Anda di halaman 1dari 29

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Materi Pustaka

1. Soil Transmitted Helminths

Infeksi cacing ditularkan melalui tanah yang tercemar telur

cacing, tempat tinggal dengan sanitasi buruk dan perilaku hidup yang

tidak bersih merupakan masalah kesehatan masyarakat, di perdesaan dan

di daerah kumuh perkotaan di Indonesia. Pencemaran tanah adalah

penyebab terjadinya transmisi telur cacing dari tanah melalui tangan atau

kuku yang mengandung telur cacing, kemudian masuk ke mulut bersama

makanan (Hairani, 2014). Anak Sekolah Dasar (SD) merupakan

kelompok usia yang rentan terhadap infeksi cacing yaitu pada umur 3 – 8

tahun (Hakiki et al., 2016).

Tingginya infeksi STHs pada anak usia sekolah diakibatkan pada

usia ini yang paling rentan terinfeksi penyakit berbasis lingkungan

termasuk soil transmitted helminths (Samosir et al., 2015). Pengetahuan

tentang arti pentingnya menjaga kebersihan diri masih sangat minim bagi

anak anak sekolah dasar, sehingga pola hidup yang tidak higienis menjadi

salah satu kebiasaan bagi mereka (Darlan et al., 2017). Selain itu gender

dan usia mempengaruhi terjadinya infeksi STHSs, hal ini dikarenakan

gender dan usia berhubungan dengan pola perilaku bermain pada anak

yang berkaitan dengan risiko paparan terhadap infeksi. Anak laki-laki

lebih rentan terhadap infeksi cacing demikian pula anak dengan umur

lebih muda, lebih rentan terinfeksi cacing dibandingkan dengan anak yang

berusia lebih tua (Andiarsa, 2016).

9
10

Infeksi A. lumbricoides dan T. trichiura berhubungan dengan

sanitasi lingkungan yang buruk. Kebiasaan msayarakat di daerah kumuh

dan padat memiliki kontruksi toilet dan saluran air buangan sangat

sederhana sehingga dapat mencemari lingkungan sekitarnya terutama di

sekitar rumah (Subahar et al., 2017). Infeksi STHs dapat menyebabkan

kerugian bagi Negara, Kerugian tersebut diukur secara kumulatif dengan

melihat besarnya zat gizi berupa kalori dan protein yang hilang akibat

infeksi A. lumbricoides, serta seberapa banyak jumlah darah yang hilang

akibat infeksi T. trichiura dan cacing tambang (Subrata et al., 2016).

a. Ascaris lumbricoides

Merupakan salah satu infeksi yang paling umum dan paling luas

penyebarannya pada manusia. Sekitar 1.2 miliar penduduk didunia

terinfeksi cacing ini dengan kematian sekitar 10.000 per tahun

(Gunawan, 2015). Suatu penelitian di Jakarta Utara pada tahun 2003,

anak sekolah dasar didaerah kumuh menunjukkan 49,02% dari 102

spesimen feses, mengandung telur cacing dan 80% merupakan telur

Ascaris lumbricoides (Gunawan, 2015).

1) Taxonomi Ascaris lumbricoides

Phylum : Nemathelminthes

Kelas : Nematoda

Sub kelas : Secernantea

Ordo : Ascaridida

Super famili : Ascaridoidea

Famili : Ascaridae
11

Genus : Ascaris

Spesies : Ascaris lumbricoides (Widodo, 2013)

2) Morfologi

Cacing Ascaris lumbricoides dewasa memiliki ukuran paling besar

diantara cacing usus yang lain. (Lubis, 2012). Cacing jantan

dewasa berukuran 15 - 40 cm dengan ekor melingkar dan memiliki

spikula, sedangkan cacing betina berukuran 20 -25 cm, dengan

ekor lurus tidak melengkung dan pada 1/3 bagian anterior ekornya

memiliki cincin kopulasi. (Gunawan, 2015)

Gambar 2.1. Cacing Ascaris lumbricoides betina (CDC, 2018).


12

Gambar 2.2. Cacing Ascaris lumbricoides betina (CDC, 2018).

Gambar 2.3. Telur Ascaris lumbricoides perbesaran 200x (CDC,

2018).

