Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN

DEMENSIA

DOSEN PEMBIMBING
HAMDANA S.Kep,Ns,M.kep

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 6

1. JUSRIANI (A.19.11.057)
2. NURTASBI RAMADHANI (A.19.11.058)
3. RAUDAH NOFAYANTI (A.19.11.060)

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN


PANRITA HUSADA BULUKUMBA DOMISILI SELAYAR
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya, penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dalam waktu yang ditentukan.
Makalah yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN DEMENSIA, disusun sebagai salah
satu tugas kelompok mata kuliah KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II. Ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang ikut membantu baik langsung maupun
tidak langsung.

Setelah mempelajari makalah ini, diharapkan mahasiswa keperawatan dan masyarakat


umum dapat memahaminya. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Penulis juga menyadari makalah ini terdapat kekurangan baik materi maupun
penyajian.

Oleh karena itu, segala saran dan kritik dari semua pihak ataupun pembaca sangat
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan lebih dan bermanfaat bagi semuanya.

Selayar , 11 April 2021

KELOMPOK 6

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Demensia adalah sebuah sindrome karna penyakit otak, bersifat kronis atau progresif
dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi termasuk : memori, berfikir,
orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar, kemampuan dan penilaian kesadaran tidak
terganggu.

Gangguan fungsi kognitif yg biasa di tandai, kadang kadang di dahului oleh


penurunan dalam pengendalian emosi, perilaku social atau motivasasi. Sindrom terjadi pada
penyakit Alzheimer di penyakit serebrovaskuler dan dalam kondisi lain terutama atau
sekunder yang mempengaruhi otak. (Durand dan barlow 2006)

Berdasarkan sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa demensia seringkali


terjadi pada usia lanjut yg telah berumur kurang lebih 60 tahun demensia tersebut dapat di
bagi menjadi 2 bagian yaitu: Demensia senilis dan Demensia pra senilis sekitar 56,8% lansia
mengalami demensia dalam bentuk demensia Alzheimer (4% dialami lansia yg telah berusia
75 tahun, 16% pada usia 85 tahun, dan 32% pada usia 90 tahun). Sampai saat ini diperkirakan
30 juta penduduk dunia mengalami demensia dengan berbagai sebab.

Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi tetapi bisa
saja bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau perubahan
kepribadian lainya. Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara, penderita menggunakan
kata kata yg lebih sederhana menggunakan kata kata yang tidak tepat atau tidak mampu
menemukan kata kata tepat, ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda bisa menimbulkan
kesulitan dalam mengemudikan kendaraan. Pada akhirnya penderita tidak dapat menjalankan
fungsi social.

B. Tujuan Khusus

Mengetahui tentang teori dan asuhan keperawatan pada pasien dengan demensia (kepikunan)

C. Tujuan Umum

1. Mengetahui pengertian demensia

2. Mengetahui epidemologi demensia

3. Mengetahui etiologi demensia

4. Mengetahui manifestasi klinis demensia

5. Mengetahui patofisiologi demensia

6. Mengetahui pathway demensia

7. Mengetahui pemeriksaan penunjang demensia


8. Mengetahui penatalaksanaan klinis demensia

9. Mengetahui pencegahan dan perawatan demensia

10. Mengetahui komplikasi demensia

11. Mengetahui konsep asuhan keperawatan demensia

D. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan demensia ?

2. Bagaimana epidemologi demensia ?

3. Jelaskan etiologi demensia?

4. Bagaimana manifestasi klinis demensia?

5. Bagaimana patofisiologi demensia?

6. Bagaimana pathway demensia?

7. Apa saja pemeriksaan penunjang demensia?

8. Apa saja penatalaksanaan klinis demensia?

9. Bagaimana pencegahan dan perawatan demensia?

10. Apa saja komplikasi demensia?

11. Bagaimana konsep asuhan keperawatan demensia?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Demensia
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi vegetatif
atau keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian,
dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu. (Elizabeth J.
Corwin, 2009)
Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan hilangnya
independensi sosial. (William F. Ganong, 2010)
Demensia adalah kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau
kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku. (Grayson,
2004)
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual
dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari –
hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya
ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari –
hari. (Nugroho, 2008)
Demensia adalah suatu sidrom yang dikarakteristikkan dengan adanya
kehilangan kapasitas intelektual melibatkan tidak hanya ingatan (memori), namun
juga kognitif, bahasa, kemampuan visuospasial, dan kepribadian. (Josep J.Gallo,
1998)
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi
hidup sehari-hari (Brocklehurst and Allen, 1987).

