Anda di halaman 1dari 13

1.

Definisi
Pneumothorak adalah adanya udara dalam rongga pleura. Biasanya
pneumotorak hanya temukan unilateral, hanya pada blast-injury yang hebat dapat
ditemukan pneumotorak bilateral (Danusantoso dalam Wijaya dan Putri, 2013).
Pneumothorak merupakan suatu keadaan terdapatnya udara di dalam rongga paru pleura
(Muttaqin, 2008). Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pneumothorak
adalah keadaan adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura.
2. Etiologi
Pneumothorak dapat terjadi setiap kali permukaan paru-paru pecah dan
memungkinkan udara keluar dari paru-paru ke rongga pleura. Hal ini dapat terjadi ketika
luka beberapa tusukan dinding dada yang memungkinkan udara luar masuk ke ruang
pleura. Pneumothorak spontan dapat terjadi tanpa trauma dada, dan biasanya
disebabkan oleh kista kecil pada permukaan paru-paru. Kista tersebut dapat terjadi tanpa
penyakit paru-paru yang berhubungan, atau mereka dapat berkembang karena gangguan
paru-paru yang mendasari, emfisema yang paling umum (Grundy S, Bentley A and
Tschopp Jm., 2012).
Penyebab pneumothorax juga dibedakan menjadi 2 yaitu :
Pneumothorax spontan primer Traumatic Pneumothorax
Pneumothorax spontan disebabkan tanpa - Pneumotoraks traumatic adalah
pneumotoraks yang terjadi akibat
trauma dada;
suatu trauma, baik trauma penetrasi
- Pneumothorax spontan primer -> terjadi maupun bukan yang menyebabkan
pada individu yang sebelumnya tidak robekan pleura, dinding dada, maupun
memiliki riwayat penyakit paru (cenderung paru.
terjadi pada laki-laki berbadan kurus dan - Pneumotoraks traumatic diperkirakan
tinggi). Disebabkan oleh ruptur dinding 40% dari semua kasus pneumotoraks.
pleura (contoh; merokok, perubahan - Pneumotoraks traumatic tidak harus
tekanan atmosfer) disertai dengan fraktur iga maupun
- Pneumothorax spontan sekunder -> terjadi luka penetrasi yang terbuka.
pada individu yang sebelumnya cenderung - Trauma tumpul atau kontusio pada
memiliki riwayat penyakit paru (contoh; dinding dada juga dapat menimbulkan
PPOK, emfisema, asma, TB, Pneumonia, pneumotoraks.Beberapa penyebab
Interstitial lung disease (yang disebabkan trauma penetrasi pada dinding dada
oleh paparan barang berbahaya (batu adalah luka tusuk, luka tembak, akibat
bara)). tusukan jarum maupun pada saat
dilakukan kanulasi vena sentral.
- Berdasarkan jenis kejadiannya
traumatic pneumothorax dibagi
menjadi 2 yaitu : Pneumothorax
traumatik iatrogenic dan artifisial
(deliberate).
- Pneumotoraks traumatik iatrogenik
aksidental, adalah suatu
pneumotoraks yang terjadi akibat
tindakan medis karena kesalahan atau
komplikasi dari tindakan tersebut,
misalnya pada parasentesis dada,
biopsi pleura.
- Pneumotoraks traumatik iatrogenik
artifisial (deliberate), adalah suatu
pneumotoraks yang sengaja dilakukan
dengan cara mengisikan udara ke
dalam rongga pleura. Biasanya
tindakan ini dilakukan untuk tujuan
pengobatan, misalnya pada
pengobatan tuberkulosis sebelum era
antibiotik, maupun untuk menilai
permukaan paru.
(Luh, 2010)
3. Manifestasi Klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala-gejala yang sering muncul adalah
a. Sesak napas, yang didapatkan pada 80-100% pasien
b. Nyeri dpada, yang didapatkan pada 75-90% pasien
c. Batuk-batuk yang didapatkan pada 25-35% pasien
d. Tidak menunjukkan gejala yang terdapat sekitar 5-10% pasien dan biasanya pada
pneumothoraks spontan
4. Klasifikasi
Klasifikasi pneumothorax berdasarkan jenis fistula ada 3 yaitu :

a. Closed pneumothorax  letak udara/gas di rongga pleura tanpa adanya luka (misal :
cancer, fibriosis (penyebab umum dari closed pneumothorax adalah pneumothorax
spontan))
b. Open pneumothorax  akumulasi udara/gas di dinding dada dan paru yang disebabkan
oleh adanya luka terbuka pada dada/cidera fisik (semakin besar luka pada dada, maka
semakin tinggi pula derajat kolaps pada paru dan klien akan mengalami kesulitan bernafas)
c. Tension pneumothorax  keadaan kegawatdaruratan medis, dimana udara semakin
berakumulasi di rongga pleura setiap kali bernafas.

