Anda di halaman 1dari 17

KONTEKTUALISASI HUKUM KELUARGA ISLAM

(Telaah atas Pembaharuan Hukum Keluarga Islam di Negara-negara Muslim)


Linda Firdawaty
Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung
Jl Endro Suratmin Sukarame Bandar Lampung

Abstrak

Persoalan hukum keluarga hingga saat ini masih menjadi pembahasan yang menarik baik
di dunia pendidikan maupun dalam politik perundang-undangan, persoalan ini menjadi
menarik karena memiliki implikasi yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga
perlu adanya pengaturan yang signifikan dalam persoalan ini, kalangan legislatif diharapkan
mampu menelorkan sebuah pembaharuan hukum keluarga yang mampu menjadi penyangga
yang sesuai dengan kondisi kehidupan dalam keluarga di zaman ini.
Di zaman modern, eksistensi hukum Islam relatif berbeda dengan hukum Islam yang
terdapat dalam kitab-kitab fikih klasik dan juga dengan pandangan tentang keabadian hukum
Islam di atas. Reformasi hukum Islam dilakukan di negara-negara Islam yang terdapat di
Eropa, Afrika, Asia, dan bahkan di Timur Tengah, terjadi perubahan besar yang belum
pernah terjadi sebelumnya pada satu abad terakhir.
Dalam penelitian ini hanya akan dibahas sebagian kecil dari beberapa negara muslim
yang telah melakukan pembaharuan hukum keluarga Islam. Negara-negara yang akan
dibahas adalah Turki, Mesir, dan Indonesia. Turki dan Mesir dianggap sebagai pelopor dalam
pembaharuan hukum keluarga Islam di dunia, karena memang dua negara tersebutlah yang
telah melakukan pembaharuan hukum keluarga Islam pertama kali.
Kata Kunci :Kontekstualisasi, HukumKeluarga Islam, Negara-negara Muslim

A.Pendahuluan Peradaban Islam tidak lain dan tidak


Agama Islam adalah agama yang bukan merupakan buah dari akumulasi
universal, tidak dibatasi oleh ruang dan pergulatan penganut agama Islam ketika
waktu. Al-Qur’an sendiri menyatakan berhadapan dengan proses dialektis antara
bahwa ajaran Islam berlaku untuk seluruh “normativitas” ajaran wahyu dan
umat manusia.1 Oleh karena itu, Islam “historisitas”pengalaman kekhalifahan
seharusnya dapat diterima oleh setiap manusia di muka bumi yang selalu
umatnya, tanpa harus ada pertentangan berubah sesuai dengan
2
dengan situasi dan kondisi di mana umat konteksnya. Hubungan tarik menarik
itu berada. Begitu pula ketika berhadapan antara kedua dimensi tersebut, selalu
dengan masyarakat modern, Islam mewarnai perjalanan pemikiran Islam
tentunya dituntut untuk dapat menghadapi sepanjang masa. Sejauh mana wibawa
tantangan modernitas, karena Islam adalah normativitas wahyu yang terbungkus
shalihun li kulli zaman wa makan. dalam pengalaman kongkrit kesejarahan
2
M. Amin Abdullah, Falsafah Kalam di Era
Postmodernisme, cet. ke-1, Yogyakarta: Pustaka
1
as-Saba’ (34) : 28 dan al-Anbiya’ (21) : 107. Pelajar, 1995, h. 5.

159
manusia di suatu masa tertentu dapat Islam. Akan tetapi sebelum itu semua
diperlakukan untuk diamalkan dalam dibahas, penulis akan terlebih dahulu
masa yang lain. Proses dialektis itu menguraikan konsep ijtihad sebagai salah
senantiasa terjadi, seiring dengan satu cara dalam pembaharuan hukum di
berkembangnya problematika hidup yang masa-masa awal Islam. Ini semua
dihadapi manusia dan itu semua bertujuan untuk menemukan relevansi
membutuhkan adanya pembaharuan antara pembaharuan hukum pada masa
hukum Islam sebagai bentuk jawaban atau lalu dan kontekstualisasinya di masa
solusidaripersoalantersebut. sekarang.
Dalam konteks ini, tak terkecuali B.Pembahasan
hukum keluarga yang berlaku di negara- 1. Kilas Balik Konsep Ijtihad
negara muslim (negara-negara yang Sejak masa Rasulullah SAW, ijtihad
mayoritas penduduknya Muslim) juga telah dilakukan oleh para sahabat. Seperti
membutuhkan pembaharuan terkait yang dilakukan oleh Mu’az bin Jabal
dengan kondisi sosiologis, kultur dan ketika hendak diutus oleh Rasulullah ke
kompleksitas persoalan hidup berbangsa Yaman. Rasulullah bertanya kepada
dan bernegara yang selalu bergerak Mu’az ibn Jabal, “Kalau suatu persoalan
dinamis ke depan. Pembaharuan tersebut tidak anda dapatkan dalam kitab Allah dan
juga sebagai jawaban atas berbagai sunnah rasul-Nya, dengan apa anda
tuntutan realitas sosial yang ada. bertahkim?“, Mu’az menjawab “ajtahidu
Berangkat dari hal-hal yang telah bi al-ra’yi”, Rasulullah pun menyetujui
diuraikan di atas, makalah ini bermaksud jawaban Mu’az tersebut. Akan tetapi yang
untuk mengkaji dan menelaah ulang perlu dicatat disini adalah bahwa jawaban
terhadap dinamika pembaharuan hukum yang dikemukakan Mu’az tidak berhenti
keluaga di negara-negara muslim, khususnya sampai “ajtahidu bi al-ra’yi” saja.
di Turki dan Mesir sebagai negara muslim Jawaban lengkap Mu’az adalah “ajtahidu
yang dianggap paling awal dalam ra’yi wala alu” yakni menggunakan
melakukan pembaharuan hukum keluarga penalaran secara maksimal dengan tidak
Islam yang kemudian mempengaruhi menafikan konsep wahyu.
negara-negara muuslim lainnya. Selain itu Para ahli hukum memberikan batasan
juga akan dikaji pembaharuan hukum ijtihad sebagai berikut: “Bazlu al-faqih
keluarga dalam konteks negara Indonesia, jundahu ‘ala qadri istitha’atihi”, yakni
yang mayoritas penduduknya beragama upaya seorang ahli hukum sejauh