3) Siklus Hidup

Dalam keadaan tanah yang lembab, embrio berkembang dalam

waktu 2 - 4 bulan. Ketika telur tertelan, larva rhabditiform akan

menetas dalam usus halus, menembus mukosa dan mencapai

aliran darah, mencapai paru dan melalui jantung kanan,

menembus dinding alveoli dan masuk kesaluran napas. Kemudian

larva menuju trakea dan laring, melewati epiglotis dan masuk

kedalam esofagus, tertelan untuk kedua kalinya. Seluruh proses

ini memerlukan waktu 10 - 14 hari. Masa inkubasi 60 -75 hari

cacing dewasa dapat hidup selama 1 – 2 tahun dan menghasilkan

240.000 telur dalam setiap hari. (Gunawan, 2015)


13

Gambar 2.4. Siklus Hidup Ascaris lumbricoides (CDC, 2018)

4) Patologi dan Gejala Klinis

Sebagian besar individu yang terinfeksi menunjukan

sensitivitas terhadap antigen ascaris dengan gejala konjungtivitis,

urtikaria, dan asma. Infeksi pada Individu yang sensitif dapat

menimbulkan gatal hebat pada anus, dimuntahkannya cacing, dan

edema glotis (Gunawan, 2015). Pada infeksi yang ringan, gejala

klinis dapat berupa perdarahan (petechial hemorrhage), sedangkan

pada infeksi berat dapat menimbulkan edema paru, demam

hingga 39,5 – 40 0C, pernafasan cepat dan dangkal, batuk kering

atau berdahak, eosinofilia transien, pneumonitis ascaris. (Lubis,

2012)
14

Manifestasi klinis ascariasis beragam, sesuai dengan siklus

hidupnya dalam tubuh manusia. Migrasi larva kedalam paru dapat

menyebabkan kerusakan pada paru atau Loffler’s syndrome,

dintandai dengan demam, batuk berdahak, asma, skin rash,

eosinofilia, infiltrate paru (Gunawan, 2015).

5) Diagnosis

Perlu pemeriksaan laboratorium untuk menentukan

diagnosis ascariasis. Diagnosis ditegakkan apabila ditemukan

telur cacing dalam tinja, larva dalam sputum, cacing dewasa yang

keluar dari mulut, anus atau hidung. Tingkat infeksi askariasis

dapat ditentukan dengan memeriksa jumlah telur per gram tinja

atau jumlah cacing betina yang ada dalam tubuh penderita. Satu

ekor cacing betina per hari menghasilkan 200.000 telur atau 2000-

3000 telur per gram tinja (Sumanto, 2013).

b. Trichuris trichiura

Trichuris trichiura merupakan cacing yang tersebar luas di

dunia, terutama didaerah tropis yang hangat dan lembab. Terbanyak di

daerah tropis Afrika dan Asia Tenggara. Sekitar 900 juta orang

terinfeksi diseluruh dunia dengan prevalensi tertinggi pada anak yang

berusia kurang dari 5 tahun. Infeksi Trichuris trichiura seringkali

berhubungan dengan infeksi Ascaris lumbricoides dan Toxocara spp.

(Gunawan, 2015).
15

1) Taxonomi Trichuris trichiura

Phylum : Nemathelminthes

Kelas : Nematoda

Subkelas : Aphasmida

Ordo : Enoplida

Super family : Trichuroidea

Family : Trichuridae

Genus : Trichuris

Species : Trichuris trichiura (Widodo, 2013)

2) Morfologi

Trichuris trichiura berwarna putih keabuan atau merah muda.

Trichuris trichiura jantan memiliki panjang mencapai 30 - 45 mm

dan memiliki bentuk kepala yang berujung melengkung, sedangkan

betina 30 - 35 dan memiliki bentuk kepala yang tebal dan lurus

(Gunawan, 2015). Trichuris trichiura memiliki telur berukuran 50

x 25 mikron, yang berbentuk seperti nampan atau tempayan. Kedua

tutupnya terdapat operculum yaitu semacam penutup yang jernih

dan menonjol. Dinding telur terdiri atas dua lapis, bagian dalam

berwarna jernih bagian luar berwarna kecoklatan. Dalam sehari, 1

ekor cacing betina dapat menghasilkan 3.000-4.000 telur (Elferd et

al., 2016).
16

Gambar 2.5. Cacing Trichuris trichiura dewasa (CDC, 2018)

Gambar 2.6. Telur Trichuris trichiura perbesaran 200x (CDC, 2018).

