Anda di halaman 1dari 9

HUBUNGAN FILSAFAT ISLAM

DENGAN FILSAFAT YUNANI

DR. AEP WAHYUDIN, M.AG, M.I.KOM

PRODI JURNALITSIK
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
TAHUN 2021
Peradaban Maju karena Filsafat dan Kegiatan
Ilmiah

 Berbicara masalah peradaban, tidak bisa dilepaskan dengan masalah filsafat. Karena
secara historis filsafatlah yang mengantarkan suatu kaum kedepan pintu gerbang
peradabannya masing-masing seperti yang pernah dialami peradaban Yunani
kuno dan peradaban Islam (dimasa keemasan). Kedua peradaban
yang pernah ada tersebut (terutama Islam) mencapai kegemilangannya setelah
terlebih dahulu mangalami kegemilangan dalam bidang filsafat dan kegiatan
ilmiah.

 Secara keseluruan Filsafat Yunani dan filsafat Islam memegang peranan yang
besar dalam membentuk peradaban dunia. Sebab filsafat Yunani adalah peletak
batu pertama kemunculan usaha intelektualitas dalam memahami fenomena
alam baik yang mikro maupun yang makro, dan filsafat Islam
mengembangkan, mereformulasi mengarahkan dan mensistemasi serta
menurunkannya ketataran praktis hingga melahirkan peradaban cemerlang.
Peradaban Maju karena Filsafat dan Kegiatan
Ilmiah
 Dalam rentan sejarah yang panjang, dunia telah melahirkan sebuah kebudayaan yang tumbuh
dan berkembang ke seluruh antero dunia, mulai dari bentuk yang paling sederhana (primitif )
pada awal keberadaannya hingga kebudayaan besar semisal Mesir kuno, India,
Cina, Yunani/Persia, Arab (Islam), dan Eropa modern.[1] (Maftukhin, Filsafat
Islam, 2012)
 Diantara kebudayaan-kebudayaan tersebut ialah kebudayaan Arab (Islam) dimana
perkembangan kebudayaannya lebih cepat dari kebudayaan Yunani maupun Romawi,
dengan Baghdad, Cordoba dan Kairo sebagai pusat-pusat
kebudayaannya,[2] yang itu tidak bisa dilepaskan dari keberadaan aliran Alexandria yang
merupakan benang merah penghubung Timur dan Barat atau Peradaban Timur dengan
peradaban Yunani. Hubungan itu semakin kuat tatkala Justanius menutup sekolah Athena
tahun 529 M, yang mengakibatkan banayak guru dari Athena yang melarikan diri ke berbagai
Madrasah Timur di Ruhha, Nasibin, Hiran dan Jundisrahpur. Oleh karena itu, terjadilah
perpaduan antara religius dan filosofis yang itu telah berhasil melestarikan antologi pemikiran
Yunani ke dalam dunia Islam.[3] (Ibrahim Madkour, Fi al-Falsafah al-Islamiyyah: Manhaj wa
Tatbiqub al-Juz’ al-Sani Terj. Yudian Wahyudi Asmin (Jakarta: Bumi Aksara, 2003) cet. Ke-3 hlm.
29)
Kontak filsafat dengan Islam
Kalau dilihat dari sejarahnya, jelas bahwa filsafat jauh lebih dahulu
timbulnya daripada agama Islam. Islam muncul di Gurun Pasir Arabiyah
yaitu di Mekah pada abad ke 6 M sedang filsafat terbit di Yunani sekitar
abad ke 5 SM atau jauh sebelumnya. Pertemuan Islam (kaum Muslimin) dengan
filsafat ini terjadi pada abad ke 8 M atau abad ke 2 Hijriyah, di saat umat Islam
mengembangkan sayapnya dan menjangkau daerah-daerah baru