160
kemampuan maksimalnya. Jadi, bukan dalam pembentukan dan pembaharuan
persesuaiannya dengan rasio, melainkan hukum Islam yang sekarang lebih dikenal
harus semaksimal mungkin mengerahkan dengan sebutan fiqh. Fiqh dalam istilah
kemampuan rasio oleh seorang faqih para fuqaha merupakan ilmu pengetahuan
untuk mengeluarkan hukum-hukum syar’i tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat
berdasarkan dalil-dalil (kulliyyah dan amaliyah dari dalil-dalilnya yang rinci
juz’iiyyah tafshiliyyah). Inilah yang berdasarkan ijtihad (istidlal).5
dimaksud dengan ijtihad menurut syar’i.3 Jika diamati, pada dasarnya hukum
Jadi, fiqh tidak akan pernah keluar dari berorientasi pada hak, yakni menjamin
empat pilarnya yakni; al-Qur’an, hadis| tegaknya hak dan sekaligus
Nabi, ijma’ para ulama, dan qiyas shahih. melindunginya. Dalam hukum Islam
Karena fiqh adalah produk ijtihad, oleh terdapat dua hak, yaitu hak Allah dan hak
karena itu, pemahaman dari seorang manusia. Konsep hukum yang berkenaan
muqallid (awam), para filsuf, ahli kalam, dengan hak Allah (baik dalam al-Qur’an
maupun para ahli lain di luar hukum syar’i maupun Sunnah sebagai mubayyin)
tidak disebut dengan fikih, dan tidak pula bentuknya sangat jelas. Seperti hak Allah
disebut ijtihad.4 adalah disembah, sehingga manusia
Pada masa berikutnya sepeninggal sebagai hamba-Nya berkewajiban untuk
Rasulullah, ijtihad juga dilakukan oleh memenuhi hak Allah tersebut.6Al-Qur’an
para sahabat, sebagaimana yang telah dan Sunnah telah merinci ketentuan
dilakukan oleh Umar bin Khatthab yang ibadah. Seperti perintah shalat dalam al-
tidak melakukan hukum potong tangan Qur’an yang kemudian dirinci oleh
pada kasus pencurian meskipun telah Sunnah, sehingga shalat diterima oleh
ditunjukkan al-Qur’an secara pasti tentang umat Islam sebagai konsep sudah jadi
masalah tersebut, karena Umar mencoba yang tidak perlu ditambah atau dikurangi.
memahami situasi dan kondisi yang Kalaupun ada perkembangan itu hanya
terjadi pada waktu itu. Pada berkisar pada wasa’il-nya saja, seperti
perkembangan selanjutnya, pola ini masjid sebagai sarana untuk beribadah.
dijadikan sebagai salah satu rujukan Bentuk bangunan masjid yang digunakan
pada masa Nabi jelas berbeda dengan
3
Firdaus, Ushul Fiqh: Metode Mengkaji dan
Memahami Hukum Islam Secara Komprehensif, 5
Abdul Karim Zaidan, al-Madkhal li Dirasah
cet. ke-1, Jakarta: Zikrul Hakim, 2004, h. 73
4 al-Syar’iyyah al-Islamiyyah, Beirut: Mu’assasah
Agus Hasan Bashari, Mewaspadai Gerakan
Kontekstualisasi Al-Qur’an, Surabaya: Pustaka ar-Risalah, 1981, h. 63.
6
Sunnah, 2003, h. 152-153. az-Zariyat (51) : 56.

161
bentuk bangunan masjid yang ada pada tinggi di kalangan umat Islam. Para
7
masa sekarang ini. intelektual muslim terkemuka senantiasa
Sedangkan hak manusia secara umum mendorong dilakukannya upaya ijtihad di
banyak berkenaan dengan masalah mu’amalah tengah-tengah umat dan bahkan
yang jenisnya luas sekali. Para fuqaha mempraktekkannya. Mereka sepakat
membagi hukum Islam (format fiqh yang hendak membuka dan mendobrak pintu
sudah baku) ke dalam empat bagian, yaitu ijtihad untuk mengatasi kemerosotan
ibadah, mu’amalah, munakahat, dan berpikir umat Islam yang sudah berlangsung
jinayat. Sementara Imam al-Ghazali lama sejak abad ke-4 Hijriah. Tujuannya
membaginya ke dalam dua bagian; hanya satu, yaitu bagaimana membumikan
pertama adalah ibadah yang yang berpadu kembali prinsip-prinsip yang terkandung
dengan akidah, dan kedua adalah adat dalam wahyu.
yakni yang berkenaan dengan perilaku 2. Pembaharuan Hukum Keluarga
dan masalah-masalah kemanusiaan yang Islam
berisikan mu’amalah, munakahat, dan Salah satu fenomena penting yang
jinayat. Pada bagian kedua inilah lapangan muncul di dunia muslim sejak awal abad
ijtihad terbuka lebar meski sempat ke-20 adalah adanya semangat dan upaya
mandek sejak ditutupnya pintu ijtihad untuk mereformasi hukum keluarga di
pada abad ke-4 Hijriah. Fase kemandekan negara-negara yang berpenduduk
ijtihad ini berlangsung sangat lama, mayoritas muslim. Secara garis besar
sekitar 9 abad, tepatnya hingga abad ke-13 sistem hukum keluarga yang berlaku di
Hijriah.8 dunia Islam atau yang mayoritas
Sejak abad ke-13 hingga saat ini, penduduknya muslim bisa dibagi menjadi
masalah ijtihad menjadi salah satu isu 3 (tiga) bagian9, yaitu:
besar yang direspon dengan antusiasme a. Sistem yang masih memberlakukan

7
fiqh konvensional sebagai hukum
Masalah perkembangan ini dalam kaidah fiqh
dinyatakan dalam sebuah kaidah “Yugtafaru fi al- asasi (pokok) dan berusaha untuk
wasa’il ma la yugtafaru fi al-maqasid”. Lebih
menerapkanya dalam segala aspek
lanjut lihat Ali Yafie, Sistem Pengambilan Hukum
oleh A’immatu al-Mazahib dalam Kontroversi
Pemikiran Islam di Indonesia, Bandung: Remaja
9
Rosdakarya, 1990, h. 14. Atho’ Mudzhar, Membaca Gelombang Ijtihad;
8
Syafiq Mahmadah Hanafi dan Fatma Amilia, Antara Tradisi Dan Liberasi, cet. ke-2,
“Fiqh dan Ushul Fiqh Pada Periode Taqlid” Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 2000, h. 174-175.
dalam Mazhab Jogja: Menggagas Paradigma Lihat Juga Amir Mualim dan Yusdani, Konfigurasi
Ushul Fiqh Kontemporer, Yogyakarta: Ar-Ruzz Pemikiran Hukum Islam, Yogyakarta: UII Press,
Press, 2002, h. 86-88. 2001, h. 7.