B. Epidemiologi Demensia
Usia di atas 65 tahun mempunyai risiko tinggi untuk mengalami demensia dan
hal ini tidak bergantung pada bangsa, suku, kebudayaan dan status ekonomi. Hasil
penelitian di seluruh dunia menunjukkan bahwa demensia terjadi sekitar 8 % pada
warga di atas usia 65 tahun dan meningkat sangat pesat menjadi 25 % pada usia di
atas 80 tahun dan hampir 40 % pada usia di atas 90 tahun.

C. Etiologi Demensia
1. Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzaimer, yang
penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti. Penyakit Alzaimer disebabkan
karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya kelainan gen tertentu. Bagian
otak mengalami kemunduran sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya
respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Jaringan
abnormal ditemukan di dalam otak (disebut plak senilitis dan serabut saraf yang
tidak teratur) dan protein abnormal.
2. Serangan stroke yang berturut-turut. Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan
menyebabkan kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul secara
perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak,
daerah otak yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah yang
disebut dengan infark. Demensia yang disebabkan oleh stroke kecil disebut juga
demensia multi-infark. Sebagian penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau
kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
3. Menurut Nugroho (2008), penyebab demensia dapat digolongkan menjadi 3 :
a. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal
kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada
sistem enzim, atau pada metabolisme.
b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan : Penyakit degenerasi spino serebral
c. Sindroma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati : gangguan
nutrisi, akibat intoksikasi menahun, penyakit – penyakit metabolisme.

D. Manifestasi klinis Demensia


a. Perjalanan penyakit yang bertahap
b. Tidak terdapat gangguan kesadaran
c. Rusaknya fungsi kognitif
d. Gangguan kepribadian dan perilaku
e. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang
f. Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, paranoid
g. Keterbatasan dalam ADL
h. Inkontenensia urine
i. Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk
j. Sulit mandi, makan, berpakaian dan toileting
k. Lupa meletakkan barang penting
l. Gangguan orientasi waktu dan tempat : lupa hari, minggu, bulan, tahun dan
tempat dimana penderita berada
m. Ekspresi berlebihan : menangis berlebihan saat melihat sebuah drama televisi,
marah besar terhadap kesalahan yang kecil, rasa takut dan gugup yang tidak
beralasan.
n. Adanya perubahan perilaku : acuh tak acuh, menarik diri, gelisah.

E. Patofisiologi Demensia
Demensia biasanya terjadi pada usia >65 tahun , gejala yang mucul yaitu perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari – hari. Lansia
penderita demensia tidak memeperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal,
mereka sebagaimana lansia pada umumnya mengalami proses penuanaan dan
degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit
mengingat dan sering lupa jika meletakkan suatu barang. Mereka sering kali menutup
– nutupi hal tersebut dan meyakinkan bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia
mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang – orang terdekat yang
tinggal bersama mereka, mereka merasa kawatir terhadap penurunan daya ingat yang
semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin lansia kelelahan
dan perlu banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di
balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala dimensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada lansia. Mereka
menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih senditif. Kondisi seperti ini dapat saja
diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi lansia.
Pada saat ini mungkin saja lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai
berhalusinasi. Disinilah keluarga membawa lansia penderita demensia ke rumah sakit,
dimana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan. Seringkali
demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua
tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala
demensia
F. Pathway Demensia

G. Pemeriksaan Penunjang Demensia


1. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia
ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada
demensia reversibel, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia
Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin
sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan : pemeriksaan
darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati,
hormon tiroid, kadar asam folat.
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah
menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih
dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG (Electroencephalogram)
Pada pemeriksaan EEG tidak memberikan gambaran spesifik dan pada sebagian
besar hasilnya normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi gambaran
perlambatan difus dan kompleks periodik.
4. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,
penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas, tes
sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan.
5. Pemeriksaan neuropsikologis
Meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari – hari / fungsional dan aspek
kognitif lainnya. Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai penambahan
pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang
mencakup atensi, memori, bahasa, konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem
solving. Pemeriksaan neuropsikologi sangat berguna terutama pada kasus yang
sangat ringan untuk membedakan proses ketuaan atau proses depresi.