3) Siklus Hidup

Cacing Trichuris trichiura betina dapat bertelur 3000-4000

butir perhari. Telur cacing ini berbentuk tempayan dengan

semacam tutup yang jernih dan menonjol pada kedua kutub,

besarnya 50 mikron. Telur ini di tanah dengan suhu optimum

dalam waktu 3- 6 minggu menjadi infektif. Manusia terinfeksi

dengan memakan telur yang infektif. Cacing ini tidak bersiklus ke

paru-paru dan berhabitat di usus besar (Safar, 2010).


17

Gambar 2.7. Siklus Hidup Trichuris trichiura (CDC, 2018)

4) Patologi dan Gejala Klinis

Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas

atau sama sekali tanpa gejala. Pada infeksi berat pada anak cacing

tersebar diseluruh kolon dan rektum sehingga dapat menimbulkan

prolapsus rekti akibat penderita mengejan dengan kuat dan sering

timbul saat defekasi. Penderita dapat mengalami diare yang

diselingi dengan sindrom disentri atau kolitis kronis, sehingga berat

badan turun. Bagian anterior cacing yang masuk dalam mukosa

usus menyebabkan trauma yang menimbulkan peradangan dan

perdarahan sehingga mengakibatkan anemia karena cacing

menghisap darah manusia (Kemenkes RI, 2012).


18

5) Diagnosis

Penegakan diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan pada tinja.

Trichuriasis atau infeksi Trichuris trichiura dapat ditegakkan

dengan ditemukannya telur dalam tinja atau ditemukan cacing

dewasa pada anus. Tingkat infeksi ditentukan dengan memeriksa

jumlah telur pada setiap gram tinja (Elfred et al., 2016).

6) Pencegahan

Pencegahan dilakukan dengan memperbaiki cara dan sarana

pembuangan feses, mencegah kontaminasi tangan dan juga

makanan dengan tanah yaitu dengan cara cuci bersih sebelum

makan, mencuci sayur-sayuran dan buah-buahan dengan baik,

menghindari pemakaian feses sebagai pupuk dan mengobati

penderita (Soedarmo, 2012)

c. Hookworm (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)

1) Taxonomi Necator americanus

Phylum : Nemathelminthes

Kelas : Nematoda

Subkelas : Secernentea

Ordo : Strongilid

Super family : Ancylostomatoidea

Genus : Necator

Species : Necator americanus (Widodo, 2013)


19

2) Morfologi

Telur dari kedua jenis cacing tambang ini sangat sulit

dibedakan,ukurannya 40-60 mikron, berbentuk lonjong dengan dinding

tipis dan jernih. Ovum yang baru dikeluarkan tidak bersegmen. Ovum

akan berkembang menjadi 2,4 dan 8 lobus. Cacing dewasa

ancylostoma berukuran lebih besar dari necator americanus. Cacing

ancylostoma berbentuk menyerupai huruf c, cacing dewasa betina

berukuran 10-13 mm × 0,6 mm sedangkan cacing dewasa jantan

berukuran 8-11 × 0,5 mm. necator americanus berbentuk seperti huruf

s, cacing dewasa betina berukuran 9-11 × 0,4 mm sedangkan yang

jantan 7-9 × 0,3 mm. ancylostoma memiliki dua pasang gigi sedangkan

necator americanus mempunyai sepasang benda kitin. Cacing dewasa

betina a. duodenale memproduksi 10.000 telur perhari sedangkan

cacing dewasa betina n. americanus memproduksi telur 9.000

perharinya (Soedarto, 2011).