162
hubungan kemanusiaan secara utuh. c. Sistem yang mencoba mengambil
Di sini, hukum Islam dipahami jalan moderat di antara dua sistem
secara tekstual-literal sebagaimana hukum yang ekstrim yakni
yang tercantum dalam teks-teks menerapkan hukum Islam secara
agama. Contoh hukum keluarga penuh dan sistem yang sama sekali
yang diberlakukan adalah otoritas menolak hukum Islam. Contoh
talak hanya dimiliki oleh kaum negara yang berusaha
lelaki, pemberlakuan poligami dan mengkompromikan kedua sistem
lain-lain. Di antara negara tersebut antara lain Mesir, Sudan,
yangmempertahankan model ini dan Yordania, dan Indonesia juga
adalah Arab Saudi dan wilayah utara masuk kategori ini.10
Nigeria. Dari ketiga corak aplikasi hukum Islam
b. Sistem yang meninggalkan fiqh di dunia muslim di atas menunjukkan
konvensional dan menggantinya bahwa perbedaan sistem dan bentuk
dengan hukum yang sama sekali pembaharuan hukum Islam bukan hanya
sekuler. Negara muslim yang disebabkan oleh sistem politik yang
setidak-tidaknya secara resmi telah dianut, melainkan juga oleh faktor
sama sekali berubah menjadi sekuler perbedaan sejarah, sosiologi dan kultur
adalah Turki. Pada tahun 1926 masing-masing negara.Dilihat dari segi
hukum Swiss ditetapkan sebagai bentuk pembaharuannya, Negara-negara
pengganti hukum Islam, termasuk muslim menjadi 3 (dua) yaitu: pertama,
mengenai hukum keluarganya, umumnya (mayoritas) negara melakukan
monogami diterapkan sebagai pembaharuan dalam bentuk undang-
pengganti poligami, dan perceraian undang. Kedua, ada negara yang usaha
berdasarkan atas ketetapan hakim pembaharuannya lahir dalam bentuk
berdasarkan alasan-alasan tertentu, ketetapan-ketetapan hakim (manshurat al-
yang sama bagi suami atau istri Qadi al-Quda), seperti yang dilakukan
yang berperkara diterapkan sebagai Sudan. Dan Ketiga, ada beberapa negara
pengganti talak yang dijatuhkan yang melakukan pembaharuan dengan
secara sepihak oleh suami atau yang berdasar pada dekrit presiden atau raja,
dijatuhkan atas kesepakatankedua 10
Akan tetapi khusus dalam hukum keluarga
suami-isteri yang bersangkutan. yang diterapkan seringkali porsi yang banyak
diberikan adalah hukum Islam sebagaimana
dipahami oleh kelompok pertama.

163
seperti: Yaman Selatan, Syiria, dan tanggung jawab pemeliharaan anak pasca
11
Maroko. perceraian, masalah hak waris bagi anak
Adapun Tujuan pembaharuan hukum laki-laki dan perempuan, masalah wasiat
keluarga Islam kontemporer secara umum bagi ahli waris, dan masalah keabsahan
dapat pula dikelompokkan menjadi 3 dan pengelolaan wakaf keluarga.
(tiga), yakni: pertama, untuk unifikasi Adapun sifat dan metode reformasi
hukum perkawinan. Terdapat 5 (lima) yang digunakan negara-negara muslim
model unifikasi, yaitu (1) unifikasi antar dalam melakukan pembaharuan hukum
agama, (2) unifikasi antar aliran keluarga Islam dapat dikelompokkan
(kelompok) seperti antara syi’ah dan menjadi 2 (dua):
sunni, (3)unifikasi antar mazhab dalam 1). Inttra-doctrinal reform, yaitu tetap
sunni, (4) unifikasi dalam satu mazhab merujuk pada konsep fiqh konvensional
tertentu seperti shafi’i, dan (5) unifikasi dengan cara talfig (memilih salah
dengan berpegang pada pendapat imam di satu pendapat ulama fiqh) atau
luar imam mazhab yang terkenal seperti talfiq (mengkombinasikan sejumlah
Ibn qayyim al-Jauziyah. Kedua, untuk pendapat ulama).
meningkatkan status wanita. Dan Ketiga 2). Extra-doctrinal reform, pada
untuk merespon terhadap perkembangan dan prinsipnya tidak lagi merujuk pada
tututan zaman.12 konsep fiqh konvensional, tetapi
Dari sekian banyak cakupan dengan melakukan reinterpretasi
perundang-undangan perkawinan, terhadap nash.
minimal ada 13 (tiga belas) yang 3.Kontektualiasi Hukum Keluarga
mengalami pembaharuan, yakni: masalah Islam di Negara-negara Muslim
pembatasan umur minimal kawin, Dalam bab ini hanya akan dibahas
masalah wali, masalah pendaftaran dan sebagian kecil saja dari beberapa negara
pencatatan perkawinan, masalah poligami, muslim yang telah melakukan pembaharuan
masalah nafkah, masalah talak dan cerai hukum keluarga Islam. Negara-negara
di muka pengadilan, masalah hak-hak yang akan dibahas adalah Turki, Mesir,
yang dicerai, masalah masa hamil dan dan Indonesia. Turki dan Mesir dianggap
akibat hukumnya, masalah hak dan sebagai pelopor dalam pembaharuan
hukum keluarga Islam di dunia, karena
11
Khoiruddin Nasution, Hukum Keluarga
(Perdata) Islam Indonesia, cet. ke-1, Yogyakarta: memang dua negara tersebutlah yang telah
Tazzafa dan Accamedia, 2007, h. 43. melakukan pembaharuan hukum keluarga
12
Ibid., h. 44-45.

