Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

EVALUASI PROSES PEMBELAJARAN BIOLOGI


“Authentic Assessment Dan Contoh Operasional”

OLEH

AVISHA PUTRI SUNDAPA


NIM. 20177002
PPS PENDIDIKAN BIOLOGI A 2020

DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. LUFRI, M.S.
Dr. ZULYUSRI, M.P.

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penilaian adalah rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan
data tentang proses dan hasil belajar  peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan sehingga dapat menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan
keputusan.Standar Penilaian kurikulum 2013 bertujuan untuk menjamin  perencanaan
penilaian peserta didik sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai dan berdasarkan prinsip-
prinsip penilaian, pelaksanaan penilaian peserta didik secara profesional, terbuka, edukatif,
efektif, efisien, dan sesuai dengan konteks sosial budaya; dan pelaporan hasil penilaian
peserta didik secara objektif, akuntabel, dan informatif.
Saat ini kita sebagai fasilitator atau pendidik banyak di harap untuk bisa melakukan pola
pendidikan dan pengajaran dengan mengedepankan  high order thingkin skill (HOTS), yaitu
suatu pola pembelajaran yang mengharuskan fasilitator atau pendidik untuk bisa menciptakan
pola interaksi belajar-mengajar yeng menuntut peserta didik melakukan pola berfikir tingkat
tinggi. Tidak hanya sekedar pada tahap hafalan atau pemahaman, tapi lebih jauh dari itu yaitu
berfikir analisis, sintesis, atau bahkan lebih tinggi dari itu. Namun kenyataan di lapangan,
masih banyak pendidik di sekolah/Madrasah yang belum melakukan penilaian sesuai dengan
kondisi nyata dan standar penilaian.
Oleh karena itu untuk  memperkuat sistem penilaian dalam pembelajaran  perlu adanya
literatur sebagai  pedoman yang senantiasa dapat digunakan oleh setiap orang yang berperan
dalam penilaian.Penyusunan perencanaan, pelaksanaan proses, dan penilaian merupakan
rangkaian program pendidikan yang utuh, dan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan satu dengan yang lainnya. Untuk itu, perlu ada model penilaian otentik yang dapat
dijadikan sebagai salah satu acuan atau referensi oleh pendidik dan penyelenggaranya di
jenjang sekolah/madrasah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari authentic assessments?
2. Apa manfaat dari authentic assessments?
3. Bagaimana ciri dari authentic assessments?
4. Apa karakteristik dari authentic assessments?
5. Apa tujuan dan prinsip dari authentic assessments?
6. Apa cakupan dari authentic assessments?
7. Apa jenis authentic assessments?
C. Tujuan
Mengetahui konsep dari penilaian authentic assessments dan contoh operasionalnya dalam
pembelajaran.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Konsep Penilaian Otentik (authentic assessment)


