DEMENSIA
DOSEN PEMBIMBING
HAMDANA S.Kep,Ns,M.kep
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 6
1. JUSRIANI (A.19.11.057)
2. NURTASBI RAMADHANI (A.19.11.058)
3. RAUDAH NOFAYANTI (A.19.11.060)
Oleh karena itu, segala saran dan kritik dari semua pihak ataupun pembaca sangat
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan lebih dan bermanfaat bagi semuanya.
KELOMPOK 6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Demensia adalah sebuah sindrome karna penyakit otak, bersifat kronis atau progresif
dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi termasuk : memori, berfikir,
orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar, kemampuan dan penilaian kesadaran tidak
terganggu.
Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi tetapi bisa
saja bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau perubahan
kepribadian lainya. Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara, penderita menggunakan
kata kata yg lebih sederhana menggunakan kata kata yang tidak tepat atau tidak mampu
menemukan kata kata tepat, ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda bisa menimbulkan
kesulitan dalam mengemudikan kendaraan. Pada akhirnya penderita tidak dapat menjalankan
fungsi social.
B. Tujuan Khusus
Mengetahui tentang teori dan asuhan keperawatan pada pasien dengan demensia (kepikunan)
C. Tujuan Umum
D. Rumusan Masalah
A. Definisi Demensia
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi vegetatif
atau keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian,
dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu. (Elizabeth J.
Corwin, 2009)
Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan hilangnya
independensi sosial. (William F. Ganong, 2010)
Demensia adalah kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau
kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku. (Grayson,
2004)
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual
dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari –
hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya
ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari –
hari. (Nugroho, 2008)
Demensia adalah suatu sidrom yang dikarakteristikkan dengan adanya
kehilangan kapasitas intelektual melibatkan tidak hanya ingatan (memori), namun
juga kognitif, bahasa, kemampuan visuospasial, dan kepribadian. (Josep J.Gallo,
1998)
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi
hidup sehari-hari (Brocklehurst and Allen, 1987).
B. Epidemiologi Demensia
Usia di atas 65 tahun mempunyai risiko tinggi untuk mengalami demensia dan
hal ini tidak bergantung pada bangsa, suku, kebudayaan dan status ekonomi. Hasil
penelitian di seluruh dunia menunjukkan bahwa demensia terjadi sekitar 8 % pada
warga di atas usia 65 tahun dan meningkat sangat pesat menjadi 25 % pada usia di
atas 80 tahun dan hampir 40 % pada usia di atas 90 tahun.
C. Etiologi Demensia
1. Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzaimer, yang
penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti. Penyakit Alzaimer disebabkan
karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya kelainan gen tertentu. Bagian
otak mengalami kemunduran sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya
respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Jaringan
abnormal ditemukan di dalam otak (disebut plak senilitis dan serabut saraf yang
tidak teratur) dan protein abnormal.
2. Serangan stroke yang berturut-turut. Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan
menyebabkan kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul secara
perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak,
daerah otak yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah yang
disebut dengan infark. Demensia yang disebabkan oleh stroke kecil disebut juga
demensia multi-infark. Sebagian penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau
kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
3. Menurut Nugroho (2008), penyebab demensia dapat digolongkan menjadi 3 :
a. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal
kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada
sistem enzim, atau pada metabolisme.
b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan : Penyakit degenerasi spino serebral
c. Sindroma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati : gangguan
nutrisi, akibat intoksikasi menahun, penyakit – penyakit metabolisme.
E. Patofisiologi Demensia
Demensia biasanya terjadi pada usia >65 tahun , gejala yang mucul yaitu perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari – hari. Lansia
penderita demensia tidak memeperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal,
mereka sebagaimana lansia pada umumnya mengalami proses penuanaan dan
degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit
mengingat dan sering lupa jika meletakkan suatu barang. Mereka sering kali menutup
– nutupi hal tersebut dan meyakinkan bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia
mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang – orang terdekat yang
tinggal bersama mereka, mereka merasa kawatir terhadap penurunan daya ingat yang
semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin lansia kelelahan
dan perlu banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di
balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala dimensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada lansia. Mereka
menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih senditif. Kondisi seperti ini dapat saja
diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi lansia.
