Jurnal 1 Dan Jurnal 2 Print
Jurnal 1 Dan Jurnal 2 Print
ABSTRAK
Kewaspadaan universal (Universal precaution) adalah suatu tindakan
pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk
mengurangi resiko penyebaran infeksi dengan didasarkan pada prinsip bahwa
darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari
pasien maupun petugas kesehatan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis
faktor-faktor yang berhubungan dengan penerapan Universal Precaution oleh
perawat di ruang rawat inap penyakit dalam (IRINA C) RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan
menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian dilaksanakan di ruang
rawat inap penyakit dalam (IRINA C) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
pada bulan Juni-Agustus 2016. Pengambilan sampel menggunakan teknik total
sampling yang berjumlah 73 orang. Data diperoleh melalui kuesioner yang telah
divalidasi. Data yang diperoleh ditabulasi dalam bentuk master tabel selanjutnya
dilakukan editing, coding, processing dan cleaning untuk dianalisis. Perhitungan
statistik dilakukan dengan menggunakan program komputer. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan
dengan penerapan universal precaution oleh perawat, terdapat hubungan yang
signifikan antara ketersediaan sarana dengan penerapan universal precaution
oleh perawat, terdapat hubungan yang signifikan antara disiplin dengan
penerapan universal precaution oleh perawat, terdapat hubungan yang signifikan
antara supervisi dengan penerapan universal precaution oleh perawat. Analisis
multivariat dengan metode regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang
29
paling dominan berhubungan dengan penerapan universal precaution oleh
perawat yaitu variabel ketersediaan sarana. Sebagai kesimpulan, terdapat
hubungan yang signifikan antara pengetahuan, ketersediaan sarana, disiplin dan
supervisi dengan penerapan universal precaution oleh perawat.
ABSTRACT
Universal precaution is an infection control measures undertaken by all health
workers to reduce the risk of spread of infection to be based on the principle that
the blood and body fluids can potentially transmit the disease, both from patients
and healthcare workers. The purpose of this study is to determine the factors
associated with the adoption of the Universal Precaution by nurses lounge
inpatient medicine (IRINA C) Dr Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. This study is a
quantitative study using cross sectional approach. Research conducted in
inpatient medicine (IRINA C) Dr Prof. Dr. R. D. Kandou Manado in June-August
2016. The samples were taken using total sampling technique which amounted to
73 people. Data obtained through questionnaires that have been validated. The
data tabulated in the form of a master table is then performed editing, coding,
processing and cleaning for analysis. Statistical calculations were performed
using the computer. These results indicate that there is a significant relationship
between knowledge and application of universal precaution by nurses, there is a
significant correlation between the availability of the application of the universal
precaution by nurses, there is a significant relationship between the disciplines
with the implementation of universal precaution by nurses, there is a significant
relationship between supervision of the implementation of universal precaution by
nurses. Multivariate analysis with logistic regression showed that the most
dominant variable associated with the implementation of universal precaution by
the variable availability of nurses. In conclusion there is a significant relationship
between knowledge, availability of facilities, discipline and supervision of the
implementation of universal precaution by nurses.
30
Kewaspadaan universal (Universal precaution) adalah suatu tindakan
pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk
mengurangi resiko penyebaran infeksi dengan didasarkan pada prinsip bahwa
darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari
pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2007). Infeksi silang yang terjadi di
suatu pusat pelayanan kesehatan atau yang dikenal sebagai infeksi nosokomial
merupakan salah satu resiko kerja terbesar yang dihadapi oleh tenaga kesehatan
yang ada di setiap pusat pelayanan kesehatan. Seperti yang diperkirakan WHO
pada tahun 2002, telah terjadi lebih dari 16.000 kasus penularan hepatitis C virus,
66.000 kasus penularan hepatitis B dan 1000 kasus penularan HIV pada tenaga
kesehatan diseluruh dunia (Yusran, 2008).
Menurut Departemen Kesehatan RI (Anonim,2010), dasar kewaspadaan
universal ini meliputi cuci tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat
pelindung diantaranya sarung tangan untuk mencegah kontak dengan darah serta
cairan infeksius yang lain, pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan jarum dan alat
tajam untuk mencegah perlukaan, serta pengelolaan limbah. Dalam menggunakan
kewaspadaan universal petugas kesehatan memberlakukan semua pasien sama
dengan menggunakan prinsip ini, tanpa memandang penyakit atau diagnosanya
dengan asumsi bahwa setiap pasien memiliki resiko akan menularkan penyakit
yang berbahaya.
Perawat adalah petugas kesehatan yang paling sering berhubungan dengan
pasien, sehingga dari semua petugas kesehatan perawatlah yang paling beresiko
terpapar penularan penyakit infeksi blood borne seperti HIV,
Hepatitis B dan Hepatitis C, yang berasal dari sumber infeksi yang diketahui atau
yang tidak diketahui seperti benda terkontaminasi, jarum suntik bekas pakai dan
benda tajam lainnya.Secara global, lebih dari 35 juta petugas kesehatan
menghadapi resiko luka perkutan akibat terkena benda tajam yang terkontaminasi.
Insiden terpapar mikroorganisme yang diobservasi diantara semua petugas
kesehatan yang paling tinggi terpajan adalah perawat (Efstathiou, et.al., 2011).
Pelaksanaan prinsip kewaspadaan universal di Indonesia masih kurang (Yusran,
2008). Contoh hasil penelitian yang dilakukan Purwaningtias (2007) tentang
penerapan kewaspadaan universal oleh petugas kesehatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan terhadap pasien pengidap HIV/AIDS di RS. Dr. Sardjito
Yogyakarta yang dinyatakan masih belum begitu maksimal. Hal ini disebabkan
31
karena belum terpenuhinya persediaan peralatan, sarana dan prasarana yang
tersedia di rumah sakit tersebut serta petugas layanan kesehatan yang terlalu sibuk
dengan pekerjaannya sehingga penerapan kewaspadaan universal menjadi
terabaikan.