Gambar 2.8. Telur cacing tambang perbesaran 200 x (CDC, 2017)


20

Gambar 2.9. Larva rhabditiform perbesaran 200x (CDC, 2017)

Gambar 2.10. Larva filariform perbesaran 200 x (CDC, 2017)

3) Siklus Hidup

Cacing tambang biasanya membutuhkan tanah yang berpasir,

gembur, berhumus dan terlindung dari cahaya matahari untuk

perkembangan larvanya, karena larva cacing tambang sangat

membutuhkan oksigen untuk berkembang. Siklus hidup cacing

Ancylostoma duodenale dan Necator americanus sama, yaitu diawali

keluarnya telur bersamaan dengan tinja lalu dalam waktu 1-2 hari akan

berubah menjadi larva rabditiform yang menetas ditanah yang basah,

larva rabditiform akan zat organisme tanah 5-8 hari sampai besar dan

berubah menjadi larva filariform. Larva filariform dapat bertahan

diluar tubuh selama dua minggu jika belum mendapatkan host dalam

waktu tersebut maka larva akan mati. Larva filariform menemukan


21

host akan masuk melalui pembuluh darah balik atau limfa menuju ke

jantung kanan. Selanjutnya menuju paru, kemudian alveolus, bronkus

trakea esophagus dan ke usus halus. Siklus ini berlangsung selama dua

minggu (Soedarto, 2011)

Gambar 2.11. Siklus hidup cacing tambang (CDC, 2018)

4) Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis bisa dilihat berdasarkan stadiumnya, yaitu ( Nanda,

2016) :

a) Stadium larva, jika banyak larva filariform yang menembus kulit

maka terjadi perubahan kulit seperti ground itc dan kelainan ringan

pada paru.

b) Stadium dewasa, gejala tergantung spesies, jumlah cacing dan

keadaan gizi penderita. Gejala yang sering muncul pada stdium ini
22

adalah lemah, lesu, pucat, perut buncit, nekrosis jaringan usus,

anemia dan malnutrisi. Tiap cacing n. americanus bisa menghisap

darah sebanyak 0,005- 0,1 cc perhari, sedangkan a. duodenale

menghisap 0,08-0,34 cc sehingga bisa menyebabkan anemia dan

eosinophilia.

5) Cara Penularan

Penularan cacing tambang bisa melalui kontak langsung kulit dengan

tanah yang sudah terkontaminasi larva filariform (Soedarto, 2011).

Gambar 2.15. Telur cacing dalam ukuran mikrometer (µm) (CDC,

2018)

2. Perilaku

a. Pengertian perilaku

Perilaku merupakan suatu respon dari seseorang yang terjadi

karena adanya suatu stimulus atau rangsangan dari luar (Notoatmodjo,

2012). Perilaku juga dapat diartikan sebagai kegiatan atau aktivitas

seseorang baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat

diamati langsung, maupun tidak langsung dapat diamati dari pihak luar.

Berdasarkan dari teori Bloom, perilaku dibagi menjadi tiga yaitu


23

pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan praktik (practice)

(Notoatmodjo, 2012).

b. Perilaku kesehatan

Perilaku kesehatan merupakan suatu respon dari seseorang yang

berkaitan dengan masalah kesehatan, penggunaan pelayanan kesehatan,

pola hidup, maupun lingkungan sekitar yang mempengaruhi

(Notoatmodjo, 2012).

Menurut Becker, 1979 yang dikutip dalam Notoatmodjo (2012),

perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi tiga :

1) Perilaku hidup sehat (healthy life style)

Merupakan perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk

meningkatkan kesehatan dengan gaya hidup sehat yaitu hal-hal

yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam

memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga

tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan

perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan sebagainya

2) Perilaku sakit (illness behavior)

Perilaku ini terbentuk karena adanya respon terhadap suatu

penyakit. Perilaku dapat meliputi pengetahuan tentang penyakit

serta upaya untuk mengobatinya yaitu segala tindakan atau

kegiatan yang dilakukan oleh individu yang merasa sakit, untuk

merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit.

Termasuk di sini juga kemampuan atau pengetahuan individu untuk


24

mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha

mencegah penyakit tersebut.

3) Perilaku peran sakit (the sick role behavior)

Merupakan perilaku seseorang ketika sakit. Perilaku ini mencakup

upaya untuk menyembuhkan penyakitnya yaitu segala tindakan

atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk

memperoleh kesembuhan. Perilaku ini di samping berpengaruh

terhadap kesehatan atau kesakitannya sendiri, juga berpengaruh

terhadap orang lain. Terutama anak-anak yang belum mempunyai

kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatannya.

c. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan

Menutu Notoatmodjo (2012) ada tiga faktor yang mempengaruhi

perilaku kesehatan yaitu disposing factors, enabling factors dan

reinforcing factors.

