PERTEMUAN KE : 6
PARTAI POLITIK
A. Capaian pembelajaran:
Setelah mengikuti pertemuan ini, mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1. Menjelaskan tentang partai politik,
2. Memahami tentang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2008 Tentang Partai Politik,
3. Memahami tentang partai lokal,
4. Memahami tentang partai politik lokal dalam tata hukum Indonesia,
B. Uraian materi
1. Pengertian partai politik
Partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu
atau dibentuk dengan tujuan khusus. Bisa juga didefinisikan, perkumpulan
segolongan orang-orang yang seasas, sehaluan, setujuan di bidang politik.
Baik yang berdasarkan partai kader atau struktur kepartaian yang dimonopoli
oleh sekelompok anggota partai yang terkemuka. Atau bisa juga berdasarkan
partai massa, yaitu partai politik yang mengutamakan kekuatan berdasarkan
keunggulan jumlah anggotanya.
Menurut definisi secara umum, partai politik berarti perkumpulan yang
didirikan untuk mewujudkan ideologi politik tertentu. Adapun partai politik
berkembang bersamaan dengan berkembangnya proses pemilihan. Partai-
partai tersebut muncul sebagai komite pemilihan yang mendapatkan
dukungan bagi seorang kandidat dari warga negara yang terkemuka dan
mengumpulkan dana yang diperlukan untuk kampanya pemilihan. (Afan
Gaffar, 1984:3)
Berdasarkan sejarah Indonesia, keberadaan Partai politik di Indonesia
diawali dengan didirikannya Organisasi Boedi Oetomo (BO), pada Tahun
1908 di Jakarta oleh Dr. Wahidin Soediro Hoesodo dkk. Walaupun pada
waktu itu Boedi Oetomo belum bertujuan ke politik murni, tetapi keberadaan
BO sudah diakui para peneliti dan pakar sejarah Indonesia sebagai perintis
organisasi modern. Dengan kata lain, Boedi Oetomo merupakan cikal bakal
dari organisasi massa atau organisasi politik di Indonesia.
Masa penjajahan Belanda, partai-partai politik tidak dapat hidup tentram.
Tiap partai yang bersuara menentang dan bergerak tegas, akan segera
dilarang, pemimpinnya ditangkap dan dipenjarakan atau diasingkan. Partai
politik yang pertama lahir di Indonesia adalah Indische Partij yang didirikan
pada Tanggal 25 Desember 1912, di Bandung. Partai tersebut dipimpin oleh
tiga serangkai, yaitu Dr. Setiabudi, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Ki Hadjar
Dewantara. Tujuan Indische Partij itu adalah Indonesia lepas dari Belanda.
Partai itu hanya berusia 8 bulan karena ketiga pemimpin masing-masing
dibuang ke Kupang, Banda, dan Bangka, kemudian diasingkan ke Belanda.(
(Afan Gaffar, 1984:4)
Melihat adanya unsure-unsur radikal didalam Indische Partij
pemerintahan kolonial Belanda mengambil sikap tegas. Permohonan kepada
Gubernur Jenderal untuk mendapat pengakuan sebagai badan hukum ditolak
pada tanggal 4 Maret 1913 dengan alasan organisasi ini berdasarkan politik
dan mengancam serta hendak merusak keamanan umum. Hal itu menjadi
pelajaran bagi Indische Partij dan juga partai-partai lainnya bahwa
kemerdekaan tidak akan dapat diterima sebagai hadiah dari pemerintah
kolonial. Kemerdekaan itu harus direbut dan diperjuangkan oleh bangsa
Indonesia sendiri.
Pada tahun 1913 pemerintah Belanda bermaksud merayakan peringatan
seratus tahun kemerdekaan Belanda dari Prancis (1813-1913). Pegawai
kolonial diberbagai tempat sibuk mengumpulkan uang untuk memeriahkan
perayaan tersebut. Rakyat pun dipaksa turut serta membiayai pesta
peringatan itu. Tindakan Belanda itu melukai hati bangsa Indonesia terutama
kaum nasionalis.