RSUP Prof. dr. R. D. Kandou merupakan rumah sakit umum milik pemerintah
Provinsi Sulawesi Utara yang sekaligus merupakan rumah sakit pendidikan tipe A
plus serta sebagai rumah sakit rujukan bagi rumah sakit tipe
B dengan cakupan wilayah kerja Sulawesi bagian Utara. Berdasarkan survey awal
yang dilakukan peneliti sebelumnya diketahui angka prevalensi infeksi silang
yaitu sebesar 9,1% (Tim Pandalin RSUP. Prof. dr. R. D. Kandou, 2014) dan pada
tahun 2015 tercatat sebesar 10,6%. Angka tersebut berada diatas prevalensi rata-
rata rumah sakit pemerintah di Indonesia yaitu sebesar 6,6% (Ramah, 1995
dikutip dalam Wati, 2006). Berdasarkan survey yang dilakukan pada bulan
Januari sampai Mei 2016 diketahui incidence rate di ruangan rawat inap penyakit
dalam RSUP. Prof. dr. R. D. Kandou yaitu sebesar 13,3 %. Berdasarkan studi
dokumentasi awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 22 April 2015 diketahui
bahwa angka kecelakaan kerja di RSUP. Prof. dr. R. D. Kandou selama tahun
2014 sebanyak 9 kasus, sedangkan pada tahun 2015 terhitung dari bulan Januari
sampai April 2015 adalah sebanyak 6 kasus. Kejadian tersebut terjadi hampir
merata di setiap unit yang ada di rumah sakit termasuk unit emergensi. Adapun
yang menjadi korban kecelakaan kerja tersebut adalah perawat dan mahasiswa
praktek dengan jenis kecelakaan yaitu tertusuk jarum bekas pakai pasien.
Pelaksanaan prinsip kewaspadaan universal oleh tenaga perawat di rawat inap
penyakit dalam (IRINA C) RSUP. Prof. dr. R. D. Kandou sejauh ini masih belum
terlaksana dengan baik. Dari 6 orang perawat yang saat itu berdinas, peneliti tidak
melihat satu pun perawat yang menggunakan sarung tangan, masker ataupun gaun
pelindung saat melakukan pengkajian (primary survey) terhadap pasien, kecuali
untuk pasienpasien rujukan rumah sakit daerah yang diagnosisnya sudah jelas
seperti
Tuberculosis, Hepatitis, dan sebagainya. Selain itu alat pelindung diri, khususnya
sarung tangan hanya digunakan saat melakukan tindakan invasif saja, padahal,
seharusnya sebagai perawat mereka tahu apa saja cara penularan infeksi
diantaranya melalui darah dan cairan tubuh lainnya, udara, kontak, melalui media
atau vektor guna mencegah penularannya (Tiejen, 2004). Hasil wawancara
32
yang dilakukan peneliti pada tanggal 6 dan 10 April 2015 dengan penanggung
jawab perawat sekaligus 5 orang perawat rawat inap penyakit dalam (IRINA C)
diketahui bahwa pada dasarnya perawat tahu dan paham tentang prinsip
kewaspadaan universal. Disamping itu, fasilitas, sarana dan prasarana atau alat-
alat pelindung diri juga sudah tersedia dengan sempurna dan siap pakai, seperti
sarung tangan, masker dan gaun pelindung, namun penggunaannya masih kurang.
Mereka mengatakan bahwa bekerja sesuai dengan teori yang ada tidak semudah
membalikkan telapak tangan, banyak hal dari teori yang didapat tidak bisa
diterapkan saat berada di lapangan, salah satunya yaitu penerapan kewaspadaan
universal.
Salah satu contoh bahwa sesungguhnya kekurang patuhan perawat untuk
menerapkan prinsip-prinsip kewaspadaan universal ini bukan dikarenakan
keterbatasan fasilitas ataupun prasarana rumah sakit. Dengan alasan inilah peneliti
menjadi tertarik untuk melakukan penelitian di unit ini. Peneliti memiliki
keinginan yang kuat untuk mengetahui apa saja diantara faktor yang sudah
disebutkan diatas yang berhubungan dengan ketidakpatuhan perawat dalam
menerapkan prinsipprinsip kewaspadaan universal. Beberapa fakor dari faktor-
faktor tersebut dipilih sesuai dengan hasil observasi saat dilakukan studi
pendahuluan di bagian IRINA C, kemudian baru ditambahkan beberapa faktor
lain yang dirasa sesuai dan memiliki hubungan yang signifikan dengan tindakan
kepatuhan perawat dalam menerapkan prinsip-prinsip kewaspadaan universal
dalam bekerja. Faktor tersebut antara lain pengawasan kerja dan persepsi terhadap
pertimbangan nilai etika dalam memberikan pelayanan optimal kepada
masyarakat.
METODE
33
penyakit dalam (IRINA C) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado berjumlah 73
orang dijadikan sampel
(total populasi).
34
linear positif antara pengetahuan dan perilaku(r=0,394, p<0,001). Ini berarti
walaupun pengetahuan responden baik berpengaruh terhadap perilaku responden.
Demikian juga Gunawan (2012) yang menganalisis Faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku universal precaution Pada Perawat Pelaksana Di
Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang. Sampel sebanyak 40
responden dengan hasil penelitian umur responden rata-rata 35,70 tahun dengan
umur responden paling muda adalah 25 tahun dan paling tua adalah 43 tahun.