1) Faktor - faktor predisposisi (disposing factors)

Faktor-faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah

terjadinya suatu perilaku. Yang termasuk faktor predisposisi yaitu

pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan

lain-lain.

2) Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor-faktor pemungkin merupakan faktor-faktor yang merupakan

sarana dan prasarana untuk berlangsungnya suatu perilaku. Yang

merupakan faktor pemungkin misalnya lingkungan fisik dan

ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan setempat.


25

3) Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor-faktor penguat adalah faktor yang memperkuat terjadinya

suatu perilaku. Yang merupakan faktor pendorong dalam hal ini

adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan maupun petugas yang

lain dalam upaya mempromosikan perilaku kesehatan.

3. Pengetahuan

a. Pengertian pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap suatu objek dari indra yang dimilikinya

(Notoatmodjo, 2012).

b. Tingkat Pengetahuan

Menurut taxonomi Bloom terdapat 6 tingkat pengetahuan, yaitu:

1) Tahu (Know)

Tahu adalah mengingat kembali tentang sesuatu yang telah dimati

sebelumnya

2) Memahami (Comprehension)

Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan kembali

tentang suatu objek yang telah diketahui dan diinterpretasikan

secara benar.

3) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi adalah suatu kemampuan untuk mempraktekkan hal yang

telah dipelajari pada kondisi yang sebenarnya.


26

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan menerangkan atau menjelaskan suatu

objek atau materi tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut

dan masih berkaitan satu dengan yang lainnya.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis adalah kemampuan menghubungkan bagian-bagian di

dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi adalah pengetahuan untuk melakukan penilaian terhadap

suatu materi atau objek.

c. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Pengetahuan seseorang tentang kesehatan dipengaruhi oleh beberapa

faktor menurut Nursalam (2008) dalam (Notoadmojo, 2012) yaitu:

1) Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin

cepat untuk menerima dan memahami informasi sehingga

pengetahuan yang dimiliki juga semakin tinggi.

2) Informasi atau Media massa

Informasi mempengaruhi pengetahuan seseorang jika sesorang

sering mendapatkan informasi tentang suatu pembelajaran tertentu

maka akan semakin menambah pengetahuan dan wawasannya,

sedangkan seseorang yang tidak sering menerima informasi maka

pengetahuan dan wawasannya tidak akan bertambah. Semakin

berkembangnya teknologi, semakin banyak media massa


27

menyediakan berbagai macam informasi sehingga dapat

mempengaruhi pengetahuan masyarakat.

3) Sosial, Budaya dan Ekonomi

Keadaan sosial budaya akan mempengaruhi baik atau tidaknya

pengetahuan. Seseorang yang mempunyai sosial budaya yang baik

maka pengetahuannya akan baik begitupula sebaliknya seseorang

dengan sosial budaya kurang baik maka pengetahuannya akan

kurang baik. tingkat pengetahuan juga dipengaruhi oleh status

ekonomi, seseorang yang memiliki status ekonomi dibawah rata-

rata akan sulit untuk memenuhi fasilitas yang diperlukan untuk

meningkatkan pengetahuan.

4) Lingkungan

Lingkungan mempengaruhi proses masuknya pengetahuan kedalam

individu karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang

akan direspons sebagai pengetahuan oleh individu. Lingkungan

yang baik akan pengetahuan yang didapatkan akan baik tapi jika

lingkungan kurang baik maka pengetahuan yang didapat juga akan

kurang baik.

5) Pengalaman

Pengalaman akan membuat sesorang lebih mengetahui bagaimana

cara menyelesaikan permasalahan dari pengalaman sebelumnya

yang telah dialami sehingga pengalaman tersebut dapat dijadikan

pengetahuan apabila medapatkan masalah yang sama.


28

6) Usia

Semakin bertambahnya usia maka akan semakin berkembang pula

daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang

diperoleh juga akan semakin membaik dan bertambah.

