Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan ektopik merupakan suatu keadaan dimana kantung gestasi berada
diluar kavum uteri. Kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 50 kehamilan. Hal yang
menyebabkan besarnya angka kematian ibu akibat kehamilan ektopik. Kehamilan
ektopik merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu pada triwulan pertama
dari kehamilan. Resiko kehamilan ektopik sangat besar karena kehamilan ini tidak bisa
menjadi normal. Bila telur tersebut tetap tumbuh dan besar di saluran tuba maka suatu
saat tuba tersebut akan pecah dan dapat menyebabkan perdarahan yang sangat hebat dan
mematikan. Apabila seseorang mengalami kehamilan ektopik maka kehamilan tersebut
harus cepat diakhiri karena besarnya risiko yang ditanggungnya. Prinsip dasarnya jika
pada wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang
disertai dengan nyeri perut bagian bawah, perlu difikirkan kehamilan ektopik terganggu.
Gambaran klinik kehamilan ektopik yang terganggu amat beragam. Sekitar 10 – 29%
pasien yang pernah mengalami kehamilan ektopik, mempunyai kemungkinan untuk
terjadi lagi. Kira-kira sepertiga sampai separuh dari pasien dengan kehamilan ektopik
mempunyai riwayat infeksi pelvis sebelumnya.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien


Nama : Ny. AI
TTL / Umur : 05/05/1997 / 24 tahun 1 bulan
BB : 55 kg
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Veteran Gang. Merpati RT.017/Gongangtani
Masuk RS : 31/05/2021
Tanggal Pemeriksaan : 31/05/2021 – 15.00 WITA
No. Rekam Medis : 109836

2.2. Anamnesa
Alloanamnesa dengan keluarga pasien dilakukan di IGD RS
• Keluhan utama : Nyeri Perut Bagian Bawah 2 minggu yang lalu

• Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang rujukan dari Praktek dr.Iskandar dengan mengeluhkan nyeri perut
bagian bawah 2 minggu lalu dan semakin memberat sampai pasien tidak dapat
beraktivitas. Nyeri dirasakan pada seluruh perut bagian bawah. Selain itu pasien juga
mengeluhkan merasa mual dan muntah-muntah sebanyak 4 kali. Dan sejak 1 bulan
yang lalu pasien mengalami terlambat haid.

 Riwayat Penyakit Dahulu


Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa. Riwayat hipertensi,
dibetes mellitus, asma, disangkal oleh pasien.

 Riwayat Penyakit Keluarga


Didalam keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa. Dari dalam
keluarga riwayat hipertensi, asma, diabetes mellitus disangkal oleh pasien.

2
 Riwayat Obsetri
Pasien memiliki riwayat kehamilan sebagai berikut :

I. Laki-laki, 2 tahun, 2500 gr, Hidup

II. Ini

 Riwayat KB
Menggunakan suntik 3 bulan

2.3. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis GCS 15 (E4V5M6)
3. Tanda Vital
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 80 x/menit, teratur
- Frekuensi napas : 20 x/menit
- Suhu : 36,0 0C
4. Kepala : Bentuk kepala normal, rambut hitam merata, tidak mudah
dicabut
5. Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil bulat isokor 3mm, conjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
6. Telinga : Dalam batas normal
7. Hidung : Bentuk normal, tidak ada deformitas, sekret (-)

8. Tenggorokkan : Sulit dinilai


9. Leher : Dalam batas normal tidak terdapat pembesaran KGB
10. Mulut : Mukosa bibir normal, sianosis tidak ada
11. Jantung
a. Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
b. Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V midklavikula kiri
c. Perkusi :

3
i. Batas atas jantung di sela iga 3 garis sternal kiri
ii. Batas kanan jantung di sela iga 4 garis sternal kanan
iii. Batas kiri jantung di sela iga 4 garis midklavikula kiri
d. Auskultasi : Bunyi jantung I – II regular, tidak ada murmur, tidak ada
gallop
12. Pulmonal
a. Inspeksi : Gerak simetris saat statis dan dinamis.
b. Palpasi : : Simetris kanan-kiri.
c. Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
d. Auskultasi : Suara nafas vesikuler, wheezing tidak ada, rhonki tidak ada.
13. Abdomen
a. Inspeksi : Distensi (-), luka bekas operasi (-), striae gravidarum (-)
b. Auskultasi : Bising usus positif normal
c. Palpasi : Supel, hepar tidak teraba, Lien tidak teraba. Nyeri tekan (-).
Turgor baik.
d. Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen
14. Ektremitas : Edema -/- , Spasme -/-