Pada saat ini mungkin saja lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai
berhalusinasi. Disinilah keluarga membawa lansia penderita demensia ke rumah sakit,
dimana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan. Seringkali
demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua
tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala
demensia
F. Pathway Demensia
J. Komplikasi Demensia
a. Peningkatan risiko infeksi di seluruh tubuh
b. Ulkus dekubitus
c. Pneumonia
d. Kejang
e. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
f. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan yang berkurang
g. Kehilangan kemampuan untuk berinteraksi
h. Harapan hidup berkurang
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Indentitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa/latar belakang
kebudayaan, status sipil, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
b. Keluhan utama
Keluhan utama atau sebab utama yang menyebabkan klien datang berobat. Gejala
utamanya adalah kesadaran menurun.
c. Pemeriksaan fisik
Kesadaran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tekanan darah menurun,
takikardia, febris, BB menurun karena nafsu makan yang menurun dan tidak mau
makan.
d. Spiritual
Keyakinan klien terhadap agaman dan keyakinan masih kuat tetapi tidak atau kurang
mampu dalam melaksanakan ibadahnya sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
e. Status mental
Penampilan klien tidak rapi dan tidak mampu untuk merawat dirinya sendiri,
pembicaraan keras, cepat dan koheren, aktivitas motorik dan perubahan motorik
dapat dimanifestasikan adanya peningkatan kegiatan motorik, gelisah, impulsif.
f. Alam perasaan
Klien tampak ketakuan dan putus asa
g. Afek dan emosi
Perubahan afek terjadi karena klien berusaha membuat jarak dengan perasaan
tertentu, jika langsung mengalami perasaan tersebut dapat menimbulkan ansietas.
Keadaan ini menimbulkan perubahan afek yang digunakan klien untuk melindungi
dirinya, karena afek yang telah berubah klien mengingkari dampak emosional yang
menyakitkan dari lingkungan eksternal. Respon emosional klien mungkin biasa dan
tidak sesuai karena datang dari kerangka pikir yang telah berubah. Perubahan afek
adalah tumpul, datar, tidak sesuai dan berlebihan.
h. Persepsi
Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman emosional terhadap suatu objek.
Perubahan persepsi dapat terjadi padaa satu atau lebih panca indera yaitu
pendengaran, penglihatan, perabaan, penciuman dan pengecapan. Perubahan persepsi
dapat ringan, sedang, dan berat atau berkepanjangan. Perubahan persepsi yang paling
sering ditemukan adalah halusinasi
i. Proses berpikir
Klien yang terganggu pikirannya suka berperilaku kohern, tindakannya cenderung
berdasarkan penilaian pribadi klien terhadap realitas yang tidak sesuai dengan
penilaian umum. Penilaian realitas secara pribadi oleh klien merupakan penilaian
subjektif yang dikaitkan dengan orang, benda atau kejadian yang tidak logis.
Penilaian autistik, klien tidak menelaah ulang kebenaran realitas. Pemikiran autistik
dasar perubahan proses pikir yang dapat dimanifestasikan dengan pemikiran primitif,
hilangnya asosiasi, pemikiran magis, delusi.
j. Tingkat kesadaran
Kesadaran umum klien bingung, disorientasi waktu, tempat dan orang
1. Memori : gangguan daya ingat sudah lama terjadi
2. Tingkat konsentrasi : klien tidak mampu berkonsentrasi
3. Kemampuan penilaian : gangguan dalam penilaian atau keputusan
k. Kebutuhan sehari – hari
1. Tidur : klien susah tidur karena cemas, gelisah. Kadang – kadang terbangun
tengah malam dan susah untuk tidur kembali. Tidur yang terganggu di tengah
malam sehingga klien tidak merasakan segar dipagi hari.
2. Selera makan : klien tidak mempunyai selera makan atau makan hanya sedikit,
karena merasa putus asa dan tidak berharga, aktivitas terbatas sehingga dapat
terjadi penurunan berat badan.