4. Penyuluhan Kesehatan

a. Pengertian Penyuluhan Kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan menyampaikan pesan

kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Pendidikan

kesehatan dapat dilakukan dengan cara pemberian penyuluhan

kesehatan atau informasi. Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan

pendidikan kesehatan, yang dilakukan dengan menyebarkan pesan,

menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan

mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan sesuatu anjuran yang ada

hubungannya dengan kesehatan Penyuluhan dilakukan dengan

menggunakan berbagai media dan teknologi untuk meningkatkan

pengetahuan dan sikap positif terhadap kesehatan (Hadati et al, 2015).

b. Tujuan Penyuluhan Kesehatan

Tujuan penyuluhan kesehatan adalah mengubah perilaku dan

pola pikir masyarakat ke arah perilaku sehat sehingga dapat tercapainya

derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk mewujudkan hal

tersebut, setelah mendapat penyuluhan kesehatan masyarakat

diharapkan dapat mengubah perilaku ke arah perilaku yang lebih sehat

(Notoatmodjo, 2012).
29

c. Metode Penyuluhan

Dalam proses penyampaian materi penyuluhan diperlukan

metode yang tepat agar dapat membantu pencapaian usaha mengubah

tingkah laku sasaran. Metode yang dapat digunakan yaitu metode

ceramah dan demonstrasi. (Herijulianti, 2012)

1) Metode Ceramah

Ceramah merupakan salah satu cara penyampaian

informasi, fakta, pengetahuan, atau masalah yang dilakukan secara

langsung antara penyuluh dengan pendengar. Menggunakan

bantuan media elektronik dalam penyampaiannya dengan tujuan

agar sasaran penyuluhan lebih paham. biasanya dibagian akhir

ceramah diadakan tanya jawab. Keuntungan dari metode ceramah

ini adalah mudah digunakan, murah, waktu yang diperlukan dapat

dikendalikan oleh penyuluh, mempunyai sifat yang luwes, tidak

perlu menggunakan alat bantu atau alat peraga, dan penyuluh dapat

menjelaskan dengan menekankan bagian yang penting (Herijulianti,

2012)

2) Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi adalah suatu cara penyampaian materi

penyuluhan dengan menyajikan bahan penyuluhan yang secara

langsung mempertunjukan objeknya atau cara memperlihatkan

suatu proses menggunakan alat bantu peraga. Tujuan metode

demonstrasi adalah memperlihatkan bagaimana cara melakuakan

sesuatu dengan prosedur yang benar, meyakinkan bahwa ide baru


30

tersebut dapat dilaksanakan setiap orang, meningkatkan minat untuk

belajar dan mencoba sendiri dengan prosedur yang

didemonstrasikan. Keuntungan metode demonstrasi adalah Proses

penerimaan terhadap materi akan lebih berkesan secara mendalam

sehingga mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan sempurna,

mengurangi kesalahan, benda - benda yang digunakan benar nyata

sehingga keinginan untuk mengetahui lebih dalam dan dapat

dikembangkan, peragaan dapat dicoba oleh peserta, dengan

mengamati demonstrasi masalah atau pertanyaan yang ada dapat

terjawab (Herijulianti, 2012).

d. Media Pendidikan Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2012) ada tiga macam media

pendidikan kesehatan, antara lain:

1) Alat Bantu Lihat (Visual aids)

a) Alat-alat yang diproyeksikan, misalnya slide, film, dan

sebagainya.

b) Alat-alat yang tidak diproyeksikan, misalnya bagan, peta,

boneka, dan globe.

2) Alat Bantu Dengar (Audio aids)

Alat bantu dengar merupakan alat yang dapat membantu

menstimulasikan indra pendengaran pada waktu proses

penyampaian bahan pendidikan, misalnya radio


31

3) Alat Bantu Lihat-Dengar (Audio visual aids)

Alat bantu lihat-dengar merupakan alat yang dapat membantu

menstimulasikan indra penglihatan dan pendengaran pada waktu

proses pendidikan, misalnya video cassette.

e. Keunggulan Media Audio Visual

Keunggulan media audio visual dapat memberikan realita yang

mungkin sulit direkam oleh mata serta pikiran sasaran, dapat sebagai

pemicu diskusi tentang sikap dan perilaku, efektif bagi sasaran yang

jumlahnya besar serta dapat diulang kembali, mudah dalam

penggunaan dan tidak membutuhkan ruangan gelap (Busyaeri et al,

2016)