Penilaian autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk
menilai mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output) pembelajaran, yang
meliputi ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian autentik menilai kesiapan
peserta didik, serta proses dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga
komponen (input – proses – output) tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya, dan hasil
belajar peserta didik, bahkan mampu menghasilkan dampak instruksional (instructional
effects) dan dampak pengiring (nurturant effects) dari pembelajaran. 
Penilaian autentik sebagai upaya pemberian tugas kepada peserta didik yang
mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam aktivitas-aktivitas
pembelajaran, seperti meneliti, menulis, merevisi dan membahas artikel, memberikan analisis
oral terhadap peristiwa, berkolaborasi dengan antarsesama melalui debat, dan sebagainya.
Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah (scientific approach) ,
karena penilaian semacam ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta
didik, baik dalam rangka mengobservasi, menanya, menalar, mencoba, dan membangun
jejaring. Penilaian autentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual,
memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka yang meliputi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Karenanya, penilaian autentik sangat relevan dengan
pendekatan saintifik dalam pembelajaran di SMA.
Penilaian autentik merupakan pendekatan dan instrumen penilaian yang memberikan
kesempatan luas kepada peserta didik untuk menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang sudah dimilikinya dalam bentuk tugas-tugas: membaca dan meringkasnya,
eksperimen, mengamati, survei, projek, makalah, membuat multi media, membuat karangan,
dan diskusi kelas. Jenid penilaian autentik antara lain penilaian kinerja, penilaian portofolio,
dan penilaian projek, termasuk penilaian diri peserta didik. Penilaian autentik adakalanya
disebut penilaian responsif, suatu metode untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik
yang memiliki ciri-ciri khusus, mulai dari mereka yang mengalami kelainan tertentu, memiliki
bakat dan minat khusus, hingga yang jenius.
Penilaian autentik dapat diterapkan dalam berbagai bidang ilmu seperti seni atau ilmu
pengetahuan pada umumnya, dengan orientasi utamanya pada proses dan hasil pembelajaran.
Hasil penilaian autentik dapat digunakan oleh pendidik untuk merencanakan program
perbaikan (remedial), pengayaan (enrichment), atau pelayanan konseling. Selain itu, hasil
penilaian autentik dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki proses pembelajaran
yang memenuhi Standar Penilaian Pendidikan.
Penilaian otentik (Authentic Assessment) adalah pengukuran yang     bermakna secara
signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuan.Istilah Assessment merupakan sinonim dari penilaian, pengukuran, pengujian,
atau evaluasi. Sedangkan istilah otentik merupakan sinonim dari  asli, nyata, valid, atau
reliabel.Secara konseptual penilaian otentik lebih bermakna secara signifikan  dibandingkan
dengan  tes pilihan ganda terstandar sekali pun.Ketika menerapkan penilaian otentik untuk
mengetahui hasil dan prestasi belajar peserta didik, pendidik menerapkan kriteria yang
berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, aktivitas mengamati dan mencoba, dan nilai
prestasi luar pembelajaran.
Penilaian otentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam
pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Penilaian tersebut mampu
menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi,
menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain. Penilaian otentik cenderung fokus
pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk
menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih otentik.Penilaian otentik
merupakan suatu bentuk tugas yang menghendaki peserta didik untuk menunjukkan kinerja di
dunia nyata secara bermakna, yang merupakan penerapan esensi pengetahuan dan
keterampilan. Penilaian otentik juga menekankan kemampuan peserta didik untuk
mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki secara nyata dan bermakna. Kegiatan
penilaian tidak sekedar menanyakan atau menyadap pengetahuan, melainkan kinerja secara
nyata dari pengetahuan yang telah dikuasai sehingga penilaian otentik merupakan penilaian
yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,dan
keluaran (output) pembelajaran.
Penilaian otentik bertujuan untuk mengukur berbagai keterampilan dalam berbagai
konteks yang mencerminkan situasi di dunia nyata di mana keterampilan-keterampilan
tersebut digunakan. Misalnya, penugasan kepada peserta didik untuk menulis topik-topik
tertentu sebagaimana halnya di kehidupan nyata, dan berpartisipasi konkret dalam diskusi
atau bedah buku, menulis untuk jurnal, surat, atau mengedit tulisan sampai siap cetak. Jadi,
penilaian model ini menekankan pada pengukuran kinerja, doing something, melakukan
sesuatu yang merupakan penerapan dari ilmu pengetahuan yang telah dikuasai secara
teoretis.Penilaian otentik lebih menuntut pembelajar mendemonstrasikan pengetahuan,
keterampilan, dan strategi dengan mengkreasikan jawaban atau produk. Peserta didik tidak
sekedar diminta merespon jawaban seperti dalam tes tradisional, melainkan dituntut untuk
mampu mengkreasikan dan menghasilkan jawaban yang dilatarbelakangi oleh pengetahuan
teoretis.
Penilaian otentik dalam implementasi kurikulum 2013 mengacu kepada standar
penilaian yang terdiri dari:
1. Penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman
sejawat”(peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal.
2.  Pengetahuan melalui tes tulis, tes, lisan, dan penugasan.
3. Keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik
mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek,
dan penilaian portofolio.