H. Penatalaksanaan Klinis Demensia


1. Farmakoterapi
Sebagian demensia tidak dapat disembuhkan
a. Pengobatan demensia alzheimer digunakan obat – obatan antikoliesterase
seperti Donepezil, Rivastigmine, Galantamine, Memantine.
b. Demensia vaskuler membutuhkan obat – obatan anti platelet seperti Aspirin,
Ticlopidine, Clopidogrel untuk memperlancar aliran darah ke otak sehingga
memperbaiki gangguan kognitif.
c. Demensia karena stroke yang berturut – turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati
tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke.
d. Obat antidepresan seperti Sertraline dan Citalopram
e. Pengendalian agitasi dan perilaku yang meledak – ledak, yang bisa menyertai
demensia stadium lanjut, sering digunakan obat antipsikotik misalnya
Haloperidol, Quetiapine dan Risperidone. Tetapi obat ini kurang efektif dan
menimbulkan efek samping yang serius. Obat antipsikotik efektif diberikan
kepada penderita yang mengalami halusinasi atau paranoid.

2. Dukungan dan peran keluarga


a. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap
memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding
dengan angka – angka yang besar atau radio juga bisa membantu penderita tetap
memiliki orientasi.
b. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa
membantu mencegah terjadinya kecelakaan pada penderita yang senang berjalan
– jalan.
c. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin bisa
memberikan rasa keteraturan kepada penderita.
d. Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan akan
memperburuk keadaan.
e. Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan perawatan
akan sangat membantu
3. Terapi simtomatik
a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuai
c. Terapi aktifitas
d. Penanganan terhadap masalah

I. Pencegahan dan perawatan demensia


Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan risiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan
fungsi otak, seperti :
1. Mencegah masuknya zat – zat yang dapat merusak sel – sel otak seperti alkohol
dan zat adiktif yang berlebihan.
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berfikir hendaknya dilakukan setiap
hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
a. Kegiatan rohani dan memperdalam ilmu agama
b. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki
persamaan minat dan hobi
4. Mengurangi stres dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap rileks dalam
kehidupan sehari – hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

J. Komplikasi Demensia
a. Peningkatan risiko infeksi di seluruh tubuh
b. Ulkus dekubitus
c. Pneumonia
d. Kejang
e. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
f. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan yang berkurang
g. Kehilangan kemampuan untuk berinteraksi
h. Harapan hidup berkurang
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Konsep Asuhan keperawatan Demensia