Pendidikan sebagian besar D3 sebanyak 36 orang (90,0%) dan S1 sebanyak 4
orang (10,0%). Masa kerja responden rata-rata 14,13 tahun masa kerja paling
rendah adalah 3 tahun dan tertinggi adalah 22 tahun. Pengetahuan sebagian besar
baik sebanyak 30 orang (75,0%). Ada hubungan pengetahuan dengan perilaku
universal precaution s pada perawat pelaksana di Instalasi Bedah Sentral RSUP
Dr. Kariadi Semarang. Rosyidah dan Hariyono (2011) meneliti hubungan
tingkat pengetahuan perawat dengan penerapan universal precaution pada
perawat di Bangsal
Rawat Inap Rumah Sakit PKU
35
pendengaran, penciuman, rasa danraba. (Notoatmodjo, 2003). Menurut teori
perubahan perilaku kesehatan, penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung
kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme.
Perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus yang diberikan benar-benar
melebihi dari stimulus semula (mampu meyakinkan). Karena itu kualitas dari
sumber komunikasi sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku
penerapan universal precaution.
Ada suatu keadaan cognitive dissonance yang merupakan ketidakseimbangan
psikologis, yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai
keseimbangan kembali. Dissonance tejadi karena dalam diri individu terdapat
elemen kognisi yang bertentangan, pengetahuan, pendapat atau keyakinan.
Apabila terjadi penyesuaian secara kognitif, akan ada perubahan sikap yang
berujung perubahan perilaku. Perubahan perilaku individu tergantung kebutuhan.
Stimulus yang dapat memberi perubahan perilaku individu adalah stimulus yang
dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Strategi perubahan
perilaku menurut WHO yaitu dengan menggunakan kekuatan (Enforcement),
menggunakan kekuatan peraturan atau hukum (Regulation), pendidikan
(Education).
36
Di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam (IRINA C) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado.
Hasil ini berbeda dengan penelitian Rahmania, (2011) meneliti predisposing,
enabling dan reinforcing factors dalam penerapan Universal precaution infeksi
nosokomial pada perawat (Studi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Delta Surya
Sidoarjo). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat hubungan enabling factor
yaitu penyediaan APD (C=0,475, p=0,003) dan sarana mencuci tangan (C=0,580,
p=0,000) terhadap penerapan universal precaution infeksi nosokomial adalah
sedang, sedangkan penyediaan sarana pembuangan sampah ruangan (C=0,192,
p=0,283) memiliki hubungan sangat rendah. Peneliti menyarankan agar untuk
meningkatkan penerapan universal precaution infeksi nosokomial maka
manajemen rumah sakit perlu mengecek secara rutin ketersediaan dan kualitas
prasarana, menetapkan prosedur khusus penerapan universal precaution infeksi
nosokomial, menyebarkan poster/pamflet petunjuk praktis penerapan universal
precaution infeksi nosokomial.
Infeksi di rumah sakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat
dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu
sendiri (endogenous infection). Bakteri ini berkembang di lingkungan rumah sakit
yang berasal dari air, udara, lantai, makanan serta alat-alat medis maupun non
medis. Sumber penularan bisa melalui tangan petugas kesehatan, jarum injeksi,
kateter, kasa pembalut atau perban dan karena penanganan yang kurang tepat
dalam menangani luka. Selain pasien, infeksi nosokomial ini juga dapat mengenai
petugas rumah sakit yang berhubungan langsung dengan pasien maupun penunggu
dan para pengunjung pasien (Bararah, 2009).
Infeksi terkait sarana pelayanan kesehatan adalah tantangan yang serius bagi
rumah sakit karena hal tersebut dapat menyebabkan kematian, baik langsung
maupun tidak langsung serta menjadikan pasien dirawat lebih lama dan memakan
biaya lebih mahal. Semakin tingginya kasus infeksi yang didapat dari rumah sakit,
hendaknya pihak rumah sakit menyusun program upaya pengendalian infeksi yang
serius.
Dalam UU No. 1 tahun 1970 pasal 14 butir c menyatakan bahwa pihak
pengelola diwajibkan untuk menyediakan secara cuma-cuma semua alat
perlindungan diri yang diwajibkan pada pekerja yang berada dibawah
pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja
37
tersebut,disertai dengan petunjukpetunjuk yang diperlukan menurut petunjuk
pegawai pengawas atau ahliahli keselamatan kerja. Yang termasuk perlindungan
diri adalah mencuci tangan, pemakaian baju praktek, penggunaan sarung tangan,
penggunaan kaca mata pelindung, penggunaan masker, penggunaan rubber dam
dan imunisasi. Mencuci tangan dengan sabun perlu dilakukan setiap sebelum dan
sesudah merawat pasien. Setiap kali selesai perawatan, sarung tangan harus
dibuang dan tangan harus dicuci lagi sebelum mengenakan sarung tangan yang
baru.
Tenaga kesehatan harus memakai jas praktek yang bersih dan sudah dicuci.
Jas tersebut harus diganti setiap hari dan harus diganti saat terjadi
kontaminasi.Semua tenaga kesehatan harus memakai sarung tangan lateks atau
vinil sekali pakai. Tujuan penggunaan sarung tangan adalah untuk mencegah
bersentuhan langsung dengan darah, saliva, mukosa, cairan tubuh, atau sekresi
tubuh lainnya dari penderita. Sarung tangan vinil dapat dipakai untuk mereka yang
alergi terhadap lateks. Sarung tangan harus diganti setiap selesai perawatan pada
setiap pasien.
Pemakaian masker seperti masker khusus untuk bedah sebaiknya digunakan
pada saat menggunakan instrumen berkecepatan tinggi untuk mencegah
terhirupnya aerosol yang dapat menginfeksi saluran pernafasan atas dan bawah.
Efektivitas penyaringan dari masker tergantung pada bahan yang dipakai (masker
polipropilen lebih baik dari masker kertas) dan lama pemakaian (efektif 30 – 60
menit). Sterilisasi adalah setiap proses (kimia atau fisik) yang membunuh semua
bentuk hidup terutama mikroorganisme termasuk virus dan spora bakteri.