3. Eliminasi : klien terganggu pada proses buang air kecil, kadang – kadang lebih
sering daripada biasanya, karena susah tidur dan stres. Dapat juga terjadi
konstipasi karena pola makan yang terganggu.
i. Mekanisme koping
Klien mengurangi kontak mata, memakai kata – kata yang cepat dan keras dan
menutup diri
B. Diagnosa
1. Risiko Jatuh b/d penurunan kemampuan aktifitas
2. Kerusakan memori b/d distraksi lingkungan
3. Defisit perawatan diri b/d kelemahan muskuloskeletal
4. Ketidakefektifan koping b/d ketidakmampuan mengenal situasi yang komplek
5. Gangguan pola tidur b/d halangan lingkungan (disorientasi waktu, lingkungan,
tempat)
C. Intervensi keperawatan
1. Risiko Jatuh b/d penurunan kemampuan aktifitas
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan
risiko jatuh tidak dapat terjadi
Kriteria hasil :
1.Dapat berdiri sendiri dengan alat bantu
2.Dapat berjalan sendiri tanpa alat bantu
3.Tidak ada kesulitan dalam Melakukan kegiatan
kehidupan sehari- hari
Intervensi utama : pencegahan cedera
Observasi
Identifikasi area lingkungan yang perpotensi menyebabkan cedera
Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada ekstremitas bawah
Terapeutik
Sediakan pencehayaan yang memandai
Gunakan lampu tidur selama jam tidur
Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang rawat (mis.
Penggunaan telpon, tempat tidur, penerangan ruangan, dan lokasi kamar
mandi)
Gunakaan alas lantai jika berisiko mengalami cedera serius
Sediakan alas kaki antislip
Sediakan pispos atau urinal untuk eliminasi di tempat tidur , jika perlu
Pastikan bel panggilan atau telfon mudah dijaungkau
Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau
Pertahankan posisi tempat tidur di posisi terendah saat digunakan
Pastikan roda tempat tidur atau kursi roda dalam kondisi terkunci
Gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan fasilitas penyanan
kesehatan
Pertimbangkan penggunaan alarm elektronik pribadi atau alarm sensor pada
tempat tidur atau kursi
Diskusikan mengenai latihan dan terapi fisik yag diperlukan
Diskusikan mengenai alat bantu mobilitas yang sesuai (mis. Tongkat atau alat
bantu jalan)
Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat mendampingi pasien
Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai kebutuhan
Edukasi
Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga
Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama beberapa menis
sebelum berdiri
D. implementasi
adalah tahap ke empat dalam tahap proses keperawatan dalam melaksanakan tindakan
perawatan sesuai dengan rencana (Hidayat, 2013).
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses dokumentasi keperawatan yang dimulai
setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan rencana keperawatan yang
diberikan dibuat berdasrkan diagnosa yang tepat, intervensi diharapkan dapat mencapai
tujuan yang diharapkan untuk meningkatkan status kesehatan. Implementasi meliputi klien,
perawat dan staf lainnya yang akan melaksanakan rencana keperawatan. Komponen lain dari
proses keperawatan, seperti pengkajian dan peencanaan berlajut selama komponen ini.
Didalam konsep konsep asuhan keperawatan ini klien melakukan intervensi atau perencanaan
yang sudah disusun kepaa para klien lansia seperti melakukan terapi aktivitas dan lain-lain.
Menurut Debora tahun 2013 Implementasi merupakan suatu tahapan keempat dari proses
keperawatan. Tahap ini muncul jika perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada klien.
Tindakan yang dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah
dibuat pada perencanaan. Aplikasi yang dilakukan pada klien akan berbeda, disesuaikan
dengan kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien. Implementasi
keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreatifitas perawat. Sebelum melakukan suatu
tindakan, perawat harus mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan. Perawat
harus yakin bahwa:
1. Tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan tindakan yang sudah
direncanakan.
2. Dilakukan dengan cara yang tepat, aman, serta sesuai dengan kondisi klien.
3. Selalu dievaluasi apakah sudah efektif.
Demensia adalah suatu sidrom yang dikarakteristikkan dengan adanya kehilangan kapasitas
intelektual melibatkan tidak hanya ingatan (memori), namun juga kognitif, bahasa,
kemampuan visuospasial, dan kepribadian. (Josep J.Gallo, 1998)
B. Saran
Dengan adanya makalah “Askep Demensia “ ini, diharapkan agar kita semua dapat
mengetahui tentang “Askep Demensia” dan bagaimana pula penatalaksanaanmedisnya.
Daftar pustka