A. Pengkajian
a. Indentitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa/latar belakang
kebudayaan, status sipil, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
b. Keluhan utama
Keluhan utama atau sebab utama yang menyebabkan klien datang berobat. Gejala
utamanya adalah kesadaran menurun.
c. Pemeriksaan fisik
Kesadaran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tekanan darah menurun,
takikardia, febris, BB menurun karena nafsu makan yang menurun dan tidak mau
makan.
d. Spiritual
Keyakinan klien terhadap agaman dan keyakinan masih kuat tetapi tidak atau kurang
mampu dalam melaksanakan ibadahnya sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
e. Status mental
Penampilan klien tidak rapi dan tidak mampu untuk merawat dirinya sendiri,
pembicaraan keras, cepat dan koheren, aktivitas motorik dan perubahan motorik
dapat dimanifestasikan adanya peningkatan kegiatan motorik, gelisah, impulsif.
f. Alam perasaan
Klien tampak ketakuan dan putus asa
g. Afek dan emosi
Perubahan afek terjadi karena klien berusaha membuat jarak dengan perasaan
tertentu, jika langsung mengalami perasaan tersebut dapat menimbulkan ansietas.
Keadaan ini menimbulkan perubahan afek yang digunakan klien untuk melindungi
dirinya, karena afek yang telah berubah klien mengingkari dampak emosional yang
menyakitkan dari lingkungan eksternal. Respon emosional klien mungkin biasa dan
tidak sesuai karena datang dari kerangka pikir yang telah berubah. Perubahan afek
adalah tumpul, datar, tidak sesuai dan berlebihan.
h. Persepsi
Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman emosional terhadap suatu objek.
Perubahan persepsi dapat terjadi padaa satu atau lebih panca indera yaitu
pendengaran, penglihatan, perabaan, penciuman dan pengecapan. Perubahan persepsi
dapat ringan, sedang, dan berat atau berkepanjangan. Perubahan persepsi yang paling
sering ditemukan adalah halusinasi
i. Proses berpikir
Klien yang terganggu pikirannya suka berperilaku kohern, tindakannya cenderung
berdasarkan penilaian pribadi klien terhadap realitas yang tidak sesuai dengan
penilaian umum. Penilaian realitas secara pribadi oleh klien merupakan penilaian
subjektif yang dikaitkan dengan orang, benda atau kejadian yang tidak logis.
Penilaian autistik, klien tidak menelaah ulang kebenaran realitas. Pemikiran autistik
dasar perubahan proses pikir yang dapat dimanifestasikan dengan pemikiran primitif,
hilangnya asosiasi, pemikiran magis, delusi.
j. Tingkat kesadaran
Kesadaran umum klien bingung, disorientasi waktu, tempat dan orang
1. Memori : gangguan daya ingat sudah lama terjadi
2. Tingkat konsentrasi : klien tidak mampu berkonsentrasi
3. Kemampuan penilaian : gangguan dalam penilaian atau keputusan
k. Kebutuhan sehari – hari
1. Tidur : klien susah tidur karena cemas, gelisah. Kadang – kadang terbangun
tengah malam dan susah untuk tidur kembali. Tidur yang terganggu di tengah
malam sehingga klien tidak merasakan segar dipagi hari.
2. Selera makan : klien tidak mempunyai selera makan atau makan hanya sedikit,
karena merasa putus asa dan tidak berharga, aktivitas terbatas sehingga dapat
terjadi penurunan berat badan.
3. Eliminasi : klien terganggu pada proses buang air kecil, kadang – kadang lebih
sering daripada biasanya, karena susah tidur dan stres. Dapat juga terjadi
konstipasi karena pola makan yang terganggu.
i. Mekanisme koping
Klien mengurangi kontak mata, memakai kata – kata yang cepat dan keras dan
menutup diri
B. Diagnosa
1. Risiko Jatuh b/d penurunan kemampuan aktifitas
2. Kerusakan memori b/d distraksi lingkungan
3. Defisit perawatan diri b/d kelemahan muskuloskeletal
4. Ketidakefektifan koping b/d ketidakmampuan mengenal situasi yang komplek
5. Gangguan pola tidur b/d halangan lingkungan (disorientasi waktu, lingkungan,
tempat)

C. Intervensi keperawatan
1. Risiko Jatuh b/d penurunan kemampuan aktifitas
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan
risiko jatuh tidak dapat terjadi
Kriteria hasil :
1.Dapat berdiri sendiri dengan alat bantu
2.Dapat berjalan sendiri tanpa alat bantu
3.Tidak ada kesulitan dalam Melakukan kegiatan
kehidupan sehari- hari
Intervensi utama : pencegahan cedera
Observasi
 Identifikasi area lingkungan yang perpotensi menyebabkan cedera
 Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
 Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada ekstremitas bawah
Terapeutik
 Sediakan pencehayaan yang memandai
 Gunakan lampu tidur selama jam tidur
 Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang rawat (mis.
Penggunaan telpon, tempat tidur, penerangan ruangan, dan lokasi kamar
mandi)
 Gunakaan alas lantai jika berisiko mengalami cedera serius
 Sediakan alas kaki antislip
 Sediakan pispos atau urinal untuk eliminasi di tempat tidur , jika perlu
 Pastikan bel panggilan atau telfon mudah dijaungkau
 Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau
 Pertahankan posisi tempat tidur di posisi terendah saat digunakan
 Pastikan roda tempat tidur atau kursi roda dalam kondisi terkunci
 Gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan fasilitas penyanan
kesehatan
 Pertimbangkan penggunaan alarm elektronik pribadi atau alarm sensor pada
tempat tidur atau kursi
 Diskusikan mengenai latihan dan terapi fisik yag diperlukan
 Diskusikan mengenai alat bantu mobilitas yang sesuai (mis. Tongkat atau alat
bantu jalan)
 Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat mendampingi pasien
 Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai kebutuhan
Edukasi
 Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga
 Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama beberapa menis
sebelum berdiri