Sterilitas dapat dengan mudah dipastikan dengan menggunakan alat – alat
sekali pakai/ disposible. Yang paling penting adalah penggunaan jarum suntik
yang digunakan untuk anestesi lokal atau bahan lain. Jarum tersebut terbungkus
sendiri-sendiri dan disterilkan, sehingga dijamin ketajaman dan sterilitasnya.
Pembuangan barang-barang bekas pakai seperti sarung tangan, masker, tisu
bekas, dan penutup permukaan yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh harus
ditangani secara hati-hati dan dimasukkan ke dalam kantung plastik yang kuat dan
tertutup rapat untuk mengurangi kemungkinan orang kontak dengan benda-benda
tersebut. Bendabenda tajam seperti jarum atau pisau skalpel harus dimasukkan
dalam tempat yang tahan terhadap tusukan sebelum dimasukkan dalam kantung
38
plastik. Jaringan tubuh juga harus mendapat perlakuan yang sama dengan benda
tajam.
39
memiliki hubungan yang positif dengan kedisiplinan perawat dalam pelaksanaan
universal precaution.
40
Penelitian yang dilakukan Sukriani (2013) menunjukkan Hasil uji statistik
dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,042, karena nilai p <
0,05 maka Ho di tolak dan Ha diterima dan Ҩ = 0,199. Dengan demikian terdapat
hubungan signifikan antara supervisi dengan pelaksanaan kewaspadaan universal
oleh perawat di rawat inap RSUP.DR.Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun
2013. Supervisi dimaksudkan disini adalah kegiatan mengarahkan, membimbing,
mendorong dan memotivasi perawat untuk dapat melaksanakan kewaspadaan
universal. Penelitian ini didukung oleh penelitian
Jayanti (2010) yang menyatakan ada hubungan supervisi dengan kinerja perawat
dalam penerapan MPKP di RSJD Surakarta (p=0,024). Kepala ruang mempunyai
tugas untuk melakukan supervisi terhadap kinerja perawat. kepala ruangan
bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang
diberikan pada pasien di ruang perawatan yang dipimpinnya (McGoven, 2000).
Peran supervisi kepala ruangan sebagai yang memimpin bawahannya dalam
upaya pelaksanaan kewaspadaan universal sangat penting dilakukan apabila
kepala ruangan tersebut menyadari akan kewajibannya untuk selalu melakukan
arahan dan bimbingan kepada bawahannya untuk dapat melaksanakan
kewaspadaan universal dengan sebaik mungkin sehingga bawahannya dalam
melakukan pelayanan kepada pasien selalu dengan berdasarkan akan
kewaspadaan universal.
KESIMPULAN
41
4. Terdapat hubungan antara supervisi dengan penerapan universal precaution
oleh perawat di ruang rawat inap penyakit dalam (IRINA C) RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado
5. Variabel ketersediaan sarana menjadi variabel yang paling dominan dengan
penerapan universal precaution oleh perawat di ruang rawat inap penyakit
dalam (IRINA C) RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
42
Assadian, A. 2009. Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Rumah Sakit
Gigi Dan Mulut Pendidikan
FKG USU Terhadap
Penatalaksanaan Prosedur
Muhammadiyah. Semarang.
Yogyakarta.
Jayanti, E. 2010. Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kedisiplinan
Perawat dalam Pelaksanaan
Universal Precaution di Instalasi
43
Rawat Inap RS.William Booth.
Psychology. Vol.
200.No.151;Proquest pg 149.
Yogyakarta.
44
Jurnal 2
ABSTRACT
45
Result of this study Indicated that in general the universal precautions had been
implemented but not in accordance with the standard prosedure of universal
precautions. Only 50% of the respondent practiced correctly hands washing and
none hand gloves. All respondents did incorrect procedure for sterilizations of
hand gloves and medical equipments. All needles were not decontaminated before
disposal. Supporting facilities particularly the standard operating prosedure for
universal prosedure and pre service training were not available.
It was concluded that the implementation of universal precautions were not
match with the standard prosedure. So the potential risks of nosocomial infections
cannot be reduced, in the other hand increase nsks of hepatitis B/C and HIV/AIDS
transmission among patient and health providers. The nurses and assistant nurses
never got pre-service training for universal precautions by hospital management.
Based on the results, it recomended to provide the standard prosedure of
universal precautions and to train all health prouder (nurses and assistant nurses)
who deliver service in hospital ward to be able to implement universal precautions
correctly. And it is necessary to conduct further study on implementation of
universal precautions at health centers with Inpatient ward and others hospital
46
urutan nomor empat terbanyak dalam untuk setiap kasus HIV positif yang
kasus HIV/AIDS di Indonesia. Dalam terdeteksi dianggap ada 100 orang
data terakhir disebutkan bahwa dafam yang sudah terinfeksi HIV tetapi
kurun waktu 2 tahun (Juni 2002 betum terdeteksi (fenomena gunung
sampai Agustus 2004) terjadi es). Dengan kata lain kasus-kasus HIV
peningkatan kasus HIV dan AIDS positif dan AIDS yang diketahui
sekitar 2 kali lipat lebih besar. Hal ini hanyalah sebagian sangat kecil dari
perlu diwaspadai terutama bagi kasus-kasus HIV positif dan AIDS
petugas kesehatan tempat pemberi yang sesungguhnya ada di masyarakat.
pelayanan kesehatan. Menurut WHO,
terpajan oleh infeksi namun juga meåndungi klien yang
Butetin Peneiitian -8 I
29 -39
Walaupun bukti insiden kasus penyakit didesinfeksi namun tidak adekuat, atau
menular seperti HIV/AtDS ataupun juga melalui proses transfusi darah.
