Anda di halaman 1dari 41

UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

PERTEMUAN KE : 6
PARTAI POLITIK

A. Capaian pembelajaran:
Setelah mengikuti pertemuan ini, mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1. Menjelaskan tentang partai politik,
2. Memahami tentang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2008 Tentang Partai Politik,
3. Memahami tentang partai lokal,
4. Memahami tentang partai politik lokal dalam tata hukum Indonesia,

B. Uraian materi
1. Pengertian partai politik
Partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu
atau dibentuk dengan tujuan khusus. Bisa juga didefinisikan, perkumpulan
segolongan orang-orang yang seasas, sehaluan, setujuan di bidang politik.
Baik yang berdasarkan partai kader atau struktur kepartaian yang dimonopoli
oleh sekelompok anggota partai yang terkemuka. Atau bisa juga berdasarkan
partai massa, yaitu partai politik yang mengutamakan kekuatan berdasarkan
keunggulan jumlah anggotanya.
Menurut definisi secara umum, partai politik berarti perkumpulan yang
didirikan untuk mewujudkan ideologi politik tertentu. Adapun partai politik
berkembang bersamaan dengan berkembangnya proses pemilihan. Partai-
partai tersebut muncul sebagai komite pemilihan yang mendapatkan
dukungan bagi seorang kandidat dari warga negara yang terkemuka dan
mengumpulkan dana yang diperlukan untuk kampanya pemilihan. (Afan
Gaffar, 1984:3)
Berdasarkan sejarah Indonesia, keberadaan Partai politik di Indonesia
diawali dengan didirikannya Organisasi Boedi Oetomo (BO), pada Tahun
1908 di Jakarta oleh Dr. Wahidin Soediro Hoesodo dkk. Walaupun pada
waktu itu Boedi Oetomo belum bertujuan ke politik murni, tetapi keberadaan
BO sudah diakui para peneliti dan pakar sejarah Indonesia sebagai perintis
organisasi modern. Dengan kata lain, Boedi Oetomo merupakan cikal bakal
dari organisasi massa atau organisasi politik di Indonesia.
Masa penjajahan Belanda, partai-partai politik tidak dapat hidup tentram.
Tiap partai yang bersuara menentang dan bergerak tegas, akan segera
dilarang, pemimpinnya ditangkap dan dipenjarakan atau diasingkan. Partai
politik yang pertama lahir di Indonesia adalah Indische Partij yang didirikan
pada Tanggal 25 Desember 1912, di Bandung. Partai tersebut dipimpin oleh

SISTEM POLITIK INDONESIA 1


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

tiga serangkai, yaitu Dr. Setiabudi, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Ki Hadjar
Dewantara. Tujuan Indische Partij itu adalah Indonesia lepas dari Belanda.
Partai itu hanya berusia 8 bulan karena ketiga pemimpin masing-masing
dibuang ke Kupang, Banda, dan Bangka, kemudian diasingkan ke Belanda.(
(Afan Gaffar, 1984:4)
Melihat adanya unsure-unsur radikal didalam Indische Partij
pemerintahan kolonial Belanda mengambil sikap tegas. Permohonan kepada
Gubernur Jenderal untuk mendapat pengakuan sebagai badan hukum ditolak
pada tanggal 4 Maret 1913 dengan alasan organisasi ini berdasarkan politik
dan mengancam serta hendak merusak keamanan umum. Hal itu menjadi
pelajaran bagi Indische Partij dan juga partai-partai lainnya bahwa
kemerdekaan tidak akan dapat diterima sebagai hadiah dari pemerintah
kolonial. Kemerdekaan itu harus direbut dan diperjuangkan oleh bangsa
Indonesia sendiri.
Pada tahun 1913 pemerintah Belanda bermaksud merayakan peringatan
seratus tahun kemerdekaan Belanda dari Prancis (1813-1913). Pegawai
kolonial diberbagai tempat sibuk mengumpulkan uang untuk memeriahkan
perayaan tersebut. Rakyat pun dipaksa turut serta membiayai pesta
peringatan itu. Tindakan Belanda itu melukai hati bangsa Indonesia terutama
kaum nasionalis.
Dikalangan penduduk bumiputra di Bandung dibentuk sebuah panitia
peringatan yang disebut Comite tot Herdenking van Nederlands Honderdjarige
Vrijheid atau disingkat Komite Bumiputra. Komite itu bertujuan membatalkan
pembentukan “dewan jajahan” dan menuntut penghapusan peraturan
pemerintahan no. 111 tentang larangan kehidupan berpolitik. Komite itu juga
memprotes pengumpulan uang dari rakyat untuk membiayai pesta peringatan
hari kemerdekaan Belanda itu. Salah seorang pemimpin komite tersebut,
Suwardi Suryaningrat menulis sebuah risalah dalam bahasa Belanda berjudul
Als ik eens Nederlander was. Isi pokok dari tulisan itu adalah sindirian
terhadap pemerintah kolonial Belanda yang mengajak penduduk pribumi ikut
serta merayakan hari kemerdekaan Belanda padahal penduduk pribumi
sendiri sedang dijajah Belanda.
Karena dianggap terlalu radikal pada tahun 1913 Douwes Dekker, dr.
Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat ditangkap dan dikenakan
hukuman buang ( internir ) ke negeri Belanda. Kepergian ketiga tokoh tersebut
berpengaruh besar terhadap kegiatan Indische Partij sehingga semakin lama
semakin menurun. Indische Partij kemudian berganti nama menjadi Insulinde.
Pengaruh sarekat islam yang semakin kuat juga berpengaruh terhadap
perkembangan partai ini sehingga Partai Insulinde menjadi semakin lemah.
Kembalinya Douwes Dekker dari Belanda pada tahun 1918 tidak
memberikan pangaruh yang berarti bagi Insulinde. Pada tahun 1919 partai itu
berubah nama menjadi National Indische Partij (NIP). Dalam

SISTEM POLITIK INDONESIA 2


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

perkembangannya NIP tidak pernah mempunyai pengaruh kepada rakyat


banyak. Masyarakat pribumi lebih banyak terserap mengikuti organisasi-
organisasi lain. Sedangkan orang Indo -Eropa yang masih konservatif lebih
cenderung bergabung dengan Indische Bond. Oleh karena itu Indische Partij
kehilangan basis massanya dan akhirnya bubar.
Semangat tujuan dasar dalam partai dalam implementasinya
melaksanakan pengabdian baik internal ataupun eksternal kepada
masyarakat ialah ada beberapa poin sebagai berikut:(sukarna:1990:47)
1. Political Education/Pendidikan Politik
Pendidikan bagi suatu partai politik merupakan hal yang penting sekali,
baik bagi generasi tua maupun generasi yang penting sekali, terutama
untuk kader-kader partai agar ideologi partai atau doktrin politik, ekonomi,
sosial, dan budaya partai politik dapat diketahui secara merata.
2. Political Aggregation/Penyatuan Pemikiran Politik
Di dalam partai politik perlu adanya penyatuan pemikiran partai politik
daripada para pemimpin partai agar para pengikut partai politik tidak
menjadi pecah belah, yang disebabkan pemikiran-pemikiran politik yang
berbeda-beda dari para pemimpin partai politik. Biasanya, suatu partai
politik menjadi pecah disebabkan adanya perbedaan pemikiranpemikiran
kepentingan para pemikir dan pimpinan partai.
3. Interest Articulation/Memperjuangkan Kepentingan Rakyat
Suatu partai politik yang tidak mampu memperjuangkan kepentingan
rakyat, baik kepentingan politik, sosial, ekonomi, dan budaya, maka partai
politik yang demikian tidak akan dapat menentukan/ menjadi partai yang
menentukan di dalam negara, atau dengan kata lain di dalam pemilu tidak
dapat mendapat mayoritas suara. Itulah sebabnya, partai politik baik di
tingkat local, regional, dan nasional harus berusaha keras agar seluruh
aspirasi rakyat dapat tersalurkan dan terealisasikan.
4. Political Socialization/ Permasyarakatan Doktrin Politik/ Sosialisasi Politik
Doktrin-doktrin poleksosbud dari suatu partai politik harus dapat diketahui
oleh seluruh lapisan masyarakat agar masyarakat memberikan penilaian
atau mengevaluasi terhadap ajaran-ajaran tersebut, yang jika cocok
dengan hati nuraninya secara minimal menerima secara pasif dan
optimalnya mengikuti secara aktif. Apabila doktrin-doktrin tersebut telah
diresapi, diyakini akan kebenarannya, dan sesuai dengan tuntutan hati
nurani masyarakat, maka masyarakat akan juga mengamalkannya
sehingga doktrin-doktrin tersebut menjadi tumbuh subur.
5. Politic Partisipation/ Partisipasi di dalam Politik atau Pemerintah
Suatu partai politik mengingat mempunyai fungsi untuk membela
kepentingan rakyat/ mewujudkan cita-citanya sudah tentu harus
mempunyai keberanian untuk melakukan pengawasan terhadap

SISTEM POLITIK INDONESIA 3


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

kebijaksanaan pemerintah. Baik kebijaksanaan ekonomi, sosial, atau


kebijaksanaan budaya. Itulah sebabnya suatu organisasi politik yang
melakukan kritik terhadap pemerintah walau pemerintah itu sendiri
terbentuk karena dukungan partai politik itu sendiri memperoleh suatu
tanggapan positif dari masyarakat.
Mencermati kondisi kehidupan bernegara, sebuah partai politik menjadi
wadah aktualisasi bagi sekelompok atau pun orang – orang yang ingin terjun
dalam dinamika politik di pemerintahan. Partai politik sejatinya hari ini
tentunya menjadi sebuah sorotan utama di kalangan masyarakat, terutama
memperhatikan para anggota atau kader – kader partai yang berkecimpung
dalam pemerintahan. Implementasi pengabdian konkrit kepada masyarakat
menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam proses berlangsungnya
partai politik di tengah kehidupan masyarakat.(M. Amien Rais, 1986:159)
Setiap negara yang sudah berdiri sendiri dan merdeka dengan syarat dan
ketentuan tertentu pasti mempunyai tujuan-tujuan yang sudah dirancang
sebelumnya.Begitu juga dengan negara Indonesia mempunyai beberapa
tujuan yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).
Tujuan negara Indonesia terdapat dalam UUD 1945 alinea ke IV. Alinea ke IV
berbunyi:
"Kemudian dari pada itu untuk membentuk pemerintahan Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamian abadi, keadilan sosial, maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang -
Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".
Maksud dari Pembukaan Undang Undang Dasar tersebut bahwa Bangsa
Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, seperti yang telah dijelaskan di dalam alinea ke
empat Undang-Undang Dasar 1945 yang memiliki tujuan yaitu dibentuknya
negara Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Berbicara mengenai negara hukum tentu mengenal dengan konsep
kedaulatan rakyat sebagaimana tercantum pada pasal 1 ayat (2) Undang –
Undang Dasar 1945.