B. Manfaat Penilaian Otentik


1. Penggunaan penilaian autentik memungkinkan dilakukannya pengukuran secara langsung
terhadap kinerja pembelajar sebagai indikator capain kompetensi yang dibelajarkan.
Penilaian yang hanya mengukur capaian pengetahuan yang telah dikuasai pembelajar
hanya bersifat tidak langsung. Tetapi, penilaian autentik menuntut pembelajar untuk
berunjuk kerja dalam situasi yang konkret dan sekaligus bermakna yang secara otomatis
juga mencerminkan penguasaan dan keterampilan keilmuannnya. Unjuk kerja tersebut
bersifat langsung, langsung terkait dengan konteks situasi dunia nyata dan tampilannya
juga dapat diamati langsung. Hal itu lebih mencerminkan tingkat capaian pada bidang yang
dipelajari. Misalnya, dalam belajar berbicara bahasa target, pembelajar tidak hanya berlatih
mengucapkan lafal, memilih kata, dan menyusun kalimat, melainkan juga
mempratikkannya dalam situasi konkret dan dengan topic aktual-realistik sehingga menjadi
lebih bermakna.
2. Penilaian autentik memberikan kesempatan pembelajar untuk mengkonstruksikan hasil
belajarnya. Penilaian haruslah tidak sekadar meminta pembelajar mengulang apa yang
telah dipelajari karena hal demikian hanyalah melatih mereka menghafal dan mengingat
saja yang kurang bermakna. Dengan penilaian autentik pembelajar diminta untuk
mengkonstruksikan apa yang telah diperoleh ketika mereka dihadapkan pada situasi
konkret. Dengan cara ini pembelajar akan menyeleksi dan menyusun jawaban berdasarkan
pengetahuan yang dimiliki dan analisis situasi yang dilakukan agar jawabannya relevan
dan bermakna.
3. Penilaian autentik memungkinkan terintegrasikannya kegiatan pengajaran, belajar, dan
penilaian menjadi satu paket kegiatan yang terpadu. Dalam pembelajaran tradisional, juga
model penilaian tradisional, antara kegiatan pengajaran dan penilaian merupakan sesuatu
yang terpisah, atau sengaja dipisahkan. Namun, tidak demikian halnya dengan model
penilaian autentik. Ketiga hal tersebut, yaitu aktivitas guru membelajarkan, siswa belajar,
dan guru menilai capaian hasil belajar pembelajar, merupakan satu rangkaian yang
memang sengaja didesain demikian. Ketika guru membelajarkan suatu topik dan
pembelajar aktif mempelajari, penilaiannya bukan semata berupa tagihan terhadap
penguasaan topik itu, melainkan pembelajar juga diminta untuk berunjuk kerja
mempraktikkannya dalam sebuah situasi konkret yang sengaja diciptakan.
4. Penilaian autentik memberi kesempatan pembelajar untuk menampilkan hasil belajarnya,
unjuk kerjanya, dengan cara yang dianggap paling baik.Singkatnya, model ini
memungkinkan pembelajar memilih sendiri cara, bentuk, atau tampilan yang menurutnya
paling efektif. Hal itu berbeda dengan penilaian tradisional, misalnya bentuk tes pilihan
ganda, yang hanya memberi satu cara untuk menjawab dan tidak menawarkan
kemungkinan lain yang dapat dipilih. Jawaban pembelajar dengan model ini memang
seragam, dan itu memudahkan kita mengolahnya, tetapi itu menutup kreativitas pembelajar
untuk mengkreasikan jawaban atau kinerjanya. Padahal, unsur kreativitas atau kemampuan
berkreasi merupakan hal esensial yang harus diusahakan ketercapaiannya dalam tujuan
pembelajaran.
C. Ciri Penilaian Otentik
1. Memandang penilaian dan pembelajaran secara terpadu.
2. Mencerminkan masalh dunia nyata bukan hanya dunia sekolah.
3. Menggunakan berbagai cara dan criteria.
4. Holistik (kompetensi utuh merefleksikan sikap, ketrampilan, dan pengetahuan.
D. Karakteristik Penilaian Otentik
Menurut Santosa (2004) beberapa karakteristik penilaian otentik adalah sebagai berikut
1. Penilaian merupakan bagian dari proses pembelajaran.
2. Menilaian mencerminkan hasil proses belajar pada kehidupan nyata.
3. Menggunakan bermacam-macam instrumen, pengukuran, dan metode yang sesuai dengan
karakteristik dan esensi pengalaman belajar.
4. Penilaian harus bersifat komprehensif dan holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan
pembelajaran.
Di sisi lain, Nurhadi (2004:173) mengemukakan terdapat beberapa
karakteristikpenilaian otentik sebagai berikut.