5. Patofisiologi
6. Penatalaksanaan
6.1.1 Primary Survey
a. Airway and cervical spine control
Pemeriksaan apakah ada obstruksi jalan napas yang disebabkan benda asing,
fraktur tulang wajah, atau maksila dan mandibula, faktur laring atau trakea. Jaga jalan
nafas dengan jaw thrust atau chin lift, proteksi c-spine, bila perlu lakukan pemasangan
collar neck. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan napas
bersih, walaupun demikian penilaian ulang terhadap airway harus tetap dilakukan.
e. Breathing and chest compression
Gerakan dada asimetris, trakea bergeser, vena jugularis distensi, tapi masih ada nafas.
- Needle decompression: Tension pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan
penaggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar pada sela
iga dua garis midclavicular pada hemitoraks yang terkena. Tindakan ini akan mengubah
tension pneumothorax menjadi pneumothoraks sederhana. Evaluasi ulang selalu
diperlukan. Terapi definitif selalu dibutuhkan dengan pemasangan selang dada (chest
tube) pada sela iga ke 5 (setinggi puting susu) di anterior garis midaksilaris. Dekompresi
segera pake jarum suntik tusuk pada sela iga ke 2 di midklavikula dan tutup dengan
handskon biar udara lain tidak masuk  nanti lakukan WSD lebih lanjut setelah sampai
RS

- Prinsip dasar dekompresi jarum adalah untuk memasukan kateter ke dalam rongga
pleura, sehingga menyediakan jalur bagi udara untuk keluar dan mengurangi tekanan
yang terus bertambah. Meskipun prosedur ini bukan tatalaksana definitif untuk tension
pneumothorax, dekompresi jarum menghentikan progresivitas dan sedikit mengembalikan
fungsi kardiopulmoner.
- Pemberian Oksigen
f. Circulation and stop bleeding : (takikardia, hipotensi)
- Kontrol perdarahan dengan balut tekan tapi jangan terlalu rapat untuk menghindari
parahnya tension pneumothoraks
- Pemasangan IV line 2 kateter berukuran besar (1-2 liter RL hangat 39 0C)