Media audio visual berupa video merupakan media yang cocok

untuk berbagai macam pembelajaran, seperti kelas, kelompok kecil,

bahkan satu siswa seorang diri sekalipun. Hal itu, tidak dapat

dilepaskan dari kondisi para siswa saat ini yang tumbuh berkembang

dalam dekapan budaya teknologi. Video juga bisa dimanfaatkan untuk

hampir semua topik, tipe pembelajaran, dan setiap ranah: kognitif,

afektif, psikomotorik, dan interpersonal (Busyaeri et al, 2016)

1) Pada ranah kognitif, pembelajaran bisa mengobservasi rekreasi

dramatis dari kejadian sejarah masa lalu dan rekaman aktual dari

peristiwa terkini, karena unsur warna, suara dan gerak di sini

mampu membuat karakter berasa lebih hidup.


32

2) Pada ranah afektif, video dapat memperkuat dalam merasakan

unsur emosi dan penyikapan dari pembelajaran yang efektif. Hal

ini tidak dapat dilepaskan dari potensi emosional impact yang

dimiliki oleh video, di mana video mampu secara langsung

membetot sisi penyikapan personal dan sosial seseorang.

Membuat tertawa terbahak-bahak (atau hanya tersenyum) karena

gembira, atau sebaliknya menangis berurai air mata karena sedih.

3) Pada ranah psikomotorik, video memiliki keunggulan dalam

memperlihatkan bagaimana sesuatu bekerja. Misalnya dalam

mendemons-trasikan bagaimana tatacara merangkai bunga,

membuat origami pada anak-anak dan lain sebagainya. Semua itu

akan terasa lebih simpel, mendetail, dan bisa diulang-ulang.

4) Sedangkan pada ranah meningkatkan kompetensi interpersonal,

video memberikan kesempatan pada mereka untuk mendiskusikan

apa yang telah mereka saksikan secara berjama’ah. Misalnya

tentang resolusi konflik dan hubungan antar sesama, mereka bisa

saling mengobservasi dan menganalisis sebelum menyaksikan

tayangan video.
33

Tabel 2.1 : Perbandingan jenis metode presentasi

Metode
Fokus Karakteristik
presentasi
Audiovisual Kaset, slide, OHP, poster, Efektif untuk berbagai
peraga, buku, video tingkat intelegensi
(bersifat Multiple
Intelligence/MI)

Curah pendapat Partisipasi kelompok, Menghindari diskusi


lahirnya ide dengan lebih panjang, mengupayakan
cepat keterlibatan menyeluruh

Studi kasus Pengkajian dan kritik Membantu proses berpikir


terhadap fakta-fakta secara analitik

Debat Pengkajian dua sisi (positif Berfungsi paling baik


dan negatif) dari sebuah dengan struktur
masalah

Peragaan Memberikan penyajian visual Membantu peserta dengan


keterampilan karakter visual,
keterampilan

Bermain peran Peserta bertindak berdasarkan Bersifat sukarela dan


(role play) scenario membutuhkan proses

Diskusi kelompok Peserta membahas masalah Memiliki arah yang jelas,


kecil sebelum atau setelah membutuhkan pengawasan
penyampaian bahan atau untuk membantu dalam
untuk didiskusikan di mempertahankan focus
kelompok besar

Diskusi kelompok Sebagai tindak lanjut dari Memungkinkan lontaran


besar penyampaian materi atau pertanyaan, dapat menjadi
evaluasi hasil diskusi peluang untuk menilai
kelompok kecil hasil belajar