164
Islam pertama kali. Adapun Indonesia, Pembaruan hukum keluarga di Turki
sebagai negara dengan jumlah penduduk merupakan tonggak sejarah pembaruan
muslim terbesar di dunia dianggap sebagai hukum keluarga di dunia Islam dan
negara yang relatif terlambat dalam mempunyai pengaruh yang besar terhadap
melakukan pembaharuan di bidang hukum perkembangan hukum keluarga di negara-
keluarga Islam. Karena itu ketiga negara negara lain.
tersebut, menurut penulis sangat menarik Pembaruan hukum keluarga Turki telah
untuk diuraikan lebih lanjut. dimulai pada tahun 1876. Pada tahun
4. Pembaharuan Hukum Keluarga tersebut Turki telah mempersiapkan
Islam di Turki sebuah undang-undang civil yang
Penerapan hukum Islam dalam tema didasarkan pada mazhab Hanafi, yaitu
kenegaraan secara serius dan sistematis yang disebut dengan Majallat al-Ahkam
dimulai pada masa Umar bin Abdul Aziz. al-Ardliyyah, tetapi di dalamnya belum
Negara pada saat itu merupakan lembaga ada aturan perkawinan dan warisan.14
eksekutif yang menerapkan hukum Islam Pada tahun 1915, kerajaan mengeluarkan
sebagaimana dirumuskan oleh otorita dua dekrit yang mereformasi hukum
hukum setempat di masing-masing matrimonial (yang berhubungan dengan
daerah. Kumpulan hukum (fiqh) yang perkawinan) dalam mazhab Hanafi yang
mengatur hal-hal pokok dilaksanakan secara secara lokal terkait dengan hak-hak
seragam, namun berkaitan dengan hal-hal perempuan terhadap perceraian. Dalam
yang detail banyak terjadi perbedaan dekrit tersebut digunakan prinsip takhayyur
karena praktek-praktek setempat dan (eklektik) dengan mengambil sumber dari
variasi-variasi yang berbeda sebagai hasil mazhab Hanbali dan Hanafi. Dinyatakan
ijtihad para ulama.13 dalam dua dekrit tersebut bahwa
Pembaruan hukum keluarga dalam format perempuan diperbolehkan mengupayakan
perundang-undangan hukum keluarga perceraian atas dasar ditinggalkan suami
dimulai pada tahun 1917 dengan atau karena penyakit yang di deritanya.15
disahkannya The Ottoman Law of Family
Rights (Undang-undang tentang hak-hak
14
Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata
keluarga) oleh Pemerintah Turki. (Keluarga) Islam Indonesia dan Perbandingan
Hukum Perkawinan Di Dunia Muslim, cet. ke-1,
Yogyakarta: Acamedia dan Tazzafa, 2009, h. 166.
13 15
Fazlur Rahman, Islam, alih bahasa Ahsin Isroqunnajah, Hukum Keluarga Islam Di
Mohammad, cet. ke-4, Bandung: Pustaka, 2000, h. Republik Turki, dalam Atho’ Muzdhar dan
108. Khoiruddin Nasution (ed), Hukum Keluarga Di

165
Dua tahun kemudian, Imperium kalangan modernis dan tradisionalseperti
mengeluarkanundang-undang tentang hukum pengambilan materi dari mazhab yang
matrimonial. UU tersebut terdiri dari 156 berbeda dalam hukum Islam, yang
pasal yang berisi tentang hak-hak dalam bersumber dari hukum adat atau hukum
keluarga (minus pasal mengenai waris). luar menjadikan komite hukum kacau dan
UU inilah yang kemudian diberi nama dibubarkan.17
Qanun Qarar al-Huquq al-‘Ailah al- Guna mengisi kekosongan hukum
Uthmaniyyah (the Ottoman Law of Family pasca kegagalan komisi hukum tersebut,
Rights) Tahun 1917. Penetapan UU ini Pemerintah Turki mengadopsi hukum
didorong semangat takhayyur, proses perdata Swiss tahun 1912 (The Civil Code
legilslasi yang mulai menjadi ternd pada of Switzerland, 1912) dengan beberapa
era itu dan kemudian diperkenalkan ke perubahan yang disesuaikan dengan
seluruh dunia muslim sebagai cita-cita kondisi Turki dan diundangkan dalam
umum kodifikasi dan reformasi hukum hukum perdata Turki tahun 1926 (The
keluarga.16 Turkish Civil Code of 1926). Dalam
Beberapa tahun setelah pencabutan beberapa hal ketentuan dalam hukum
hukum tentang hak-hak keluarga tahun perdata Turki tahun 1926 sangat
1917, situasi politik di Turki menyimpang dari hukum Islam tradisonal,
memberikansedikit ruang untuk melakukan seperti ketentuan waris dan wasiat yang
pembaruan hukum. Pasca konferensi mengacu pada hukum perdata Swiss tahun
Perdamaian Laussane tahun 1923, 1912. Materi yang menonjol dalam hukum
pemerintah Turki membentuk komisi perdata Turki tahun 1926 adalah
hukum untuk mempersiapkan hukum ketentuan-ketentuan tentang pertunangan
perdata baru. Komisi tersebut berusaha (terutama masalah taklik talak), batas usia
menempatkan hukum tentang hak-hak minimal untuk kawin, larangan menikah,
keluarga tahun 1917 Majallat al-Ahkam poligami, pencatatan perkawinan,
al-Ardliyyah tahun 1876 dan hukum pembatalan perkawinan, perceraian, dan
tradisional yang tidak tertulis ke dalam lain-lain.
hukum baru yang menyeluruh. Namun
17
Ahsan Dawi, Pembaruan Hukum Keluarga di
perbedaan pendapat yang tajam di
Turki (Studi Atas Perundang-Undangan
Perkawinan),
www.badilag.net/.../Pembaruan%20Hukum%20Ke
Dunia Islam Modern, cet. ke-1, Jakarta: Ciputat luarga%20Di%20 Turki.pdf, akses tanggal 1
Press, 2003, h. 39. November 2010.
16
Ibid., h. 40