g. Disability : nilai GSC daan reaksi pupil


- Tentukan tingkat kesadaran ketika sambil lakukan ABC.
- Rujuk ke rumah sakit terdekat dengan peralatan medis sesuai kebutuhan atau yang
mempunyai fasilitas bedah saat kondisi pasien sudah distabilkan.
- Pengelolaan selama transportasi :Monitoring tanda vital dan pulse oksimetri., bantuan
kardiorespirasi bila perlu. pemberian darah bila perlu., pemberian obat sesuai intruksi
dokter  analgesic jangan diberikan karena bisa membiaskan symptom
2. Secondary Survey (dilanjutkan dengan Tatalaksana definitif)
Prinsip tatalaksana di IGD :
- Eksposure : buka pakaian penderita, cegah hipotermia, tempatkan di tempat tidur dengan
memperhatikan jalan nafas terjaga. Pemasangan IV line tetap.
- Re-evaluasi (Laju nafas, suhu tubuh, pulse oksimetri saturasi O2, pemasangan kateter
folley (kateter urin) monitor dieresis, dekompresi v. urinaria sebelum DPL, EKG, NGT
bila tidak ada kontraindikasi (fraktur basis kranii), Bersihkan dengan antiseptic luka
memar dan lecet bila ada lalu kompres dan obati.
- Lakukan tube thoracostomy / WSD (water sealed drainage, merupakan tatalaksana
definitif tension pneumothorax), (Continous suction).
- WSD  Sebagai alat diagnostic, terapik, dan follow up mengevakuasi
darah atau udara sehingga pengembangan paru maksimal àlalu lakukan monitoring
- Penyulit àperdarahan dan infeksi atau super infeksi
7. Prinsip penanganan pneumothorax :
- Observasi dan pemberian tambahan oksigen, Tindakan ini dilakukan apabila luas
pneumotoraks <15% dari hemitoraks. Apabila fistula dari alveoli ke rongga pleura telah
menutup, udara dalam rongga pleura perlahan-lahan akan direabsobsi. Laju reabsobsi
diperkirakan 1,25% dari sisi pneumotoraks perhari. Laju reabsobsi tersebut akan
meningkat jika diberikan tambahan oksigen.
- WSD (Water Seal Drainage), Tindakan ini dilakukan seawal mungkin pada pasien
pneumotoraks yang luasnya >15%. Tindakan ini bertujuan mengeluarkan udara dari
rongga pleura. Tindakan ini dapat dilakukan dengan cara memasukan jarum di intercosta
pada daerah apikal yaitu ICS 2-3 sedangkan pada daerah basal yaitu ICS 8-9.
- Torakoskopi, adalah suatu tindakan untuk melihat langsung kedalam rongga toraks
dengan alat bantu torakoskop sangat efektif dalam penanganan PSP dan mencegah
berulangnya kembali. Dengan prosedur ini dapat dilakukaan reseksi bulla atau bleb dan
juga bisa dilakukan untuk pleurodesis (Kurniasih, 2009).
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Computed Tomography (CT-Scan) diperlukan apabila pemeriksaan foto dada
diagnosis belum dapat ditegakkan. Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk membedakan
antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra
dan ekstrapulmonal serta untuk membedakan antara pneumotoraks spontan dengan
pneumotoraks sekunder.
b. Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan pemeriksaan invasive, tetapi memilki
sensivitas yang ebih besar dibandingkan pemeriksaan CT- Scan. Ada 4 derajat.
h. Pemeriksaan foto dada tampak garis pleura viseralis, lurus atau cembung terhadap
dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah antara kedua garis pleura
tersebut tampak lusens karena berisi kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan
vascular pada daerah tersebut.
i. Sinar x dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural; dapat menunjukan
penyimpangan struktur mediastinal.

9. Pemeriksaan Laboratorium
a. GDA : variable tergantung dari derajat paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik
pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat.
PaO2 mungkin normal atau menurun; saturasi oksigen biasanya menurun. Analisa gas
darah arteri memberikan gambaran hipoksemia.
j. Hb : menurun, menunjukan kehilangan darah.
k. Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa.
10.Asuhan keperawatan
10.1 Pengkajian Primer
Data Subjektif
Riwayat Penyakit Pasien
a. Pasien mengeluh sesak
b. Pasien mengeluh nyeri pada dada (biasanya pada pasien fraktur rusuk dan sternum)
c. Pasien mengeluh batuk berdarah, berdahak
d. Pasien mengeluh lemas, lemah
e. Pasien mengatakan mengalami kecelakaan dan terbentur dan tertusuk di bagian dada
- Riwayat Kesehatan Pasien

- Riwayat penyakit sebelumnya

- Riwayat pengobatan sebelumnya

- Adanya alergi

Data Objektif
a. Airway (A)
Batuk dengan sputum kental atau darah, terkadang disertai dengan muntah darah, krekels (+),
jalan nafas tidak paten
l. Breathing (B)
Adanya napas spontan, dengan gerakan dada asimetris (pada pasien tension pneumotoraks),
napas cepat, dipsnea, takipnea, suara napas kusmaul, napas pendek, napas dangkal.
m. Circulation (C)
Terjadi hipotensi, nadi lemah, pucat, terjadi perdarahan, sianosis, takikardi
n. Disability (D)
Penurunan kesadaran (apabila terjadi penanganan yang terlambat)
10.2 Pengkajian Sekunder
a. Eksposure (E)
Adanya kontusio atau jejas pada bagian dada. Adanya penetrasi penyebab trauma pada
dinding dadaFive Intervention / Full set of vital sign (F)
- Tanda – tanda vital : RR meningkat, HR meningkat, terjadi hipotensi
- Pulse oksimetri : mungkin terjadi hipoksemia
- Aritmia jantung
- Pemeriksaan Lab
- Gambaran pada hasil X ray yang biasa dijumpai :
a. Kontusio paru : bintik-bintik infiltrate
o. Pneumotoraks : batas pleura yang radiolusen dan tipis, hilangnya batas paru (sulit
mendiagnosa pada foto dengan posisi supinasi).
p. Injury trakeobronkial : penumomediastinum, udara di servikal.
q. Rupture diafragma : herniasi organ abdomen ke dada, kenaikan hemidiafragma.
r. Terdapat fraktur tulang rusuk, sternum, klavikula, scapula dan dislokasi sternoklavikular.
- CT scan dapat ditemukan gambaran hemotoraks, pneumotoraks, kontusi paru atau
laserasi, pneumomediastinum, dan injuri diafragma
- Esofagogram dan atau esofagografi dilakukan jika dicurigai injury esophagus.