SISTEM POLITIK INDONESIA 4


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

Terciptanya stabilitas dan tatanan hukum menjamin suatu kepastian


kesejahteraan dan kedaulatan dalam hidup bermasyarakat. Konsep Negara
Hukum di dalamnya terkandung pengertian adanya pengakuan terhadap
prinsip supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan
pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam
Undang-Undang Dasar, adanya jaminan-jaminan hak asasi manusia, adanya
prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan
setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan bagi setiap orang
termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa.
(Yesmil Anwar, 2008:133).
Keadilan dan penegasan mengenai hak asasi manusia salah satunya
adanya kebebasan berserikat dan berkumpul sebagaimana tercantum dalam
pasal 28E ayat (3) UUD 1945 dijelaskan bahwa setiap orang berhak atas
kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Konsekuensi
dalam hal berserikat dapat membentuk sebuah kelompok atau sebuah wadah
khususnya untuk menyampaikan suatu usulan dan pandangan terhadap
kebijakan kepada pemerintah agar dapat menjadi penyeimbang dalam
berjalannya roda pemerintahan yang stabil. Pengawasan, usulan dan kritikan
terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah berasal dari beberapa
elemen, salah satunya kelompok yang disebut partai politik. Dalam paham
negara hukum yang demikian pada hakikatnya hukum itu sendirilah yang
menjadi penentu segalanya sesuai dengan prinsip nomokrasi (nomcrasy) dan
doktrin “the Rule of Law, and not of Man”.
Konstitusionalisme tradisional atas dasar pembatasan kekuasaan
semacam itu, tidak menegaskan hak asasi manusia sebagai bagian dari
pembatasan yang substantif atas kekuasaan yang diselenggarakan oleh
cabang-cabang kekuasaan yang ada. Dengan demikian, dalam proses aturan
berjalannya roda organisasi partai politik dalam perannya memberikan
sumbangsih dan konstribusi dalam sistem pemerintahan tentu adanya dasar
hukum yang mengatur agar posisi dari partai politik tersebut tetaplah stabil
dan berjalan secara sistematis. Meriam Budiardjo dalam teorinya menyatakan
bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir dimana para
anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai serta tujuan yang sama.(Miriam
Budiarjo, 2008:46)
Tujuan kelompok ini adalah bertujuan untuk merebut dan
mempertahankan kedudukan politik secara konstitusional yang bertujuan
untuk melaksanakan dan mewujudkan kebijakannya. Undang-Undang No. 31
Tahun 2002 mengenai Partai Politik menyatakan bawha Partai Politik yaitu
merupakan organisasi yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik
Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita
untuk dapat memperjuangkan kepentingan anggota, kepentingan masyarakat,
bangsa dan negara melalui pemilihan umum.

SISTEM POLITIK INDONESIA 5


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

Fungsi partai politik juga dalam pelaksanaannya adalah sebagai penyalur


berbagai macam pendapat dan aspirasi dari masyarakat yang nantinya akan
ditampung dan disatukan menjadi satu kesatuan guna menghasilkan tujuan
yang sama. Proses tersebut dinamakan interest agregation atau
penggabungan kepentingan. Fungsi lain dari partai politik adalah sangat
berperan dalam mengartikulasikan kepentingan (interest articulation) yang
ada pada masyarakat yang nantinya akan di diserap dengan sebaik-baiknya
untuk dijadikan ide-ide, visi-visi, maupun kebijakan-kebijakan dari partai politik
yang bersangkutan. Indonesia menerapkan sistem multi partai yang berarti
banyak memberikan kesempatan kepada partai – partai yang berkembang
serta bermunculan. Negara negara seperti Belanda, Belgia dan Norwegia
menjalankan sistem multi partai sejak lama. Dalam pelaksanaan berjalannya
pemerintahan agar berjalan dengan seimbang, perlu dibentuk pemerintahan
koalisi dari beberapa partai karena tidak ada partai yang cukup kuat untuk
membentuk suatu pemerintahan yang mandiri. Adakalanya usaha membentuk
pemerintah koalisi mengalami kegagalan karena partai-partai yang berupaya
membentuk pemerintah koalisi tidak mencapai persetujuan.
Sistem banyak partai ini sering ditemukan dalam Negara-negara yang
memakai system pemilihan berdasarkan perwakilan berimbang (proportional
representation). Sistem ini memberi kesempatan kepada partai kecil untuk
memenangakan beberapa kursi. Partai kecil dapat menarik keuntungan jika
dapat membentuk pemerintahan koalisi. Secara proporsional mereka dapat
ikut menentukan terbentuknya pemerintah yang akan membuat kebijakan
umum. Kelemahan sistem banyak partai yang paling utama adalah bahwa
banyaknya partai yang merupakan wakil kelompok dan golongan menyulitkan
terbentuknya konsensus nasional.
Legitimasi pengaturan tentang partai politik di Indonesia saat ini tentu
diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik agar
keseimbangan serta pengawasan hukum terhadap partai politik dapat berjalan
sesuai dengan aturan hukum, karena sebagai rangka menguatkan juga sistem
demokrasi di Indonesia serta sistem kepartaian yang efektif. Dinamika
permasalahan dalam internal partai merupakan kondisi normatif yang
seringkali terjadi. Beberapa kepentingan antar kelompok dalam internal partai
yang berusaha mewujudkan kepentingan tersebut menjadi bentrok dan
acapkali adanya perbedaan pandangan serta ekspetasi dari tiap kelompok itu
sendiri. Esensi dari permasalahan yang terjadi dalam internal partai inilah
seringkali adanya pertikaian dan perselisihan serta terpecah belah menjadi
dualisme seperti apa yang dialami Partai Golongan Karya (Golkar).
Perkembangan zaman serta kebutuhan aturan hukum dilingkungan
masyarakat yang tidak bisa diprediksi turut juga mengubah kebijakan sistem
dan mekanisme penyelesaian perselisihan internal partai politik.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga merupakan konstitusi dan
perundang-undangan dalam mengatur dan mengurus berbagai kepentingan

SISTEM POLITIK INDONESIA 6


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

internal partai politik. Di dalamnya terdapat instansi-instansi organisasi yang


memiliki fungsi, tugas dan wewenang untuk mengeluarkan keputusan-
keputusan otoritatif untuk mengatur dan mengurus berbagai kepentingan
organisasi dan anggota. Otonomi partai politik sebagai marwah demokrasi
tidak jarang secara internal menjadi benteng bagi para penyelenggara partai
untuk memperlakukan anggotanya secara sewenang-wenang tanpa dapat
dicampuri oleh pihak luar. Saluran aspirasi anggota dan akses keadilan
tertutup, menyebabkan partai politik tidak jarang diambang perpecahan.
Untuk mencegah pengalaman buruk dalam manajemen internal partai
politik, para kreator Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 mengadopsi
konsep separation of powers dalam rangka check and balances di antara
fungsi-fungsi organ partai dengan menghadirkan Mahkamah Partai sebagai
satu institusi partai yang bebas dan mandiri dalam melaksanakan tugas
memeriksa dan memutus perselisihan internal partai. Kewenangan
Mahkamah Partai bersifat atributif dan secara fungsional menjalankan fungsi
quasi peradilan. Sifat atributif kewenangan Mahkamah Partai secara tidak
langsung dan secara fungsional menempatkan Mahkamah Partai sebagai
delegasi negara dalam partai politik yang pembentukan dan pengisiannya
diserahkan kepada masing-masing partai. Oleh sebab itu putusan-putusan
Mahkamah Partai merupakan produk hukum yang wajib dipatuhi oleh seluruh
fungsionaris dan anggota secara internal dan secara eksternal wajib dihormati
oleh semua pihak termasuk negara.
Mahkamah Partai dalam sistem pelembagaan partai secara teoritik tidak
dapat dipisahkan dari konsep dasar pemisahan kekuasaan dalam rangka
keseimbangan dan kontrol bagi terbangunnya mekanisme demokratis dalam
tubuh partai politik. Sebuah manifestasi konsep yang hendak menegaskan
bahwa partai yang ideal secara internal di dalam terdapat sistem hukum
demokrasi yang secara prosedural berfungsi menegakkan aturan-aturan
partai di antara anggota dan pengurus yang salin berselisi. Kontekstualisasi
konsep demikian semakin memapankan pandangan bahwa democracy
without law unthinkable atau dengan kata lain “tidak ada demokrasi tanpa
hukum dan sebaliknya tidak ada hukum tanpa demokrasi”. Demokrasi tanpa
hukum menurut Aristotles adalah demagogi yakni suatu keadaan yang
dipenuhi dengan kekacauan, manipulasi, agitasi, prokasi dan kerusakan di
tengah masyarakat. Hukumpun tanpa demokrasi akan melahirkan kekacauan
dan kelaliman. Oleh sebab itu, kematangan berdemokrasi secara etik tidak
dapat dipisahkan dari kepatuhan terhadap norma-norma partai dan norma-
norma negara.
Demikian halnya dengan kehadiran Mahkamah Partai yang ditempatkan
sebagai sala satu sistem penegakan hukum internal partai politik. Sebagai
benteng keadilan internal, Mahkamah Partai menjadi tempat pertama seluruh
fungsionaris maupun anggota partai mengadu dan menggugat untuk membela
hak-haknya atas perbuatan dan tindakan pengurus. Secara kelembagaan