Intervensi pendukung : pencegahan jatuh


Observasi
 Identifikasi faktor risiko jatuh (mis. Usia >65 tahun, penurunan tingkat
kesadaran, defisit kognitif, hipotensi ortastatik, gangguan keseimbangan,
gangguan penglihatan, neuropti)
 Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setia shift atau sesuai dengan
kebijakan institusi
 Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh (mis. Lantai
licin, penerangan kurang)
 Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (mis. Fall morse scale, humpty
dumpty scale), jika perlu
 Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda dan sebaliknya
Terapeutik
 Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
 Pastikan kursi roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam kondisi terkunci
 Pasang handrail tempat tidur
 Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
 Tempatkan pasien berisiko tinggi jatuh dekat dengan pemantauan perawat dan
nurse station
 Gunakan alat bantu berjalan (mis kursi roda, walker)
 Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
Edukasi
 Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk berpindah
 Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
 Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh
 Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan keseimbangan
saat berdiri
 Anjurkan cara menggunkan bel pemanggil untuk memanggil perawat

2. Kerusakan memori b/d distraksi lingkungan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, kesadaran klien
terhadap identitas personal, waktu dan tempat lebih baik.
Kriteria hasil :
1. ma mpu mempelaja ri keterampilan baru
2. ma mpu mengingat informasi actual
3. ma mpu mengingat perilaku tertentu yang pernah
dilakukan
Intervensi utama : latihan memori
Observasi
 Identifikasi masalah memori yang dialami
 Identifikasi kesalahan terhadap orientasi
 Monitor perilaku dan perubahan memori selama terapi
Terapeutik
 Rencanakan metode mengajar sesuai kemampuan pasien
 Stimulasi memori dengan mengulsng pikiran yang terakhir kali diucapkan ,
jika perlu
 Koreksi kesalahan orientasi
 Fasilitasi mengingat kembali pengalaman masa lalu, jika perlu
 Fasilitasi tugas pembelajaran (mis. Mengingat informasi verbal dan gambar
 Fasilitasi kemampuan konsentrasi (mis. Bermain kartu pasangan), jika perlu
 Stimulasi menggunakan memori pada peristiwa yang baru terjadi (mis.
Bertanya ke mana saja ia pergi akhir-akhir ini), jika perlu
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur latihan
 Ajarkan teknik memori yang tepat (mis. Imajinasi visual, perangkat
mnemorik, permainan memori, teknik asosiasi, membuat daftar, komputer,
papan nama)
Kolaborasi
 Rujuk pada terapi okupasi, jika perlu
Intervensi pendukung : manajemen demensia
Observasi
 Identifikasi riwayat fisik, sosial, psikologis, dan kebiasaan
 Identifikasi pola aktivitas (mis. Tidur, minum obat, eliminasi, asupan oral,
perawatan diri)
Terapeutik
 sediakan lingkungan aman, nyaman, konsisten, dan rendah stimulus
(mis.musik tenang, dekorasi sederhana, pencahayaan memadai, makan
bersama pasien lain)
 orientasikan waktu, tempat dan orang
 gunakan distraksi untuk mengatasi masalah perilaku
 libatkan keluarga dalam merencanakan, menyediakan, dan mengevaluasi
perawatan
 fasilitasi orientasi dengan symbol-simbol (mis. Dekorasi, papan petunjuk, foto
diberi nama hutuf besar)
 libatkan kegiatan individu atau kelompok sesuai kemampuan kognitif dan
minat
Edukasi
 anjurkan memperbanyak istirahat
 ajarkan keluarga cara perawatan demensia

