PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui apa itu BPH.
1.3.2 Mengetahui tahapan perkembangan BPH.
1.3.3 Mengetahui etiologi dari BPH.
1.3.4 Mengetahui Patofisiologi dari BPH.
1.3.5 Mengetahui manifestasi klinis dari BPH.
1.3.6 Mengetahui WOC dari BPH.
1.3.7 Mengetahui penatalaksanaan yg dapat dilakukan.
1.3.8 Mengetahui asuhan keperawatan dari BPH.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Definisi BPH
Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah
salah satu penyakit degeneratif pria yang sering dijumpai, berupa pembesaran dari
kelenjar prostat yang mengakibatkan terganggunya aliran urine dan menimbulkan
gangguan miksi.
BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria umur 50
tahun atau lebih yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada prostat yaitu
prostat mengalami atrofi dan menjadi nodular, pembesaran dari beberapa bagian
kelenjar ini dapat mengakibatkan obstruksi urine ( Baradero, Dayrit, dkk, 2007).
3
2. 2 Anatomi Fisiologi
4
transisional (menempati 5%). Perbedaan zona-zona ini penting secara
klinis karena zona perifeal sangat sering sebagai tempat asal keganasan,
dan zona transisional sebagai tempat asal benigna prostat hiperplasia.
Uretra dan verumontanium dapat dipakai sebagai patokan untuk
prostat. Bagian proksimal uretra membentang melalui 1/3 bagian depan
prostat dan bersinggungan dengan kelenjar periutheral dan sfingter
preprostatik. Pada tingkat veromontanium, urethra membentuk sudut
anterior 350 dan urethra pars prostatika distal bersinggung dengan zona
perifal. Volume zona sentral adalah yang terbesar pada individu muda,
tapi dengan bertambahnya usia zona ini atrofi secara progresif.
Sebaliknya zona transisional membesar dengan membentuk benigna
prostat hiperplasia.
Mc. Neal Melakukan analisa komparatif tentang zona prostat
melalui potongan sagital, koronal dan koronal obliq yaitu :
a. Stroma fibromuskular anterior
Merupakan lembaran tebal yang menutupi seluruh permukaan
anterior prostat. Lembaran ini merupakan kelanjutan dari lembaran
otot polos disekitar urethra proksial pada leher buli, dimana lembaran
ini bergabung dengan spinkter interna dan otot detrusor dari tempat
dimana dia berasal. Dekat apeks otot polos ini bergabung dengan
striata yang mempunyai peranan sebagai spinkter eksterna.
b. Zona perifer
Merupakan bagian terbesar dari prostat. Zona ini terdiri atas 65-
67 % dari seluruh jaringan prostat. Hampir semua karsinoma berasal
dari zona ini.
c. Zona Sentral
Zona sentral mengelingi ductus ejakularis secra penuh diatas dan
dibelakang verumontanium. Mc. Neal membedakan zona ini sentral
dan zona perifer berdasarkan arsitektur sel dan sitologinya.
d. Zona transisional
5
Merupakan sekelompok kecil ductus yang berasal dari suatu titik
pertemuan urethra proksimal dan distal. Besarnya 5 % dari seluruh
massa prostat. Pada zona ini asiner banyak mengalami proliferasi
dibandingkan ductus periurethra lainnya.
Kelenjar prostat secara relatif tetap kecil sepanjang kanak-kanak
dan mulai tumbuh pada masa pubertas dibawah stimulus testesteron.
Kelenjar ini mencapai ukuran maksimal pada usia 20 tahun dan tetap
dalam kuran ini sampai usia mendekati 50 tahun. Pada waktu tersebut
pada beberapa pria kelenjar tersebut mulai berdegenerasi bersamaan
dengan penurunan pembentukan testosteron oleh testis.
Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih
susu dan bersifat alkalis. Cairan ini mengandung asam sitrat, asam
fosfatase, kalsium dan koagulasi serta fibrinolin. Selama pengeluaran
cairan prostat, kapsul kelenjar prostat akan berkontraksi bersama
dengan vas deferens dan cairan dari prostat keluar bercampur dengan
segmen yang lainnya.
Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan batas
atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50-100 ml.
Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat tidak
dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari 100ml.
2. 4 Etiologi
6
Penyebab pastinya belum diketahui secara pasti dari hiperplasia prostat,
namun faktor usia dan hormonal menjadi predisposisi terjadinya BPH. Beberapa
hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat sangat erat kaitannya dengan
(Purnomo, 2007) :
1. Peningkatan DHT (dehidrotestosteron)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor endrogen akan menyebabkan
epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasia.
2. Ketidakseimbangan estrogen-testosteron
Ketidakseimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada proses
penuaan, pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan
hormon testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya hiperplasia stroma
pada prostat.
3. Interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostt
Peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth factor
dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia
stroma dan epital, sehingga akan terjadi BPH
4. Berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama hidup
stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori stem sel
Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan
memicu terjadi benigna prostat hyperplasia.
2. 5 Patofisiologi
Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa
majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral
sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal
yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma
fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda. Proses pembesaran prostat
terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi
secara perlahan-lahan.
7
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher
buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan
merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor
disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan
akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa
mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin.
Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri ( Baradero, dkk 2007).
Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi,
akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko
ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal
dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi penderita harus mengejan
sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu
terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya batu endapan didalam
kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan
hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk
akan mengakibatkan pielonefritis (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005).
2. 6 Manifestasi Klinis
8
Menurut Purnomo (2011) dan tanda dan gejala dari BPH yaitu : keluhan
pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian atas, dan
gejala di luar saluran kemih.
1) Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung
kemih sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai
miksi), pancaran miksi lemah, Intermiten (kencing terputus-putus),
dan miksi tidak puas (menetes setelah miksi)
b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan
ingin miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat
miksi).
2) Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas berupa
adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang
(merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda
infeksi atau urosepsis.
3) Gejala diluar saluran kemih
Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saat
miksi sehingga mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun gejala dan
tanda lain yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat
didapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan,
anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal
ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan volume residual yang besar.
2. 7 WOC
Terlampir
2. 8 Penatalaksanaan
9
Penatalaksanaan pada klien benigna prostat hiperplasia terdiri dari
penatalaksanaan medis, penatalaksanaan keperawatan dan penatalaksanaan diet.
1. Penatalaksanaan medis
1) Pemberian obat-obatan antara lain Alfa 1-blocker seperti : doxazosin,
prazosin tamsulosin dan terazosin. Obat-obat tersebut menyebabkan
pengenduran otot-otot pada kandung kemih sehingga penderita lebih
mudah berkemih. Finasterid, obat ini menyebabkan meningkatnya laju
aliran kemih dan mengurangi gejala. Efek samping dari obat ini adalah
berkurangnya gairah seksual. Untuk prostatitis kronis diberikan
antibiotik.
2) Pembedahan
a. Trans Urethral Reseksi Prostat ( TUR atau TURP ) prosedur
pembedahan yang dilakukan melalui endoskopi TUR
dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus tengah yang
langsung melingkari uretra. Sebisa mungkin hanya sedikit
jaringan yang mengalami reseksi sehingga pendarahan yang
besar dapat dicegah dan kebutuhan waktu untuk bedah tidak
terlalu lama. Setelah TUR dipasang folley kateter tiga saluran
( three way cateter ) ukuran 24 Fr yang dilengkapi balon 30-40
ml. Ukuran kateter yang besar dipasang untuk memperlancar
membuang gumpalan darah dari kandung kemih.
b. Prostatektomi suprapubis adalah salah satu metode mengangkat
kelenjar prostat dari uretra melalui kandung kemih..
c. Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar prostat
melalui suatu insisi dalam perineum yaitu diantara skrotum dan
rektum.
d. Prostatektomi retropubik adalah insisi abdomen mendekati
kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih
tanpa memasuki kandung kemih.
e. Insisi prostat transuretral (TUIP) adalah prosedur pembedahan
dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra.
10
f. Trans Uretral Needle Ablation ( TUNA ), alat yang
dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur,
dapat mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma
dan mengalirkan panas sehingga terjadi koagulasi sepanjang
jarum yang menancap dijaringan prostat.
2. Penatalaksanaan diet
Klien dengan benigna prostat hiperplasia dianjurkan untuk
menghindari minuman beralkohol, kopi, teh, coklat, cola, dan makanan
yang terlalu berbumbu serta menghindari asupan cairan yang berlebihan
terutama pada malam hari.
3. Discharge planning
a. Menjaga masukan nutrisi yang seimbang dan adekuat (cukup)
b. Jus buah dan sayuran tinggi serat dapat digunakan untuk
memudahkan buang air besar dan mencegah mengejan yang
berlebihan.
c. Latihan otot-perineal dilakukan dengan menekan bokong
bersamaan, tahan posisi ini, rileks. Latihan ini dapat dilakukan 10
sampai 20 kali setiap jam ketika duduk atau berdiri.
d. Coba untuk memutuskan aliran air kencing setelah mulai buang air
kecil, tunggu beberapa detik dan kemudian lanjutkan.