1. Melibatkan pengalaman nyata (involves real-world experience).
2. Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.
3. Mencakup penilaian pribadi (self assesment) dan refleksi.
4. Hal yang diukur adalah keterampilan dan performansi bukan sekedar mengingat fakta.
5. Bentuk penilaian yang berkesinambungan.
6. Sistem penilaian yang terintegrasi.
7. Dapat digunakan sebagai umpan balik terhadap guru.
8. Kriteria keberhasilan dan kegagalan diketahui siswa dengan jelas.
E. Tujuan & Prinsip-Prinsip Penilaian Otentik
Santoso (2004) mengungkapkan beberapa tujuan penilaian otentik sebagai berikut.
1. Menilai kemampuan individu melalui tugas tertentu.
2. Menentukan kebutuhan pembelajaran.
3. Membantu dan mendorong siswa.
4. Membantu dan mendorong guru mengajar yang lebih baik.
5. Menentukan strategi pembelajaran.
6. Akuntabilitas lembaga.
7. Meningkatkan kualitas pendidikan.
Lebih jauh, Santoso (2004) mengungkapkan beberapa prinsip penilaian otentik sebagai
berikut.
1. Keeping track, yaitu harus mampu menelusuri dan melacak kemajuan siswa sesuai dengan
rencana pembelajaran yang telah ditetapkan.
2. Checking up, yaitu harus mampu mengecek ketercapaian kemampuan peserta didik dalam
proses pembelajaran.
3. Finding out, yaitu penilaian harus mampu mencari dan menemukan serta mendeteksi
kesalahan-kesalahan yang menyebabkan terjadinya kelemahan dalam proses
pembelajaran.
4. Summing up, yaitu penilaian harus mampu menyimpulkan apakah peserta didik telah
mencapai kompetensi yang ditetapkan atau belum.
F. Cakupan Penilaian Otentik
Terdapat tiga aspek dinilai dalam penilaian otentik, yaitu kognitif (kepandaian), afektif
(sikap), dan psikomotorik. Griffin dan Peter (1991:52-61) mengatakan bahwa setiap aspek
yang dinilai memiliki karakteristik sendiri-sendiri dan membutuhkan bentuk penilaian yang
berbeda seperti penjelasan di bawah ini.
1. Kognitif
Aspek ini berhubungan dengan pengetahuan individual (kepandaian/pemahaman)
yang ditunjukkan dengan siswa memperoleh hasil dari pembelajaran yang telah dilakukan.
Bentuk penilaian kognitif ini secara eksplisit maupun implisit harus merepresentasikan
tujuan pencapaian pembelajaran. Biasanya tes yang dilaksanakan oleh guru dapat berupa
ujian untuk mengetahui pemahaman terhadap materi.
2. Afektif
Alport (dalam Griffin dan Peter, 1991:56) menyatakan bahwa afektif merupakan
bentuk integrasi dari beberapa karakter, yaitu: prediksi respon baik dan tidak baik, sikap
dibentuk oleh pengalaman, dan tercermin dalam kegiatan sehari-hari. Karakteristik sikap
yang dinilai merupakan bentuk perasaan individual dan emosional siswa. Dalam
melakukan penilaian ini guru harus cermat dan hati-hati karena skala sikap biasanya sulit
ditentukan secara objektif. Komponen penilaian sikap pada siswa meliputi emosi,
konsistensi, target/tujuan, dan ketertarikan/minat. Indikator yang dapat digunakan pada
skala sikap misalnya baik-tidak baik, indikator pada minat misalnya tertarik-tidak tertarik
dan sebagainya. Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan teknik skala, metode observasi,
dan respon psikologi.
3. Psikomotorik
Perkembangan psikomotorik juga merupakan bagian dai ranah evaluasi yang harus
diketahui oleh guru. Penilaian psikomotorik merupakan bentuk pengukuran kemampuan
fisik siswa yang meliputi otot, kemampuan bergerak, memanipulasi objek, dan koordinasi
otot syaraf. Contoh penilaian ini misalnya pada kemampuan otot kecil (misal mengetik)
atau otot besar (misal melompat). Contoh yang termasuk aktivitas motorik seperti
pendidikan fisik, menulis tangan, membuat hasil karya kerajinan dan lain-lain.
Pengetahuan guru untuk mengenali kemampuan psikomotorik siswa sangat penting karena
psikomotorik merupakan bagian dari bentuk kecerdasan. Siswa yang mampu mengetik
secara cepat tidak hanya sekedar memiliki kemampuan menggunakan perangkat computer
secara efisien, tetapi di dalamnya juga terintegrasi kemampuan untuk membaca dan
mengeja. Tipe penilaian psikomotorik yang digunakan harus mengacu pada tujuan,
misalnya melalui pertanyaan di bawah ini.
a. Apakah siswa mampu melakukan tugas dengan baik?