Hepatitis B/C pada petugas kesehatan Berdasarkan hasil penelitian jaringan
belum banyak ditemukanı namun epidemiologi nasional tahun 1992 serta
adanya peningkatan prevalensi penelitian Agus W Budi tahun 1995,
tersebut memungkinkan timbulnya pengetahuan, sikap, persepsi dan
peningkatan penularan pada petugas perilaku petugas kesehatan dalam
kesehatan medis maupun perawat yang rangka penerapan üniversal
merawat pasien. WHO (2000) precautions terutama yang
menyebutkan bahwa kemungkinan berhubungan dengan potensi
risiko infeksi HIV dari pasien saat penyebaran HIV/AIDS berada dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan tingkat yang memprihatinkan.
adalah rendah yaitu sekitar 0,3961 dan Sehingga peran dari kelalaian petugas
kebanyakan berhubungan dengan kesehatan yang kurang atau bahkan
kecelakaan jarum suntik dari pasien tidak mematuhi protokol Universal
yang terinfeksi HIV yang belum Precautions adalah cukup besar.
melalui proses desinfeksi atau sudah Sehingga potensi peningkatan
47
penyebaran penyakit menular terutama Universal Precaufions oleh petugas
HIV/AIDS dan hepatitis semakin kesehatan meliputi tindakan mencuci
besar. tangan, pemakaian handscoen,
Berdasarkan data rakam medik RSj sterilisasi alat kesehatan logam/tajam,
Malang Unisma, dalam 2 tahun sterilisasi handscoen, desinfeksi bahan
terakhir terdapat sekitar 3—4 orang kain, desinfeksi lantai/meja periksa
penderita yang terdeteksi positif HIV. dan pengeloiaan limbah medis, serta
Dengan penelitian ini diharapkan data mengetahui ketersediaan fasilitas
yang diperofeh dapat dimanfaatkan penunjang Universal Precautions.
sebagai data primer dalam menangani Diharapkan, data yang diperoleh dapat
permasarahan yang ada sehubungan sebagai maşukan dalam upaya
dengan pelaksanaan üniversal menegakkan "disiplin Universal
precautions di Rumah Sakit Islam precautions" di tempat pelayanan
Malang sesuai standar yang berlaku, kesehatan dijad(kan acuan guna
baik melalui peningkatan kualitas penelitian selanjutnya.
SDM maupun peningkatan sarana-
prasarana termasuk pembakuan METODOLOGI PENELITIAN
49
mencuci tangan hanya beberapa deuk saja 1 Tidak mangulang cuci tangan 5 1
(kurang dari 30 detik), 80% perawat dan 2 Teknik membersihkan tangan 4 0
pekarya mencuci telapak tangan saja tanpa . kurang benar 0
menyisir jari-jarinya dan sebatas telapak a. YA. antara Iain: 8
tangan (tidak sampai batas pergelangan • Tidak menggosok 0
tangan maupun siku serta tidak melakukan pergetangan tangan
pembersihan sekitar kuku secara teliti. Saat dengan melingkarkan
1
mengeringkan tangan setelah cuci tangan, salah satu tangan yang
5
100% perawat dan pekarya yang 3 Iain
mengeringkan tangannya dengan . • Tidak membersihkan 5
2
menggunakan handuk yang tetah basah dan sekitar kuku dan bawah
4 0
bekas dipakai beruiang kali oieh petugas kuku sampai bersih 5
. 1
yang iain (tidak menggunakan handuk yang (dapat digunakan sikat
0
kering dan bersih), selanjutnya dapat dilihat yang lembut)
0
di tabel 1 . • Tidak mencuci tangan
dan telapak tangan dari 1
arah jari-jari ke arah 0
pergelangan hingga 0
Tabel 2. Frekuensi tindakan pemakaian
bersih
handscoen oleh 1
b.TIDAK
0
Tidak mengeringkan tangan
0
dengan handuk bersih-kering
Waktu mencucl tangan < 30
detik untuk tindakan yang
kontak dengan darah/calran
tubuh
TOTAL masing-masing item
Sumber: Penelitian RSI Malang
Unisma, 2005 petugas kesehatan
50
No. Jenis Tindakan Tidak
Kadang- Selalu Total
pernah kadang
51
Sumber: Pene/itian RSI Malang Unjsma, 2005
Merupakan ttndakan yang hanya dilakukan oleh perawat
•) peran pekarya sebagai assisten da/am tindakan
Buletin Penelitjan B
1 29—3C
Pelaksanaan Pemakaian Handscoen kesulitan untuk menusukkan jarum
Dari hasil wawancara, semua (100%) infus agar tepat mengenai sasaran
perawat dan pekarya menyatakan vena pasien. Perawat dan pekarya
tidak pernah menggunakan mengatakan bahwa merasa perlu
handscoen pada saat pengambilan memakai handscoen hanya jjka
sampel dahak/ sputum, 90% melakukan tindakan yang
menyatakan tidak pernah berhubungan dengan bahan yang
menggunakan handscoen pada saat menjijikkan yang berasal dari pasien.
memasang dan melakukan perawatan Hasil observasi tentang penggunaan
Infus harian, 70% perawat tidak handscoen menunjukkan bahwa 50%
menggunakan handscoen pada saat petugas (3 perawat dan 2 pekarya)
tindakan mengambil darah. Enam menggunakan handscoen tidak sesuai
puluh persen petugas (4 perawat dan prosedur standar. Ketidaksesuaian
2 pekarya) tidak pemah tersebut yaitu semua petugas tidak
menggunakan handscoen pada saat melakukan pemeriksaan kondisi/
melakukan tindakan nebulizer, keutuhan handscoen (ada kebocoran
pengambilan sampel urine dan feses atau tidak), tidak memasang
serta tindakan sterilisasi alat, Urajan handscoen dengan cara yang benar
secara rinci dapat dilihat pada tabel antara lain; saat akan memakai, arah
2. tangan tidak ke bawahl tidak
Alasan perawat tidak memakai memegang bagian dalam handscoen
handscoen antara laln•, karena telah saat akan memasukkan jari tangan,
menjadi kebiasaan, sehingga ada yang menyentuh bagian luar dari
beberapa perawat merasa terganggu handscoen sehingga tidak menjamin
saat memaka: handscoen ketika me! handscoen dalam keadaan steril.