166
Hukum keluarga di Turki telah Mesir pada tahun 1875 dan diikuti pula
mengalami beberapa kali perubahan. oleh kodifikasi tahun 1883. Kodifikasi
Hukum tentang hak-hak keluarga tahun Mesir ini merupakan campuran antara
1917 (The Ottoman Law of Family Rights) hukum Islam dan hukum Barat (Eropa).
diperbarui dengan Hukum Perdata Turki Setelah itu, pada tahun 1920, Muhammad
Tahun 1926 (Turkish Civil Code, 1926), Qudri Pasya, seorang pakar hukum Mesir,
kemudian diamandemen dua kali, tahapan membuat kodifikasi hukum Mesir bidang
tahun 1933-1956 dan tahun 1988-1992. perdata yang diambil secara murni dari
5. Pembaharuan Hukum Keluarga hukum Islam (fiqh). Lebih lanjut,
Islam di Mesir kodifikasi di Mesir mengalami beberapa
Kodifikasi hukum Islam yang sesungguhnya kali perubahan, antara lain pada tahun
baru terlaksana pada tahun 1293 H/1876 1920, 1929, dan 1952.
M oleh Kerajaan Turki Usmani (Ottoman) Kajian tersendiri terhadap masalah
dengan menerbitkan kitab yang berjudul hukum keluarga baru dimulai sekitar
Majallat al-Ahkam al-Ardliyyah yang paruh kedua abad ke-19. Sebelumnya
diberlakukan di seluruh wilayah hukum perseorangan dan keluarga itu
kekuasaanTurki Usmani ketika itu sampai tersebar dalam berbagai bab fiqh. Orang
dasawarsa ketiga abad ke-20. Kodifikasi yang pertama memisahkannya dalam suatu
hukum yang dihimpun ulama fiqh di kajian tersendiri adalah Muhammad Qudri
zaman Turki Usmani ini hanya mencakup Pasya, ahli hukum Islam di Mesir. Dialah
bidang muamalah dan hanya bersumber orang pertama yang mengkodifikasikan al-
dari Mazhab Hanafi. Mesir dan Suriah, Ahwal as-Syakhsiyyah dalam suatu buku
yang tidak tunduk sepenuhnya kepada yang berjudul al-Ahkam as-Syar'iyyah fi
kerajaan Turki Usmani, tidak menerima al-Ahwal as-Syakhsiyyah (hukum syari'at
kodifikasi hukum fiqh tersebut karena atau agama dalam hal keluarga).
mayoritas umat Islam di kedua tempat itu Secara historis, pembaharuan hukum
bermazhab Syafi'i.18 keluarga di Mesir dimulai sekitar tahun
Setelah perang dunia ke-2, 1920. Pada tahun ini, seri pertama
bermunculan kodifikasi hukum di rancangan undang-undang hukum
berbagai negara Arab, yang diawali oleh keluarga resmi diundangkan. Pada tahun

18
1929 dilakukan amandemen kedua
Husni Syams, Urgensi Kodifikasi Hukum
Keluarga, http://www.husnisyams.co.cc/ terhadap beberapa pasal pada undang-
2010/02/kodifikasi-hukum-keluarga-pada- undang sebelumnya. Setelah itu, tercatat
masa.html, akses tanggal 1 November 2010.

167
dua kali amandemen terhadap hukum Kodifikasi hukum keluarga itu meliputi
keluarga Mesir yaitu pada tahun 1979 dan hukum perkawinan, perceraian, wasiat,
1985. Reformasi hukum keluarga Mesir ahliyyah (kecakapan bertindak hukum),
antara lain terkait dengan masalah harta warisan, dan hibah. Meskipun belum
poligami, wasiat wajibah, warisan, dan dinyatakan resmi berlaku oleh pemerintah,
pengasuhan anak.19 kodifikasi tersebut telah dijadikan sebagai
Hukum Islam dalam bentuk peraturan bahan rujukan oleh para hakim dalam
perundang-undangan di Mesir antara lain memutuskan berbagai masalah pribadi dan
dapat dilihat dalam: (1) Perundang- keluarga di pengadilan. Dalam
undangan tentang Status Personal dan perkembangan selanjutnya, kodifikasi itu
Pemeliharaan (The Laws on Maintenance dijadikan pedoman dan diterapkan pada
and Personal Status) yang mengalami Mahkamah Syar'iyyah Mesir. Pasal 13
perubahan-perubahan dalam rentang tahun Kitab Undang-undang Acara Peradilan
1920-1929, (2) Undang-undang tentang Mesir menyebutkanbahwa al-Ahwal as-
Pemeliharaan, Wasiat, dan Wakaf (The Syakhsiyyah menyangkutmasalah-masalah
Laws on In-heritance, Wills, and yang berhubungan dengan pribadi,
Endowment) dalam rentang tahun 1943- ahliyyah, dan keluarga (seperti perkawinan
1952, (3) Kitab Undang-undang Hukum dan akibat hukumnya, pengampuan, orang
Perdata dan Undang-undang tentang mafqud dan harta warisan).
Peradilan (Civil Codes and Laws on Setelah Mesir melakukan pembaruan
Courts) dalam rentang 1931-1955, hukum keluarga berikutnya muncul
(4)Pembentukan Lembaga Pengawas berbagai kodifikasi hukum di beberapa
hukum personal (Executory Legislation negara muslim lainnya, seperti Irak (tahun
Relating to Personal Law) dalam rentang 1951 dan 1959 dan diubah tahun 1963 dan
1955-1976, (5) Amandemen Hukum 1978), di Yordania (tahun 1951 dan
Status Personal (Personal Status diubah pada tahun 1976), Libanon (tahun
Amandment Law) tahun 1985.20 1917 dan 1934), Suriah (tahun 1949, 1953

19
Pokja Pengarusutamaan Gender Departemen hlm. 13. Keterangan serupa juga dapat dibaca pada
Agama RI, Menuju Kompilasi Hukum Islam Ahmad Tholabi Kharlie, Legislasi Hukum Islam
(KHI) Indonesia Yang Adil Gender, Di Dunia Muslim Modern,
http://www.fahmina.or.id/pemikiran-fahmina/fiqh- http://jurnalalrisalah.com/index.php?
perempuan/703-menuju-kompilasi-hukum-islam- option=com_content&view=article&id=93:legislas
khi-indonesia-yang-adil-gender.html. i-hukum-islam-di-dunia-muslim-modern&
20
Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata, hlm. catid=41:-al-risalah-volume-9-nomor-1juni-
168. Lihat juga Atho’ Muzdhar, Hukum Keluarga, 2009&Itemid=57, akses 1 Novemmber 2010.