b. Apakah siswa dapat menunjukkan penampilan terbaiknya dalam tugas tersebut?
c. Bagaimana penampilan seorang siswa jika dibandingkan dengan siswa yang lain
dalam kelas/bidang yang sama?
G. Jenis – Jenis Penilaian Otentik
Dalam rangka melaksanakan penilaian otentik yang baik, guru harus memahami secara jelas
tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu, guru harus bertanya pada diri sendiri, khususnya
berkaitan dengan: (1) sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang akan dinilai; (2) fokus
penilaian akan dilakukan, misalnya, berkaitan dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan;
dan (3) tingkat pengetahuan apa yang akan dinilai, seperti penalaran, memori, atau proses.
Beberapa jenispenilaian otentik disajikan berikut ini.
1. Penilaian Kinerja
Penilaian otentik sebisa mungkin melibatkan parsisipasi peserta didik, khususnya dalam
proses dan aspek-aspek yangg akan dinilai. Guru dapat melakukannya dengan meminta
para peserta didik menyebutkan unsur-unsur proyek/tugas yang akan mereka gunakan
untuk menentukan kriteria penyelesaiannya. Dengan menggunakan informasi ini, guru
dapat memberikan umpan balik terhadap kinerja peserta didik baik dalam bentuk laporan
naratif mauun laporan kelas. Ada beberapa cara berbeda untuk merekam hasil penilaian
berbasis kinerja:
a. Daftar cek (checklist). Digunakan untuk mengetahui muncul atau tidaknya unsur-
unsur tertentu dari indikator atau subindikator yang harus muncul dalam sebuah
peristiwa atau tindakan.
b. Catatan anekdot/narasi (anecdotal/narative records). Digunakan dengan cara guru
menulis laporan narasi tentang apa yang dilakukan oleh masing-masing peserta didik
selama melakukan tindakan. Dari laporan tersebut, guru dapat menentukan seberapa
baik peserta didik memenuhi standar yang ditetapkan.
c. Skala penilaian (rating scale). Biasanya digunakan dengan menggunakan skala
numerik berikut predikatnya. Misalnya: 5 = baik sekali, 4 = baik, 3 = cukup, 2 =
kurang, 1 = kurang sekali.
d. Memori atau ingatan (memory approach). Digunakan oleh guru dengan cara
mengamati peserta didik ketika melakukan sesuatu, dengan tanpa membuat catatan.
Guru menggunakan informasi dari memorinya untuk menentukan apakah peserta
didik sudah berhasil atau belum. Cara seperti tetap ada manfaatnya, namun tidak
cukup dianjurkan.
2. Penilaian Proyek
Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan penilaian terhadap tugas
yang harus diselesaikan oleh peserta didik menurut periode/waktu tertentu. Penyelesaian
tugas dimaksud berupa investigasi yang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari
perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan penyajian
data. Dengan demikian, penilaian proyek bersentuhan dengan aspek pemahaman,
mengaplikasikan, penyelidikan, dan lain-lain. Selama mengerjakan sebuah proyek
pembelajaran, peserta didik memperoleh kesempatan untuk mengaplikasikan sikap,
keterampilan, dan pengetahuannya. Karena itu, pada setiap penilaian proyek, setidaknya
ada tiga hal yang memerlukan perhatian khusus dari guru.
a. Keterampilan peserta didik dalam memilih topik, mencari dan mengumpulkan data,
mengolah dan menganalisis, memberi makna atas informasi yang diperoleh, dan
menulis laporan.
b. Kesesuaian atau relevansi materi pembelajaran dengan pengembangan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh peserta didik.
c. Orijinalitas atas keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau dihasilkan
oleh peserta didik.
Penilaian proyek berfokus pada perencanaan, pengerjaan, dan produk proyek. Dalam
kaitan ini serial kegiatan yang harus dilakukan oleh guru meliputi penyusunan rancangan
dan instrumen penilaian, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan.
Penilaian proyek dapat menggunakan instrumen daftar cek, skala penilaian, atau narasi.
Laporan penilaian dapat dituangkan dalam bentuk poster atau tertulis.
Produk akhir dari sebuah proyek sangat mungkin memerlukan penilaian khusus.
Penilaian produk dari sebuah proyek dimaksudkan untuk menilai kualitas dan bentuk hasil