2.4. Pemeriksaan Laboratorium (31/05/21)

 Darah Lengkap

WBC : 8.200 rb/uL


RBC : 4.470.000 jt/uL
HGB : 12.8 g/dL
HCT : 37.3 %
MCV : 83.4 fL
MCH : 28.6 pg
MCHC : 34.3 rb/uL
PLT : 323.000 rb/uL

CT : 5’15’’
BT : 3’0’’
4
HbsAg Rapid : Non Reaktif
Anti HIV Rapid : Non Reaktif
RDT Covid-19

- IgG : Non-Reaktif
- IgM : Non-Reaktif

2.5.. Resume
Pasien dibawa ke IGD RS Islam Yatofa oleh kakek dan nenek pasien dengan
penurunan kesadaran setelah kejang. 4 hari lalu karena peningkatan suhu dirasakan
tinggi, nenek pasien membawa pasien berobat ke puskesmas dan pasien dirawat di
puskesmas dengan diagnosis Typhoid.. Riwayat jatuh diakui nenek pasien namun
nenek pasien tidak mengetahui dengan jelas. Keluhan lain seperti demam (+), batuk
(+) dan pilek (+).
Pemeriksaan Fisik
• Compos Mentis GCS 12 (E4V5V6)
• Mata konjungtiva masih dalam batas normal
• Mukosa bibir normal
• Ekstremitas : akral hangat (+/+), tidak ada deformitas
Pemeriksaan penunjang
o Hemoglobin 12,8 g/dL
o Hematokrit 37.3 %
o Leukosit 8.200 uL

2.6 Diagnosis Kerja


G2P1A0 UK 4-5 minggu dengan Kehamilan Ektopik

2.7 Tatalaksana
 IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/8 jam (Pre-op)
 Inj. Asam Traneksamat 1 gr/8 jam

5
 Inj. Ranitidine /8jam
 Inj. Furamin 1 gr/8 jam
 Cek Hb 2 jam post-op

2.8 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

2.10 Follow Up
Jam Pemeriksaan Fisik dan Tindakan
21.30 S/ Pasien masih belum sadar sejak datang ke IGD
O/ HR : 54x/menit RR : 32x/menit
S : 36.9° C Sat : 91%
P/ IVFD D5% NS 14 tpm
Inj. Ampicilin 3x600mg
Inj. Paracetamol 3x18cc
22.00 S/ Pasien masih belum sadar
O/ HR : 54x/menit RR : 28x/menit
S : 36.9° C Sat : 90%
P/ Pemeriksaan Laboratorium  GDS ↑  IVFD RL 14 tpm
00.00 S/ Pasien masih belum sadar
O/ HR : 60x/menit RR : 32x/menit
S : 37.8° C Sat : 93%
P/ Observasi ↑ Suhu
01.00 S/ Pasien masih belum sadar, namun GCS sudah berubah menjadi E1V2M4
O/ HR RR: 64x/menit RR : 38x/menit
S S : 39,8° C Sat : 95%
P/ Observasi ↑ Suhu  Pasien dikompres
02.00 S/ Pasien masih belum sadar
O/ HR : 43x/menit RR : 36x/menit
S : 39,0° C Sat : 97%
P/ Observasi ↑ Suhu  Pasien dikompres
06.00 S/ Pasien dengan kesadaran yang sama dan dilakukan pemeriksaan kaku kuduk
pada pasien
O/ HR : 50x/menit RR : 40x/menit
S : 39,5° C Sat : 95%
P/ Konsul dr.Diah Sp.A
6
Advice :
• Injeksi Ceftriaxone 2x450 mg
• Injeksi Dexamethasone Loading 10 mg
Maintenance 3 x 3 mg
• Injeksi Paracetamol 3 x 18 cc
• KIE Kesadaran Pasien

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. DEFINISI
Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang terjadi di luar
kavum uteri, yaitu bila sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar
endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan
ektopik karena kehamilan pada pars interstitialis tuba dan kanalis servikalis masih
termasuk dalam uterus tetapi jelas bersifat ektopik.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/
melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga rahim.
Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan
ektopik yang mengalami abortus ruptur pada dinding tuba.