SISTEM POLITIK INDONESIA 7


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

kedudukannya Mahkamah Partai mandiri (impartial) untuk menjamin


kemerdekaan atas kewenangannya dalam memutus perkara yang
diperselisihkan. Fungsionaris partai dan seluruh anggota bersamaan
kedudukannya di hadapan hukum dan partai. Tidak ada yang lebih istimewa
dibanding yang lainnya.
Anggota dan pengurus tidak lagi tergantung pada kebaikan figur-figur
tertentu dalam partai yang mengendalikan partai secara personal (rule of
man) tetapi semuanya bergerak dan bertindak di bawa hukum dan AD-ART
partai sebagai dasar hukum penyelenggaraan seluruh fungsi, tugas dan
wewenang partai (rule of law). Kehadiran Mahkamah Partai sebagai delegasi
negara tidak terlepas atas fungsi publik yang dijalankan oleh partai.
Keberadaannya untuk menjamin dan melindungi hak dan kewajiban setiap
orang-orang yang tergabung di dalam partai dari kemungkinan perlakuan tidak
adil yang dilakukan oleh fungsionaris partai. Memberikan perlindungan dan
jaminan kepastian hukum terhadap anggota, terutama anggota yang sedang
dalam jabatan-jabatan publik pemerintahan.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang


Partai Politik
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia,
Menimbang :
a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pikiran
dan pendapat merupakan hak asasi manusia yang diakui dan dijamin oleh
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa untuk memperkukuh kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan
kehidupan bangsa yang kuat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, serta demokratis dan
berdasarkan hukum;
c. bahwa kaidah demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat,
aspirasi, keterbukaan, keadilan, tanggung jawab, dan perlakuan yang tidak
diskriminatif dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu diberi
landasan hukum;
d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam
mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi
kebebasan yang bertanggung jawab;
e. bahwa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik perlu
diperbarui sesuai dengan tuntutan dan dinamika perkembangan
masyarakat;

SISTEM POLITIK INDONESIA 8


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,


huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang
tentang Partai Politik.
Mengingat :
Pasal 5 ayat (1), Pasal 6A ayat (2), Pasal 20, Pasal 22E ayat (3), Pasal 24C
ayat (1), Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh
sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar
kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela
kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
2. Anggaran Dasar Partai Politik, selanjutnya disingkat AD, adalah peraturan
dasar Partai Politik.
3. Anggaran Rumah Tangga Partai Politik, selanjutnya disingkat ART, adalah
peraturan yang dibentuk sebagai penjabaran AD.
4. Pendidikan Politik adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentang
hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
5. Keuangan Partai Politik adalah semua hak dan kewajiban Partai Politik
yang dapat dinilai dengan uang, berupa uang, atau barang serta segala
bentuk kekayaan yang dimiliki dan menjadi tanggung jawab Partai Politik.
6. Menteri adalah Menteri yang membidangi urusan hukum dan hak asasi
manusia.
7. Departemen adalah Departemen yang membidangi urusan hukum dan hak
asasi manusia.
BAB II

SISTEM POLITIK INDONESIA 9


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

PEMBENTUKAN PARTAI POLITIK


Pasal 2
(1) Partai Politik didirikan dan dibentuk oleh paling sedikit 50 (lima puluh)
orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu)
tahun dengan akta notaris.
(2) Pendirian dan pembentukan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menyertakan 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan
perempuan. (3) Akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memuat AD dan ART serta kepengurusan Partai Politik tingkat pusat.
(4) AD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat paling sedikit:
a. asas dan ciri Partai Politik;
b. visi dan misi Partai Politik;
c. nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik;
d. tujuan dan fungsi Partai Politik;
e. organisasi, tempat kedudukan, dan pengambilan keputusan;
f. kepengurusan Partai Politik;
g. peraturan dan keputusan Partai Politik;
h. pendidikan politik; dan
i. keuangan Partai Politik.
(5) Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) disusun dengan menyertakan paling rendah 30% (tiga puluh
perseratus) keterwakilan perempuan.
Pasal 3
(1) Partai Politik harus didaftarkan ke Departemen untuk menjadi badan
hukum.
(2) Untuk menjadi badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai
Politik harus mempunyai:
a. akta notaris pendirian Partai Politik;
b. nama, lambang, atau tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan
pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, atau
tanda gambar yang telah dipakai secara sah oleh Partai Politik lain
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c. kantor tetap;
d. kepengurusan paling sedikit 60% (enam puluh perseratus) dari jumlah
provinsi, 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah kabupaten/kota pada

SISTEM POLITIK INDONESIA 10


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima


perseratus) dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota pada
daerah yang bersangkutan; dan e. memiliki rekening atas nama Partai
Politik.
Pasal 4
(1) Departemen menerima pendaftaran dan melakukan penelitian dan/atau
verifikasi kelengkapan dan kebenaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (2).
(2) Penelitian dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak diterimanya
dokumen persyaratan secara lengkap.
(3) Pengesahan Partai Politik menjadi badan hukum dilakukan dengan
Keputusan Menteri paling lama 15 (lima belas) hari sejak berakhirnya
proses penelitian dan/atau verifikasi.
(4) Keputusan Menteri mengenai pengesahan Partai Politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diumumkan dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
BAB III
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA
PARTAI POLITIK
Pasal 5
(1) Perubahan AD dan ART harus didaftarkan ke Departemen paling lama 14
(empat belas) hari terhitung sejak terjadinya perubahan tersebut.
(2) Pendaftaran perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyertakan akta notaris mengenai perubahan AD dan ART.
Pasal 6
Perubahan yang tidak menyangkut hal pokok sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (4) diberitahukan kepada Menteri tanpa menyertakan akta
notaris.
Pasal 7
(1) Menteri mengesahkan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya dokumen
persyaratan secara lengkap.
(2) Pengesahan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Menteri.
(3) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

SISTEM POLITIK INDONESIA 11


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

Pasal 8
Dalam hal terjadi perselisihan Partai Politik, pengesahan perubahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) tidak dapat dilakukan oleh
Menteri.
BAB IV ASAS DAN CIRI
Pasal 9
(1) Asas Partai Politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Partai Politik dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan
kehendak dan cita-cita Partai Politik yang tidak bertentangan dengan
Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
(3) Asas dan ciri Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) merupakan penjabaran dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
BAB V TUJUAN DAN FUNGSI
Pasal 10
(1) Tujuan umum Partai Politik adalah:
a. mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila
dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia; dan
d. mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
(2) Tujuan khusus Partai Politik adalah:
a. meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka
penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan;
b. memperjuangkan cita-cita Partai Politik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan
c. membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
(3) Tujuan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diwujudkan secara konstitusional.

SISTEM POLITIK INDONESIA 12


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

Pasal 11
(1) Partai Politik berfungsi sebagai sarana:
a. pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi
warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
b. penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat;
c. penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam
merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;
d. partisipasi politik warga negara Indonesia; dan
e. rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui
mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan
keadilan gender.
(2) Fungsi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan
secara konstitusional.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 12
Partai Politik berhak:
a. memperoleh perlakuan yang sama, sederajat, dan adil dari negara;
b. mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri;
c. memperoleh hak cipta atas nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
d. ikut serta dalam pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden,
serta kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan
perundangundangan;
e. membentuk fraksi di tingkat Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan
perundang undangan;
f. mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;

SISTEM POLITIK INDONESIA 13


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

g. mengusulkan pergantian antarwaktu anggotanya di Dewan Perwakilan


Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan
perundangundangan;
h. mengusulkan pemberhentian anggotanya di Dewan Perwakilan Rakyat dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
i. mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, calon gubernur
dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, serta calon walikota dan
wakil walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
j. membentuk dan memiliki organisasi sayap Partai Politik; dan
k. memperoleh bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
Partai Politik berkewajiban:
a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dan peraturan perundang-undangan;
b. memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
c. berpartisipasi dalam pembangunan nasional;
d. menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia;
e. melakukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik anggotanya;
f. menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum;
g. melakukan pendaftaran dan memelihara ketertiban data anggota;
h. membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang dan jumlah
sumbangan yang diterima, serta terbuka kepada masyarakat;
i. menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran
keuangan yang bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah secara
berkala 1 (satu) tahun sekali kepada Pemerintah setelah diperiksa oleh
Badan Pemeriksa Keuangan;
j. memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum; dan
k. menyosialisasikan program Partai Politik kepada masyarakat.
BAB VII
KEANGGOTAAN DAN KEDAULATAN ANGGOTA
Pasal 14