akhir secara holistik dan analitik. Penilaian produk dimaksud meliputi penilaian atas
kemampuan peserta didik menghasilkan produk, seperti makanan, pakaian, hasil karya seni
(gambar, lukisan, patung, dan lain-lain), barang-barang terbuat dari kayu, kertas, kulit,
keramik, karet, plastik, dan karya logam. Penilaian secara analitik merujuk pada semua
kriteria yang harus dipenuhi untuk menghasilkan produk tertentu. Penilaian secara holistik
merujuk pada apresiasi atau kesan secara keseluruhan atas produk yang dihasilkan.
3. Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang menunjukkan
kemajuan dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa
berangkat dari hasil kerja peserta didik secara perorangan atau diproduksi secara
berkelompok, memerlukan refleksi peserta didik, dan dievaluasi berdasarkan beberapa
dimensi.
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada
kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam
satu periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses
pembelajaran yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang
releban dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dituntut oleh topik atau mata
pelajaran tertentu. Fokus penilaian portofolio adalah kumpulan karya peserta didik secara
individu atau kelompok pada satu periode pembelajaran tertentu. Penilaian terutama
dilakukan oleh guru, meski dapat juga oleh peserta didik sendiri.
Memalui penilaian portofolio guru akan mengetahui perkembangan atau kemajuan
belajar peserta didik. Misalnya, hasil karya mereka dalam menyusun atau membuat
karangan, puisi, surat, komposisi musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku/ literatur,
laporan penelitian, sinopsis, dan lain-lain. Atas dasar penilaian itu, guru dan/atau peserta
didik dapat melakukan perbaikan sesuai dengan tuntutan pembelajaran.
a. Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah seperti berikut
ini. Guru menjelaskan secara ringkas esensi penilaian portofolio.
b. Guru atau guru bersama peserta didik menentukan jenis portofolio yang akan dibuat.
c. Peserta didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah bimbingan guru
menyusun portofolio pembelajaran.
d. Guru menghimpun dan menyimpan portofolio peserta didik pada tempat yang sesuai,
disertai catatan tanggal pengumpulannya.
e. Guru menilai portofolio peserta didik dengan kriteria tertentu.
4. Penilaian Lisan
Tes lisan yakni tes yang dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung
antara pendidik dan pesertadidik Penilaian lisan sering digunakan oleh pendidik di kelas
untuk menilai peserta didik dengan cara memberikan beberapa pertanyaan secara lisan dan
dijawab oleh peserta didik secara lisan juga.
Pertanyaan lisan merupakan variasi dari tes uraian. Penilaian ini sering digunakan
pada ujian akhir mata pelajaran agama dan sosial. Kelebihan penilaian ini antara lain:
memberikan kesempatan kepada pendidik dan peserta didik untuk menentukan sampai
seberapa baik pendidik atau peserta didik dapat menyimpulkan atau mengekspresikan
dirinya, peserta didik tidak terlalu tergantung untuk memilih jawaban tetapi memberikan
jawaban yang benar, peserta didik dapat memberikan respon dengan bebas. Penilaian lisan
bertujuan untuk mengungkapkan sebanyak mungkin pegetahuan dan pemahaman peserta
didik tentang materi yang diuji. Sedangkan kelemahan tes lisan antara lain subjektivitas
pendidik sering mencemari hasil tes dan waktu pelaksanaan yang diperlukan relatif cukup
lama.
Penilaian lisan dapat dilakukan dengan dengan teknik sebagai berikut:
a. Sebelum dilaksanakan tes lisan, pendidik sudah melakukan inventarisasi berbagai jenis
soal yang akan diajukan kepada peserta didik, sehingga dapat diharapkan memiliki
validitas yang tinggi dan baik dari segi isi maupun konstruksinya.
b. Siapkan pedoman dan ancar-ancar jawaban bentuknya, agar mempunyai kriteria pasti
dalam penskoran dan tidak terkecok dengan jawaban yang panjang lebar dan berbelit-
belit.
c. Skor ditentukan saat masing-masing peserta didik selesai dites, agar pemberian skor