Kegiatan penterjemahan buku filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab Periode pertama, yang terjadi pada masa khalifah al-Mansur sampai
penghujung masa khalifah Harun al-Rasyid (sekitar abad ke 8 M). Dalam priode ini
pada mulanya dilakukan pada zaman Khalifah Amawiyah di Mamascus, sedang termasyhur nama-nama penerjemah Ibnu al-Muqaffa, Jarjis bin Jabril, Yuhanna bin
Masweh dan lain-lain. Ibnu al-Muqaffa penerjemah Kalilah Wa Dimna itu dikatakan
buku-buku yang diterjemahkan itu adalah buku-buku yang ada kaitan langsung orang bahwa dialah orang pertama yang menyalin logika Aristoteles ke dalam
dengan kehidupan praktis, seperti buku-buku kimia dan kedokteran bahasa Arab
Periode kedua, yang terjadi pada masa khalifah al-Makhmun bin Harun
Sejak kegiatan penerjemahan buku-buku filsafat Yunani je dalam Bahasa Arab al-Rasyid (abad ke 8 M), dalam priode ini al-Makmun mendirikan sebuah Institut
semakin populerlah sebutan “Falsafah” di kalangan intelektual muslim, dan untuk para penerjemah, yang diberi nama “Baitul Hikmah” (The House of Wisdom) di
Bagdad yang berusaha untuk menerjemahkan buku-buku Galen (Jalinus Ath-Thabib)
semenjak itulah mulai kegiatan penganalisaan filsafat di kalangan kaum muslimin. ke dalam bahasa Arab baik dalam lapangan filsafat maupun kedokteran
Kegiatan penerjemahan buku-buku ini berjalan melalui tiga periode, yaitu : Periode ketiga, yang merupakan priode terakhir zaman terjemahan
besar-besaran dalan dunia Islam terjadi sekitar abad ke 10 M. Dalam priode ini
Pada masa berikutnya, yaitu masa al-Makmun yang merupakan kejayaan
muncul penerjemah Abu Bisher Muttu bin Yunus al-Qannai (940 M), Yahya bin Adi al-
Islam / keemasan bagi kegiatan penerjemahan. Al-Makmun dalam sejarah Islam
dikenal sebagai Khalifah Bani Abbas yang besar perhatiannya pada ilmu
Mantiq (974 M), Izhak bin Zura (1008 M), al-Hasan bin al-Khammar (942 M), murid
pengetahuan dan filsafat, dan ia mendirikan Bait al-Hikmah pada tahun 830 M, Yahya bin Adi mereka ini melanjutkan usaha-usaha di periode ke dua dengan
sedangkan buku-buku filsafat, metafisika, etika dan psikologi, sebab menyalin dan memberi komentar tentang buku-buku logika dan
adanya penerjemahan buku-buku ini berkisar pada pribadi al-Makmun dengan matematika Aristoteles.[4] (Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafi Dalam Islam
kegairahannya kepada ilmu pengetahuan.[5] (Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 9-10.)
Jadi kalau pada masa al-Makmun dikenal dengan masa kejayaan Islam/
keemasan maka tidak dapat dimungkiri bahwa penerjemahan tidak hanya berkisar
pada filsafat saja, melainkan buku-buku filsafat lainnya, seperti : psikologi, etika,
ketuhanan dan lain-lain sebagainya, dibanding pada masa al-Mansur, buku-buku
filsafat yang diterjemahkan hanya buku, logika.

Betapa penting dan pengaruh logika Yunani ke dalam dunia Islam dapat
dilihat pada pertumbuhan teologi Islam sampai sekarang. Dalam catatan sejarah
orang yang pertama menerjemahkan buku-buku logika karangan Aristoteles adalah
Ibnu Muqaffa, beliau menerjemahkan atas perintah al-Mansur, sedang buku ini terdiri
tiga buah yakni : Categoriae, De Interpretation, dan Analityca Priora.
Setelah masa al-Makmun berlaku sebagai masa kegemilangan
penerjemahan, maka penerjemahan tidak banyak lagi dilakukan, terutama buku-buku
filsafat. Karena penggantinya (Khalifah al-Mutawakkil) menekan kebebasan
berpikir dan menindas orang-orang bekerja di lapangan filsafat. Dengan
penekanan dan penindasan Khalifah al-Mutawakkil sehingga timbul atau muncul
orang-orang yang bekerja dalam lapangan filsafat secara diam-diam. Orang-orang
tersebut dikenal dengan nama Ikhwan ash-Shafaa’. Mereka adalah suatu
perkumpulan rahasia yang bergerak dalam lapangan ilmu pengetahuan walaupun
kadang-kadang seakan-akan organisasi ini bertendensi politik, sehingga ada orang
yang beranggapan bahwa ia merupakan salah satu dari ormas kaum Syiah.[6] (Yunazril
Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafi Dalam Islam, h. 19-20)
PENGARUH FILSAFAT YUNANI THD FILSAFAT ISLAM
Prolog “sekilas keberadaan Filsafat Islam” :