e. Dianjurkan untuk berkemih secepatnya ketika merasakan
keinginan untuk berkemih
f. Kembalinya kemampuan mengontrol buang air kecil adalah proses
yang bertahap, pasien dapat terus merasa berkemih tidak tuntas
setelah dipulangkan dan rasa tersebut harus secara bertahap hilang
(hingga 1 tahun)
g. Air kencing mungkin tampak keruh selama beberapa minggu
setelah pembedahan dan kembali jernih ketika area prostat
menyembuh.
h. Dalam masa penyembuhan (6 – 8 minggu) pasien tidak boleh
melakukan aktivitas seperti mengejan ketika buang air besar,
11
mengangkat barang berat. Hal ini dapat meningkatkan tekanan
pada pembuluh darah balik dan menyebabkan keluarnya darah
i. Pasien harus menghindari perjalanan jarak jauh dengan motor dan
latihan berat yang dapat meningkatkan perdarahan.
j. Makanan pedas, alkohol dan kopi dapat menyebabkan
ketidaknyamanan.
k. Minum cukup cairan (paling sedikit 3000-4000 ml) untuk
mencegah dehidrasi, yang dapat meningkatkan terbentuknya
jendalan darah dan menyumbat aliran air kencing
l. Tanda-tanda seperti perdarahan, keluarnya jendalan darah,
penurunan aliran air kencing, atau gejala infeksi saluran kemih
harus dilaporkan ke dokter.
m. Minum obat sesuai dengan yang diresepkan
12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Anamnesa
Keluhan yang sering dialami oleh klien dikenal dengan istilah LUTS
(Lower Urinary Tract Symptomps) antara lain hesistansi, pancaran
urine lemah, intermittensi, ada sisa urine pasca miksi, urgensi,
frekuensi dan disuria (jika obstruksi meningkat).
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Head To Toe
13
A: bising usus
P: nyeri tekan di 4 kuadran abdomen
P: tympani
g) Integument :
Kaji adanya lesi, turgor kulit, suhu.
h) Genitalia :
Ada tidaknya terpasang DC dan ukuran, warna urin
b. Status Urologis
Ginjal
Pemeriksaan fisik ginjal pada kasus BPH untuk
mengevaluasi adanya obstruksi atau tanda infeksi
Kandung kemih
Pemeriksaan kandung kemih dilakukan dengan cara
palpasi dan perkusi untuk menilai isi kandung kemih,
ada tidaknya tanda infeksi.
c. Colok Dubur (Digital Rectal Examination (DRE))
Pemeriksaan colok dubur diperkirakan adanya pembesaran
prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan
salah satu tanda dari keganasan prostat. Mengukur prostat
dengan DRE cenderung lebih kecil dari ukuran sebenarnya.
Pada pemeriksaan DRE perlu menilai tonus sfingter ani dan
refleks bulbokarvernosus yang dapat menunjukkan adanya
kelainan pada lengkung refleks di daerah sakral.
d. Fungsional Gordon
Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan
Menggambarkan pola pikir kesehatan pasien, keadaan
sehat dan bagaimana memelihara kondisi kesehatan.
Termasuk persepsi individu tentang status dan riwayat
kesehatan, hubungannya dengan aktivitas dan rencana
yang akan datang serta usaha-usaha preventif yang
dilakukan pasien untuk menjaga kesehatannya.
14
Pola Nutrisi – Metabolik
Makan
pada klien BPH biasanya terjadi penurunan nafsu makan
akibat mual. BPH dapat menimbulkan gejala anoreksia,
mual, muntah dan rasa tidak nyaman pada epigastrik. Hal
ini mungkin disebabkan karena tekanan intravesika yang
meningkat sehingga menekan pada lambung dan ulu hati.
Sedangkan pada post operasi dapat terjadi mual karena
efek anestesi sehingga timbul anoreksia.
Minum
Minuman yang harus dihindari pada klien BPH yaitu
minuman yang mengandung kafein dan alkohol, karena
dapat meningkatkan diuresis sehingga kemungkinan sisa
urine dapat bertambah banyak dalam kandung kemih
(retensi urine).
Pola Eliminasi
Buang air besar (BAB)
Pada klien BPH biasanya terjadi konstipasi akibat
protrusi prostat kedalam rektum. Pada klien BPH dengan
pre operasi dapat terjadi konstipasi dan kebiasaan
mengedan saat BAK akan menyebabkan hernia dan
hemoroid
Buang air kecil (BAK)
Pada klien BPH terjadi peningkatan BAK, nokturia,
hematuria, nyeri saat BAK, urine keluar dengan menetes,
sulit saat BAK dan terjadi retensi urine, terdapat nyeri
tekan pada area CVA serta terjadi pembesaran ginjal jika
sudah terdapat kerusakan ginjal
Pola Aktivitas
15
Dikaji tentang kegiatan dalam pekerjaan, mobilisasi, olah
raga, kegiatan diwaktu luang dan apakah keluhan yang
dirasakan klien mengganggu aktivitas klien tersebut.