akukan tindakan pada pasen. Alasan yang djkemukakan adalah
Contohnya pada saat melakukan karena mereka tidak terbiasa untuk
pemasangan infus, perawat merasa memeriksa handscoen sebelum
52
memakainya dan lupa serta dekontaminasi handscoen, 75% (2
menganggap walaupun ada orang) di antaranya mendekontaminasi
kebocoran kecil handscoen masih handscoen seiama kurang dari 30
layak pakat. menit. Dan komposisi pencampuran
larutan chforin tersebut masih salah
Pelaksanaan Sterilisasl Handscoen
atau memakai perkiraan, yaitu bukan 5
Hasil wawancara. 50% responden
banding 5 yaitu 5 bagian air dan 5
menyatakan selalu melakukan sendin
bagian kaporjt.
steri}isasi handscoen, 40% hanya
Ketidaksesuaian dengan prosedur
kadang-kadang melakukan sterilisasi
standar selaniutnya yaitu 50% (3
handscoen dan hanya 10% yang
perawat dan 2 pekarya) mencuci tanpa
tidak pernah mensterilkan
menggunakan sabun 40% (2 perawat
handscoen. Waktu pelaksanaan
dan 2 pekarya) tidak menyimpan
sterilisasi handscoen 70% petugas (5
handscoen dalam tempat tertutup berisi
perawat dan 2 pekarya) melakukan
formalin. Dan waktu penyimpanan
prosedur sterilisasi handscoen segeta
handscoen dalam tempat tertutup yang
sesudah tindakan memakai
berformalin, tidak sampai 24 jam
handscoen, dan 30% perawat
sebelum digunakan kembali dan tidak
melakukan sterilisasi handscoen baik
ada satupun perawat dan pekarya yang
sesaat sebelum maupun segera
melakukan pemisahan penyimpanan
sesudah tindakan memakai
antara tempat untuk penyimpanan
handscoen.
handscoen yang sudah disteril dan
Hasil observasi pelaksanaan sterilsasi
handscoen akan disterilkan.
handscoen didapatkan bahwa semua
(100%) perawat dan pekarya Pelaksanaan Sterilisasi Instrumen
mefakukan sterilisasi handscoen Logam/metal
dengan cara yang tidak sesuai dengan (Pinset, gunting, bak instrumen dan
prosedur. Adapun ketidaksesuaian laln-laln)
tersebut yaitu 70% petugas (5 perawat Dari hasil wawancara, 90% (7 perawat
dan 2 pekarya) tidak melakukan dan 1 pekarya) melakukan sendiri
dekontaminas handscoen yang tindakan sterilisasi alat kesehatan
terpapar cairan/darah pasien dengan logarn, 10% perawat kadang-kadang
cairan antiseptik (ch/orin), dari 30% dan 0% yang tidak pernah
perawat (3 orang) yang melakukan mensterilisasi instrumen logam/ metal.
53
Padahai tidak ada unit khusus yang yang seharusnya (yaitu 1 5—20
melakukan sterilisasi alat. hanya menit).
kadang-kadang dititipkan dalam proses
Tabel 3. Jenjs kesalahan yang
sterilisasj di ruang bedah (ruang
dilakukan perawat dan
operasi). Sedangkan 70% (6 perawat
pekarya kesehatan pada saat
dan 1 pekarya) mensterilisasi alat
pelaksanaan sterilisasi
kesehatan logam sesaat sebelum
instrumen logam/metal
meiakukan tindakan ke pasien,
(pinset, gunting, bak
sedangkan 30% (2 perawat dan 1
instrumen, bengkok)
pekarya) mensterilisasl alat kesehatan
logam sesaat sebelum dan segera Jenis kesalahan
54
a. Ya melakukan desinfeksi tidak sesuai
b. Tidak dengan standar, 30% perawat
TOTAL masing-masng melakukan sesuai dengan standar dan
Sumber: Penetitian RSI Malang 10% perawat tidak mau melakukan
Unisma, 2005 peragaan sterilisasi bahan kain.
Adapun ketidaksesuaian prosedur
Penggunaan Afat Kesehatan Tajam
desinfeksi bahan kain adalah petugas
(Jarum SPIT) Berdasarkan wawancara,
tidak mencuci tangan sebelum
untuk jenis injeksi intravena maupun
desinfeksi, tidak menggunakan
intramuskuler, seluruh (100%) perawat
handscoen selama tindakan
sudah menerapkan penggunaan aìat
desinfeksil tidak melakukan
spuit dan jarum yang s•ekali pakai bagi
perendaman kain dengan cairan
setiap pasien. Sedangkan untuk
desinfektan yang tersedia. Selain itu
kegiatan injeksi Obat melalui perantara
cara pencampuran farutan chlorin
selang infus/pjug, seluruh perawat
yang dibuat masih menggunakan
(100%) menggunakan jarum dan spuit
sistem perkiraan, dengan alasan tidak
lebih dari satu kali pemakaian untuk
tahu caranya.