Dikalangan penduduk bumiputra di Bandung dibentuk sebuah panitia
peringatan yang disebut Comite tot Herdenking van Nederlands Honderdjarige
Vrijheid atau disingkat Komite Bumiputra. Komite itu bertujuan membatalkan
pembentukan “dewan jajahan” dan menuntut penghapusan peraturan
pemerintahan no. 111 tentang larangan kehidupan berpolitik. Komite itu juga
memprotes pengumpulan uang dari rakyat untuk membiayai pesta peringatan
hari kemerdekaan Belanda itu. Salah seorang pemimpin komite tersebut,
Suwardi Suryaningrat menulis sebuah risalah dalam bahasa Belanda berjudul
Als ik eens Nederlander was. Isi pokok dari tulisan itu adalah sindirian
terhadap pemerintah kolonial Belanda yang mengajak penduduk pribumi ikut
serta merayakan hari kemerdekaan Belanda padahal penduduk pribumi
sendiri sedang dijajah Belanda.
Karena dianggap terlalu radikal pada tahun 1913 Douwes Dekker, dr.
Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat ditangkap dan dikenakan
hukuman buang ( internir ) ke negeri Belanda. Kepergian ketiga tokoh tersebut
berpengaruh besar terhadap kegiatan Indische Partij sehingga semakin lama
semakin menurun. Indische Partij kemudian berganti nama menjadi Insulinde.
Pengaruh sarekat islam yang semakin kuat juga berpengaruh terhadap
perkembangan partai ini sehingga Partai Insulinde menjadi semakin lemah.
Kembalinya Douwes Dekker dari Belanda pada tahun 1918 tidak
memberikan pangaruh yang berarti bagi Insulinde. Pada tahun 1919 partai itu
berubah nama menjadi National Indische Partij (NIP). Dalam
Pasal 8
Dalam hal terjadi perselisihan Partai Politik, pengesahan perubahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) tidak dapat dilakukan oleh
Menteri.
BAB IV ASAS DAN CIRI
Pasal 9
(1) Asas Partai Politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Partai Politik dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan
kehendak dan cita-cita Partai Politik yang tidak bertentangan dengan
Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
(3) Asas dan ciri Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) merupakan penjabaran dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
BAB V TUJUAN DAN FUNGSI
Pasal 10
(1) Tujuan umum Partai Politik adalah:
a. mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila
dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia; dan
d. mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
(2) Tujuan khusus Partai Politik adalah:
a. meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka
penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan;
b. memperjuangkan cita-cita Partai Politik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan
c. membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
(3) Tujuan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diwujudkan secara konstitusional.
Pasal 11
(1) Partai Politik berfungsi sebagai sarana:
a. pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi
warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
b. penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat;
c. penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam
merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;
d. partisipasi politik warga negara Indonesia; dan
e. rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui
mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan
keadilan gender.
(2) Fungsi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan
secara konstitusional.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 12
Partai Politik berhak:
a. memperoleh perlakuan yang sama, sederajat, dan adil dari negara;
b. mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri;
c. memperoleh hak cipta atas nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
d. ikut serta dalam pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden,
serta kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan
perundangundangan;
e. membentuk fraksi di tingkat Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan
perundang undangan;
f. mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
(1) Warga negara Indonesia dapat menjadi anggota Partai Politik apabila telah
berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin.
(2) Keanggotaan Partai Politik bersifat sukarela, terbuka, dan tidak
diskriminatif bagi warga negara Indonesia yang menyetujui AD dan ART.
Pasal 15
(1) Kedaulatan Partai Politik berada di tangan anggota yang dilaksanakan
menurut AD dan ART.
(2) Anggota Partai Politik mempunyai hak dalam menentukan kebijakan serta
hak memilih dan dipilih.
(3) Anggota Partai Politik wajib mematuhi dan melaksanakan AD dan ART
serta berpartisipasi dalam kegiatan Partai Politik.
Pasal 16
(1) Anggota Partai Politik diberhentikan keanggotannya dari Partai Politik
apabila:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri secara tertulis;
c. menjadi anggota Partai Politik lain; atau
d. melanggar AD dan ART.
(2) Tata cara pemberhentian keanggotaan Partai Politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan Partai Politik.
(3) Dalam hal anggota Partai Politik yang diberhentikan adalah anggota
lembaga perwakilan rakyat, pemberhentian dari keanggotaan Partai
Politik diikuti dengan pemberhentian dari keanggotaan di lembaga
perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
ORGANISASI DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 17
(1) Organisasi Partai Politik terdiri atas:
a. organisasi tingkat pusat;
b. organisasi tingkat provinsi; dan
c. organisasi tingkat kabupaten/kota.
(2) Organisasi Partai Politik dapat dibentuk sampai tingkat kelurahan/desa
atau sebutan lain.
(3) Organisasi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai
hubungan kerja yang bersifat hierarkis.