SISTEM POLITIK INDONESIA 14


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

(1) Warga negara Indonesia dapat menjadi anggota Partai Politik apabila telah
berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin.
(2) Keanggotaan Partai Politik bersifat sukarela, terbuka, dan tidak
diskriminatif bagi warga negara Indonesia yang menyetujui AD dan ART.
Pasal 15
(1) Kedaulatan Partai Politik berada di tangan anggota yang dilaksanakan
menurut AD dan ART.
(2) Anggota Partai Politik mempunyai hak dalam menentukan kebijakan serta
hak memilih dan dipilih.
(3) Anggota Partai Politik wajib mematuhi dan melaksanakan AD dan ART
serta berpartisipasi dalam kegiatan Partai Politik.
Pasal 16
(1) Anggota Partai Politik diberhentikan keanggotannya dari Partai Politik
apabila:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri secara tertulis;
c. menjadi anggota Partai Politik lain; atau
d. melanggar AD dan ART.
(2) Tata cara pemberhentian keanggotaan Partai Politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan Partai Politik.
(3) Dalam hal anggota Partai Politik yang diberhentikan adalah anggota
lembaga perwakilan rakyat, pemberhentian dari keanggotaan Partai
Politik diikuti dengan pemberhentian dari keanggotaan di lembaga
perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
ORGANISASI DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 17
(1) Organisasi Partai Politik terdiri atas:
a. organisasi tingkat pusat;
b. organisasi tingkat provinsi; dan
c. organisasi tingkat kabupaten/kota.
(2) Organisasi Partai Politik dapat dibentuk sampai tingkat kelurahan/desa
atau sebutan lain.
(3) Organisasi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai
hubungan kerja yang bersifat hierarkis.

SISTEM POLITIK INDONESIA 15


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

Pasal 18
(1) Organisasi Partai Politik tingkat pusat berkedudukan di ibu kota negara.
(2) Organisasi Partai Politik tingkat provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi.
(3) Organisasi Partai Politik tingkat kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota
kabupaten/kota.
BAB IX
KEPENGURUSAN
Pasal 19
(1) Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat berkedudukan di ibu kota
negara.
(2) Kepengurusan Partai Politik tingkat provinsi berkedudukan di ibu kota
provinsi.
(3) Kepengurusan Partai Politik tingkat kabupaten/kota berkedudukan di ibu
kota kabupaten/kota.
(4) Dalam hal kepengurusan Partai Politik dibentuk sampai tingkat
kelurahan/desa atau sebutan lain, kedudukan kepengurusannya
disesuaikan dengan wilayah yang bersangkutan.
Pasal 20
Kepengurusan Partai Politik tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3) disusun dengan
memperhatikan keterwakilan perempuan paling rendah 30% (tiga puluh
perseratus) yang diatur dalam AD dan ART Partai Politik masing-masing.
Pasal 21
Kepengurusan Partai Politik dapat membentuk badan/lembaga yang bertugas
untuk menjaga kehormatan dan martabat Partai Politik beserta anggotanya.
Pasal 22
Kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dipilih secara demokratis
melalui musyawarah sesuai dengan AD dan ART.
Pasal 23
(1) Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan
sesuai dengan AD dan ART.
(2) Susunan kepengurusan hasil pergantian kepengurusan Partai Politik
tingkat pusat didaftarkan ke Departemen paling lama 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak terjadinya pergantian kepengurusan.

SISTEM POLITIK INDONESIA 16


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

(3) Susunan kepengurusan baru Partai Politik sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari
terhitung sejak diterimanya persyaratan.
Pasal 24
Dalam hal terjadi perselisihan kepengurusan Partai Politik hasil forum tertinggi
pengambilan keputusan Partai Politik, pengesahan perubahan kepengurusan
belum dapat dilakukan oleh Menteri sampai perselisihan terselesaikan.

Pasal 25
Perselisihan kepengurusan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 terjadi apabila pergantian kepengurusan Partai Politik yang bersangkutan
ditolak oleh paling rendah 2/3 (dua pertiga) dari jumlah peserta forum tertinggi
pengambilan keputusan Partai Politik.
Pasal 26
(1) Anggota Partai Politik yang berhenti atau yang diberhentikan dari
kepengurusan dan/atau keanggotaan Partai Politiknya tidak dapat
membentuk kepengurusan dan/atau Partai Politik yang sama.
(2) Dalam hal dibentuk kepengurusan dan/atau Partai Politik yang sama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keberadaannya tidak diakui oleh
UndangUndang ini.
BAB X
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 27
Pengambilan keputusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan secara
demokratis.
Pasal 28
Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sesuai
dengan AD dan ART Partai Politik.
BAB XI
REKRUTMEN POLITIK
Pasal 29
(1) Partai Politik melakukan rekrutmen terhadap warga negara Indonesia
untuk menjadi:
a. anggota Partai Politik;
b. bakal calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah;

SISTEM POLITIK INDONESIA 17


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

c. bakal calon Presiden dan Wakil Presiden; dan


d. bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
(2) Rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
demokratis dan terbuka sesuai dengan AD dan ART serta peraturan
perundang-undangan.
(3) Penetapan atas rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) dilakukan dengan keputusan pengurus Partai Politik sesuai dengan
AD dan ART.
BAB XII
PERATURAN DAN KEPUTUSAN PARTAI POLITIK
Pasal 30
Partai Politik berwenang membentuk dan menetapkan peraturan dan/atau
keputusan Partai Politik berdasarkan AD dan ART serta tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XIII
PENDIDIKAN POLITIK
Pasal 31
(1) Partai Politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai dengan
ruang lingkup tanggung jawabnya dengan memperhatikan keadilan dan
kesetaraan gender dengan tujuan antara lain:
a. meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
b. meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan
c. meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter
bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.
(2) Pendidikan politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
untuk membangun etika dan budaya politik sesuai dengan Pancasila.
BAB XIV
PENYELESAIAN PERSELISIHAN PARTAI POLITIK
Pasal 32
(1) Perselisihan Partai Politik diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat.
(2) Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak tercapai, penyelesaian perselisihan Partai Politik ditempuh melalui
pengadilan atau di luar pengadilan.

SISTEM POLITIK INDONESIA 18


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

(3) Penyelesaian perselisihan di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) dapat dilakukan melalui rekonsiliasi, mediasi, atau arbitrase
Partai Politik yang mekanismenya diatur dalam AD dan ART.
Pasal 33
(1) Perkara Partai Politik berkenaan dengan ketentuan Undang-Undang ini
diajukan melalui pengadilan negeri.
(2) Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir,
dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.
(3) Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan oleh
pengadilan negeri paling lama 60 (enam puluh) hari sejak gugatan
perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan negeri dan oleh Mahkamah
Agung paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak memori kasasi terdaftar di
kepaniteraan Mahkamah Agung.
BAB XV
KEUANGAN
Pasal 34
(1) Keuangan Partai Politik bersumber dari:
a. iuran anggota;
b. sumbangan yang sah menurut hukum; dan
c. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(2) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat berupa
uang, barang, dan/atau jasa.
(3) Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan secara proporsional kepada
Partai Politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah kabupaten/kota yang penghitungannya berdasarkan
jumlah perolehan suara.
(4) Bantuan keuangan kepada Partai Politik sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 35
(1) Sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b yang
diterima Partai Politik berasal dari:

SISTEM POLITIK INDONESIA 19


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

a. perseorangan anggota Partai Politik yang pelaksanaannya diatur dalam


AD dan ART;
b. perseorangan bukan anggota Partai Politik, paling banyak senilai
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) per orang dalam waktu 1
(satu) tahun anggaran; dan
c. perusahaan dan/atau badan usaha, paling banyak senilai Rp.
4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) per perusahaan dan/atau
badan usaha dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran.
(2) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada
prinsip kejujuran, sukarela, keadilan, terbuka, tanggung jawab, serta
kedaulatan dan kemandirian Partai Politik. Pasal 36 (1) Sumber keuangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 merupakan pendapatan yang
dapat digunakan untuk pengeluaran dalam pelaksanaan program,
mencakup pendidikan politik, dan operasional sekretariat Partai Politik. (2)
Penerimaan dan pengeluaran keuangan Partai Politik dikelola melalui
rekening kas umum Partai Politik.
(3) Pengurus Partai Politik di setiap tingkatan melakukan pencatatan atas
semua penerimaan dan pengeluaran keuangan Partai Politik.
Pasal 37
Pengurus Partai Politik di setiap tingkatan organisasi menyusun laporan
pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan setelah tahun
anggaran berkenaan berakhir.
Pasal 38
Hasil pemeriksaan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan
pengeluaran keuangan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
terbuka untuk diketahui masyarakat.
Pasal 39
Pengelolaan keuangan Partai Politik diatur lebih lanjut dalam AD dan ART.