3. Defisit perawatan diri b/d kelemahan muskuloskeletal


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah
defisit perawatan diri dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1. ma mpu membasuh tubuh
2. ma mpu mengingat waktu untuk mandi
3. ma mpu mengambil pealatan mandi
Intervensi utama : Dukungan perawatan diri
Observasi
 Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
 Monitor tingkat kemandirian
 Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan
makan
Terapeutik
 Sediakan lingkungan yang terapeutik (mis. Suasana hangat, rileks, privasi)
 Siapkan keperluan pribadi (mis. Parfum, sikat gigi, dan sabun mandi)
 Dampingi dalam melalukan perawatan diri sampai mandiri
 Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
 Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
 Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan perawatan diri
 Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi
 Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan

Intervensi pendukung : manajemen demensia


Observasi
 Identifikasi riwayat fisik, sosial, psikologis, dan kebiasaan
 Identifikasi pola aktivitas (mis. Tidur, minum obat, eliminasi, asupan oral,
perawatan diri)
Terapeutik
 sediakan lingkungan aman, nyaman, konsisten, dan rendah stimulus
(mis.musik tenang, dekorasi sederhana, pencahayaan memadai, makan
bersama pasien lain)
 orientasikan waktu, tempat dan orang
 gunakan distraksi untuk mengatasi masalah perilaku
 libatkan keluarga dalam merencanakan, menyediakan, dan mengevaluasi
perawatan
 fasilitasi orientasi dengan symbol-simbol (mis. Dekorasi, papan petunjuk, foto
diberi nama hutuf besar)
 libatkan kegiatan individu atau kelompok sesuai kemampuan kognitif dan
minat
Edukasi
 anjurkan memperbanyak istirahat
 ajarkan keluarga cara perawatan demensia

4. Ketidakefektifan koping b/d ketidakmampuan mengenal situasi yang komplek


Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan
klien mengalami koping yang efektif
Kriteria hasil : mampu untuk membentuk penilaian valid tentang
stresor, mampu untuk menggunakan sumber daya
yang ada
Intervensi utama : promosi koping
Observasi
 Identifikasi kegiatan jangka pendek dan jangka panjang sesuai tujuan
 Identifikasi kemampuan yang dimiliki
 Identifikasi sumber daya yang tersedia untuk memenuhi tujuan
 Identifikasi pemahaman proses penyakit
 Identifikasi dampak situasi terhadap peran dan hubungan
 Identifikasi metode penyelesaian masalah
 Identifikasi kebutuhan dan keinginan terhadap dukungan sosial
Terapeutik
 Diskusikan perubahan peran yang dialami
 Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
 Diskusikan alasan mengkritik diri sendiri
 Diskusikan untuk mengklarifikasi kesalahpahaman dan mengevaluasi perilaku
sendiri
 Diskusikan konsekuensi tidak menggunakan rasa bersalah dan rasa malu
 Diskusikan risiko yang menimbulkan bahaya pada diri sendiri
 Fasilitasi dalam meperoleh informasi uang dibutuhkan
 Berikan pilihan realistis mengenai aspek-aspek tertentu dalam perawatan
 Motivasi untuk menentukan harapan yang realistis
 Tinjau kembali kemampuan dalam mengambil keputusan
 Hindari mengambil keputusan saat pasien berada di bawah tekanan
 Motivasi terlibat dalam kegiatan sosial
 Motivasi mengidentifikasi sistem pendukung yang tersedia
 Dampingi saat berduka (mis. Penyakit kronis, kecacatan)
 Perkenalkan dengan orang atau kelompok yang berhasil mengalami
pengalaman sama
 Dukung penggunaan mekanisme pertahanan yang tepat
 Kurangi rangsangan lingkungan yang mengancam
Edukasi
 Anjurkan menjalani hubungan yang memiliki kepentingan dan tujuan sama
 Anjurkan penggunaan sumber spiritual, jika perlu
 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
 Anjurkan keluarga terlibat
 Anjurkan membuat tujuan yang lebih spesifik
 Ajarkan cara memecahkan masalah secara konstruktif
 Latih penggunaan teknik relaksasi
 Latih keterampilan sosial, sesuai kebutuhan
 Latih mengembangkan penilaian obyektif