168
dan 1975), Libya (tahun 1953), Maroko inilah tata kependudukan negara jajahan
(tahun 1913 dan 1957), Tunisia (tahun diatur. Pada masa itu pembuatan dan
1906, 1913, dan 1958), Sudan (tahun pembahasan RUU Perkawinan (Ordonansi)
1967), Kuwait (tahun 1983, Uni Emirat dari pemerintah penjajah tidak
Arab (tahun 1979, 1980, 1984, 1985, dan sepenuhnya sesuai dengan harapan warga
1986) dan Indonesia (tahun1954, 1974, bangsa, bahkan terkesan setengah hati,
1975, 1991, dan 2006).21 karena isinya disamping berlaku untuk
6. Positivisasi Hukum Keluarga seluruh penduduk bumi putra tanpa
Islam di Indonesia membedakan agama dan suku bangsa,
Agama sebagai sebuah institusi juga sangat banyak bertentangan dengan
memiliki kepentingan yang signifikan atas hukum Islam, sehingga oleh organisasi-
keluarga, sebab keluarga sebagai satuan organisasi Islam rancangan ordonansi itu
kelompok sosial terkecil memiliki peran ditolak, dan akhirnya urung dibicarakan
penting dalam melakukan sosialisasi nilai- dalam Dewan Rakyat (Volksraad) saat
nilai yang ada dalam agama. Sementara itu.22
itu negara, sebagai institusi modern pun Begitu juga di awal kemerdekaan, orde
tak bisa mengabaikan keluarga dalam lama menggunakan pengaturan bidang
mengatur dan menciptakan tertib warganya. perkawinan (UU No. 22 Tahun 1946)
Meskipun kepentingan negara ini tidak sebagai kompromi dengan kepentingan
selalu sama dalam setiap masa berbagai kelompok yang menghendaki
pemerintahan. kesatuan antara hukum negara dan agama
Ketika zaman Kolonial misalnya, dalam kehidupan umum, artinya
Hindia Belanda berkepentingan untuk pembentukan perundang-undangan tentang
mengukuhkan pengaruh dan kekuasaannya perkawinan harus berbentuk unifikasi, dan
atas warga jajahan dengan cara mengatur berlaku bagi seluruh penduduk
23
mereka melalui serangkaian produk Indonesia. Di sini perempuan lebih
undang-undang, termasuk di dalamnya parah nasibnya, karena dalam
hukum perkawinan, yang merupakan perkembangannya di kemudian hari
rekomendasi dari hasil kongres banyak terjadi perceraian yang sewenang-
Perempuan ke-2. Melalui pengaturan
21
Khoiruddin Nasution, Sejarah singkat 22
Moh. Zahid, Dua Puluh Lima Tahun
Pembaruan Hukum Keluarga Muslim, dalam
Atho’ Muzdhar dan Khoiruddin Nasution (ed), Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan, Badan
Hukum Keluarga Di Dunia Islam Modern, hlm. Litbang Departemen Agama RI. 2003, h. 12.
23
10-19. Ibid., h. 15.

169
wenang dan perkawinan perempuan di etis dibandingkan dengan hukum-hukum
bawah umur. yang berlaku dalam Negara. Hukum Islam
Demikian juga jauh sebelum merupakan syariat yang mengikat kepada
kemerdekaan, Raden Ajeng Kartini (1879- pemeluknya semata, dan norma-norma
1904) di Jawa Tengah dan Rohana Kudus di yang ada merupakan nilai yang sifatnya
Minangkabau adalah tokoh yang telah pribadi dan menyangkut hubungan
lama mengkritik keburukan-keburukan manusia sebagai makhluk dengan Tuhan-
yang diakibatkan oleh perkawinan di Nya sebagai pencipta.24
bawah umur, perkawinan paksa, poligami a. Latar Belakang Lahirnya Undang-
dan talak. Khusus pada kasus poligami, Undang Nomor 1 Tahun 1974
Puteri Indonesia bekerja sama Lahirnya UU Nomor 1 Tahun 1974
Persaudaraan Isteri, Persatuan Isteri dan Tentang Perkawinan merupakan hasil
Wanita Sejati pada tanggal 13 Oktober kompromi anggota-anggota Parlemen,
1929 membuat kesepakatan tentang yang sebelumnya telah dilalui dengan
larangan poligami. Sejalan dengan itu, perjuangan dan perdebatan panjang yang
pada bulan Juli 1931 kongres Isteri Sedar melelahkan. Perjuangan dan Perdebatan
memperkuat larangan poligami yang panjang yang dimaksud karena sebelum
kemudian ditetapkan pada tanggal 13 UU Nomor 1 tahun 1974 disahkan oleh
Oktober 1929. DPR (2 Januari 1974), telah ada dua RUU
Sementara pada masa Orde Baru, perkawinan yang masuk dan dibahas di
pemerintah menggunakan pengaturan Parlemen, yakni RUU tentang perkawinan
perkawinan sebagai sarana pendukung Umat Islam (22 Mei 1967) dan RUU
strategipembangunan, meskipun harus tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
berkompromi dengan kepentingan Perkawinan (7 September 1968). Namun
kelompok dominan Islam, sehingga kedua RUU tersebut tidak bisa
sempat menghasilkan RUU Perkawinan diselesaikan sebagaimana yang
khusus untuk umat Islam walaupun diharapkan karena tidak ada kata sepakat
akhirnya gagal diundangkan. Penegasan di antara anggota Parlemen ketika itu
serupa kembali dikumandangkan
pemerintah dalam sidang MPR hasil
pemilu 1971, dimana dalam Garis-Garis 24
Samsul Wahidin dan Abdurrahman,
Besar Haluan Negara (GBHN) dijelaskan Perkembangan Ringkas Hukum Islam di
bahwa posisi Agama tidak dapat secara Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo, 1984, h.
99.