atau nilai yang diberikan tidak dipengaruhi oleh jawaban yang diberikan oleh peserta
didik yang lain.
d. Tes yang diberikan hendaknya tidak menyimpang atau berubah arah dari evaluasi
menjadi diskusi.
e. Untuk menegakan obyektivitas dan prinsip keadilan, Pendidik tidak diperkenankan
memberikan angin segar atau memancing dengan kata-kata atau kode tertentu yang
bersifat menolong peserta didik dengan aalasan kasihan atau rasa simpati.
f. Tes lisan harus berlangsung secara wajar. Artinya jangan sampai menimbulkan rasa
takut, gugup atau panik di kalangan peserta didik.
g. Pendidik mempunyai pedoman waktu bagi peserta didik dalam menjawab soal-soal atau
pertanyaan pada tes lisan.
h. Pertanyaan yang diajukan hendaknya bervariasi, dalam arti bahwa sekalipun inti
persoalan yang ditanyakan sama, namun cara pengajuan pertanyaannya dibuat
berlainana atau beragam.
i. Pelaksanaan tes dilakukan secara individual (satu demi satu), agar tidak mempengaruhi
mental peserta didik yang lainnya.
5. Penilaian Diri
Penilaian diri adalah suatu teknik penilaian yang meminta peserta didik untuk
menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses, dan tingkat pencapaian kompetensi
yang dipelajarinya. Teknik penilaian diri dapat digunakan untuk mengukur kompetensi
kognitif, afektif dan psikomotor.
Penilaian diri didefinisikan sebagai “monitoring of one’s own levels of knowledge,
performance, abilities, thinking, behaviour and/or strategy” (Wilson and Wing Jan 1998;2).
Kutipan di atas menunjukkan bahwa penilaian diri adalah kegiatan untuk memonitor
tingkat penampilan atau performansi, kemampuan, prilaku dan strategi yang dilakukan
oleh seseorang dalam menghadapi suatu tugas yang diberikan atau dilakukan. Selain itu
penilaian diri mencakup dapat tiga domain yaitu pengetahuan, ketrampilan dan sikap.
Penilaian kompetensi kognitif, misalnya peserta didik diminta untuk menilai
penguasaan pengetahuan dan keterampilan berpikirnya sebagai hasil belajar dari suatu
mata pelajaran tertentu. Penilaian kompetensi afektif, misalnya, peserta didik dapat diminta
untuk membuat tulisan yang memuat curahan perasaannya terhadap suatu objek tertentu.
Penilaian kompetensi psikomotorik, peserta didik dapat diminta untuk menilai kecakapan
atau keterampilan yang telah dikuasainya berdasarkan kriteria atau acuan yang telah
disiapkan.
Penggunaan teknik ini dapat memberi dampak positif terhadap perkembangan
kepribadian seseorang. Keuntungan penggunaan penilaian diri di kelas antara lain: dapat
menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik, karena mereka diberi kepercayaan untuk
menilai dirinya sendiri; peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya, karena
ketika mereka melakukan penilaian, harus melakukan introspeksi terhadap kekuatan dan
kelemahan yang dimilikinya; dan dapat mendorong, membiasakan, dan melatih peserta
didik untuk berbuat jujur, karena mereka dituntut untuk jujur dan objektif dalam
melakukan penilaian.
Penilaian diri merupakan suatu metode penilaian yang memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk mengambil tanggung jawab terhadap belajar mereka sendiri. Mereka
diberi kesempatan untuk menilai pekerjaan dan kemampuan mereka sesuai dengan
pengalaman yang mereka rasakan.Penilaian diri dilakukan berdasarkan kriteria yang jelas
dan objektif. Oleh karena itu, penilaian diri oleh peserta didik di kelas perlu dilakukan
melalui langkah-langkah sebagai berikut.
1. Menentukan kompetensi atau aspek kemampuan yang akan dinilai.
2. Menentukan kriteria penilaian yang akan digunakan.
3. Merumuskan format penilaian, dapat berupa pedoman penskoran, daftar tanda cek, atau
skala penilaian.
4. Meminta peserta didik untuk melakukan penilaian diri.
5. Pendidik mengkaji sampel hasil penilaian secara acak, untuk mendorong peserta didik
supaya senantiasa melakukan penilaian diri secara cermat dan objektif.
6. Menyampaikan umpan balik kepada peserta didik berdasarkan hasil kajian terhadap
sampel hasil penilaian yang diambil secara acak.
PARTISIPASI DALAM DISKUSI KELOMPOK