Gambar 3.1 Kehamilan Ektopik

3.2. EPIDEMIOLOGI
Frekuensi dari kehamilan ektopik dan kehamilan intrauteri dalam satu konsepsi yang
spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang. Angka kehamilan ektopik per 1000
diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7
hingga 12,9. Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung
8
meningkat. Diantara faktorfaktor yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat
kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan
pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi superovulasi.

Angka kejadian kehamilan ektopik di Amerika Serikat meningkat dalam dekade


terakhir yaitu dari 4,5 per 1000 kehamilan pada tahun 1970 menjadi 19,7 per 1000
kehamilan pada tahun 1992. Kehamilan ektopik masih menjadi penyebab kematian
utama pada ibu hamil di Kanada yaitu berkisar 4% dari 20 kematian ibu pertahun.
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun
dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan
berkisar antara 0-14,6%.

Didapatkan 2% dari keseluruhan kehamilan merupakan kehamilan ektopik. Pada


kehamilan ektopik ini merupakan penyebab utama kematian pada trimester pertama,
serta bertanggung jawab atas 9% dari seluruh kematian yang terjadi pada ibu hamil.

3.3. ETIOLOGI
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar
penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam bukunya menjelaskan
beberapa faktor yang berhubungan dengan penyebab kehamilan ektopik terganggu.
1. Faktor Mekanis

Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi ke dalam


kavum uteri, antara lain:

Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia lipatan
mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan kantong-kantong
buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat infeksi juga menyebabkan
implantasi hasil zigot pada tuba falopii.

 Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas, apendisitis, atau
endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau penyempitan lumen

Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan hipoplasi.
Namun ini jarang terjadi

9
 Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan usaha untuk
memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi
 Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya benjolan pada
adneksia
 Penggunaan IUD.

2. Factor Fungsional o Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan


duktus mulleri yang abnormal o Refluks menstruasi o Berubahnya motilitas tuba
karena perubahan kadar hormon estrogen dan progesteron
3. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi

4. Hal lainnya, seperti riwayat KET dan riwayat abortus induksi sebelumnya.

Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi


implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang
rudimenter, dan divertikel pada uterus. Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada
tuba, terdapat kehamilan pars interstisialis tuba, kehamilan pars ismika tuba,
kehamilan pars ampullaris tuba dan kehamilan infundibulum tuba.

Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar


penyebabnya tidak diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur
dibagian ampulla tuba, dan dalam perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan
sehingga pada saat nidasi masih di tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah.

Beberapa pembagian yang berbeda mengenai factor-faktor yang memegang peranan


dalam hal ini adalah sebagai berikut:

1. Factor dalam lumen tuba

a. Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen


tuba menyempit atau membentuk kantong buntu.
b. Pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk dan hal ini sering
disertai gangguan fungsi silia endosalping.
c. Operasi plastic tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab
lumen tuba menyempit.
2. Faktor pada dinding tuba

10
a. Endometriosis tuba dapat mempermudahkan implantasi telur yang dibuahi
dalam tuba;
b. Divertikel tuba congenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur
yang dibuahi di tempat ini.
3. Factor di luar dinding tuba

a. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat


perjalanan telur.
b. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.

4. Factor lain

a. Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau
sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus;
pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi
premature.
b. Fertilisasi in vitro.