setiap pasien. Perawat mengatakan
tempat penyimpanan jarum spuit Pelaksanaan Desinfeksi Lantai
(semua pasien) yang akan dipakai Menurut responden, 40% dari mereka
ulang diletakkan dalam satu tempat (2 perawat dan 2 pekarya) selalu
selama lebih dari 24 jam melakukan sendiri desinfeksi lantai,
60% perawat kadang-kadang
melakukan desinfeksi dan tidak ada
Pelaksanaan Desinfeksi Bahan Kain
satupun yang tidak pernah
Dua puluh persen (1 perawat dan 1
mendesinfeksi lantai. Desinfeksi
pekarya) mengatakan selalu
iantai yang dilakukan adaiah dengan
mendesinfeksi bahan kain yang telah
cara mengepef dan memberi bahan
dipakai (handuk pengering dan
pewangi lantai (tidak jelas apakah
washlap). 70% (6 perawat dan 1
bahan pewangi tersebut mengandung
pekarya) kadang-kadang
desinfektan atau tidak). Semua
mendesinfeksi dan 10% perawat
(100%) perawat dan pekarya
tidak pernah mendesinfeksi bahan
menyatakan bahwa desinfeksi iantai
kain. Hasil observasi, didapatkan
dilakukan sendiri apabila ada darah/
60% (4 perawat dan 2 pekarya)
55
bahan muntahan/urine yang tercecer
di lantai. Sedangkan secara rutin
pembersihan lantai dilakukan oleh
petugas cleaning service.
Hasif observasi. 40% (2 perawat dan
2 pekarya) yang melakukan
desinfeksi lantai pada saat terdapat
darah/cairan tercecer di lantai,
semuanya melakukan dengan
prosedur yang tidak sesuai standar.
Ketidaksesuaian tersebut yaitu tidak
mencuci tangan sebelum melakukan
tindakan, tidak mengenakan
handscoen selama tindakan, tidak
mendiamkan percikan cairan
desinfeksi pada tantai selama sekitar
10 menit untuk kemudfarl di pel, dan
tidak melakukan perendaman kain
pel dengan cairan desinfeksi sebelum
dicuci bersih dan dikeringkan.
56
Sistem Kesehatan Vol. 8 No, Junt 2005.
Baketln PeneEillan — I 29-39
57
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
Dari observasi, tempat sampah medis
didapatkan bahwa dan non medis, pada
secara kuantitatif semua tempat pembuangan
fasilitas penunjang jarum dan spuit injeksi
tersedia yaitu air bersihi setelah digunakan, tidak
cairan ada cairan desinfektan
desinfeksi/antiseptik/sa yang digunakan untuk
bun, tempat mencuci merendam keduanya.
tangan, alat pelindung handscoen yang
dirr (handscoen steril tersedia beberapa
dan non steril, jubah diantaranya sangat tipis
kain dan plastik/karet, dan mudah robek.
masker), alat kesehatan Selain itu petugas
logam, alat kesehatan mengatakan bahwa
non rogam (kain, alal cairan desntektan yang
emergency bahan ada di ruang perawatan
karet]plastik), tempat belum diketahui dengan
sampah (medis dan non pasti komposisjnya.
medis), kecuali Pelatihan berkelanjutan
pelindung rnata, tentang Universal
mouthpiece dan precautions
petunjuk operasionaf Dari pengakuan
tentang standar responden, semuanya
operaslonal prosedur menyatakan petunjuk
universal precautions. universa/ precautions
Namun penggunaan yang tersedia masih
fasilitas penunjang berupa hal-hal yang
tersebut betum sesuai umum. belum ada
dengan standar yaitu standar operasional
pembuangan sampah prosedur yang detail
tidak dipisahkan pada
58
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
mengenai cara Selama ini belum pernah
melakukan universal ada pembinaan/supervisi
precautions seperti tentang pelaksanaan
halnya bagamana universa/ precautions.
melakukan pencuctan
tangan, memakai PEMBAHASAN
62
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
106 kPa) dan oven/dry formaldehyde 8%,
heat sterilization glutara/dehyde dan
0
(temperatur 1 70 C hydrogen peroxide
0
atau 340 F). Kedua (JHPIEGO, 2003).
dengan chemical Sedangkan untuk
sterilization yaitu penggunaan jarum
dengan menggunakan injeksi seluruh perawat
formaldehyde atau sudah menggunakan
glutara/dehydes. Dan jarum sekali pakai
sebelum menterilisasi, terutama untuk injeksi
afat harus intravena dan
didekontaminasi dengan intramuskular. Namun
cairan chlorin minimal demikian, masih periu
0
0,5 /0 guna menjaga ditingkatkan kualitasnya
70
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
melakukan untuk aif DTT).
pemeriksaan Sedangkan untuk
terhadap kebocoran sterilisasi
handscoen, teknik instrumen, semua
memasang (100%) perawat dan
handscoen kurang pekarya
tepat sehingga mensterilisasi alat
sterilttas handscoen medikal bedah
tidak terjaga. Untuk logam tidak sesuai
sterihsasi standar prosedur,
handscoen, 100% antara lain 800/0 (6
petugas perawat dan 2
mensterilisasi pekarya) tidak
handscoen tidak memakai handscoen
sesuai dengan saat mensterilisasi
standar yaitu 70% alat serta 90% (7
(5 perawat dan 2 perawat dan 2
pekarya) tidak pekarya) tidak
melakukan melakukan
dekontaminasi dekontaminasi
sebelum instrumen sebelum
membersihkannya, dicuci/ disterilkan,
dan komposisi Selanjutnya
pencampuran cairan terdapat 60% (4
chlorin yang perawat dan 2
digunakan untuk pekarya) melakukan
desinfeksi memakai desinfeksi kain
perkiraan (tidak 5 tidak sesuai standar,
banding 5, yaitu 5 seperti tidak
bagian untuk menggunakan
kaporit dan 5 bayan handscoen, tidak
71
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
melakukan tidak sesuai standar
perendaman yattu handscoen yang
(desinfeksi) secara beberapa diantaranya
banar dan sangat tipis dan mudah
menggunakan robek serta belurn
komposisi ch/orin pastinya komposisl
berdasarkan cairan desinfeksi yang
perkiraan. Hal ini digunakan selama ini
sama dengan proses oleh petugas.
desinfeksi lantai Sedangkan untuk
yang tidak sesuai prasarana SOP
standar. (Standard Operational
Buiettn Peneht;an Kesehalen 1
Procedure) yang
Ketersediaan fasilitas
dimiliki rumah sakit
penunjang universa/
meropakan Standar
precautions untuk bahan
operasional yang
dan afat secara
bersifat umum, bukan
kuantitatlf sudah
tentang pelaksanaan
tersedia dalam jumlah
universal precautions
cukup kecuali
yang detail dan spesifik.
ketersediaan
Selain itu pelatihan atau
mouthpiece, alat
pendidikan yang
petindung mata dan
berkelanjutan serta
standard operational
pengawasan/ evaluasi
procedure tentang
terhadap pelaksanaan
universal precautions,
universal precautions
Sedangkan secara
oleh pihak managerial
kualitas, ada beberapa
rumah sakit juga betum
fasilitas penunjang yang
ada.