Nama                                                    : -------------------------------------
Nama-nama anggota kelompok       : ------------------------------------
Kegiatan kelompok                              : ------------------------------------
Isilah pernyataan berikut dengan jujur. Untuk No. 1 s.d. 5, tulislah
huruf A,B,C atau D didepan  tiap pernyataan:
                                   A : selalu                C : kadang-kadang
                                   B : sering               D : tidak pernah 
1.   ----  Selama diskusi saya mengusulkan ide kpd kel unt didiskusikan
2.   ----  Ketika kami berdiskusi, tiap org diberi kesempatan mengusulkan
sesuatu
3.  ----  Semua anggota kelompok kami melakukan sesuatu selama kegiatan
4.  ----  Tiap orang sibuk dengan yang dilakukannya dalam kelompok saya
5.  ----  Selama kerja kelompok, saya….
     ----  mendengarkan orang lain
     ----  mengajukan pertanyaan
     ----  mengorganisasi ide-ide saya
     ----  mengorganisasi kelompok
     ----  mengacaukan kegiatan
     ----  melamun
6.  Apa yang kamu lakukan selama kegiatan?

BAB III
KESIMPULAN

Penilaian adalah proses sistematis meliputi pengumpulan informasi (angka, deskripsi


verbal), analisis, interpretasi informasi untuk membuat keputusan.Penggunaan penilaian autentik
memungkinkan dilakukannya pengukuran secara langsung terhadap kinerja pembelajar sebagai
indikator capain kompetensi yang dibelajarkan.
Penilaian autentik memberikan kesempatan pembelajar untuk mengkonstruksikan hasil
belajarnya. Penilaian autentik memungkinkan terintegrasikannya kegiatan pengajaran, belajar,
dan penilaian menjadi satu paket kegiatan yang terpadu. Penilaian autentik memberi kesempatan
pembelajar untuk menampilkan hasil belajarnya, unjuk kerjanya, dengan cara yang dianggap
paling baik.Singkatnya, model ini memungkinkan pembelajar memilih sendiri cara, bentuk, atau
tampilan yang menurutnya paling efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Duncan dan Bell Chris, Evaluating and Assessing for Learning. New Jersey: Nichols Publishing
Company, 1994.
Mimin Haryati. Model dan Teknik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta: Gaung
Persada Press, 2010.

Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bandung : Bumi Aksara, 1996.

Asep Jihad dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo, 2013.

Burhanuddin Tola, Penilaian Diri (Self Evaluation) Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan
Balitbang Kemendiknas, 2010

Anda mungkin juga menyukai