BAB XVI
LARANGAN
Pasal 40
(1) Partai Politik dilarang menggunakan nama, lambang, atau tanda gambar
yang sama dengan:
a. bendera atau lambang negara Republik Indonesia;
b. lambang lembaga negara atau lambang Pemerintah;

SISTEM POLITIK INDONESIA 20


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

c. nama, bendera, lambang negara lain atau lembaga/badan


internasional;
d. nama, bendera, simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi
terlarang;
e. nama atau gambar seseorang; atau
f. yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
dengan nama, lambang, atau tanda gambar Partai Politik lain.
(2) Partai Politik dilarang:
a. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan
perundangundangan; atau
b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan dan keselamatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(3) Partai Politik dilarang:
a. menerima dari atau memberikan kepada pihak asing sumbangan
dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan;
b. menerima sumbangan berupa uang, barang, ataupun jasa dari pihak
mana pun tanpa mencantumkan identitas yang jelas;
c. menerima sumbangan dari perseorangan dan/atau perusahaan/badan
usaha melebihi batas yang ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan;
d. meminta atau menerima dana dari badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, dan badan usaha milik desa atau dengan sebutan
lainnya;atau
e. menggunakan fraksi di Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota sebagai sumber
pendanaan Partai Politik.
(4) Partai Politik dilarang mendirikan badan usaha dan/atau memiliki saham
suatu badan usaha.
(5) Partai Politik dilarang menganut dan mengembangkan serta menyebarkan
ajaran atau paham komunisme/Marxisme-Leninisme.
BAB XVII
PEMBUBARAN DAN PENGGABUNGAN PARTAI POLITIK
Pasal 41

SISTEM POLITIK INDONESIA 21


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

Partai Politik bubar apabila:


a. membubarkan diri atas keputusan sendiri;
b. menggabungkan diri dengan Partai Politik lain; atau
c. dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Pasal 42
Pembubaran Partai Politik atas keputusan sendiri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 huruf a dilakukan berdasarkan AD dan ART.
Pasal 43
(1) Penggabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf
b dapat dilakukan dengan cara:
a. menggabungkan diri membentuk Partai Politik baru dengan nama,
lambang, dan tanda gambar baru; atau
b. menggabungkan diri dengan menggunakan nama, lambang, dan tanda
gambar salah satu Partai Politik.
(2) Partai Politik baru hasil penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 dan Pasal 3.
(3) Partai Politik yang menerima penggabungan Partai Politik lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak diwajibkan untuk
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Pasal 44
(1) Pembubaran Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
diberitahukan kepada Menteri.
(2) Menteri mencabut status badan hukum Partai Politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 45
Pembubaran Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia oleh Departemen.
BAB XVIII
PENGAWASAN
Pasal 46
Pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang ini dilakukan oleh
lembaga negara yang berwenang secara fungsional sesuai dengan undang-
undang.
BAB XIX

SISTEM POLITIK INDONESIA 22


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

SANKSI
Pasal 47
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
Pasal 3, Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 40 ayat (1) dikenai sanksi
administratif berupa penolakan pendaftaran Partai Politik sebagai badan
hukum oleh Departemen.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
huruf h dikenai sanksi administratif berupa teguran oleh Pemerintah.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
huruf i dikenai sanksi administratif berupa penghentian bantuan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah sampai laporan diterima oleh Pemerintah dalam tahun anggaran
berkenaan.
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
huruf j dikenai sanksi administratif berupa teguran oleh Komisi Pemilihan
Umum.
(5) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
ayat (3) huruf e dikenai sanksi administratif yang ditetapkan oleh
badan/lembaga yang bertugas untuk menjaga kehormatan dan martabat
Partai Politik beserta anggotanya.

Pasal 48
(1) Partai politik yang telah memiliki badan hukum melanggar ketentuan
Pasal 40 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan
kepengurusan oleh pengadilan negeri.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan sementara Partai
Politik yang bersangkutan sesuai dengan tingkatannya oleh pengadilan
negeri paling lama 1 (satu) tahun.
(3) Partai Politik yang telah dibekukan sementara sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan melakukan pelanggaran lagi terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) dibubarkan dengan
putusan Mahkamah Konstitusi.
(4) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 ayat (3) huruf a, pengurus Partai Politik yang
bersangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan denda 2 (dua) kali lipat dari jumlah dana yang diterimanya.
(5) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 ayat (3) huruf b, huruf c, dan huruf d, pengurus Partai

SISTEM POLITIK INDONESIA 23


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

Politik yang bersangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1


(satu) tahun dan denda 2 (dua) kali lipat dari jumlah dana yang
diterimanya.
(6) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan sementara
kepengurusan Partai Politik yang bersangkutan sesuai dengan
tingkatannya oleh pengadilan negeri serta aset dan sahamnya disita
untuk negara.
(7) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
ayat (5) dikenai sanksi pembubaran Partai Politik oleh Mahkamah
Konstitusi.
Pasal 49
(1) Setiap orang atau perusahaan dan/atau badan usaha yang memberikan
sumbangan kepada Partai Politik melebihi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b dan huruf c dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda 2 (dua) kali lipat
dari jumlah dana yang disumbangkannya.
(2) Pengurus Partai Politik yang menerima sumbangan dari perseorangan
dan/atau perusahaan/badan usaha yang melebihi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b dan huruf c
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda 2
(dua) kali lipat dari jumlah dana yang diterima.
(3) Sumbangan yang diterima Partai Politik dari perseorangan dan/atau
perusahaan/badan usaha yang melebihi batas ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b dan huruf c disita untuk negara.
Pasal 50
Pengurus Partai Politik yang menggunakan Partai Politiknya untuk melakukan
kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5) dituntut
berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan
terhadap Keamanan Negara dalam Pasal 107 huruf c, huruf d, atau huruf e,
dan Partai Politiknya dapat dibubarkan.
BAB XX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 51
(1) Partai Politik yang telah disahkan sebagai badan hukum berdasarkan
UndangUndang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik tetap diakui
keberadaannya.

SISTEM POLITIK INDONESIA 24


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

(2) Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) paling lama
pada forum tertinggi pengambilan keputusan Partai Politik pada
kesempatan pertama sesuai dengan AD dan ART setelah Undang-
Undang ini diundangkan.
(3) Partai Politik yang sudah mendaftarkan diri ke Departemen sebelum
UndangUndang ini diundangkan, diproses sebagai badan hukum menurut
UndangUndang ini.
(4) Penyelesaian perkara Partai Politik yang sedang dalam proses
pemeriksaan di pengadilan dan belum diputus sebelum Undang-Undang
ini diundangkan, penyelesaiannya diputus berdasarkan Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.
(5) Perkara Partai Politik yang telah didaftarkan ke pengadilan sebelum
UndangUndang ini diundangkan dan belum diproses, perkara dimaksud
diperiksa dan diputus berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB XXI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 52
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2002 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4251),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 53
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 4 Januari 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Januari 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.

SISTEM POLITIK INDONESIA 25


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

ANDI MATTALATTA

2. Partai lokal
a. Pengertian partai politik lokal
Pasal 1 angka 14 UUPA memberikan definisi partai politik lokal adalah
organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia
yang berdomisili di Aceh secara suka rela atas dasar persamaan kehendak
dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat,
bangsa dan negara melalui pemilihan anggota DPRA/DPRK,
Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 14 UUPA menunjukkan bahwa
partai politik lokal dalam tata hukum Indonesia hanya ada di Provinsi Aceh.
Sementara di luar provinsi ini tidak ada partai politik lokal. Setelah disahkan
UUPA banyak daerah di Indonesia berkeinginan memperoleh hak untuk
mendirikan partai politik lokal. Namun hingga saat ini hanya Provinsi Aceh
sajalah yang baru memiliki partai politik lokal. Keberadaan partai lokal
hanya diperuntukan untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota, dan Gubernur
Aceh/Wakil Gubernur Aceh, serta bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil
walikota.
b. Pembentukan partai politik lokal
Pembentukan partai politik lokal sendiri diatur dalam Pasal 75 dan Pasal 76
UUPA. Adapun persyaratan pembentukan partai politik lokal berdasarkan
Pasal 75 UUPA adalah sebagai berikut:
1). Penduduk di Aceh dapat membentuk partai politik lokal;
2). Partai politik lokal didirikan dan dibentuk oleh sekurang-kurangnya 50
(lima puluh) orang Warga Negara Republik Indonesia yang telah berusia
21 (dua puluh satu) tahun dan telah berdomisili tetap di Aceh dengan
memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga
puluh persen);
3). Partai politik lokal didirikan dengan akte notaris yang memuat anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga, serta struktur kepengurusannya;
4). Kepengurusan partai politik lokal berkedudukan di Ibukota Aceh;
5). Kepengurusan partai politik lokal wajib memperhatikan keterwakilan
perempuan sekurangkurangnya 30% (tiga puluh persen);
6). Partai politik lokal memiliki nama, lambang, dan tanda gambar yang
tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
dengan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik atau partai
politik lokal lain.