Pasal 18
(1) Organisasi Partai Politik tingkat pusat berkedudukan di ibu kota negara.
(2) Organisasi Partai Politik tingkat provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi.
(3) Organisasi Partai Politik tingkat kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota
kabupaten/kota.
BAB IX
KEPENGURUSAN
Pasal 19
(1) Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat berkedudukan di ibu kota
negara.
(2) Kepengurusan Partai Politik tingkat provinsi berkedudukan di ibu kota
provinsi.
(3) Kepengurusan Partai Politik tingkat kabupaten/kota berkedudukan di ibu
kota kabupaten/kota.
(4) Dalam hal kepengurusan Partai Politik dibentuk sampai tingkat
kelurahan/desa atau sebutan lain, kedudukan kepengurusannya
disesuaikan dengan wilayah yang bersangkutan.
Pasal 20
Kepengurusan Partai Politik tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3) disusun dengan
memperhatikan keterwakilan perempuan paling rendah 30% (tiga puluh
perseratus) yang diatur dalam AD dan ART Partai Politik masing-masing.
Pasal 21
Kepengurusan Partai Politik dapat membentuk badan/lembaga yang bertugas
untuk menjaga kehormatan dan martabat Partai Politik beserta anggotanya.
Pasal 22
Kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dipilih secara demokratis
melalui musyawarah sesuai dengan AD dan ART.
Pasal 23
(1) Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan
sesuai dengan AD dan ART.
(2) Susunan kepengurusan hasil pergantian kepengurusan Partai Politik
tingkat pusat didaftarkan ke Departemen paling lama 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak terjadinya pergantian kepengurusan.
Pasal 25
Perselisihan kepengurusan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 terjadi apabila pergantian kepengurusan Partai Politik yang bersangkutan
ditolak oleh paling rendah 2/3 (dua pertiga) dari jumlah peserta forum tertinggi
pengambilan keputusan Partai Politik.
Pasal 26
(1) Anggota Partai Politik yang berhenti atau yang diberhentikan dari
kepengurusan dan/atau keanggotaan Partai Politiknya tidak dapat
membentuk kepengurusan dan/atau Partai Politik yang sama.
(2) Dalam hal dibentuk kepengurusan dan/atau Partai Politik yang sama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keberadaannya tidak diakui oleh
UndangUndang ini.
BAB X
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 27
Pengambilan keputusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan secara
demokratis.
Pasal 28
Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sesuai
dengan AD dan ART Partai Politik.
BAB XI
REKRUTMEN POLITIK
Pasal 29
(1) Partai Politik melakukan rekrutmen terhadap warga negara Indonesia
untuk menjadi:
a. anggota Partai Politik;
b. bakal calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah;
Pasal 35
(1) Sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b yang
diterima Partai Politik berasal dari:
BAB XVI
LARANGAN
Pasal 40
(1) Partai Politik dilarang menggunakan nama, lambang, atau tanda gambar
yang sama dengan:
a. bendera atau lambang negara Republik Indonesia;
b. lambang lembaga negara atau lambang Pemerintah;
SANKSI
Pasal 47
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
Pasal 3, Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 40 ayat (1) dikenai sanksi
administratif berupa penolakan pendaftaran Partai Politik sebagai badan
hukum oleh Departemen.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
huruf h dikenai sanksi administratif berupa teguran oleh Pemerintah.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
huruf i dikenai sanksi administratif berupa penghentian bantuan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah sampai laporan diterima oleh Pemerintah dalam tahun anggaran
berkenaan.
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
huruf j dikenai sanksi administratif berupa teguran oleh Komisi Pemilihan
Umum.
(5) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
ayat (3) huruf e dikenai sanksi administratif yang ditetapkan oleh
badan/lembaga yang bertugas untuk menjaga kehormatan dan martabat
Partai Politik beserta anggotanya.
Pasal 48
(1) Partai politik yang telah memiliki badan hukum melanggar ketentuan
Pasal 40 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan
kepengurusan oleh pengadilan negeri.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan sementara Partai
Politik yang bersangkutan sesuai dengan tingkatannya oleh pengadilan
negeri paling lama 1 (satu) tahun.
(3) Partai Politik yang telah dibekukan sementara sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan melakukan pelanggaran lagi terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) dibubarkan dengan
putusan Mahkamah Konstitusi.
(4) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 ayat (3) huruf a, pengurus Partai Politik yang
bersangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan denda 2 (dua) kali lipat dari jumlah dana yang diterimanya.