72
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
Sehingga hal tersebut mengadakan
memungkinkan pelatihan dan
terjadinya peningkatan pendidikan
risiko infeksi berkelanjutan tentang
nosokomiat di rumah penerapan universal
sakit dan üngkungan precautions dalam
disekitarnya. rangka meningkatkan
kognitif, afektif dan
Saran
psikomotor petugas.
1 . Bagi pihak
Adanya penyebaran
manajemen rumah
info tentang cara
sakit perlu
penularan HIV/AIDS
mempertegas
ataupun hepatitis B
komitmen berupa
serta tentang cara
kebijakan tentang
detall pelaksanaan
upaya pelaksanaan
universal precautions
universal di rumah
yang tepat kepada
sakit dengan cara
petugas kesehatan,
membuat
mulai dari bagaimana
kesepakatan standar
mencuci tangan
operasional prosedur
dengan benar,
tentang prosedur
bagaimana
universal precautions
efektivitas larutan
secara detail,
desinfektan,
melakukan sosialjsasi
bagaimana cara
kepada seluruh
mendesinfeksi dan
petugas kesehatan
mensterilisasikan atat
yang terkait dengan
dengan benar dan
tujuan pelaksanaan
Cain sebagainya,
universal
perlu disertai dengan
precautions,
demonstrasi secara
73
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
nyata sehingga dan lain-iainnya
mereka dapat benar- (kualitas alat
benar mampu diupayakan tidak
melakukan proteksi dibawah standar).
terhadap tindakan Jika memungkinkan
yang berisiko hal Ini perlu
menularkan atau ditunjang dengan
tertular penyakit, adanya sanksi tegas
2. Pihak rumah saklt bagi yang
Juga perlu meianggar. Perlu
mengadakan juga diadakan
pengawasan dan surveilence
evaiuasi mengenai mengenai prevalensi
pelaksanaan dampak-dampak
universa/ precautions yang muncul yang
itu sendiri, baik terkait dengan
dilakukan oleh perilaku penerapan
atasan secara universal precautjons
{angsung atau yang kurang sesuai.
melalui tim khusus 3. Pihak rumah sakit
yang terkait dengan juga perlu membuat
penanggulangan program pemberian
infekst nosokomial dan penyebarluasan
di rumah sakit. Hal penyuluhan bagi
ini termasuk juga pasien dan ketuarga
penyediaan alat-alat tentang penyakit-
proteksi yang penyakit menular
berkualitas standar di yang diakibatkan
unit pelayanan oleh kontak langsung
rumah sakit sepertl dengan pasien atau
handscoen, masker
74
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
cairan/darah pasien 4. Petugas kesehatan
beserta cara perlu menyadari
penuiarannya, bahwa tingkat
terutama yang terkait kewaspadaan diri
dengan perilaku yang ada saat ini
petugas kesehatan perfu untuk !ebih
yang kurang ditingkatkan,
menerapkan upaya mengingat prevalensi
universal precautions penyakit menular
saat melakukan terutama HIV/AIDS
tindakan ke pasien. maupun Hepatitis B
Sehingga jika pasien di indonesia kian
maupun keluarga meningkat. Dan dari
menyadari bahwa cara penularannya,
memakai handscoen posisi petugas
adalah penting bagi kesehatan adalah
pasien sendri sangat rentan sekali,
maupun petugas baik sebagai objek
kesehatan, maka yang tertular maupun
pasien mauapun sebagai objek yang
keluarga diharapkan menularkan baik
untuk berani secara langsung
mengingatkan maupun tak langsung
petugas kesehatan kepada orang tain
yang melakukan yang sehat
penyimpangan sebelumnya. Oleh
terhadap pelaksanaan karena itu petugas
universa/ precautions kesehatan harus
pada saat melakukan mampu berkomitmen
tindakan terhadap untuk lebih
pasien. meningkatkan upaya
75
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
penerapan universa! Departemen Kesehatan
precautions di rumah RI, Pusat Pendidikan
saklt demi Tenaga
tercapainya Kesehatan
(Hsdayat Heny Shohkhah, Arifln)
Pengukurannya Penanggu/anganny
Kesehatan Perawatan,
Kesehatan di HIV/AIDS.
76
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
Pemberantasan Guidiines for
Penyakit menu}ar Healthcare
dan Penyehatan Facilities with
Lingkungan Limited Resources.
Pemukiman. htfp://
Jakarta www.reproline.jhu.
Departemen Kesehatan edu. Diakses
dan Keseiahteraan tanggal 8 Agustus
RI, 2001 • 2005.
Pedoman
Penatalaksanaan
Infeksi di Tempat
Pefayanan
Kesehatan. Jakarta.
Departeman Kesehatan
RI. 2000: Pedoman
Praktik Klinik
Keperawatan.
Akademi
Keperawatan.
Malang.
Jaringan Epidemiologi
Nasional dan The
Ford Foundation,
1995: AIDS dan
Petugas Kesehatan.
Jakarta.
JHPIEGO. 2003•.
Infections
Prevention
77