3.4. FAKTOR RESIKO


Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Namun
kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko. Lebih dari
setengah kehamilan ektopik yang berhasil diidentifikasi ditemukan pada wanita tanpa
ada faktor resiko. Faktor risiko kehamilan ektopik adalah :

a. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya


Merupakan faktor risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka kekambuhan
sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak 30% setelah
kehamilan ektopik kedua.

b. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron


Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih menggunakan kontrasepsi
spiral (34%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga meningkatkan

11
kehamilan ektopik karena dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran
tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim.

c. Kerusakan dari saluran tuba

3.5 KLASIFIKASI
1) Kehamilan Pars Interstisialis Tuba

Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis tuba.
Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan tuba.
Rupture pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapai akhir
bulan keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak segera
dioperasi akan menyebabkan kematian.

Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan isi kavum
abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber perdarahan
dengan melakukan irisan baji (wegde resection) pada kornu uteri dimana tuba pars
interstisialis berada.

2) Kehamilan ektopik ganda

Sangat jarang kehamilan ektopik berlangsung bersamaan dengan kehamilan


intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda (combined ectopic
pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.000 – 40.000 persalinan. Di
Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus. Pada umumnya diagnosis kehamilan
dibuat pada waktu operasi kehamilan ektopik yang terganggu. Pada laparotomi
ditemukan uterus yang membesar sesuai dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora
lutea.

3) Kehamilan Ovarial

Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut


ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg, yakni :
a. Tuba pada sisi kehamilan harus normal
b. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
c. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary proprium

12
d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin

Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh
jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan ovarial
biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda dengan akibat perdarahan dalam
perut. Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian sebelumnya sehingga tidak
terjadi rupture, ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran yang terdiri atas
ovarium yang mengandung darah, vili korialis dan mungkin juga selaput mudigah.

4) Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam
kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan
muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri
eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu
dan biasanya diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil
konsepsi pervaginam dapat menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk
menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi totalis. Paalman dan Mc ellin
(1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut :
a. Ostium uteri internum tertutup
b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoservik
d. Perdarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga
terbentuk hour-glass uterus

5) Kehamilan ektopik lanjut


Merupakan kehamilan ektopik dimana janin dapat tumbuh terus karena mendapat
cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta yang meluaskan implantasinya
ke jaringan sekitar misalnya ligamentum latum, uterus, dasar panggul, usus dan
sebagainya. Dalam keadaan demikian, anatomi sudah kabur. Kehamilan ektopik
lanjut biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba yang mengalami abortus atau
ruptur dan janin dikeluarkan dari tuba dalam keadaan masih diselubungi oleh
13
kantung ketuban dengan plasenta yang masih utuh yang akan terus tumbuh terus
di tempat implantasinya yang baru.

3.6 PATOFISIOLOGI
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu telur berimplantasi pada ujung atau
sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya
vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresorpsi. Pada nidasi
secara interkolumner telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat
nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang
menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di
tuba tidak sempurna, dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan masuk ke
dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi
trofoblas.
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum
graviditas dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek. Endometrium dapat pula
berubah menjadi desidua.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian
dikeluarkan berkeping-keping atau dilepaskan secara utuh. Perdarahan pervaginam
yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan
oleh pelepasan desidua yang degenerative.
Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga tidak mungkin
janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba
terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Terdapat beberapa
kemungkinan mengenai nasib kehamilan dalam tuba yaitu:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi

Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.
14
2. Abortus ke dalam lumen tuba

Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh


villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini
dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dan
selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke
arah ostium tuba abdominale. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba
membesar dan kebiru-biruan (Hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir ke
rongga perut melalui ostium tuba, berkumpul di kavum douglas dan akan
membentuk hematokel retrouterina.

3. Ruptur dinding tuba

Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya
pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis terjadi pada
kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah
penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.
Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan. Darah dapat mengalir
ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila ostium tuba tersumbat,
ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba yang telah menipis oleh
invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur
terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter antara 2
lapisan ligamentum tersebut. Jika janin hidup terus, dapat terjadi kehamilan
intraligamenter.

Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba.
Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan yang diderita. Bila
janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya, dan bila besar dapat diubah
menjadi litopedion.

Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong
amnion dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan tumbuh terus dalam rongga
perut, sehingga terjadi kehamilan ektopik lanjut atau kehamilan abdominal sekunder.