Sumber : Bensley & Fisher tahun 2009

f. Keunggulan leaflet

Leaflet adalah selembar kertas yang dilipat sehingga dapat

terdiri atas beberapa halaman. Kadang-kadang didefinisikan sebagai

selembar kertas yang berisi tulisan tentang suatu masalah untuk suatu
34

saran dan tujuan tertentu (Supariasa, 2013). Keunggulan penyuluhan

kesehatan dengan menggunakan media leaflet antara lain ; sasaran

dapat menyesuaikan dan belajar mandiri serta praktis karena

mengurangi kebutuhan mencatat, sasaran dapat melihat isinya disaat

santai, ekonomis, dapat memberikan informasi secara detail yang

tidak mungkin bisa disampaikan secara lisan, berbagai informasi dapat

diberikan atau dibaca oleh anggota kelompok sasaran sehingga bisa

didiskusikan, mudah dibuat, diperbanyak dan diperbaiki serta mudah

disesuaikan dengan kelompok sasaran

g. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan

Semakin tinggi pengetahuan seseorang maka akan semakin

luas wawasan yang dimilikinya. Rendahnya tingkat pendidikan

seseorang akan menyebabkan kurangnya informasi kesehatan yang dia

dapatkan. Seseorang yang belum pernah mendapat pendidikan

kesehatan memiliki pengetahuan yang rendah tentang suatu informasi

kesehatan. Rendahnya pengetahuan tersebut akan mempengaruhi

perilaku kesehatan seseorang (Lestari et al., 2016)

h. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perilaku

Masyarakat sangat erat sekali kaitannya dengan pengetahuan

masyarakat yang bisa didapatkan melalui kegiatan pendidikan

kesehatan. Tanpa pengetahuan yang baik maka seseorang akan sulit

merubah perilaku mereka sebagai upaya pencegahan suatu penyakit.

Pendidikan kesehatan sangat efektif dalam memengaruhi perilaku

seseorang, karena didasarkan pada psikologi sosial, komunikasi


35

massa, dan pemasaran untuk mengembangkan dan menyampaikan

materi dan pesan pencegahan agar terhindar dari penyakit (Bensley &

Fisher, 2009).

5. Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar

Karakteristik anak usia Sekolah Dasar adalah senang bermain dan

senang bergerak, anak usia sekolah dasar kemungkinan hanya betah

duduk dengan tenang maksimal selama 30 menit. Berbeda dengan orang

dewasa yang betah duduk bahkan hingga berjam-jam. Selain itu anak

usia sekolah dasar senang bekerja dalam kelompok, serta senang

merasakan dan melakukan sesuatu secara langsung (Burhaein, 2017).

Karakteristik anak usia sekolah dasar yang senang bermain akan

membuat anak banyak berada di luar rumah untuk jangka waktu antara 4-

5 jam. Anak usia sekolah dasar umumnya memiliki sifat serba ingin tahu

dan senang dengan hal-hal yang baru ia lihat, semua itu tidak hanya

mereka dapatkan dari lingkungan keluarga, melainkan mereka dapatkan

dari lingkungan tempat mereka bermain (Khomsan, 2010). Keadaan ini

memungkin anak sekolah dasar lebih mudah terkena infeksi cacing.

Terutama pada anak yang sering bermain ditanah yang tercemar.


36

B. Kerangka Pemikiran Penelitian

Penyuluhan Kesehatan

Ceramah Audio visual

 Tingkat
pendidikan
 Informasi
 Sosial, budaya,
Pengetahuan ekonomi
 Lingkungan
 Pengalaman
 Usia
Perilaku Kesehatan
 Healthty life style
 Illnes behaviour
 The sick role behavior

Infeksi STHs

Gambar 2.16. Kerangka Pemikiran Penelitian

C. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independent Variabel Dependent

Pengetahuan
Penyuluhan Kesehatan
Media Audio Visual Perubahan Perilaku

Gambar 2.17. Kerangka Konsep Penelitian


37

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas dapat dirumuskan suatu hipotesis

sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan

penyuluhan kesehatan dengan menggunakan video edukasi

2. Terdapat perbedaan perilaku sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan

kesehatan dengan menggunakan video edukasi

3. Terdapat perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan

penyuluhan kesehatan tanpa menggunakan video edukasi

4. Terdapat perbedaan perilaku sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan

kesehatan tanpa menggunakan video edukasi

5. Terdapat perbedaan pengetahuan antara penyuluhan kesehatan

menggunakan video edukasi dan tanpa menggunakan video edukasi?

6. Terdapat perbedaan perilaku penyuluhan kesehatan menggunakan video

edukasi dan tanpa menggunakan video edukasi?

Anda mungkin juga menyukai