170
sehingga Presiden menarik kembali kedua Musyawarah Organisasi-organisasi
25
RUU tersebut pada tanggal 31 Juli 1973. Wanita Islam Indonesia).27
Ketidaksepakatan anggota parlemen Pada tanggal 22 Desember 1973,
tersebut lebih disebabkan oleh masalah Pemerintah mengajukan kembali RUU
kepentingan golongan yang sejak semula perkawinan yang baru. Setelah dibahas di
telah menampakkan diri. Paling tidak ada DPR kurang lebih selama tiga bulan dan
tiga kelompok besar sepanjang sejarah mengalami beberapa perubahan, akhirnya
Indonesia yang berusaha selalu pada sidang paripurna (tanggal 2 Januari
melibatkan diri untuk memunculkan 1974) RUU tersebut disahkan dan
wacana UU Perkawinan, yakni kelompok diundangkan sebagai UU Nomor 1 Tahun
keagamaan, negara dan kaum perempuan, 1974 Tentang Perkawinan, Lembaran
dimana kelompok yang menamakan Negara (LN) Nomor 1 Tahun 1974,
dirinya nasionalis Islami menginginkan Tambahan LN Nomor Tahun
28
bahwa dalam hal perkawian, umat Islam 3019/1974.
sudah ada petunjuk yang jelas, dan tidak Dari uraian di atas, kelihatan sekali
bisa ditawar-tawar lagi. Sedangkan bahwa secara historis ada beberapa faktor
kelompok nasionalis sekuler tetap yang menyebabkan munculnya UU
menginginkan bahwa adanya UU Nomor 1 Tahun 1974 antara lain:
perkawinan yang sifatnya nasional tanpa 1). Kebutuhan Bersama
membedakan-bedakan agama, adat, dan 2).Semangat Nasionalisme (menjaga
suku bangsa.26 ke-behinnekaan)
Sebagai respon atas kegagalan diundangkannya 3).Pelaksanaan pasal 29 ayat (2) UUD
dua RUU perkawinan di atas, muncul 1945
berbagai tuntutan kepada pemerintah 4).Perbedaan Pendapat Di kalangan
untuk segera membuat UU perkawinan Umat Islam
dan memberlakukannya kepada seluruh b. Latar Belakang Lahirnya Kompilasi
warga Indonesia. Tuntutan itu di Hukum Islam
antaranya datang dari ISWI (Ikatan Kompilasi Hukum Islam (Inpres
Sarjana Wanita Indonesia) dan badan Nomor 1 Tahun 1991) hanyalah
merupakan jalan pintas yang bersifat
25
Pernyataan tersebut dimuat dalam pengantar
rancangan UU tentang perkawinan. 27
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum
26
K.N. Sofyan Hasan dan Warkum Sumitro, Perdata Islam Indonesia, cet. ke-1, Jakarta:
Dasar-Dasar Memahami Hukum Islam di Kencana, 2006, h. 4.
Indonesia Surabaya: Usaha Nasional, 1994, h. 122. 28
Ibid., h. 5-6.

171
sementara, dengan harapan suatu saat pembahasannya di Parlemen. Bukan
nanti akan lahir Kitab Undang-Undang hanya itu, faktor-faktor non teknis pun
Perdata Islam yang lebih permanen. sangat sulit untuk ditembus, seperti iklim
Dikatakan sebagai jalan pintas karena politik yang kurang mendukung, serta
memang sangat mendesak dan faktor psikologis. Memang satu segi
dibutuhkan, dimana lembaga Peradilan secara konstitusional kehadiran dan
Agama (PA) yang dinyatakan sah berdiri keberadaan Peradilan Agama telah diakui
sejajar dengan badan peradilan lainnya semua pihak, namun di segi lain
melalui UU Nomor 14 Tahun 1970 barangkali belum terpupus sikap alergi
tentang Pokok-Pokok Kekuasaan dan emosional yang sangat reaktif
Kehakiman, dan kemudian dipertegas terhadap keharusan adanya Hukum
melalui UU Nomor 7 tahun 1989, ternyata Perdata Islam dalam jangka waktu
tidak memiliki hukum materiil yang singkat, jika jalur yang ditempuh melalui
seragam (unifikatif) secara nasional, saluran formil perundang-undangan.29
sehingga dapat menimbulkan putusan Menyikapi dan juga memperhatikan
yang berbeda di antara pengadilan agama kondisi tersebut, serta dikaitkan dengan
yang satu dengan yang lain walaupun kebutuhan yang sangat mendesak di sisi
dalam kasus yang serupa, disamping itu lain, maka dicapai kesepakatan antara
juga membuat kehadiran PA sebagai salah Menteri Agama dengan Ketua Mahkamah
satu kekuasaan kehakiman menjadi tidak Agung saat itu untuk mencarikan solusi
terpenuhi persyaratannya. dengan menempuh jalur singkat dalam
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, bentuk Kompilasi, maka kemudian
ada wacana agar menempuh jalur formil lahirlah Surat Keputusan Bersama (SKB)
sesuai dengan kententuan pasal 5 ayat 1 jo antara Ketua mahkamah Agung dan
pasal 20 UUD 1945, dengan demikian Menteri Agama tanggal 21 Maret 1985
hukum materiil yang akan dimiliki No.07/KMA/1985 dan No.25 Tahun 1985
berbentuk hukum positif yang sederajat yang menugaskan penyusunan hukum
dengan undang-undang dan keabsahannya positif Perdata Islam dalam Kitab Hukum
benar-benar bersifat legalistik (Legal law). Kompilasi kepada Panitia, dengan
Akan tetapi, dapat dibayangkan betapa ketentuan harus menggali dan mengkaji
jauhnya jarak yang akan dilalui. Berbagai
29
Abdurrahman Wahid, Kontroversi Pemikiran
tahap harus ditempuh, mulai dari Islam di Indonesia, Bandung: Rosdakarya, 1990,
menyusun draft RUU-nya sampai kepada h. 235.