15
Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan
implantasinya ke jaringan sekitarnya misalnya ke sebagian uterus, ligamentum
latum, dasar panggul dan usus.

3.7 MANIFESTASI KLINIS


Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas dan penderita
maupun dokter biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam kehamilan, sampai
terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba.

1. Kehamilan ektopik belum terganggu


Kehamilan ektopik yang belum terganggu atau belum mengalami ruptur sulit
untuk diketahui, karena penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas.
Amenorea atau gangguan haid dilaporkan oleh 75 - 95% penderita. Lamanya
amenore tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian
penderita tidak mengalami amenore karena kematian janin terjadi sebelum haid
berikutnya. Tanda-tanda kehamilan muda seperti nausea dilaporkan oleh 10-25%
kasus.

Di samping gangguan haid, keluhan yang paling sering disampaikan ialah


nyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum
mengalami ruptur. Kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas
yang sukar ditentukan. Keadaan ini juga masih harus dipastikan dengan alat bantu
diagnostik yang lain seperti ultrasonografi (USG) dan laparoskopi.

Mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan berakhir dengan abortus atau
ruptur yang disertai perdarahan dalam rongga perut, maka pada setiap wanita
dengan gangguan haid dan setelah diperiksa dicurigai adanya kehamilan ektopik
harus ditangani dengan sungguh- sungguh menggunakan alat diagnostik yang ada
sampai diperoleh kepastian diagnostik kehamilan ektopik karena jika terlambat
diatasi dapat membahayakan jiwa penderita.
2. Kehamilan ektopik terganggu
Gejala dan tanda kehamilan tuba tergangu sangat berbeda-beda dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala
yang tidak jelas. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik
16
terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang
terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil.

Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis yang mendadak atau akut
biasanya tidak sulit. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik
terganggu (KET). Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-
tiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita
pingsan, tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat serta perdarahan yang
lebih banyak dapat menimbulkan syok, ujung ekstremitas pucat, basah dan
dingin. Rasa nyeri mula-mula terdapat dalam satu sisi, tetapi setelah darah masuk
ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut
bawah dan bila membentuk hematokel retrouterina menyebabkan defekasi nyeri.

Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan


ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum
uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan dari uterus biasanya tidak banyak dan
berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan ditemukan dari 51-93%. Perdarahan
berarti gangguan pembentukan Hcg (human chorionic gonadotropin).

Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat dan pada pemeriksaan
ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan rongga perut. Pada pemeriksaan
ginekologik ditemukan serviks yang nyeri bila digerakkan dan kavum Douglas
yang menonjol dan nyeri raba.5 Pada abortus tubabiasanya teraba dengan jelas
suatu tumor di samping uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak
lunak. Hematokel retouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum Douglas.

Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis


atipik atau menahun. Kelambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan
muda tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita
tampak tidak terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan pada
kehamilan ektopik yang terganggu berlangsung lambat. Dalam keadaan yang
demikian, alat bantu diagnostik sangat diperlukan untuk memastikan diagnosis

3.8 DIAGNOSIS

Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum


17
terganggu demikian besarnya sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus
tuba atau ruptur ruba sebelum keadaan menjadi jelas.

Alat bantu diagnostik yang dapat digunakan ialah ultrasonografi (USG),


laparoskopi atau kuldoskopi.

Anamnesis : haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan kadang-kadang


terdapat gejala subyektif kehamilan muda.1 Nyeri abdominal terutama bagian
bawah dan perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan merupakan
tanda dan gejala klinis yang mengarah ke diagnosis kehamilan ektopik. Gejala-
gejala nyeri abdominal dan perdarahan pervaginam tidak terlalu spesifik atau juga
sensitif.

Pemeriksaan umum : penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada perdarahan dalam
rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak perut
bagian bawah hanya sedikit menggembung dan nyeri tekan.1 Kehamilan ektopik
yang belum terganggu tidak dapat didiagnosis secara tepat semata-mata atas adanya
gejala-gejala klinis dan pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan ginekologi : tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan.


Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan
teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan
batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri-raba
menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik sehingga
menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik.