- Salah satu kekayaan perdaban Islam adalah Filsafat. Kemunculan Filsafat Islam
Islam memang secara sejarah berasal dari filsafat Yunani dan tidak dipisahkan dari
Filsafat Yunani
- Meski, didalam sejarah tradisi Islam pun sudah memiliki nilai-nilai rasionalisme kuat
(sebagai sebuah ajaran yang menjunjung tinggi akal dan berfikir)
- Setelah kemunculan Filsafat Islam banyak mempengaruhi berbagai peradaban
ummat manusia (indikasi sebagai pentingnya filsafat bagi peradaban). Termasuk
kejayaan peradaban Islam ketika itu, disebabkan karena maju dan berkembangnya
Filsafat.
- Bahkan, banyak pula berbagai tulisan, bahwa Filsafat Islam telah berpengaruh
terhadap agama-agama lain (terutama Yahudi dan Nashrani, sekalipun Islam lebih
muda usianya dari kedua agama itu)
- Agama Yahudi dan nashrani pada sebelum dan sesudah Islam memiliki segi-segi
peradaban yang menunjukkan pengaruh Islam. Karena Islam sendiri merupakan
kelanjutan kedua agama tersebut. Karena itu, ada segi-segi persamaan antara ajaran
Islam dengan agama-agama Nabi Musa as dan Nabi Isa al Masih as.
- Ini menekenkan bahwa, filsafat secara umum dan filsafat Islam secara khusus telah
memberikan sumbangsih bagi perkembangan perdadaban Islam bahkan
petrkembangan agama lain.
Filosof Yunani yg berpengaruh terhadap
filosof Islam,
yaitu : PLATO, ARISTOTELES, DAN PLOTINUS

Karena korpus pemikiran dari ketiga filosof tersebut


mengandung “substansi” pada objek pemikiran
filsafatnya, yaitu permasalahan substansi pada masalah
: KOSMOLOGI, ETIS, DAN TEOLOGIS

Substansi permasalahan (terutama pada 3 hal


itu) dilanjutkan oleh filosof Islam. Ini
menunjukkan bahwa :

- Beberepa permasalahan yang ada dalam Filsafat


Yunani dilanjutkan oleh filosof Islam
- Tidak sedikit pertentangan antara pemikiran Islam
dan Yunani lantaran keduanya memberikan
jawaban yang berbeda terhadap persoalan yang
sama. Bahkan pada titik persamaannya pun,
pemikiran Islam dan yunani bermuara pada sumber
yang berbeda.
- Pemikiran filosof Islam memeberikan jawaban dari
permasalahan filsafat yunani tersebut, teruatama
pada persoalan : MANUSIA, PENCIPTAAN ALAM,
DAN KETUHANAN.
Substansi persoalan yang dibahas antara
filosof Yunani dan Filosof Islam :
• Filosof Yunani :
Aritoteles : tentang abadinya alam
Neoplatonisme : bahwa “dasarnya” ada
supremasi dan prioritas
tunggal terhadap :
Yg banyak - THE ONE
Yg sempurna - THE GOOD

Kemuduian menurunkan citran


(emanasi) sendiri

Melahirkan entitas-entitas (dunia


jiwa)

• Filosof Islam ada kesamaan atau melanjutkan dari


pemikiran filosof Yunani :
Al Kindi : tentang kejiwaan dari pikiran plato
Al Farabi : tentang etika politik dari pikiran
plato
Tentang metafisika dari pikiran
plotinus
Tentang mengikuti mantiqnya Aristo
Ibnu Sina : tentang wujud dan emanasi dari
Neoplato : Tentang jiwa dari pikiran Aristo
Dll…

Anda mungkin juga menyukai