Intervensi pendukung : Dukungan keyakinan


Observasi
 Identifikasi keyakinan, masalah, dan tujuan perawatan
 Identifikasi kesembuhan jangka panjang sesuai kondisi pasien
 Monitor kesehatan fisik dan mental pasien
Terapeutik
 Integrasikan keyakinan dalam rencana perawatan sepanjang tidak
membahayakan/berisiko keselamatan, sesuai kebutuhan
 Berikan harapan yang realistis sesuai prognosis
 Fasilitasi pertemuan antara keluarga dan tim kesehatan untuk membuat
keputusan
 Fasilitasi memberikan makna terhadap kondisi kesehatan
Edukasi
 Jelaskan bahaya dan risiko yang terjadi akibat keyakinan negatif
 Jelaskan alternatif yang berdampak positif untuk memenuhi keyakinan dan
perawatan
 Berikan penjelasan yang televan dan mudah dipahami

5. Gangguan pola tidur b/d halangan lingkungan (disorientasi waktu, lingkungan,


tempat)
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan, klien dengan
gangguan pola tidur dapat teratasi.
Kriteria hasil : Perubahan pola normal, tidak ada gangguan
tidur/merasa nyaman
Intervensi utama : Dukungan tidur
Observasi
 Identifikasi pola aktivitas dan tidur
 Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan/atau psikologis)
 Identifikasi makanan dan minuman yang menganggu tidur (mis. Kopi,teh,
alkohol, makan mendekati waktu tidur, minum banyak air sebelum tidur)
 Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
Terapeutik
 Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan, kebisingan, suhu, matras, dan
tempat tidur)
 Batasi waktu tidur siang, jika perlu
 Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
 Tetapkan jadwal tidur rutin
 Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis. Pikat, pengaturan
posisi, terapi akupresur)
 Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakang untuk menunjang siklus
tidur-terjaga
Edukasi
 Jelakan pentingnya tidur cukup selama sakit
 Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
 Anjurkan menghindari makanan/minuman yang menganggu tidur
 Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor terhadap
tidur REM
 Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pla tidur (mis.
Psiologis, gaya hidup, sering berubah shift berkerja)
 Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakologi lainnya

Intervensi pendukung : manajemen demensia


Observasi
 Identifikasi riwayat fisik, sosial, psikologis, dan kebiasaan
 Identifikasi pola aktivitas (mis. Tidur, minum obat, eliminasi, asupan oral,
perawatan diri)
Terapeutik
 sediakan lingkungan aman, nyaman, konsisten, dan rendah stimulus
(mis.musik tenang, dekorasi sederhana, pencahayaan memadai, makan
bersama pasien lain)
 orientasikan waktu, tempat dan orang
 gunakan distraksi untuk mengatasi masalah perilaku
 libatkan keluarga dalam merencanakan, menyediakan, dan mengevaluasi
perawatan
 fasilitasi orientasi dengan symbol-simbol (mis. Dekorasi, papan petunjuk, foto
diberi nama hutuf besar)
 libatkan kegiatan individu atau kelompok sesuai kemampuan kognitif dan
minat
Edukasi
 anjurkan memperbanyak istirahat
 ajarkan keluarga cara perawatan demensia

D. implementasi
adalah tahap ke empat dalam tahap proses keperawatan dalam melaksanakan tindakan
perawatan sesuai dengan rencana (Hidayat, 2013).
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses dokumentasi keperawatan yang dimulai
setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan rencana keperawatan yang
diberikan dibuat berdasrkan diagnosa yang tepat, intervensi diharapkan dapat mencapai

tujuan yang diharapkan untuk meningkatkan status kesehatan. Implementasi meliputi klien,
perawat dan staf lainnya yang akan melaksanakan rencana keperawatan. Komponen lain dari
proses keperawatan, seperti pengkajian dan peencanaan berlajut selama komponen ini.
Didalam konsep konsep asuhan keperawatan ini klien melakukan intervensi atau perencanaan
yang sudah disusun kepaa para klien lansia seperti melakukan terapi aktivitas dan lain-lain.
Menurut Debora tahun 2013 Implementasi merupakan suatu tahapan keempat dari proses
keperawatan. Tahap ini muncul jika perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada klien.
Tindakan yang dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah
dibuat pada perencanaan. Aplikasi yang dilakukan pada klien akan berbeda, disesuaikan
dengan kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien. Implementasi
keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreatifitas perawat. Sebelum melakukan suatu
tindakan, perawat harus mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan. Perawat
harus yakin bahwa:
1. Tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan tindakan yang sudah
direncanakan.
2. Dilakukan dengan cara yang tepat, aman, serta sesuai dengan kondisi klien.
3. Selalu dievaluasi apakah sudah efektif.