Hampir semua kehamilan ektopik didiagnosis antara kehamilan 5 dan 12


minggu. Identifikasi dari tempat implantasi embrio lebih awal dari pada kehamilan
5 minggu melampaui kemampuan teknik-teknik diagnostik yang ada. Pada usia
kehamilan 12 minggu, kehamilan ektopik telah memperlihatkan gejala-gejala
sekunder terhadap terjadinya ruptur atau uterus pada wanita dengan kehamilan
intrauteri yang normal telah mengalami pembesaran yang berbeda dengan bentuk
dari kehamilan ektopik.

Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah


berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila

18
ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus tidak mendadak
biasanya ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru
terlihat setelah 24 jam. Perhitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya
perdarahan bila leukosit meningkat (leukositosis). Untuk membedakan kehamilan
ektopik dari infeksi pelvik dapat diperhaikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang
lebih dari 20.000 biasanya menunjukkan infeksi pelvik.

Penting untuk mendiagnosis ada tidaknya kehamilan. Cara yang paling mudah
ialah dengan melakukan pemeriksaan konsentrasi hormon β human chorionic
gonadotropin (β-hCG) dalam urin atau serum. Hormon ini dapat dideteksi paling
awal pada satu minggu sebelum tanggal menstruasi berikutnya. Konsentrasi serum
yang sudah dapat dideteksi ialah 5 IU/L, sedangkan pada urin ialah 20–50 IU/L. Tes
kehamilan negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu
karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan human
chorionic gonadotropin menurun dan menyebabkan tes negatif. Tes kehamilan
positif juga tidak dapat mengidentifikasi lokasi kantung gestasional. Meskipun
demikian, wanita dengan kehamilan ektopik cenderung memiliki level β-hCG yang
rendah dibandingkan kehamilan intrauterin.

Kuldosentesis : ialah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah terdapat


darah dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna untuk membuat diagnosis
kehamilan ektopik terganggu. Teknik kuldosentesis yaitu :
- Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.
- Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
- Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan tenakulum,
kemudian dilakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior ditampakkan
- Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan semprit
10 ml dilakukan pengisapan.

Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam yang
tdak membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil. Hasil negatif bila cairan yang
dihisap berupa :

- Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista
ovarium yang pecah.
19
- Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang
appendiks yang pecah (nanah harus dikultur).
- Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah
ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.

Ultrasonografi : Cara yang paling efisien untuk mengeluarkan adanya kehamilan


ektopik adalah mendiagnosis suatu kehamilan intrauteri. Cara yang terbaik untuk
mengkonfirmasi satu kehamilan intrauteri adalah dengan menggunakan
ultrasonografi. Sensitivitas dan spesifisitas dari diagnosis kehamilan intrauteri
dengan menggunakan modalitas ini mencapai 100% pada kehamilan diatas 5,5
minggu. Sebaliknya identifikasi kehamilan ektopik dengan ultrasonografi lebih
sulit (kurang sensitif) dan kurang spesifik.

Gambar 3.2 USG kehamilan ektopik

Laparoskopi : hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk


kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain
meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat
dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas
dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mempersulit
visualisasi alat kandungan tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan
laparotomi.

20
3.9 PENATALAKSANAAN

Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam


tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu :
a. Kondisi penderita saat itu
b. Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
c. Lokasi kehamilan ektopik
d. Kondisi anatomik organ pelvis

Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada


kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif yaitu hanya
dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita buruk,
misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.

1. Pembedahan

Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik


terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba.
Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan
konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada
kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya. Pendekatan dengan
pembedahan konservatif ini mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan
ektopik cepat ditegakkan sehingga belum terjadi ruptur pada tuba.
a. Salpingotomi linier

Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal


dilakukan pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih
dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur
ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu
insisi linier dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Produk kehamilan
dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam lumen. Setiap sisa trofoblas yang ada
harus dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen dengan
menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah kerusakan
lebih jauh pada mukosa. Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus
21
dilakukan, karena kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan
postoperasi yang akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen. Batas
mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus diperhatikan
hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot dan tidak
ada tegangan yang berlebihan.