Pola Istirahat – Tidur
Pada klien BPH terjadi nokturia dan hal ini mungkin
akan mengganggu istirahat tidur klien.
Pola Kognitif – Perseptual
Penglihatan, pendengaran, rasa, bau, sentuhan,
Kemampuan bahasa, Kemampuan membuat keputusan,
Ingatan, Ketidaknyamanan dan kenyamanan.
Pola persepsi dan konsep diri
Yang menggambarkan: Body image, Identitas diri, Harga
diri, Peran diri, Ideal diri.
Pola peran – hubungan social
Yang menggambarkan: Pola hubungan keluarga dan
masyarakat, Masalah keluarga dan masyarakat, Peran
tanggung jawab.
Pola koping toleransi stress
Yang menggambarkan: Penyebab stress, Kemampuan
mengendalikan stress, Pengetahuan tentang toleransi
stress, Tingkat toleransi stress, Strategi menghadapi
stress.
Pola seksual dan reproduksi
Pada klien BPH dengan post operasi dapat terjadi
disfungsi seksual bahkan sampai terjadi impotensi. Pada
saat ejakulasi cairan sperma dapat bercampur dengan
urine sehingga dapat terjadi infeksi tetapi hal ini tidak
mengganggu fungsi seksual.
Pola nilai dan kepercayaan
Yang menggambarkan: Perkembangan moral, perilaku
dan keyakinan, Realisasi dalam kesehariannya.
16
3. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan darah lengkap tidak menunjukkan adanya kelainan,
kecuali diserta dengan urosepsis yaitu adanya peningkatan leukosit.
Selain itu pada pemeriksaan urine lengkap akan ditemukan adanya
bakteri patogen pada kultur jika ada infeksi dan adanya eritrosit jika
terjadi ruptur pada jaringan prostat.
Pada kondisi post operasi, pemeriksaan PA dilakukan untuk
menentukan keganasan/ jinak dari jaringan prostat yang hiperplasia.
4. Pemeriksaan penunjang lainnya
Pemeriksaan penunjang lainnya yang bisa membantu penegakan
diagnosis BPH adalah USG Ginjal (melihat komplikasi) dan vesika
urinaria (tampak pembesaran jaringan prostat)
b. Diagnosa
1. Pre Operasi
a) Retensi urin akut/kronis berhubungan dengan pembesaran
prostat, dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan
kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
b) Nyeri akut berhubungan dengan peregangan dari terminal
saraf, distensi kandung kemih, infeksi urinaria, efek
mengejan saat miksi sekunder dari pembesaran prostat dan
obstruksi uretra.
c) Resiko infeksi berhubungan dengan retensi urine dan
statis urine
d) Ansietas/cemas berhubungan dengan krisis situasi,
perubahan status kesehatan, kekhawatiran tentang
pengaruhnya pada ADL atau menghadapi prosedur bedah.
2. Post Operasi
a) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat
selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih.
b) Resiko terhadap perdarahan berhubungan dengan
kerusakan integritas jaringan.
17
c) Resiko terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan
ketakutan impoten akibat dari pembedahan.
c. Intervesi
kosongkan secara
penuh
- Intake cairan
dalam rentang
normal
18
nyeri (skala, 6. Kolaborasikan pemberian ant
intensitas, analgetik
frekuensi)
- Menunjukkan
perilaku hidup
sehat
- Genitourinaria
dalam batasnorma
19
1. Tidak pernah, - Jalin hubungan secara terapeuti
2. Jarang dengan klien secara kontinue
3. Kadang-kadang, - Jamin privasi dan yakinkan klie
4. Sering merasa nyaman dan percaya diri
5. Selalu - Beritahu klien bahwa seksualita
merupakan sebuah bagian dar
kehidupan yang penting dan karen
suatu hal (penyakit, pengobatan da
stress) terjadi gangguan fungsi
- Sediakan informasi mengena
seksual dengan adekuat
- Diskusikan dampak dari penyaki
klien terhadap pola seksualitas
- Diskusikan dengan klien tentan
kebutuhan untuk aktifitas seksual
- Hibur klien untuk mengurang
kecemasan akibat penyakitnya
- Jelaskan kepada klien untu
aktifitas seksual pasc
penyembuhan penyakitnya
- Bantu klien untuk menjelaska
gangguan aktifitas seksualnya kepad
pasangannya karena proses penyakit.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
21
DAFTAR PUSTAKA
Bulecheck, Gloria. M.et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). Fifth
Edition. United States of America: Elsevier
Moorhead, Sue.et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). Fifth Edition.
United States of America: Elsevier
Sjamsuhidayat, R. dan De Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: .
EGC
22