SISTEM POLITIK INDONESIA 26


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

7). Partai politik lokal mempunyai kantor tetap;


8). Untuk dapat didaftarkan dan disahkan sebagai badan hukum, partai
politik lokal harus mempunyai kepengurusan sekurang-kurangnya 50%
(lima puluh persen) di kabupaten/kota dan 25% (dua puluh lima persen)
dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota yang bersangkutan.
Berdasarkan Pasal 76 UUPA bahwa partai politik lokal yang telah
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 didaftarkan
dan disahkan sebagai badan hukum oleh kantor wilayah departemen di
Aceh yang ruang lingkup tugasnya di bidang hukum dan hak asasi
manusia, melalui pelimpahan kewenangan dari menteri yang berwenang.
Pengesahan partai politik lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diumumkan dalam Berita Negara. Untuk perubahan anggaran dasar,
anggaran rumah tangga, nama, lambang, tanda gambar, dan
kepengurusan partai politik lokal didaftarkan pada kantor wilayah
departemen di Aceh yang ruang lingkup tugasnya di bidang hukum dan hak
asasi manusia.
3. Asas, tujuan dan fungsi partai politik lokal
Berdasarkan Pasal 77 ayat (1) UUPA bahwa asas partai politik lokal
tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun demikian berdasarkan
Pasal 77 ayat (2) bahwa partai politik lokal dapat mencantumkan ciri
tertentu yang mencerminkan aspirasi, agama, adat istiadat, dan filosofi
kehidupan masyarakat Aceh. Tujuan partai politik lokal berdasarkan Pasal
78 UUPA terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum berdasarkan Pasal 78 ayat (1) UUPA adalah:
a). mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b). mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan
menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia; dan
c). mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Aceh.
Sementara itu tujuan khusus partai politik lokal sebagaimana dimaksud
pada Pasal 78 ayat (2) UUPA adalah:
a). meningkatkan partisipasi politik masyarakat Aceh dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah; dan
b). memperjuangkan citacita partai politik lokal dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sesuai kekhususan dan

SISTEM POLITIK INDONESIA 27


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

keistimewaan Aceh. Tujuan partai politik lokal tersebut berdasarkan


Pasal 78 ayat (3) UUPA harus diwujudkan secara konstitusional.
Adapun fungsi partai politik lokal berdasarkan Pasal 79 UUPA adalah
sebagai berikut:
a). pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat;
b). Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia untuk kesejahteraan rakyat;
c). penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik rakyat; dan
d). partisipasi politik rakyat.
d. Hak dan kewajiban partai politik lokal
Berdasarkan Pasal 80 UUPA bahwa partai politik lokal memiliki hak
sebagai berikut:
a). memperoleh perlakuan yang sama, sederajat, dan adil dari Pemerintah
Aceh dan pemerintah kabupaten/kota;
b). mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri;
c). memperoleh hak cipta atas nama, lambang, dan tanda gambar partai
dari departemen yang ruang lingkup tugasnya di bidang hukum dan hak
asasi manusia;
d). ikut serta dalam pemilihan umum untuk memilih anggota DPRA dan
DPRK; e). mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan DPRA dan
DPRK;
f). mengusulkan pemberhentian anggotanya di DPRA dan DPRK;
g). mengusulkan pergantian antarwaktu anggotanya di DPRA dan DPRK;
h). mengusulkan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur, calon
bupati dan wakil bupati, serta calon walikota dan wakil walikota di Aceh;
dan
i). melakukan afiliasi atau kerja sama dalam bentuk lain dengan sesama
partai politik lokal atau partai politik nasional.
Sementara kewajiban partai politik lokal berdasarkan Pasal 81 UUPA
adalah sebagai berikut:
a). mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara
Republik IndonesiaTahun 1945, dan peraturan perundang-undangan
lain;
b). mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c). berpartisipasi dalam pembangunan Aceh dan pembangunan nasional;

SISTEM POLITIK INDONESIA 28


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

d). menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi, dan hak asasi


manusia;
e). melakukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik
anggotanya;
f). menyukseskan pemilihan umum pada tingkat daerah dan nasional;
g). melakukan pendataan dan memelihara data anggota;
h). membuat pembukuan, daftar penyumbang, dan jumlah sumbangan
yang diterima, serta terbuka untuk diketahui oleh masyarakat dan
pemerintah;
i). membuat laporan keuangan secara berkala; dan
j). memiliki rekening khusus dana partai.
e. Larangan untuk partai politik lokal
Berdasarkan Pasal 82 UUPA terdapat sejumlah larangan terhadap partai
politik lokal, diantaranya adalah:
(1) Partai politik lokal dilarang menggunakan nama, lambang, atau tanda
gambar yang sama dengan:
a. bendera atau lambang negara Republik Indonesia;
b. lambang lembaga negara atau lambang Pemerintah;
c. lambang daerah Aceh;
d. nama, bendera, atau lambang negara lain atau lembaga/badan
internasional;
e. nama dan gambar seseorang; atau
f. yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
dengan partai politik atau partai politik lokal lain.
(2) Partai politik lokal dilarang:
a. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Pancasila, Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau
peraturan perundang-undangan lain;
b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
c. menerima atau memberikan sumbangan kepada pihak asing dalam
bentuk apa pun yang bertentangan dengan peraturan
perundangundangan;
d. menerima sumbangan, baik berupa barang maupun uang, dari pihak
mana pun tanpa mencantumkan identitas yang jelas;

SISTEM POLITIK INDONESIA 29


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

e. menerima sumbangan dari perseorangan dan / atau perusahaan


/badan usaha melebihi batas yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan; atau
f. meminta atau menerima dana dari badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, badan usaha milik desa, atau dengan sebutan
lainnya, koperasi, yayasan, lembaga swadaya masyarakat,
organisasi kemasyarakatan, dan organisasi kemanusiaan.
(3) Partai politik lokal dilarang mendirikan badan usaha dan/atau memiliki
saham suatu badan usaha.
(4) Partai politik lokal dilarang menganut, mengembangkan, dan
menyebarkan ajaran komunisme dan marxisme-leninisme.
f. Keanggotan dan kedaulatan anggota
Adapun keanggotaan dan kedaulatan anggota partai politik lokal
berdasarkan Pasal 83 UUPA adalah sebagai berikut:
(1) Warga Negara Republik Indonesia yang berdomisili tetap di Aceh dapat
menjadi anggota partai politik lokal, apabila telah berumur 17 (tujuh
belas) tahun atau sudah/pernah kawin.
(2) Keanggotaan partai politik lokal bersifat sukarela, terbuka, dan tidak
diskriminatif pada setiap Warga Negara Republik Indonesia yang
berdomisili tetap di Aceh yang menyetujui anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga partai politik lokal yang bersangkutan.
(3) Keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat merangkap
keanggotaan salah satu partai politik.
(4) Keanggotaan, kedaulatan anggota, dan kepengurusan partai politik
lokal diatur dalam anggaran dasar dan rumah tangga partai politik
lokal.
g. Keuangan partai politik lokal
Keuangan partai politik lokal diatur dalam Pasal 84 dan Pasal 85 UUPA.
Berdasarkan Pasal 84 ayat (1) UUPA bahwa keuangan partai politik lokal
bersumber dari iuran anggota, sumbangan yang sah menurut hukum; dan
bantuan dari APBA dan APBK. Sumbangan yang sah menurut hukum
dapat berupa uang, barang, fasilitas, peralatan, dan/atau jasa. Sedangkan
bantuan dari APBA dan APBK diberikan secara proporsional kepada partai
politik yang mendapatkan kursi di lembaga perwakilan masyarakat Aceh
dan kabupaten/kota. Partai politik lokal dapat menerima sumbangan yang
sah menurut hukum berdasarkan Pasal 85 UUPA dengan ketentuan:
a. anggota dan bukan anggota paling banyak senilai Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dalam waktu 1 (satu) tahun.

SISTEM POLITIK INDONESIA 30


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

b. perusahaan dan/atau badan usaha paling banyak senilai Rp.


800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dalam waktu 1 (satu) tahun.
h. Sanksi terkait partai politik lokal
Dalam kaitannya dengan partai politik lokal UUPA mengatur sisi pidana
untuk menciptakan partai politik lokal yang teratur dan tertib. Adapun
sanksi pidana dan sanksi administrasi yang dikenakan dalam UUPA adalah
sebagai berikut:
a. Sanksi Pidana Berdasarkan Pasal 86 UUPA bahwa dikenakan sejumlah
sanksi pidana terkait partai politik lokal. Diantaranya adalah sebagai
berikut:
a). bahwa berdasarkan Pasal 86 ayat (1) UUPA bahwa setiap orang
dan/atau badan usaha yang memberikan sumbangan kepada partai
politik lokal melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
85 diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan
dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus
juta rupiah).
b). bahwa berdasarkan Pasal 86 ayat (2) UUPA bahwa setiap orang
yang mempengaruhi atau memaksa sehingga seseorang dan/atau
perusahaan/badan usaha memberikan sumbangan kepada partai
politik lokal melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
85 diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan
dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan
ratus juta rupiah).
c). bahwa berdasarkan Pasal 86 ayat (3) UUPA Pengurus partai politik
lokal yang:
1). menerima sumbangan dari perseorangan dan/atau perusahaan
/badan usaha yang melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 85 diancam dengan pidana kurungan paling lama 6
(enam) bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp.
800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
2). melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82
ayat (2) huruf d dan huruf f diancam dengan pidana kurungan
paling lama 6 (enam) bulan dan/atau pidana denda paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). c).
menggunakan partainya untuk melakukan kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 82 ayat (4) dituntut karena kejahatan
terhadap keamanan negara berdasarkan Pasal 107 huruf c,
huruf d, dan huruf e Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta
partainya dapat dibubarkan.