(5) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 ayat (3) huruf b, huruf c, dan huruf d, pengurus Partai
(2) Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) paling lama
pada forum tertinggi pengambilan keputusan Partai Politik pada
kesempatan pertama sesuai dengan AD dan ART setelah Undang-
Undang ini diundangkan.
(3) Partai Politik yang sudah mendaftarkan diri ke Departemen sebelum
UndangUndang ini diundangkan, diproses sebagai badan hukum menurut
UndangUndang ini.
(4) Penyelesaian perkara Partai Politik yang sedang dalam proses
pemeriksaan di pengadilan dan belum diputus sebelum Undang-Undang
ini diundangkan, penyelesaiannya diputus berdasarkan Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.
(5) Perkara Partai Politik yang telah didaftarkan ke pengadilan sebelum
UndangUndang ini diundangkan dan belum diproses, perkara dimaksud
diperiksa dan diputus berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB XXI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 52
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2002 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4251),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 53
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 4 Januari 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Januari 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA
2. Partai lokal
a. Pengertian partai politik lokal
Pasal 1 angka 14 UUPA memberikan definisi partai politik lokal adalah
organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia
yang berdomisili di Aceh secara suka rela atas dasar persamaan kehendak
dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat,
bangsa dan negara melalui pemilihan anggota DPRA/DPRK,
Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 14 UUPA menunjukkan bahwa
partai politik lokal dalam tata hukum Indonesia hanya ada di Provinsi Aceh.
Sementara di luar provinsi ini tidak ada partai politik lokal. Setelah disahkan
UUPA banyak daerah di Indonesia berkeinginan memperoleh hak untuk
mendirikan partai politik lokal. Namun hingga saat ini hanya Provinsi Aceh
sajalah yang baru memiliki partai politik lokal. Keberadaan partai lokal
hanya diperuntukan untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota, dan Gubernur
Aceh/Wakil Gubernur Aceh, serta bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil
walikota.
b. Pembentukan partai politik lokal
Pembentukan partai politik lokal sendiri diatur dalam Pasal 75 dan Pasal 76
UUPA. Adapun persyaratan pembentukan partai politik lokal berdasarkan
Pasal 75 UUPA adalah sebagai berikut:
1). Penduduk di Aceh dapat membentuk partai politik lokal;
2). Partai politik lokal didirikan dan dibentuk oleh sekurang-kurangnya 50
(lima puluh) orang Warga Negara Republik Indonesia yang telah berusia
21 (dua puluh satu) tahun dan telah berdomisili tetap di Aceh dengan
memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga
puluh persen);
3). Partai politik lokal didirikan dengan akte notaris yang memuat anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga, serta struktur kepengurusannya;
4). Kepengurusan partai politik lokal berkedudukan di Ibukota Aceh;
5). Kepengurusan partai politik lokal wajib memperhatikan keterwakilan
perempuan sekurangkurangnya 30% (tiga puluh persen);
6). Partai politik lokal memiliki nama, lambang, dan tanda gambar yang
tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
dengan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik atau partai
politik lokal lain.
Kemudian dalam Pasal 91 ayat (6) UUPA ditentukan bahwa dalam proses
penetapan pasangan calon, partai politik lokal atau gabungan partai politik
lokal memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat. Adapun waktu
pendaftaran berdasarkan Pasal 91 ayat (7) UUPA adalah paling lama 7
(tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal pengumuman pendaftaran
pasangan calon.
k. Pengawasan pengawasan terhadap partai politik lokal diatur dalam
pasal 92, pasal 93, dan pasal 94 UUPA.
Berdasarkan Pasal 92 bahwa pengawasan terhadap partai politik lokal
meliputi hal-hal sebagai berikut:
disebut UUPA. Ada sejumlah alasan filosofi dan sosiologis keberadaan UUPA
sebagaimana tertuang dalam konsideran menimbang undang-undang yang
dimaksud:
a. sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui
dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat
khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang.
b. berdasarkan perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Aceh
merupakan satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
istimewa terkait dengan salah satu karakter khas sejarah perjuangan
masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang tinggi.
c. ketahanan dan daya juang tinggi tersebut bersumber dari pandangan
hidup yang berlandaskan syari’at Islam yang melahirkan budaya Islam
yang kuat, sehingga Aceh menjadi daerah modal bagi perjuangan dalam
merebut dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
d. penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Aceh
belum dapat sepenuhnya mewujudkan kesejahteraan rakyat, keadilan
serta pemajuan, pemenuhan, dan perlindungan hak asasi manusia
sehingga Pemerintahan Aceh perlu dikembangkan dan dijalankan
berdasarkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik.
e. bencana alam gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Aceh telah
menumbuhkan solidaritas seluruh potensi bangsa Indonesia untuk
membangun kembali masyarakat dan wilayah Aceh serta menyelesaikan
konflik secara damai, menyeluruh, berkelanjutan, dan bermartabat dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Muhammad Insa Ansari,
2008:2).