22
Gambar 3.3 Salpingostomi

b. Reseksi segmental

Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai


satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat
bagian implantasi. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal
tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk
menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan
dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada
ligamentum latum. Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan
mikroskop/loupe.

c. Salpingektomi

Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami


ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi.
Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis
kardiopulmunonal yang serius. Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan,
dan tuba yang meregang diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem
Kelly sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan
memotong irisan kecil pada myometrium di daerah cornu uteri, hindari insisi
yang terlalu dalam ke myometrium. Jahitan matras angka delapan dengan
benang absorable 0 digunakan untuk menutup myometrium pada sisi reseksi
baji. Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan benang
23
absorbable. Hemostasis yang komplit sangat penting untuk mencegah
terjadinya hematom pada ligamentum latum.

2. Medisinalis

Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik
secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik
secara dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan.
Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntungan yaitu kurang invasif,
menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi
fertilitas dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan.

Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah
pernah dicoba ditangani menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan
pembedahan. Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini ialah:
a. Kehamian di pars ampularis tuba belum pecah

b. Diameter kantong gestasi ≤ 4cm

c. Perdarahan dalam rongga perut ≤100 ml

d. Tanda vital baik dan stabil

Obat yang digunakan ialah methotreksat (MTX) 1 mg/kgBB i.v. dan faktor
sitrovorm 0,1 mg/kgBB i.m. berselang seling setiap hari selama 8 hari.
Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis
DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate
reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas. Pemberian MTX
dapat secara oral, sistemik iv,im atau injeksi lokal dengan panduan USG atau
laparoskopi. Dari seluruh 6 kasus yang diobati, satu kasus dilakukan
salpingektomi pada hari ke-12 karena gejala abdomen akut, sedangkan 5 kasus
berhasil diobati dengan lain.
Efek samping yang timbul tergantung dosis yang diberikan. Dosis yang
tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi usus, supresi
sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia, dermatitis,
pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan menimbulkan
24
dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar reversibel, supresi sumsum tulang
sementara. Pemberian MTX biasanya disertai pemberian folinic acid
(leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat
namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic
acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada
sel-sel tersebut. Sebelumnya penderita diperiksa dulu kadar hCG, fungsi hepar,
kreatinin, golongan darah.Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX,
kadar hCG diperiksa kembali. Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari
kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka MTX tidak diberikan lagi dan kadar
hCG diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif atau evaluasi dapat
dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap minggu. Bila kadar
hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat dibandingkan kadar hari ke-4
atau menetap selama interval setiap minggunya, maka diberikan MTX 50
mg/m2 kedua.
Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini
sebesar 94,3%. Selain dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis
sampai empat dosis atau kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.
Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba, adanya penyakit
ginjal atau hepar yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif adalah nyeri
abdomen.

3.10. PROGNOSIS
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu turun
sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup.
Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya bersifat
bilateral. Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah
mengalami keadaan tersebut diatas, namun dapat juga mengalami kehamilan
ektopik terganggu lagi pada tuba yang lain.
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai resiko
10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah
mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan
50% mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang.

25
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita.
Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan
wanita steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami
kehamilan ektopik berulang

26
BAB IV
PEMBAHASAN

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, S., 2005, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan, Jakarta


Pusat : Yayasan Bina Pustaka.
2. http://digilib.unsri.ac.id/download/Kehamilan%20Ektopik.pdf.

3. http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/kehamilan-ektopik.pdf.

4. http://www.lusa.web.id/nidasi-atau-implantasi/.

5. Prawirohardjo, S., 2007, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Bedah Kebidanan,


Jakarta Pusat : Yayasan Bina Pustaka.
6. Murray, H., Baakdah, H., Bardell, T., Tulandi, T., Diagnosis and Treatment of
Ectopic Pregnancy, CMA Media Inc. (CMAJ),2005;173(8), diunduh dari
http://www.cmaj.ca.full.pdf+html.
7. http://www.surgeryencyclopedia.com/images/gesu_03_img0187.jpg

28

Anda mungkin juga menyukai