SISTEM POLITIK INDONESIA 31


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

b. Sanksi Administrasi Berdasarkan Pasal 86 dan Pasal 87 UUPA terdapat


beberapa sanksi administratif terhadap partai politik lokal, diantaranya
adalah:
Pertama, bahwa berdasarkan Pasal 86 ayat (4) UUPA menyebutkan
bahwa sumbangan yang diterima partai politik lokal dari perseorangan
dan/atau perusahaan/badan usaha yang melebihi batas ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 disita untuk negara.
Kemudian sanksi yang dijatuhkan berdasarkan Pasal 86 ayat (5) UUPA
adalah sebagai berikut:
a. penolakan pendaftaran sebagai partai politik lokal oleh kantor wilayah
departemen yang ruang lingkup tugasnya di bidang hukum dan hak
asasi manusia.
b. teguran secara terbuka oleh KIP Aceh.
c. penghentian bantuan dari APBA dan APBK.
Kedua, berdasarkan ketentuan Pasal 87 UUPA terdapat sejumlah
sanksi administrasi lainnya setelah didengar keterangan dari partai
politik lokal, yaitu:
a. penolakan pendaftaran partai politik lokal oleh kantor wilayah
departemen yang ruang lingkup tugasnya di bidang hukum dan hak
asasi manusia.
b. pembekuan sementara partai politik lokal paling lama 1 (satu) tahun
oleh pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat
kedudukan partai politik lokal.
c. teguran secara terbuka oleh KIP Aceh.
d. larangan mengikuti pemilihan umum berikutnya oleh pengadilan
negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan partai
politik lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Ketiga, berdasarkan Pasal 88 ayat (1) UUPA bahwa partai politik lokal
yang menganut, mengembangkan, dan menyebarkan ajaran komunisme
dan marxisme-leninisme dibubarkan berdasarkan putusan Mahkamah
Konstitusi. Disamping itu berdasarkan Pasal 88 ayat (2) UUPA bahwa
partai politik lokal yang telah dibekukan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 ayat (2) dan melakukan pelanggaran lagi terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) huruf a dan huruf b,
dibubarkan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi.
i. Persyaratan mengikuti pemilu anggota DPRA/DPRK
Berdasarkan ketentuan Pasal 89 ayat (1) UUPA bahwa untuk dapat
mengikuti pemilihan umum DPRA/DPRK, partai politik lokal disyaratkan:

SISTEM POLITIK INDONESIA 32


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

a). telah disahkan sebagai badan hukum;


b). memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 (dua per tiga)
dari jumlah kabupaten / kota di Aceh;
c). memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 (dua per tiga)
dari jumlah kecamatan dalam setiap kabupaten/kota;
d). memiliki anggota sekurang-kurangnya 1/1000 (satu per seribu) dari
jumlah penduduk pada setiap kepengurusan partai politik lokal yang
dibuktikan dengan kartu tanda anggota partai politik lokal;
e). pengurus harus mempunyai kantor tetap;
f). mengajukan nama dan tanda gambar kepada KIP.
Sedangkan partai politik lokal yang telah terdaftar, tetapi tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 89 ayat (1) UUPA tidak
dapat menjadi peserta pemilu DPRA/DPRK. Pasal 89 ayat (3) UUPA
secara tegas meminta kepada KIP Aceh menetapkan tata cara penelitian
dan melaksanakan penelitian keabsahan persyaratan. Adapun penetapan
tata cara penelitian, pelaksanaan penelitian, dan penetapan keabsahan
kelengkapan persyaratan dilaksanakan oleh KIP Aceh dan bersifat final.
Sementara itu untuk dapat mengikuti pemilu berikutnya, berdasarkan
Pasal 90 UUPA, partai politik lokal peserta pemilu harus:
a). memperoleh sekurang-kurangnya 5% (lima persen) jumlah kursi
DPRA; atau
b). memperoleh sekurang-kurangnya 5% (lima persen) jumlah kursi
DPRK yang tersebar sekurang-kurangnya di ½ (setengah) jumlah
kabupaten/kota di Aceh.
j. Persyaratan mengikuti pemilihan gubernur / wakil gubernur, bupati
/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota
Berdasarkan Pasal 91 ayat (1) UUPA bahwa partai politik lokal atau
gabungan partai politik lokal atau gabungan partai politik dan partai politik
lokal dapat mengajukan pasangan calon gubernur/wakil gubernur,
bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota. Sejalan dengan ketentuan
Pasal 91 ayat (1) UUPA, Pasal 91 ayat (2) menyebutkan bahwa partai
politik lokal, gabungan partai politik lokal, atau gabungan partai politik dan
partai politik lokal, dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi
persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari
jumlah kursi DPRA atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi perolehan
suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRA di daerah yang
bersangkutan.
Disamping itu berdasarkan Pasal 91 ayat (3) bahwa partai politik lokal,
gabungan partai politik lokal, atau gabungan partai politik dan partai politik

SISTEM POLITIK INDONESIA 33


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

lokal wajib membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi bakal calon


perseorangan yang memenuhi persyaratan. Adapun persyaratan Calon
Gubernur/Wakil Gubernur berdasarkan Pasal 67 ayat (2) UUPA adalah:
“Calon Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil
walikota harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. warga negara Republik Indonesia;
b. menjalankan syari’at agamanya;
c. taat pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
d. berpendidikan sekurangkurangnya sekolah lanjutan tingkat atas atau
yang sederajat;
e. berumur sekurangkurangnya 30 (tiga puluh) tahun;
f. sehat jasmani, rohani, dan bebas narkoba berdasarkan hasil
pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter;
g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara karena melakukan kejahatan yang
diancam dengan hukuman penjara minimal 5 (lima) tahun berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,
kecuali tindak pidana makar atau politik yang telah mendapat
amnesti/rehabilitasi;
h. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
i. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
j. mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya;
k. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan;
l. tidak dalam status sebagai penjabat Gubernur/bupati/walikota; dan
m. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau
secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan
keuangan negara.
Berdasarkan Pasal 91 ayat (4) bahwa partai politik lokal, gabungan partai
politik lokal, atau gabungan partai politik dan partai politik lokal, pada saat
mendaftarkan pasangan calon, wajib menyerahkan:
a. surat pencalonan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik lokal
atau pimpinan partai politik lokal yang bergabung;
b. kesepakatan tertulis antarvpartai politik lokal yang bergabung untuk
mencalonkan pasangan calon;

SISTEM POLITIK INDONESIA 34


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

c. surat pernyataan tidak akan menarik pencalonan atas pasangan yang


dicalonkan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik lokal atau
para pimpinan partai politik lokal yang bergabung;
d. surat pernyataan kesediaan yang bersangkutan sebagai calon
Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil
walikota secara berpasangan;
e. surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai pasangan calon;
f. surat pernyataan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan apabila
terpilih menjadi Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan
walikota/wakil walikota sesuai dengan peraturan perundangundangan;
g. surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon yang
berasal dari Pegawai Negeri Sipil, prajurit Tentara Nasional Indonesia,
dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
h. surat pernyataan tidak aktif dari jabatannya bagi pimpinan DPRA/DPRK
tempat yang bersangkutan menjadi calon di daerah yang menjadi
wilayah kerjanya;
i. surat pemberitahuan kepada pimpinan bagi anggota DPR, DPD, dan
DPRA/DPRK yang mencalonkan diri sebagai calon Gubernur/Wakil
Gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota;
j. kelengkapan persyaratan calon Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/ wakil
bupati, dan walikota/wakil walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal
67 ayat (2); dan
k. naskah visi, misi, dan program dari pasangan calon secara tertulis.
Berdasarkan Pasal 91 ayat (5) UUPA bahwa partai politik lokal, gabungan
partai politik lokal, atau gabungan partai politik dan partai politik lokal hanya
dapat mengusulkan satu pasangan calon dan pasangan calon tersebut
tidak dapat diusulkan lagi oleh partai politik lokal atau gabungan partai
politik lokal lain.

Kemudian dalam Pasal 91 ayat (6) UUPA ditentukan bahwa dalam proses
penetapan pasangan calon, partai politik lokal atau gabungan partai politik
lokal memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat. Adapun waktu
pendaftaran berdasarkan Pasal 91 ayat (7) UUPA adalah paling lama 7
(tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal pengumuman pendaftaran
pasangan calon.
k. Pengawasan pengawasan terhadap partai politik lokal diatur dalam
pasal 92, pasal 93, dan pasal 94 UUPA.
Berdasarkan Pasal 92 bahwa pengawasan terhadap partai politik lokal
meliputi hal-hal sebagai berikut:

SISTEM POLITIK INDONESIA 35


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

a). melakukan penelitian secara administratif dan substantif terhadap akta


pendirian dan syarat pendirian partai politik lokal;
b). melakukan pengecekan terhadap kepengurusan partai politik lokal yang
tercantum dalam akta pendirian partai politik dan kepengurusan;
c). melakukan pengecekan terhadap nama, lambang, dan tanda gambar
partai politik;
d). menerima laporan perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga, nama, lambang, dan tanda gambar partai politik lokal dan
pergantian atau penggantian kepengurusan partai politik lokal;
e). meminta hasil audit laporan keuangan tahunan partai politik lokal dan
hasil audit laporan keuangan dana kampanye pemilihan umum; serta
f). melakukan penelitian terhadap kemungkinan dilakukannya pelanggaran
terhadap larangan partai politik lokal.
Berdasarkan Pasal 93 UUPA bahwa pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 92 dilakukan oleh:
a. Kantor wilayah departemen yang ruang lingkup tugasnya di bidang
hukum dan hak asasi manusia dalam pelaksanaan tugas untuk: -
melakukan penelitian secara administratif dan substantif terhadap akta
pendirian dan syarat pendirian partai politik lokal; - melakukan
pengecekan terhadap kepengurusan partai politik lokal yang tercantum
dalam akta pendirian partai politik dan kepengurusan; - melakukan
pengecekan terhadap nama, lambang, dan tanda gambar partai politik; -
menerima laporan perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga, nama, lambang, dan tanda gambar partai politik lokal dan
pergantian atau penggantian kepengurusan partai politik lokal;
b. Komisi Independen Pemilihan dalam pelaksanaan tugas meminta hasil
audit laporan keuangan tahunan partai politik lokal dan hasil audit
laporan keuangan dana kampanye pemilihan umum.
c. Gubernur selaku wakil pemerintah dalam pelaksanaan tugas melakukan
penelitian terhadap kemungkinan dilakukannya pelanggaran terhadap
larangan partai politik lokal.
Di samping itu berdasarkan ketentuan Pasal 94 UUPA bahwa Pemerintah,
Pemerintah Aceh/kabupaten dan kota tidak melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan fungsi dan hak partai politik lokal. Kemudian
berdasarkan Pasal 95 UUPA bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai partai
politik lokal diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sebagai tindak lanjut dari
Pasal 95 UUPA maka ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun
2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh.