Dengan hadirnya partai politik lokal, maka dalam perpolitikan di Indonesia
khususnya di Provinsi Aceh terdapat 2 (dua) bentuk partai politik yaitu partai
politik (nasional) dan partai politik lokal. Dimana dalam Pasal 1 angka 13
UUPA menyebutkan bahwa partai politik adalah organisasi politik yang
dibentuk oleh sekelompok Warga Negara Republik Indonesia secara sukarela
atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan
kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pemilihan
umum.
Sementara itu yang dimaksud dengan partai politik lokal dalam Pasal 1
angka 14 UUPA adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok
warga negara Indonesia yang berdomisili di Aceh secara suka rela atas dasar
persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan
anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan anggota
DPRA/DPRK, gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil
walikota. Demokrasi membuka peluang untuk mengadakan kompetisi karena
semua orang atau kelompok mempunyai hak, kesempatan dan peluang yang
sama.
Dalam kontek ini, kalau selama ini hanya bersaing antara sesama partai
politik secara nasional, dalam kontek lokal di Provinsi Aceh terjadinya
persaingan antar partai politik nasional dengan partai politik nasional, partai
politik nasional dengan partai politik lokal, dan antar partai politik lokal dengan
partai politik lokal. Kondisi ini semoga dapat kiranya dipergunakan oleh
segenap warga negara yang memiliki hak untuk berkumpul dan berserikat
mewujudkan cita-cita politiknya secara nyata dengan penuh tanggung jawab.
Pada hakikatnya, sebagai arena kompetisi politik yang sehat, pemilu
demokratis membutuhkan sejumlah persyaratan, yaitu antara lain
(1) terdapatnya pengakuan terhadap hak pilih universal;
(2) terdapatnya keleluasaan untuk membentuk tempat penampungan bagi
pluralitas aspirasi masyarakat pemilih;
(3) tersediannya mekanisme rekrutmen politik bagi calon-calon wakil rakyat
yang demokratis;
(4) ada kebebasan bagi pemilih untuk mendiskusikan dan menentukan pilihan;
(5) ada komite atau panitia pemilihan yang independen;
(6) ada keleluasaan bagi kontestan untuk berkompetisi secara sehat;
(7) penghitungan suara dilakukan secara jujur;
(8) birokrasi bersifat netral. ((Hermawan Sulistio, 2000:3)
Pentingnya partai politik sebagai salah satu pilar keberhasilan pemilihan
umum, maka kajian terhadap eksistensi partai politik, khususnya partai politik
lokal tentunya perlu dilakukan. Hasil kajian tersebut tentunya perlu ditulis dan
dipublikasikan untuk dijadikan pembelajaran berharga (lesson learn) dari
perjalanan partai politik lokal di Indonesia
C. Latihan soal
1. Jelaskan tugas dari mahkamah partai dalam menyelesaikan konflik
internal dalam partai!
2. Bagaimana mekanisme dan implementasi penyelesaian internal partai
berdasarkan dalam Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Partai Politik?
3. Bagaimana kekuatan mengikat hasil perselisihan internal partai politik
berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011?
4. Bagaimana eksistensi partai politik lokal dalam tata hukum Indonesia?
5. Bagaimana eksistensi partai politik lokal dalam tata hukum Indonesia?
D. Daftar pustaka
Afan Gaffar., Partai Politik dan Kelompok Kelompok Penekan, PT. Bina Aksara,
Yogyakarta, 1984.
Ansari, Muhammad Insa. 2008. “Menggugat Eksistensi Partai Politik (Lokal dan
Nasional) Antara Peran dan Aspirasi Rakyat”, Makalah disampaikan pada
Intermediate Training (LK II) Tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Langsa, Aceh Timur, 25 Mei.
Zainal, Suady. 2013. “Transformasi Politik dan Prospek Bagi Perdamaian Positif
Berkelanjutan di Aceh,” Jurnal Transformasi Administrasi, 3 (2).
Peraturan Perundang-undangan: