21 s/d 9/5/21 sesuai dengan intervensi keperawatan yang
telah dibuat. Implementasi dilakukan dengan metode tanja
jawab, berdiskusi, melakukan tindakan fisioterapi dada, dan
penyuluhan. Pada tahap akhir penulis melakukan evaluasi pada
Keluarga An. F dengan masalah utama adanya riwayat Asma
pada tanggal 7/5/21 s/d 9/5/21, mengenai tindakan keperawatan
yang telah dilakukan berdasarkan catatan perkembangan dengan
metode SOAP.

B. Saran
1. Bagi Penulis
Diharapkan hasil laporan kasus seminar ini dapat menambah
pengetahuan dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi
mahasiswa yang lainnya dalam menerapkan asuhan keperawatan anak
khususnya pada pasien riwayat asma bronchial, serta sebagai
perbandingan dalam mengembangkan kasus asuhan keperawatan
medical bedah dengan masalah utama riwayat asma bronchial
2. Bagi Pasien
Bagi pasien fisioterapi dada ini di harapkan dapat menjadi terapi
mandiri untuk pasien dan keluarga saat mengalami asma atau sesak
nafas.

DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, A. (2010). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika

Clark Varnell Margaret. (2013). Asma; Panduan Penatalaksanaan Klinis. Jakarta :


EGC

Huda Amin, Kusuma Hardhi. (2016). Asuhan keperawatan praktis : berdasarkan


penerapan diagnosa Nanda, Nic, Noc. Yokyakarta : Mediaction Jogja.

Ikawati Zullies. (2016). Penatalaksanaan Terapi : Penyakit Sistem Pernafasan.


Yogyakarta : Bursa Ilmu

Infodatin. Pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan RI. ISSN 2442-7659.

Nelson. (2013). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, vol.1. Jakarta : EGC

Tim Pokja DPP PPNI (2017) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:
DPP PPNI.

Ngastiyah. (2013).Perawatan anak sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Tim Pokja DPP PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:
DPP PPNI.

Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep & Praktik. Jakarta
: Salemba Medika

Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta :Nusa Medika

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. (2013). fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia. Buku Kuliah :Ilmu Kesehatan Anak.

Anda mungkin juga menyukai