172
sedalam dan seluas mungkin sumber- C. Penutup
sumber hukum Islam yang terdapat dalam Hukum Islam selalu mampu bergerak
al-Quran dan Sunnah, disamping kitab- dan berjalan seiring dengan pergerakan
kitab fiqh Imam Mazhab yang kemudian dan perkembangan kemajuan masyarakat
dijadikan orientasi, bahkan juga sempat dimanapun dan kapanpun, tanpa harus
melakukan studi banding ke berbagai meninggalkan keaslian dan prinsip-prinsip
negara-negara yang berbasis Islam. ajarannya. Hal ini dimungkinkan karena
Untuk melegalkan, maka direkayasalah Allah yang Maha Bijaksana telah
Kompilasi tersebut dalam bentuk Intruksi membuat pola nash (aturan syari’at)
Presiden pada tanggal 10 Juni 1991. Dan sedemikian rupa, sehingga pada persoalan
pernyataan berlakunya dikukuhkan yang akan berkembang terus, para
dengan Keputusan Menteri Agama Nomor mujtahid di setiap waktu dapat melakukan
154 Tahun 1991, Tanggal 22 Juli 1991. ijtihad, karena nash yang mengatur
Dengan demikian sejak itu pula Kitab masalah itu, hanya merupakan prinsip
Kompilasi Hukum Islam (KHI) resmi umum dan aturan pokok saja, yang
berlaku sebagai hukum yang pengembangannya dapat dilakukan setiap
dipergunakan dan diterapkan oleh instansi saat.
Pemerintah dan masyarakat yang Untuk tercapainya keluarga sakinah
memerlukannya dalam penyelesaian yang dipenuhi oleh mawaddah dan
masalah-masalah yang berkenaan dengan rahmah, dan hubungan yang harmonis
perkawinan, hibah, wakaf dan kewarisan. antara suami dan istri, serta anggota
Uraian di atas telah menunjukan keluarga, maka perlu diperhatikan dan
benang merah sebagai gambaran bahwa diindahkannya aturan yang telah
yang menjadi faktor penyebab lahirnya ditetapkan syari’. Kreasi dan inovasi
KHI tersebut antara lain: hanya dapat dilakukan pada masalah-
1). Kekosongan Hukum masalah yang belum ada ketentuannya
2).Amanat Undang-Undang Nomor 1 secara pasti.
Tahun 1974 Upaya umat Islam di beberapa negara
3). Banyaknya Mazhab Fiqh yang muslim di dunia untuk
dianut di Indonesia serta tidak memformalisasikan ajaran Islam dalam
adanya persamaan persepsi dalam bentuk perundang-undangan sehingga
mendefinisikan hukum Islam, antara ajaran Islam menjadi hukum yang hidup
syariat dengan fiqh di tengah masyarakat adalah upaya yang

173
sangat pantas disyukuri. Kalaupun http://jurnalalrisalah.com/index.ph
p?option=com_content&view=arti
ternyata undang-undang dan aturan yang
cle&id=93:legislasi-hukum-islam-
dihasilkan belum lagi ideal sepertiyang di-dunia-muslim-
modern&catid=41:-al-risalah-
diharapkan, itu adalah suatu proses yang
volume-9-nomor-
harus dilalui dan membutuhkanpemikiran 1juni2009&Itemid=57, akses 1
November 2010.
semua kalangan untuk mewujudkannya.
Manan, Abdul, Aneka Masalah Hukum
Perdata Islam Indonesia, cet. ke-1,
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta: Kencana, 2006.
Abdullah, M. Amin, Falsafah Kalam di
Mualim, Amir dan Yusdani, Konfigurasi
Era Postmodernisme, cet. ke-1,
Pemikiran Hukum Islam,,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995.
Yogyakarta: UII Press, 2001.
Bashari, Agus Hasan, Mewaspadai
Mudzhar, Atho’, Membaca Gelombang
GerakanKontekstualisasi Al-Qur’an,
Ijtihad; Antara Tradisi Dan
Surabaya: Pustaka Sunnah, 2003.
Liberasi, cet. ke-2, Yogyakarta:
Titian Ilahi Press, 2000.
Dawi, Ahsan, Pembaruan Hukum
Keluarga di Turki (Studi Atas
--------,Hukum Keluarga Di Dunia Islam
Perundang-Undangan
Modern, cet. I, Jakarta: Ciputat
Perkawinan),
Press, 2003.
www.badilag.net/.../Pembaruan%2
0Hukum %20Keluarga%20Di%20
Nasution, Khoiruddin, Hukum Keluarga
Turki.pdf, akses tanggal 1
(Perdata) Islam Indonesia, cet. ke-
November 2010.
1, Yogyakarta: Tazzafa dan
Accamedia, 2007.
Firdaus, Ushul Fiqh: Metode Mengkaji
dan Memahami Hukum Islam
--------, Hukum Perdata (Keluarga) Islam
Secara Komprehensif, cet. ke-1,
Indonesia Dan Perbandingan
Jakarta: Zikrul Hakim, 2004.
Hukum Perkawinan Di Dunia
Muslim, cet. ke-1, Yogyakarta:
Hanafi, Syafiq Mahmadah dan Fatma
Acamedia dan Tazzafa, 2009.
Amilia, “Fiqh dan Ushul Fiqh
Pada Periode Taqlid” dalam
Pokja Pengarusutamaan Gender Departemen
Mazhab Jogja: Menggagas
Agama RI, Menuju Kompilasi
Paradigma Ushul Fiqh
Hukum Islam (KHI) Indonesia
Kontemporer, Yogyakarta: Ar-
Yang Adil Gender,
Ruzz Press, 2002.
http://www.fahmina.
or.id/pemikiranfahmina/fiqh-
Hasan, K.N. Sofyan dan Warkum
perempuan/703-menuju-kompilasi-
Sumitro, Dasar-Dasar Memahami
hukum-islam-khi-indonesia-yang-
Hukum Islam di Indonesia,
adil-gender.html, akses 1
Surabaya: Usaha Nasional, 1994.
November 2010.
Kharlie, Ahmad Tholabi, Legislasi Hukum
Islam Di Dunia Muslim Modern,

174
Rahman, Fazlur, Islam, alih bahasa Ahsin
Mohammad, cet. ke-4,
Bandung:Pustaka, 2000.

Syams, Husni, Urgensi Kodifikasi Hukum


Keluarga, http://www.husnisyams.
co.cc/2010/02/kodifikasi-hukum-
keluarga-pada-masa.html, akses
tanggal 1 November 2010.

Wahid, Abdurrahman, Kontroversi


Pemikiran Islam di Indonesia,
Bandung: Rosdakarya, 1990.

Wahidin, Samsul dan Abdurrahman,


Perkembangan Ringkas Hukum
Islam di Indonesia, Jakarta:
Akademika Pressindo, 1984.

Yafie, Ali, Sistem Pengambilan Hukum


oleh A’immatu al-Mazahib dalam
Kontroversi Pemikiran Islam di
Indonesia, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1990.

Zahid, Moh., Dua Puluh Lima Tahun


Pelaksanaan Undang-Undang
Perkawinan. Badan Litbang
Departemen Agama RI. 2003.

Zaidan, Abdul Karim, al-Madkhal li


Dirasah al-Syar’iyyah al-
Islamiyyah, Beirut: Mu’assasah ar-
Risalah, 1981.

175

Anda mungkin juga menyukai