4. Aktivitas yang dilakukan pada tahap implementasi


E. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah proses yang memungkinkan perawat untuk menetukan


apakah intervensi keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi klien atau tidak.
Kriteria proses yaitu menilai pelaksanaan proses keperawatan sesuai situasi, kondisi
dan kebutuhan klien. Evaluasi proses harus dilaksanakan untuk membantu keefektifan
terhadap tindakan. Kriteria keberhasilan yaitu menilai hasil asuhan keperawatan yang
ditujukan dengan perubahan tingkah laku klien. Disini peneliti melakukan evaluasi
apakah intervensi yang telah dilakukan sudah berhasil dalam meningkatkan memori
klin, mengurangi defisit perawatan diri klien, membantu klien dalam keefektifan
koping dan mencegah resiko jatuh pada klien.
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini perawat
membandingkan hasil tindakan yang telah dil-akukan dengan kriteria hasil yang sudah
ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah teratasi seluruhnya, hanya
sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya. Evaluasi adalah proses yang
berkelanjutan yaitu suatu proses yang digunakan mengukur dan memonitor kondisi
klien untuk mengetahui kesesuaian tindakan keperawatan, perbaikan tindakan
keperawatan, kebutuhan kliet saat ini, perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lainnya
dan apakah perlu menyusun ulang prioritas diagnosis supaya kebutuhan klien bisa
terpenuhi (Debora, 2011).
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demensia adalah sebuah sindrome karna penyakit otak, bersifat kronis atau progresif
dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi termasuk : memori, berfikir,
orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar, kemampuan dan penilaian kesadaran tidak
terganggu.
Gangguan fungsi kognitif yg biasa di tandai, kadang kadang di dahului oleh
penurunan dalam pengendalian emosi, perilaku social atau motivasasi. Sindrom terjadi pada
penyakit Alzheimer di penyakit serebrovaskuler dan dalam kondisi lain terutama atau
sekunder yang mempengaruhi otak. (Durand dan barlow 2006)
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan memori
yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari – hari. Demensia
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain
yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari – hari. (Nugroho, 2008)

Demensia adalah suatu sidrom yang dikarakteristikkan dengan adanya kehilangan kapasitas
intelektual melibatkan tidak hanya ingatan (memori), namun juga kognitif, bahasa,
kemampuan visuospasial, dan kepribadian. (Josep J.Gallo, 1998)

B. Saran
Dengan adanya makalah “Askep Demensia “ ini, diharapkan agar kita semua dapat
mengetahui tentang “Askep Demensia” dan bagaimana pula penatalaksanaanmedisnya.
Daftar pustka

Susanti, yulia evi, 2021; ASKEP DIMENSIA.


https://www.academia.edu/30343985/Askep_Dimensia. RABU, 14 APRIL 2021

Mayasari, Nur fajarwati, 2021; ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEMENSIA


DENGAN GANGGUAN POLA TIDRU DI GRIYA ASIH LAWANG.
https://www.academia.edu/37372386/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_PASIEN_DEM
ENSIA_DENGAN_GANGGUAN_POLA_TIDUR_DI_GRIYA_ASIH_LAWAG. RABU,
14 APRIL 2021.

Padilla, Hari. 2017; STANDAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN INDONESIA. Jakart selatan


:Dewan pengurus pusat. Rabu ,14 april 2021.
Padilla, Hari. 2018 ; STANDAR INTERENSI KEPERAWATAN INDONESIA. Jakarta selatan;
Dewan pengurus pusat. Rabu, 14 april 2021.

Anda mungkin juga menyukai