- Broncoskopy untuk terjadi trakeobronkial injury.

- Echokardiogram akan memperlihatkan gambaran tamponade jantung (pada umumnya


echokariogram digunakan utuk melihat cedera pada katup jantung) EKG akan
memperlihatkan adanya iskemik, aritmia berhubungan dengan miokardia kontusion atau
iskemia yang berhubungan dengan cedera pada arteri koronaria.
- Pemeriksaan cardiac enzym kemungkinan meningkat berhubungan dengan adanya
iskemik atau infak yang disebabkan dari hipotensi miokardia kontusion.
s. Give comfort / Kenyamanan (G) : pain assessment (PQRST)
Adanya nyeri pada dada yang hebat, seperti tertusuk atau tertekan, terjadi pada saat
bernapas, nyeri menyebar hingga abdomen
t. Head to toe (H)
Lakukan pemeriksaan fisik terfokus pada:
- Daerah kepala dan leher : mukosa pucat, konjungtiva pucat, DVJ (Distensi na Jugularis)
- Daerah dada :
a. Inspeksi : penggunaan otot bantu napas, pernapasan Kussmaul, terdapat jejas, kontusio,
penetrasi penyebab trauma pada daerah dada.
u. Palpasi : adanya ketidak seimbangan traktil fremitus, adanya nyeri tekan
v. Perkusi : adanya hipersonor
w. Auskultasi : suara napas krekels, suara jantung abnormal. Terkadang terjadi penurunan
bising napas.
x. Daerah abdomen : herniasi organ abdomen
- Daerah ekstrimitas : pada palpasi ditemukan penurunan nadi femoralis

- Inspect the posterior surface  Adanya jejas pada daerah dada


11.Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Pneumothorax yaitu
a. Ketidaefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena
akumulasi udara/cairan
b. Risiko syok obstruktif (pneumothorax)
c. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflex spasme otot.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage.
e. Risiko infeksi berhubungan dengan faktor risiko tempat masuknya organisme sekunder
terhadap trauma (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
12.Intervensi Keperawatan

Dx Kep Tgl/Jam Tujuan Intervensi Keperawatan &


Rasional
1. Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam pola SIKI : Manajemen Jalan Nafas
nafas membaik sesuai kriteria hasil SLKI Observasi
SLKI : Pola Nafas (L.01004) 1. Monitor pola nafas
1. Tekanan ekspirasi meningkat 2. Monitor bunyi nafas tambahan (wheezing)
2. Tekanan inspirasi meningkat Terapeutik

3. Dispnea menurun 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas


2. Berikan oksigen
4. Frekuensi nafas membaik (N : 16-20x/menit)
Kolaborasi
5. Kedalaman nafas memebaik
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
6. Ekskursi (pengembangan) dada membaik
mukolitik, jika perlu
SIKI : Pemantauan respirasi
Observasi
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
2. Monitor pola nafas
3. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
4. Auskultasi bunyi nafas (terutama pada bagian dextra)
5. Monitor saturasi oksigen
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Grundy S, Bentley A and Tschopp Jm. (2012) ‘Primary Spontaneous Pneumothorax : A Diffuse Disease of the Pleura.
Respiration’, 83, pp. 185–9.

Luh, S. P. (2010) ‘Diagnosis and treatment of primary spontaneous pneumothorax’, Journal of Zhejiang University: Science
B, 11(10), pp. 735–744. doi: 10.1631/jzus.B1000131.

Muttaqin, A. (2008) Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta :
Dewan Pengurus PPNI.

Anda mungkin juga menyukai