SISTEM POLITIK INDONESIA 36


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik


Lokal di Aceh diatur beberapa hal, diantaranya adalah:
1. Tata cara pendaftaran dan pengesahan sebagai badan hukum.
2. Tata cara pendaftaran perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga, asas, nama, lambang, dan tanda gambar.
3. Kepengurusan.
4. Afiliasi atau kerjasama dalam bentuk lain dan keanggotaan rangkap.
5. Tata cara pembubaran dan penggabungan.
6. Penyelesaian perselisihan.
7. Bantuan keuangan.
8. Pelaksanaan pengawasan.
4. Partai politik lokal dalam tata hukum Indonesia
Di bawah sistem politik modern, pemilihan umum (pemilu) merupakan
salah syarat mutlak, suatu conditio sine qua non, bagi terselenggaranya
pemerintahan berdasarkan prinsipprinsip keterwakilan, (Hermawan Sulistio,
2000:1) sehingga dikatakan pemilu merupakan bagian yang penting dari
konsolidasi demokrasi. Sebab, esensi konsolidasi demokrasi adalah legitimasi
dan pemilu merupakan satu-satunya jalan bagi pemerintah demokratis untuk
mendapatkan legitimasi dari rakyat. Dengan kata lain, pemilu akan
menghasilkan pemerintahan perwakilan yang diabsahkan dan diakui bersama
oleh rakyat yang membentuknya.(Tommi A. Legowo, 2009:77-78)
Partai politik sendiri merupakan salah satu komponen yang amat
menentukan kesuksesan dan kegagalan pemilu, karena di dalam kegiatan
pemilu terdapat tiga pilar utama, yaitu partai politik sebagai peserta pemilu,
Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pemilu, dan rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi.
Untuk itu keberhasilan dan kegagalan pemilu sangat ditentukan oleh
ketiga pilar tersebut. Partai politik merupakan salah satu pilar yang sangat
penting. Melalui partai politik rakyat dapat mewujudkan haknya untuk
menyampaikan pendapat tentang arah kehidupan dan masa depannya dalam
bermasyarakat dan bernegara. Partai politik merupakan komponen yang
sangat penting dalam sistem politik demokrasi. Dengan demikian penataan
kepartaian harus bertumpu pada kaidah-kaidah kedaulatan rakyat, yaitu
kebebasan, kesetaraan dan kebersamaan.
Salah satu perkembangan terbaru dalam tatanan kepartaian di Indonesia
adalah kehadiran dan keberadaan partai politik lokal. Keberadaan partai politik
lokal itu sendiri tidak terlepas dari kehadiran Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, selanjutnya

SISTEM POLITIK INDONESIA 37


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

disebut UUPA. Ada sejumlah alasan filosofi dan sosiologis keberadaan UUPA
sebagaimana tertuang dalam konsideran menimbang undang-undang yang
dimaksud:
a. sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui
dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat
khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang.
b. berdasarkan perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Aceh
merupakan satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
istimewa terkait dengan salah satu karakter khas sejarah perjuangan
masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang tinggi.
c. ketahanan dan daya juang tinggi tersebut bersumber dari pandangan
hidup yang berlandaskan syari’at Islam yang melahirkan budaya Islam
yang kuat, sehingga Aceh menjadi daerah modal bagi perjuangan dalam
merebut dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
d. penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Aceh
belum dapat sepenuhnya mewujudkan kesejahteraan rakyat, keadilan
serta pemajuan, pemenuhan, dan perlindungan hak asasi manusia
sehingga Pemerintahan Aceh perlu dikembangkan dan dijalankan
berdasarkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik.
e. bencana alam gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Aceh telah
menumbuhkan solidaritas seluruh potensi bangsa Indonesia untuk
membangun kembali masyarakat dan wilayah Aceh serta menyelesaikan
konflik secara damai, menyeluruh, berkelanjutan, dan bermartabat dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Muhammad Insa Ansari,
2008:2).
Dengan hadirnya partai politik lokal, maka dalam perpolitikan di Indonesia
khususnya di Provinsi Aceh terdapat 2 (dua) bentuk partai politik yaitu partai
politik (nasional) dan partai politik lokal. Dimana dalam Pasal 1 angka 13
UUPA menyebutkan bahwa partai politik adalah organisasi politik yang
dibentuk oleh sekelompok Warga Negara Republik Indonesia secara sukarela
atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan
kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pemilihan
umum.
Sementara itu yang dimaksud dengan partai politik lokal dalam Pasal 1
angka 14 UUPA adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok
warga negara Indonesia yang berdomisili di Aceh secara suka rela atas dasar
persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan
anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan anggota
DPRA/DPRK, gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil
walikota. Demokrasi membuka peluang untuk mengadakan kompetisi karena

SISTEM POLITIK INDONESIA 38


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

semua orang atau kelompok mempunyai hak, kesempatan dan peluang yang
sama.
Dalam kontek ini, kalau selama ini hanya bersaing antara sesama partai
politik secara nasional, dalam kontek lokal di Provinsi Aceh terjadinya
persaingan antar partai politik nasional dengan partai politik nasional, partai
politik nasional dengan partai politik lokal, dan antar partai politik lokal dengan
partai politik lokal. Kondisi ini semoga dapat kiranya dipergunakan oleh
segenap warga negara yang memiliki hak untuk berkumpul dan berserikat
mewujudkan cita-cita politiknya secara nyata dengan penuh tanggung jawab.
Pada hakikatnya, sebagai arena kompetisi politik yang sehat, pemilu
demokratis membutuhkan sejumlah persyaratan, yaitu antara lain
(1) terdapatnya pengakuan terhadap hak pilih universal;
(2) terdapatnya keleluasaan untuk membentuk tempat penampungan bagi
pluralitas aspirasi masyarakat pemilih;
(3) tersediannya mekanisme rekrutmen politik bagi calon-calon wakil rakyat
yang demokratis;
(4) ada kebebasan bagi pemilih untuk mendiskusikan dan menentukan pilihan;
(5) ada komite atau panitia pemilihan yang independen;
(6) ada keleluasaan bagi kontestan untuk berkompetisi secara sehat;
(7) penghitungan suara dilakukan secara jujur;
(8) birokrasi bersifat netral. ((Hermawan Sulistio, 2000:3)
Pentingnya partai politik sebagai salah satu pilar keberhasilan pemilihan
umum, maka kajian terhadap eksistensi partai politik, khususnya partai politik
lokal tentunya perlu dilakukan. Hasil kajian tersebut tentunya perlu ditulis dan
dipublikasikan untuk dijadikan pembelajaran berharga (lesson learn) dari
perjalanan partai politik lokal di Indonesia

SISTEM POLITIK INDONESIA 39


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

C. Latihan soal
1. Jelaskan tugas dari mahkamah partai dalam menyelesaikan konflik
internal dalam partai!
2. Bagaimana mekanisme dan implementasi penyelesaian internal partai
berdasarkan dalam Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Partai Politik?
3. Bagaimana kekuatan mengikat hasil perselisihan internal partai politik
berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011?
4. Bagaimana eksistensi partai politik lokal dalam tata hukum Indonesia?
5. Bagaimana eksistensi partai politik lokal dalam tata hukum Indonesia?

D. Daftar pustaka

Afan Gaffar., Partai Politik dan Kelompok Kelompok Penekan, PT. Bina Aksara,
Yogyakarta, 1984.

Ansari, Muhammad Insa. 2008. “Menggugat Eksistensi Partai Politik (Lokal dan
Nasional) Antara Peran dan Aspirasi Rakyat”, Makalah disampaikan pada
Intermediate Training (LK II) Tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Langsa, Aceh Timur, 25 Mei.

Budiarjo, Miriam.1994. Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlementer dan


Demokrasi Pancasila. Jakarta: Gramedia

Legowo, Tommi A. 2009. Pemilu 2009, Konsolidasi Demokrasi dan Perwakilan


Politik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

M. Amien Rais, Demokrasi dan Proses Politik, Lembaga Penelitian, Pendidikan,


dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Jakarta, 1986

Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 2008.

Yesmil Anwar, Pengantar Sosiologi Hukum, Grasindo, Jakarta, 2008

Kemenkopolkam. 2003. Pembangunan Bidang Politik, Jakarta: Kemenkopolkam.

Soehino. 1986. Ilmu Negara. Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Sukarna, Sistem Politik 2, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990,

Sulistio, Hermawan. et al., 2000. Kekerasan Politik Dalam Pemilihan Umum


1999, Jakarta: KIPP Indonesia.

Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia

Zainal, Suady. 2013. “Transformasi Politik dan Prospek Bagi Perdamaian Positif
Berkelanjutan di Aceh,” Jurnal Transformasi Administrasi, 3 (2).

SISTEM POLITIK INDONESIA 40


UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4633).

SISTEM POLITIK INDONESIA 41

Anda mungkin juga menyukai